PRINSIP-PRINSIP
PEMBELAJARAN HOLISTIK, KONTEKSTUAL,
DAN FUTURISTIK
A.
Pembelajaran Holistik
1.
Konsep Pembelajaran Holistik
Pembelajaran
holistic adalah turunan dari konsep pembelajaran holistik (holistic learning)
yang merupakan suatu filsafat Pendidikan yang berangkat dari pemikiran bahwa
pada dasarnya seorang individu dapat menemukan identitas, makna dan tujuan
hidup melalui hubungannya dengan masyarakat, lingkungan alam, dan nilai-nilai
spiritual. Pendidikan holistik sebetulnya bukan hal yangbaru. Beberapa tokoh
perintis pendidikan holistikdi antaranya: Jean Rousseau, Ralph Waldo Emerson,
Henry Thoreau, Bronson Alcott, Johann Pestalozzi, Friedrich Froebel, dan
Francisco Ferrer.
Paradigma
pembelajaran holistik menekankan proses pendidikan dengan ciri-ciri sebagai
berikut:
a.
Tujuan pembelajaran holisti kadalah terbentuknya manusia
seutuhnya dan masyarakat seutuhnya.
b.
Materi pembelajaran holistik mengandung kesatuan
pendidikan jasmani-ruhani, mengasah kecerdasan intelektual-spritual-emosional,
kesatuan materi pendidikan teoritis-praktis, kesatuan materi pendidikan
pribadi-sosialketuhanan.
c.
Proses pendidikan holistik mengutamakan kesatuan
kepentingan anak didik dan masyarakat.
d.
Evaluasi Pendidikan holistik mementingkan tercapainya
perkembangan anak didik dalam bidang penguasaan ilmu, sikap, dan
keterampilan.
Paradigma
holistik di atas sesuai dengan amanat Undang-Undang Sisdiknas No.20 Tahun 2003
pasal 3, yakni konsep pendidikan yang harus dijalankan adalah bersifat
holistik, karena bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mendiri dan menjadi warga
Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Beberapa hal
yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan strategi pembelajaran holistik,
di antaranya: (1) menggunakan pendekatan pembelajaran transformatif; (2)
prosedur pembelajaran yang fleksibel; (3) pemecahan masalah melalui lintas
disiplin ilmu;(4) pembelajaran yang bermakna,; dan (5) pembelajaran melibatkan
komunitas di mana individu berada.
2.
Ciri-Ciri Pembelajaran Holistik
Model
pembelajaran holistik sangat menekankan pendekatan pendidikan yang sangat
manusiawi dan utuh. Model ini tidak sepihak atau tidak sepotong-sepotong.
Pembelajaran tidak didasarkan pada aspek otak saja, atau fisik saja, atau dari
rohani saja, karena segala aspek fisik maupun kejiwaan saling berkaitan dan
melengkapi. Berikut sembilan ciri pembelajaran holistik, yaitu:
a.
Pembelajaran diarahkan agar siswa menyadari akan keunikan
dirinya dengan segala potensinya. Mereka harus diajak untuk berhubungan dengan
dirinya yang paling dalam (innerself), sehingga memahami eksistensi, otoritas,
tapi sekaligus bergantung sepenuhnya kepada pencipta-Nya.
b.
Pembelajaran tidak hanya mengembangkan cara berpikir
analitis/linier tapi juga intuitif.
c.
Pembelajaran berkewajiban menumbuh-kembangkan potensi
kecerdasan jamak (multiple intelligences).
d.
Pembelajaran berkewajiban menyadarkan siswa tentang
keterkaitannya dengan komunitasnya, sehingga mereka tak boleh mengabaikan
tradisi, budaya, kerjasama, hubungan manusiawi, serta pemenuhan kebutuhan yang
tepat guna.
e.
Pembelajaran berkewajiban mengajak siswa untuk menyadari
hubungannya dengan bumi dan "masyarakat" non manusia seperti hewan,
tumbuhan, dan benda benda tak bernyawa (air, udara, tanah) sehingga mereka
emiliki kesadaran ekologis
f.
Kurikulum berkewajiban memperhatikan hubungan antara
berbagai pokok bahasan dalam tingkatan trans-disipliner, sehingga hal itu akan
lebih memberi makna kepada siswa.
g.
Pembelajaran berkewajiban menghantarkan siswa untuk
menyeimbangkan antara belajar individual dengan kelompok (kooperatif,
kolaboratif, antara isi dengan proses, antara pengetahuan dengan imajinasi,
antara rasional dengan intuisi, antara kuantitatif dengan kualitatif.
h.
Pembelajaran adalah sesuatu yang tumbuh, menemukan, dan
memperluas cakrawala.
i.
Pembelajaran adalah sebuah proses kreatif dan artistik.
Proses pembelajaran menjadi tanggung jawab personal sekaligus juga menjadi
tanggung jawab kolektif.
Oleh karena itu
strategi pembelajaran lebih diarahkan pada bagaimana mengajar dan bagaimana
orang belajar. Adapun karakteristik pembelajaran holistik adalah sebagai
berikut:
1)
Pendidikan holistik memelihara perkembangan peserta didik
yang terfokus pada intelektual, emosional, sosial, fisik, kreatifitas atau
intuitif, estetika dan spiritual emosi
2)
Menciptakan hubungan yang terbuka dan kolaboratif antara
pendidik dan peserta didik
3)
Mendorong keinginan untuk memperoleh makna dan pemahaman
agar dapat menjadi bagian dari dunia dengan melakukan penekanan pada belajar
melalui pengalaman hidup dan belajar di luar batas-batas kelas dan lingkungan
pendidikan formal sehingga dapat memperluas wawasan.
4)
Pendekatan ini memberdayakan peserta didik untuk berpikir
secara kritis dalam konteks kehidupan mereka . Pendidikan holistik memiliki
kapasitas untuk membimbing peserta didik untuk memperluas kepribadian individu
serta memiliki kapasitas menciptakan individu untuk berpikir secara berbeda,
kreatif dan mencerminkan nilai-nilai yang sudah
tertanam dalam dirinya. Guru diharapkan mampu mendorong peserta didik
untuk berkembang menjadi lebih terdidik dan berpartisipasi sebagai anggota
masyarakat.
3.
Strategi Pembelajaran Holistik
Pembelajaran
holistik (holistic learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada
pemahaman informasi dan mengaitkannya dengan topik-topik lain sehinggga
terbangun kerangka pengetahuan. Dalam pembelajaran holistik, diterapkan prinsip
bahwa siswa akan belajar lebih efektif jika semua aspek pribadinya (pikiran
tubuh dan jiwa) dilibatkan dalam pengamalan siswa.
Pembelajarann
holistik sejalan dengan tujuan Pendidikan untuk menghasilkan insan Indonesia
yang cerdas spiritual, cerdas emosional, cerdas sosial, cerdas intelektual, dan
cerdas kinestetis. Oleh karena itu, rencana pembelajaran dirancang agar peserta
didik dapat meraih prestasi setinggi-tingginya.
Rencana pembelajaran sedapat mungkin bertujuan agar peserta didik
mengasah, antara lain:
a.
Berpikir: peserta didik memproses data secara aktif,
logis, lateral, imajinatif, deduktif, dsb.
b.
Kecerdasan emosional: belajar menagani emosi dan
menghubungkan dengan lainnya secara terampil, mengembangkan cirri personal
positif seperti kendali diri dan nilai-nilai seperti keadilan.
c.
Kemandirian: peserta didik menguasai sikap dan kecakapan
yang membuat mereka mampu memulai mempertahankan belajar tanpa guru.
d.
Saling ketergantungan: peserta didik terlibat dalam
mutualitas yang merupakan inti dari kerja sama dan basis dari demokrasi.
e.
Sensasi ganda: peserta didik mendapat pengalaman melalui
sejumlah indera bersama-sama dari efek melihat, mendengar dan melakukan.
f.
Fun: peserta didik memerlukan pengalaman belajar yang
bervariasi seperti suasana serius dan ringan, aktif dan pasif, individual dan
kelompok, terkontrol dan lepas, bising dan tenang sehingga menimbulkan
kesenangan yang nyata.
g.
Artikulasi: peserta didik membicarakan atau menulis
pikiran, seringkali dalam bentuk draft sebagai suatu bagian penting dari proses
penciptaan pemahaman personal. Pembelajaran holistik tidak seperti teknik
brainstorming atau mind map. Secara fundamental pendidikan holistik akan
mengubah cara belajar dan cara menyerap informasi.
B.
Pembelajaran Kontekstual
1.
Konsep Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran
kontekstual merupakan pembelajaran yang mengaitkan materi pembelajaran dengan
konteks dunia nyata yang dihadapi siswa sehari-hari baik dalam lingkungan
keluarga, masyarakat, alam sekitar.Sehingga siswa mampu membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
dengan melibatkan komponen utama pembelajaran yakni : konstruktivisme
(constructivism), menyelidiki (inquiry), pemodelan (modeling), dan penilaian
autentik (authentic assessment).
Guru bertanya
dimaksudkan untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa.
Sedangkan untuk siswa bertanya meupakan bagian penting dalam pembelajaran yang
berbasis inquiry. Penilaian autentik
dimaksudkan untuk mengukurdan membuat keputusan tentang pengetahuan dan
keterampilan siswa yangn autentik (senyatanya). Agar dapat menilai senyatanya,
penilaian autentik dilakukan dengan berbagai cara misalnya penilaian penilaian
produk, penilaian kinerja (performance), portofolio, tugas yang relevan dan
kontekstual, penilaian diri, penilaian sejawat dan sebagainya.
2.
Penerapan Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran
kontekstual dapat diterapakan dalam kelas besar maupun kelas kecil, namun akan
lebih mudah organisasinya jika diterapkan dalam kelas kecil. Penerapan
pembelajaran kontekstual dalam kurikulum berbasis kompetensi sangat sesuai.
Dalam penerapannya pembelajaran kontekstual tidak memerlukan biaya besar dan
media khusus. Pembelajaran kontekstual memanfaatkan berbagai sumber dan media
pembelajaran yang ada di lingkungan sekitar seperti tukang las, bengkel, tukang
reparasi elektronik, barang-barang bekas, koran, majalah, perabot-perabot rumah
tangga, pasar, toko, TV, radio, internet, dan sebagainya.
Guru dan buku
bukan merupakan sumber dan media sentral, demikian pula guru tidak dipandang
sebagai orang yang serba tahu, sehingga guru tidak perlu khawatir menghadapi
berbagai pertanyaan siswa yang terkait dengan lingkungan baik tradisional
maupun modern. Seperti yang dikemukakan di muka, dalam pembelajaran kontekstual
tes hanya merupakan sebagian dari teknik/ instrumen penelitian yang
bermacam-macam seperti wawancara, observasi, inventory, skala sikap, penilaian
kinerja, portofolio, jurnal siswa, dan sebagainya yang semuanya disinergikan
untuk menilai kemampuan siswa yang sebenarnya (autentik).
Penilainya bukan
hanya guru saja tetapi juga diri sendiri, teman siswa, pihak lain (teknisi,
bengkel, tukang dsb). Saat penilaian diusahakan pada situasi yang autentik
misal pada saat diskusi, praktikum, wawancara di bengkel, kegiatan
belajarmengajar di kelas dan sebagainya.siswa.
Dalam pembelajaran kontekstual rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
sebenarnya lebih bersifat sebagai rencana pribadi dari pada sebagai laporan
untuk kepala sekolah atau pengawas seperti yang dilakukan saat ini.
Jadi RPP lebih
cenderung berfungsi mengingatkan guru sendiri dalam menyapkan alat-alat/media
dan mengendalikan langkah-langkah(skenario) pembelajaran sehingga bentuknya
lebih sederhana. Beberapa model pembelajaran yang merupakan aplikasi
pembelajaran kontekstual antara lain model pembelajaran langsung (direct
instruction), pembelajaran kooperatif (cooperative learning), dan pembelajaran
berbasis masalah (problem based learning).
C.
Pembelajaran Futuristik
1.
Konsep Pembelajaran Futuristik
Sikap yang
paling bijaksana menghadapi globalisasi adalah mempersiapkan diri sebaiknya
sehingga dapat memanfaatkan peluang yang terbuka di dalamnya. Dalam persiapan
itulah sektor pendidikan sangat penting untuk mencetak produk sumber daya
manusia Indonesia yang dapat menghadapi arus perubahan zaman
Masa depan
ditentukan oleh pengetahuan sehingga dunia bergabung dan berpijak kepada
pengetahuan. Pengetahuan menjadi modal paling berharga dan paling dibutuhkan.
Tanpa modal pengetahuan orang (bahkan bangsa dan negara) akan dipinggirkan dan
ditinggalkan, sebaliknya dengan modal pengetahuan yang baik orang, bangsa dan
negara dapat menjadi pemenang dalam berbagai aktivitas kehidupan.
Dan modal
pengetahuan yang dibutuhkan dan yang cocok pada masa depan dapat diketahui
dengan melihat kecenderungan-kecenderungan perubahan pengetahuan yang mengarah
ke masa depan. Sementara dalam aspek
siswa, banyak perubahan yang terjadi pada mereka karena perubahan teknologi
yang selalu disuguhkan pada mereka setiap hari, dan bahkan setiap saat.
Perubahan-perubahan tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
a.
Mereka menyukai ada kontrol.
b.
Mereka juga menyukai banyak pilihan.
c.
Mereka adalah orang-orang yang menyukai ikatan kelompok
dan ikatan sosial, hanya saja mereka membangun group melalui media sosial
mereka, dan oleh karenanya kelompok mereka lintas bangsa, negara, budaya dan
bahkan agama.
d.
Mereka adalah orang-orang terbuka, melalui tradisi
jejaringnya mereka terbelajarkan untuk menjadi terbuka, karena dalam
jaringannya semua penganut agama ada dan terkelompokkan, ada yang Kristen,
Katholik, Hindu, Buddha dan juga Kong Hu Chu, atau bahkan mungkin ada yang
atheis, tapi komunikasi mereka tetap berjalan dan tidak terganggu oleh
perbedaan-perbedaan tersebut.
2.
Trend E-Learning dalam Pembelajaran Futuristik
E-learning
(pembelajaran berbasis elektronik) akan tetap ada. Seiring dengan kepemilikan
komputer yang tumbuh pesat di dunia, e-learning menjadi semakin berkembang dan
mudah diakses. Kecepatan koneksi internet semakin meningkat, dan dengan itu,
peluang metode pelatihan multimedia yang lebih banyak bermunculan. Dengan
peningkatan jaringan seluler yang sangat pesat beberapa tahun terakhir juga
peningkatkan dalam telekomunikasi, kini membawa semua fitur mengagumkan dari e-
learning ke smartphones (hand phone cerdas) dan peralatan portabel lainnya.
a.
Pembelajaran Berbasis Android
Pembelajaran
berbasis android pada dasarnya bisa disebut sebagai microlearning. Micro-learning berfokus pada desain aktivitas
pembelajaran mikro melalui tahapan mikro dalam lingkungan media digital, yang
sudah menjadi realitas keseharian pekerja pengetahuan dewasa ini. Kegiatan ini
dapat dimasukkan ke dalam rutinitas seharihari pelajar. Tidak seperti
pendekatan e-learning "tradisional", pembelajaran mikro seringkali
cenderung mendorong teknologi melalui media pendukung, yang mengurangi beban kognitif
pada peserta didik.
b.
Pembelajaran Otomatis (Automatic Learning)
Automatic
Learning adalah masa depan yang akan datang. Dalam sebuah adegan yang terkenal
dari film The Matrix, Neo berbaring di kursi dokter gigi berteknologi tinggi
dan terikat pada serangkaian elektroda liar, men-download serangkaian program
latihan bela diri ke dalam otaknya. Setelah itu, dia membuka matanya dan
mengucapkan katakata yang telah dikutip para geeks sejakitu: "Saya bisa
Kung Fu." Jenis pembelajaran otomatis ini mungkin terdengar seperti masa
depan distopia bagi banyak orang, tapi ke sanalah kita mengarah.
c.
Blended Learning
Istilah Blended
Learning dalam pendidikan tinggi didefinisikan untuk pertama kalinya dalam arti
sebenarnya sebagai sistem pembelajaran dalam Handbook of Blended Learning (Bonk
& Graham, 2006: 5-6) sebagai yang “yang menggabungkan pengajaran tatap muka
dengan instruksi yang dimediasi komputer ”Dalam bab pertama buku ini, Graham
mencatat bahwa definisi ini “… mencerminkan gagasan bahwa blended learning
adalah kombinasi instruksi dari dua model pengajaran dan pembelajaran yang
terpisah secara historis: sistem pembelajaran F2F tradisional dan sistem
pembelajaran terdistribusi”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar