Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Selasa, 20 Agustus 2019

MODUL 11 KB 3 PPG PAI : MODEL-MODEL PEMBELAJARAN K13



MODEL-MODEL PEMBELAJARAN DALAM KURIKULUM 2013

A.  Proses Pembelajaran dalam Kurikulum 2013

Proses pembelajaran di dalam kurikulum 2013 diatur dalam Permendikbud No 65 Tahun 2013. Dalam Permendikbud tersebut dimuat standar proses pembelajaran, yakni kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan. Standar Proses dikembangkan mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan dalam Nomor 32 Tahun 2013. Dalam Standar Proses disebutkan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Untuk itu setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan. Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, maka prinsip pembelajaran yang digunakan adalah: 
1.  Dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu; 
2.  Dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis pada aneka sumber belajar; 
3.  Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah; 
4.  Dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi; 
5.  Dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu; 
6.  Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi; 
7.  Dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif;
8.  Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hard skills) dan keterampilan mental (soft skills); 
9.  Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat; 
10.        Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani);
11.        Pembelajaran yang berlangsung di rumah, sekolah, dan masyarakat;
12.        Pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas;
13.        Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran;
14.        Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik. 
   
Dalam bentuk tabel, rincian gradasi sikap, pengetahuan, dan keterampilan adalah sebagai berikut:















Karakteristik proses pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik kompetensi. Pembelajaran tematik terpadu di SD/ MI disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik. Karakteristik proses pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik kompetensi. Pembelajaran tematik terpadu di SMP/ MTs disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik. Proses pembelajaran di SMP/ MTs disesuaikan dengan karakteristik kompetensi yang mulai memperkenalkan mata pelajaran dengan mempertahankan tematik terpadu pada IPA dan IPS.

Karakteristik proses pembelajaran di SMA/ MA secara keseluruhan berbasis mata pelajaran, meskipun pendekatan tematik masih dipertahankan. Secara umum pendekatan belajar yang dipilih berbasis pada teori tentang taksonomi tujuan pendidikan yang dalam lima dasawarsa terakhir  sudah dikenal luas. Berdasarkan teori taksonomi tersebut, capaian pembelajaran dapat dikelompokkan dalam tiga ranah yakni: ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Penerapan teori taksonomi dalam tujuan pendidikan di berbagai negara dilakukan secara adaptif sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah mengadopsi taksonomi dalam bentuk rumusan sikap, pengetahuan, dan keterampilan. 

Proses pembelajaran sepenuhnya diarahkan pada pengembangan ketiga ranah tersebut secara utuh/ holistik, artinya pengembangan ranah yang satu tidak bisa dipisahkan dengan ranah lainnya. Dengan demikian proses pembelajaran secara utuh melahirkan kualitas pribadi yang mencerminkan keutuhan penguasaan sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
   
1.  Desain Pembelajaran
Perencanaan pembelajaran dirancang dalam bentuk Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengacu pada Standar Isi. Perencanaan pembelajaran meliputi penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran dan penyiapan media dan sumber belajar, perangkat penilaian pembelajaran, dan skenario pembelajaran. Penyusunan Silabus dan RPP disesuaikan pendekatan pembelajaran yang digunakan.
a.  Silabus
Silabus merupakan acuan penyusunan kerangka pembelajaran untuk setiap bahan kajian mata pelajaran. Silabus paling sedikit memuat:
1)  Identitas mata pelajaran (khusus SMP/ MTs dan SMA/ MA);
2)  Identitas sekolah meliputi nama satuan pendidikan dan kelas;
3)  Kompetensi inti, merupakan gambaran secara kategorikal mengenai kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran;
4)  Kompetensi dasar, merupakan kemampuan spesifik yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang terkait muatan atau mata pelajaran;
5)  Tema (khusus SD/ MI);
6)  Materi pokok, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi;
7)  Pembelajaran, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan;
8)  Penilaian, merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik;
9)  Alokasi waktu sesuai dengan jumlah jam pelajaran dalam struktur kurikulum untuk satu semester atau satu tahun; dan
10)  Sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam sekitar atau sumber belajar lain yang relevan. Silabus dikembangkan berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan pola pembelajaran pada setiap tahun ajaran tertentu. Silabus digunakan sebagai acuan dalam pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran. 
b.  Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD). Setiap pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.  RPP disusun berdasarkan KD atau sub tema yang dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Komponen RPP terdiri atas:
1)  Identitas sekolah yaitu nama satuan pendidikan;
2)  Identitas mata pelajaran atau tema/ sub tema;
3)  Kelas/ semester;
4)  Materi pokok;
5)  Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar dengan mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yang tersedia dalam silabus dan KD yang harus dicapai;
6)  Tujuan pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan KD, dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan;
7)  Kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi;
8)  Materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator ketercapaian kompetensi;
9)  Metode pembelajaran, digunakan oleh pendidik untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai KD yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan KD yang akan dicapai;
10)  Media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran untuk menyampaikan materi pelajaran;
11)  Sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam sekitar, atau sumber belajar lain yang relevan;
12)  Langkah-langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapan pendahuluan, inti, dan penutup; dan 13)  Penilaian hasil pembelajaran. 
c.  Prinsip Penyusunan RPP
Dalam menyusun RPP hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
1)  Perbedaan individual peserta didik antara lain kemampuan awal, tingkat intelektual, bakat, potensi, minat, motivasi belajar, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/ atau lingkungan peserta didik;
2)  Partisipasi aktif peserta didik;
3)  Berpusat pada peserta didik untuk mendorong semangat belajar, motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, inovasi dan kemandirian;
4)  Pengembangan budaya membaca dan menulis yang dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan;
5)  Pemberian umpan balik dan tindak lanjut RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedy;
6)  Penekanan pada keterkaitan dan keterpaduan antara KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar;
7)  Mengakomodasi pembelajaran tematik-terpadu, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya;
8)  Penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.   
   
d.  Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP, meliputi kegiatan pendahuluan, inti dan penutup.
1)  Kegiatan Pendahuluan Dalam kegiatan pendahuluan, guru:
a) menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran;
b) memberi motivasi belajar siswa secara kontekstual sesuai manfaat dan aplikasi materi ajar dalam kehidupan sehari-hari, dengan memberikan contoh dan perbandingan lokal, nasional dan internasional;
c) mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari;
d) menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai; dan
e) menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.
2)  Kegiatan Inti
Kegiatan inti memuat tentang model pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran. Pemilihan pendekatan tematik dan/atau tematik terpadu dan/atau saintifik dan/atau inkuiri dan penyingkapan (discovery) dan/atau pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning) disesuaikan dengan karakteristik kompetensi dan jenjang pendidikan.
a)  Sikap Sesuai dengan karakteristik sikap, maka salah satu alternatif yang dipilih adalah proses afeksi mulai dari menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, hingga mengamalkan. Seluruh aktivitas pembelajaran berorientasi pada tahapan kompetensi yang mendorong siswa untuk melakuan aktivitas tersebut.
b)  Pengetahuan Pengetahuan dimiliki melalui aktivitas mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, hingga mencipta. Karakteritik aktivititas belajar dalam domain pengetahuan ini memiliki perbedaan dan kesamaan dengan aktivitas belajar dalam domain keterampilan. Untuk memperkuat pendekatan saintifik, tematik terpadu, dan tematik sangat disarankan untuk menerapkan belajar berbasis penyingkapan/ penelitian (discovery/ inquiry learning). Untuk mendorong peserta didik menghasilkan karya kreatif dan kontekstual, baik individual maupun kelompok, disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning).
c)  Keterampilan Keterampilan diperoleh melalui kegiatan mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. Seluruh isi materi (topik dan subtopik) mata pelajaran yang diturunkan dari keterampilan harus mendorong siswa untuk melakukan proses pengamatan hingga penciptaan. Untuk mewujudkan keterampilan tersebut perlu melakukan pembelajaran yang menerapkan modus belajar berbasis penyingkapan/ penelitian (discovery/ inquiry learning) dan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning).
3)  Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru bersama siswa baik secara individual maupun kelompok melakukan refleksi untuk mengevaluasi:
a)   seluruh rangkaian aktivitas pembelajaran dan hasil-hasil yang diperoleh untuk selanjutnya secara bersama menemukan manfaat langsung maupun tidak langsung dari hasil pembelajaran yang telah berlangsung;
b)   memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
c)   melakukan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pemberian tugas, baik tugas individual maupun kelompok; dan
d)   menginformasikan rencana kegiatan pembelajaran untuk pertemuan berikutnya.

B.  Model-Model Pembelajaran Kurikulum 2013

Dalam Permendikbud No.65 Tahun 2013 tentang Standar Poses, kegiatan inti menggunakan model pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran. Pemilihan pendekatan tematik dan/atau tematik terpadu dan/atau saintifik dan/atau inkuiri dan penyingkapan (discovery) dan/atau pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning) disesuaikan dengan karakteristik kompetensi dan jenjang pendidikan. Dalam implementasinya, guru dapat menerapkan berbagai model pembelajaran, antara lain Discovery Learning, Inquiry, Contextual, Project Based Learning, dan Problem Based Learning.

1.  Discovery Learning

Model pembelajaran Discovery Learning mengarahkan siswa untuk memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005: 43). Penemuan konsep terjadi bila data dari guru tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi dalam bentuk proses (never ending process). Dengan penggunaan model pembelajaran discovery learning siswa didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorganisasi atau membentuk (konstruksi) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir. 

Sebagaimana pendapat Brunner, bahwa “Discovery Learning can be defined as the learning that takes place when the student is not presented with subject matter. Hal tersebut terjadi bila siswa terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalaui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilating conceps and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001: 219).

Dengan mengaplikasikan Discovery Learning secara berulang-ulang dapat meningkatkan kemampuan penemuan diri individu yang bersangkutan. Penggunaan Discovery Learning ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Merubah modus Ekspository siswa hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru ke modus Discovery siswa menemukan informasi sendiri.
a.   Langkah Pembelajaran
1)  Menciptakan stimulus/ rangsangan (Stimulation)
Kegiatan penciptaan stimulus dilakukan pada saat siswa melakukan aktivitas mengamati fakta atau fenomena dengan cara melihat, mendengar, membaca, atau menyimak. Fakta yang disediakan dimulai dari yang sederhana hingga fakta atau femomena yang menimbulkan kontroversi. Pada tahapan ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan perhatian, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. 

Di samping itu guru dapat memulai kegiatan Proses Belajar Mengajar (PBM) dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lain yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.  Dalam hal ini Brunner memberikan contoh stimulasi dengan menggunakan teknik bertanya, yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi. Dengan demikian seorang guru harus menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus agar tujuan mengaktifkan siswa untuk mengeksplorasi dapat tercapai.

2)  Menyiapkan pernyataan masalah (Problem Statement)
Setelah dilakukan stimulasi, langkah selanjutnya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agendaagenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atau opini atas pertanyaan masalah) (Syah, 2004: 244).  Permasalahan yang dipilih itu selanjutnya dirumuskan dalam bentuk pertanyaan atau hipotesis, yakni pernyataan (statement) sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan yang dihadapi merupakan teknik yang berguna agar mereka terbiasa menemukan suatu masalah.

3)  Mengumpulkan data (Data Collecting)
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan dalam rangka membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Dengan demikian siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, melalui berbagai cara, misalnya, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Manfaat dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, sehingga secara alamiah siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki. 
   
4)  Mengolah data (Data Processing)
Menurut Syah (2004: 244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002: 22). Pengolahan data disebut juga dengan pengkodean (coding) atau kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.

5)  Memverifikasi data (Verrification) Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan sebelumnya dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004: 244). Dalam hal verification, menurut Brunner, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya. Berdasarkan hasil pengolahan data dan tafsiran terhadap data, kemudian dikaitkan dengan hipotesis, maka akan terjawab apakah  hopotesis tersebut terbukti atau tidak.

6)  Menarik kesimpulan (Generalization) Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004: 244). Berdasarkan hasil verifikasi maka  dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan materi pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.

Hubungan antara sintak model pembelajaran discovery learning  dengan langkah pembelajaran pendekatan saintifik diilustrasikan pada contoh berikut ini Sintaks discovery learning Langkah/Kegiatan Pembelajaran Mengamati Menanya Mengumpulkan data Mengasosiasi  Mengomunik asikan Essential question  Mengamati fenomena sosial yang terjadi di masyarakat (masalah makanan yang halal dan baik)  Mengidentifikasi masalah untuk memperoleh masalah yang pokok sebagai landasan untuk melakukan penelitian sosial dan kemudian dikembangkan menjadi rumusan masalah    Designing Project Plan    Menyusun rancangan penilitian sosial. Menyusun intrumen penelitian  
   
b.   Persyaratan Pendukung 

Pemilihan model discovery learning memerlukan persyaratan pendukung untuk mereduksi kelemahan yang sering ditemukan, antara lain:
1)  Secara klasikal siswa perlu memiliki kecerdasan/ kecakapan awal yang baik selain keterampilan berbicara dan menulis yang baik. Siswa yang kurang pandai akan mengalami kesulitan untuk mengabstraksi, berpikir atau mengungkapkan hubungan antar konsep-konsep. Dikhawatirkan hal ini akan menimbulkan frustasi  dalam belajar.
2)  Jumlah siswa tidak terlalu banyak (idealnya maksimal 32), karena untuk mengelola jumlah siswa yang banyak membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
3)  Pemilihan materi harus dengan kompetensi dominan pada aspek pemahaman. 
4)  Fasilitas harus memadai, seperti, media, alat dan sumber belajar.

c.   Manfaat Model Discovery Learning

1)  Membantu siswa memperbaiki dan meningkatkan keterampilan kognisi. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini dimana keberhasilan tergantung pada bagaimana cara belajarnya.  
2)  Pengetahuan yang diperoleh bersifat individual dan optimal karena menguatkan pengertian, ingatan, dan transfer pengetahuan.
3)  Menumbuhkan rasa senang pada siswa, karena berhasil melakukan penyelidikan.
4)  Memungkinkan siswa berkembang dengan cepat sesuai kemampuannya.
5)  Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajar dengan melibatkan akal dan motivasinya.
6)  Membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan diri melalui kerjasama dengan siswa lain.
7)  Membantu siswa menghilangkan keraguan karena mengarah pada kebenaran final yang dialami dalam keterlibatannya.
8)  Mendorong siswa berpikir secara intuitif, inisiatif, dalam merumuskan hipotesis.
9)  Dapat mengembangkan bakat, minat, motivasi, dan keingintahuan.
10)      Memungkinkan siswa memanfaatkan berbagai sumber belajar.   
   
2.  Project Based Learning

Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning atau PjBL)) adalah model pembelajaran yang menggunakan proyek/ kegiatan sebagai inti pembelajaran. Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan memahaminya. Melalui PjBL, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding question) dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum. Pembelajaran Berbasis Proyek memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk menggali konten (materi) dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif. 
a.  Langkah Pembelajaran
1)  Menyiapkan pertanyaan atau penugasan proyek Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang memberikan tugas kepada siswa dalam melakukan suatu aktivitas. Mengambil topik yang sesuai dengan dunia nyata yang dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. Guru berusaha agar topik yang diangkat relevan untuk siswa sesuai dengan tuntutan kompetensi yang diharapkan. Penyiapan pertanyaan dapat dilakukan di awal semester agar dapat dirancang kegiatan selanjutnya yaitu mendesain perencanaan.
2)  Mendesain perencanaan proyek Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara guru dengan siswa sehingga siswa merasa “memiliki” proyek tersebut. Perencanaan berisi aturan main, pemilihan aktivitas pendukung untuk menjawab pertanyaan esensial dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin. Juga mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek. 
3)  Menyusun jadwal Guru dan siswa secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain:
                                 a.  membuat timeline untuk menyelesaikan proyek,
                                 b.  membuat deadline penyelesaian proyek,
                                 c.  membawa siswa agar merencanakan cara yang baru,
                                 d.  membimbing siswa ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek, dan
                                 e.  meminta siswa untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu cara.
4)  Memonitor kegiatan dan perkembangan proyek Guru bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas siswa selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara memfasilitasi siswa pada setiap proses. Dengan kata lain guru berperan menjadi mentor bagi aktivitas siswa. Agar mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas yang  penting.
5)  Menguji hasil Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing-masing siswa, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai siswa, membantu guru dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.
6)  Mengevaluasi kegiatan/ pengalaman Pada akhir proses pembelajaran, guru dan siswa melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini siswa diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamannya selama menyelesaikan proyek. Guru dan siswa mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new inquiry) untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran.

b.  Persyaratan pendukung

Pemilihan model pembelajaran project based learning memerlukuan dukungan persyaratan untuk mereduksi kelemahan yang sering terjadi, antara lain:
1)  Siswa terbiasa dengan aktivitas pemecahan masalah, sehingga proyek tidak memakan waktu terlalu lama.
2)  Dukungan sarana dan prasarana yang memadai termasuk peralatan belajar.
3)  Pengaturan waktu dan jadwal kegiatan yang terkontrol.
4)  Perlunya kejelasan tugas dan hasil yang diharapkan dari kegiatan proyek.

c.  Manfaat model pembelajaran project based learning

1)  Meningkatkan motivasi belajar, mendorong kemampuan siswa melakukan pekerjaan penting, artinya mereka perlu dihargai.
2)  Mengembangkam kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dan berpikir kritis.
3)  Mengembangkan keterampilan komunikasi, kolaborasi, dan pengelolaan sumberdaya.
4)  Memberikan pengalaman kepada siswa dalam pembelajaran, praktik, dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.
5)  Melibatkan siswa untuk belajar mengambil informasi dan menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan dengan dunia nyata.
6)  Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga siswa maupun guru menikmati proses pembelajaran.

3.  Problem Based Learning

Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) merupakan sebuah model pembelajaran yang menyajikan berbagai permasalahan nyata dalam kehidupan seharihari peserta didik (bersifat kontekstual) sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Problem Based Learning (PBL) menantang peserta didik untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan ini digunakan untuk mengikat peserta didik pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud. Masalah diberikan kepada peserta didik, sebelum peserta didik mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan.
   
a.  Langkah Pembelajaran

1)  Mengorientasi peserta didik pada masalah Pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan. Tahapan ini sangat penting dimana guru harus menjelaskan dengan rinci apa yang dilakukan oleh siswa maupun guru, serta dijelaskan bagaimana guru akan mengevaluasi proses pembelajaran. Hal ini sangat penting untuk memberikan motivasi agar siswa dapat mengerti dalam pembelajaran yang akan dilakukan. Ada empat hal yang perlu dilakukan dalam proses ini, yaitu:
a)  Tujuan utama pengajaran tidak untuk mempelajari sejumlah besar informasi baru, tetapi lebih kepada belajar bagaimana menyelidiki masalah-masalah penting dan bagaimana menjadi siswa yang mandiri.
b)  Permasalahan dan pertanyaan yang diselidiki tidak mempunyai jawaban mutlak “benar“, sebuah masalah yang rumit atau kompleks mempunyai banyak penyelesaian dan seringkali bertentangan.
c)  Selama tahap penyelidikan (dalam pengajaran ini), siswa didorong untuk mengajukan pertanyaan dan mencari informasi. Guru akan bertindak sebagai pembimbing yang siap membantu, sedangkan siswa harus berusaha untuk bekerja mandiri atau dengan temannya.
d)  Selama tahap analisis dan penjelasan, siswa didorong untuk menyatakan ide-idenya secara terbuka. Semua peserta didik diberi peluang untuk menyumbang kepada penyelidikan dan menyampaikan ide-ide mereka.
2)  Mengorganisasikan kegiatan pembelajaran Di samping mengembangkan keterampilan memecahkan masalah, pembelajaran PBL juga mendorong peserta didik belajar berkolaborasi. Pemecahan suatu masalah sangat membutuhkan kerjasama dan sharing antar anggota. Oleh sebab itu guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok siswa, masing-masing kelompok akan memilih dan memecahkan masalah yang berbeda. Prinsip-prinsip pengelompokan siswa dalam pembelajaran kooperatif dapat digunakan dalam konteks ini, misalnya: kelompok harus heterogen, pentingnya interaksi antar anggota, komunikasi yang efektif, adanya tutor sebaya, dan sebagainya.

Guru sangat penting memonitor dan mengevaluasi kerja masing-masing kelompok untuk menjaga kinerja dan dinamika kelompok selama pembelajaran. Setelah siswa diorientasikan pada suatu masalah dan telah membentuk kelompok belajar, selanjutnya guru menetapkan subtopik-subtopik yang spesifik, tugas-tugas penyelidikan, dan jadwal. Tantangan utama bagi guru pada tahap ini adalah mengupayakan agar semua siswa aktif terlibat dalam kegiatan penyelidikan sehingga hasil-hasil penyelidikan sebagai penyelesaian terhadap permasalahan tersebut, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, serta memamerkannya.

Guru bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara memfasilitasi peserta didik pada setiap proses. Dengan kata lain guru berperan menjadi mentor bagi aktivitas siswa. Agar mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas yang  penting.

3)  Membimbing penyelidikan mandiri dan kelompok Penyelidikan adalah inti dari PBL. Meskipun setiap situasi permasalahan memerlukan teknik penyelidikan yang berbeda, namun pada umumnya melibatkan karakter yang identik, yakni pengumpulan data dan eksperimen, berhipotesis dan penjelasan, dan memberikan pemecahan. Pengumpulan data dan eksperimentasi merupakan aspek yang sangat penting. Pada tahap ini, guru harus mendorong siswa untuk mengumpulkan data dan melaksanakan eksperimen (mental maupun aktual) sampai mereka betul-betul memahami dimensi situasi permasalahan.

Tujuannya adalah agar siswa mengumpulkan cukup informasi untuk menciptakan dan membangun ide mereka sendiri. Guru membantu siswa mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber, dan mengajukan pertanyaan pada siswa untuk berpikir tentang masalah dan ragam informasi yang dibutuhkan untuk sampai pada pemecahan masalah yang dapat dipertahankan. Setelah siswa mengumpulkan cukup data dan memberikan permasalahan tentang fenomena yang mereka selidiki, selanjutnya mereka mulai menawarkan penjelasan dalam bentuk hipotesis, penjelasan, dan pemecahan. Selama pembelajaran pada fase ini, guru mendorong siswa untuk menyampaikan ide-idenya dan menerima secara penuh. Guru juga harus mengajukan pertanyaan yang mendorong siswa berpikir tentang kelayakan hipotesis dan solusi yang mereka buat serta  kualitas informasi yang dikumpulkan.

4)  Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Tahap penyelidikan diikuti dengan menciptakan artefak (hasil karya) dan pameran. Artefak lebih dari sekedar laporan tertulis, namun bisa berupa suatu video tape (menunjukkan situasi masalah dan pemecahan yang diusulkan), model (perwujudan secara fisik dari situasi masalah dan pemecahannya), program komputer, dan sajian multimedia. Tentunya kecanggihan artefak sangat dipengaruhi tingkat berpikir siswa. Langkah selanjutnya adalah memamerkan hasil karyanya dan guru berperan sebagai organisator pameran. Akan lebih baik jika dalam pameran ini melibatkan siswa lainnya, guru-guru, orang tua, dan lainnya dapat menjadi “penilai” atau memberikan umpan balik. Misalnya, hasil karya siswa dengan tulisan indah (kaligrafi  dengan kertas biasa atau kanfas).

5)  Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah Fase ini merupakan tahap akhir dalam PBL. Fase ini dimaksudkan untuk membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan dan intelektual yang mereka gunakan. Selama fase ini guru meminta siswa untuk merekonstruksi pemikiran dan aktivitas yang telah dilakukan selama proses kegiatan belajarnya. Hubungan antara sintak model pembelajaran problem based learning dengan langkah kegiatan pembelajaran pendekatan saintifik diilustrasikan pada contoh berikut ini. 
   

4.  Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran Kontekstual atau Contextual Teaching Learning (CTL) adalah sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofi konstruktivistik. Filosofi ini berasumsi bahwa siswa mampu menyerap pelajaran apabila mereka menangkap makna dalam materi akademis yang mereka terima, dan mereka menangkap makna dalam tugas-tugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya. Dalam pendekatan kontekstual, ada delapan (8) komponen yang harus ditempuh, yaitu:
a.  membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, 
b.  melakukan pekerjaan  yang  berarti,  
c.  melakukan  pembelajaran  yang  diatur  sendiri, 
d.  bekerja sama, 
e.  berpikir kritis dan kreatif, 
f.  membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, 
g.  mencapai standar yang tinggi, dan 
h.  menggunakan penilaian otentik.

Pendekatan kontekstual dapat diterapkan dalam mata pelajaran apa saja, tidak terkecuali mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. Menurut konsep CTL, b elajar akan lebih bermakna jika anak didik ‘mengalami’ apa yang dipelajarinya, bukan sekedar ‘mengetahui’ apa yang dipelajarinya. Pembelajaran yang berorientasi pada target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi ‘mengingat’ jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak didik memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang (Hernowo, 2005: 61).

CTL merupakan konsep belajar yang membantu para guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep  itu,  hasil  pembelajaran  berlangsung  alamiah  dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru kepada siswa. Proses pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.

Dari konsep tersebut ada tiga (3) hal yang harus dipahami. Pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan  materi. Artinya, proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, tetapi yang diutamakan adalah proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata.

Artinya, siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting sebab dengan mengkorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, materi yang dipelajarinya itu akan bermakna secara fungsional dan tertanam erat dalam memori siswa sehingga tidak akan mudah terlupakan. Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan. Artinya, CTL tidak hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, tetapi bagaimana materi itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.

Materi pelajaran dalam konteks CTL tidak untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, tetapi sebagai bekal bagi mereka dalam kehidupan nyata. Terdapat lima (5) karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan CTL:

1)  Dalam CTL pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activing knowledge). Artinya, apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari. Dengan demikian, pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
2)  Pembelajaran yang kontekstual adalah pembelajaran dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru itu dapat diperoleh dengan cara deduktif. Artinya, pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan kemudian memperhatikan detailnya.
3)  Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge) berarti pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal, melainkan untuk dipahami dan diyakini.
4)  Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge). Artinya, pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata.
5)  Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.
 
5.  Pembelajaran Inkuiri

Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Pembelajaran inkuiri menekankan kepada proses mencari dan menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung. Peran siswa dalam pembelajaran ini adalah mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran, sedangkan guru berperan sebagai “fasilitator” dan “pembimbing” siswa untuk belajar.

Pembelajaran inkuiri merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa. Pembelajaran ini sering juga dinamakan pembelajaran heuristic, yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu heuriskein yang berarti “saya menemukan”. Joyce (Gulo, 2005) mengemukakan kondisi-kondisi umum yang merupakan syarat bagi timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa, yaitu:
a.  aspek sosial di dalam kelas dan suasana bebas-terbuka dan permisif yang mengundang siswa berdiskusi;
b.  berfokus pada hipotesis yang perlu diuji kebenarannya; dan
c.  penggunaan fakta sebagai evidensi dan di dalam proses pembelajaran dibicarakan validitas dan reliabilitas tentang fakta, sebagaimana lazimnya dalam pengujian hipotesis.

1)  Ciri-ciri Pembelajaran Inkuiri 

Pembelajaran inkuiri memiliki beberapa ciri, di antaranya:
a)  Pertama, pembelajaran inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan. Artinya, pada pembelajaran inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima materi pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri.
b)  Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Dengan demikian, pada pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai satu-satunya sumber belajar,  tetapi lebih diposisikan sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa.  Aktivitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa. Karena itu kemampuan guru dalam menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri. Guru dalam mengembangkan sikap inkuiri di kelas mempunyai peranan sebagai konselor, konsultan, teman yang kritis dan fasilitator. Ia harus dapat membimbing dan merefleksikan pengalaman kelompok, serta memberi kemudahan bagi kerja kelompok.
c)  Ketiga, tujuan dari pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Dengan demikian, dalam pembelajaran inkuiri siswa tidak hanya dituntut untuk menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya. Manusia yang hanya menguasai pelajaran belum tentu dapat mengembangkan kemampuan berpikir secara optimal. Sebaliknya, siswa akan dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya manakala ia bisa menguasai materi pelajaran.

2)  Prinsip-Prinsip Pembelajaran Inkuiri

Pembelajaran inkuiri mengacu pada prinsip-prinsip berikut ini:
a)  Berorientasi pada Pengembangan Intelektual. Tujuan utama dari pembelajaran inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir. Dengan demikian, pembelajaran ini selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar.
b)  Prinsip Interaksi. Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi antara siswa dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri.
c)  Prinsip Bertanya. Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan pembelajaran ini adalah guru sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir. Dalam hal ini, kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah inkuiri sangat diperlukan. Di samping itu, pada pembelajaran  ini juga perlu dikembangkan sikap kritis siswa dengan selalu bertanya dan mempertanyakan berbagai fenomena yang sedang  dipelajarinya.
d)  Prinsip Belajar untuk Berpikir. Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir (learning how to think), yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal.
e)  Prinsip Keterbukaan. Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukannya.

3)  Langkah-Langkah Pelaksanaan Pembelajaran Inkuiri

Proses pembelajaran inkuiri dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
a)  Merumuskan masalah; kemampuan yang dituntut adalah: (1) kesadaran terhadap masalah; (2) melihat pentingnya masalah dan (3) merumuskan masalah.
b)  Mengembangkan hipotesis; kemampuan yang dituntut dalam mengembangkan hipotesis ini adalah: (1) menguji dan menggolongkan data yang dapat diperoleh; (2) melihat dan merumuskan hubungan yang ada secara logis; dan (3) merumuskan hipotesis.
c)  Menguji jawaban tentatif; kemampuan yang dituntut adalah: (1) merakit peristiwa, terdiri dari: mengidentifikasi peristiwa yang dibutuhkan, mengumpulkan data, dan mengevaluasi data; (2) menyusun data, terdiri dari: mentranslasikan data, menginterpretasikan data dan mengklasifikasikan data; (3) analisis data, terdiri dari: melihat hubungan, mencatat persamaan dan perbedaan, dan mengidentifikasikan trend, sekuensi, dan keteraturan.
d)  Menarik kesimpulan; kemampuan yang dituntut adalah: (1) mencari pola dan makna hubungan; dan (2) merumuskan kesimpulan.
e)  Menerapkan kesimpulan dan generalisasi. 
   
4)  Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Inkuiri

Pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran yang banyak dianjurkan, karena  memiliki beberapa keunggulan, diantaranya:
a)  Pembelajaran ini merupakan pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui model ini dianggap jauh lebih bermakna.
b)  Pembelajaran ini dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.
c)  Pembelajaran ini merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.
d)  Keuntungan lain adalah dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.

Di samping memiliki keunggulan, pembelajaran ini juga mempunyai kelemahan, diantaranya:
(1) Sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.
(2) Sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar.
(3) Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.
(4) Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran, maka strategi ini tampaknya akan sulit diimplementasikan.
 
C.  Langkah Pemilihan Model Pembelajaran

Pemilihan model pembelajaran (discovery learning, project based learning, atau problem based learning) sebagai pelaksanaan pendekatan saintifik pembelajaran memerlukan analisis yang cermat sesuai dengan karakteristik kompetensi dan kegiatan pembelajaran dalam silabus. Pemilihan model pembelajaran mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut.
1.  Karakteristik pengetahuan yang dikembangkan menurut kategori faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif. Pada pengetahuan faktual dan konsepetual dapat dipilih discovery learning, sedangkan pada pengetahuan prosedural dapat dipilih project based learning dan problem based learning.
2.  Karakteristik keterampilan yang tertuang pada rumusan kompetensi dasar dari KI-4. Pada keterampilan abstrak dapat dipilih discovery learning dan problem based learning, sedangkan pada keterampilan konkret dapat dipilih project based learning.
3.  Pemilihan ketiga model tersebut mempertimbangkan sikap yang dikembangkan, baik sikap religius (KI-1) maupun sikap sosial (KI-2) Berikut contoh matrik pemilihan model yang dapat digunakan sesuai dengan dimensi pengetahuan dan keterampilan: 



































SUMBER : PPG.SIAGAPENDIS.COM


Tidak ada komentar:

Posting Komentar