MODEL-MODEL PEMBELAJARAN DALAM KURIKULUM 2013
A.
Proses Pembelajaran dalam Kurikulum 2013
Proses pembelajaran di dalam kurikulum 2013 diatur dalam
Permendikbud No 65 Tahun 2013. Dalam Permendikbud tersebut dimuat standar
proses pembelajaran, yakni kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada
satuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan. Standar Proses
dikembangkan mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi yang telah
ditetapkan sesuai dengan ketentuan dalam Nomor 32 Tahun 2013. Dalam Standar
Proses disebutkan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta
didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Untuk itu setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan
pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses
pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian
kompetensi lulusan. Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi,
maka prinsip pembelajaran yang digunakan adalah:
1.
Dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik
mencari tahu;
2.
Dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi
belajar berbasis pada aneka sumber belajar;
3.
Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan
penggunaan pendekatan ilmiah;
4.
Dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran
berbasis kompetensi;
5.
Dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran
terpadu;
6.
Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju
pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi;
7.
Dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan
aplikatif;
8.
Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal
(hard skills) dan keterampilan mental (soft skills);
9.
Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat;
10.
Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi
keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso),
dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri
handayani);
11.
Pembelajaran yang berlangsung di rumah, sekolah, dan
masyarakat;
12.
Pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja
adalah guru, siapa saja adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas;
13.
Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran;
14.
Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang
budaya peserta didik.
Dalam bentuk tabel, rincian gradasi sikap, pengetahuan,
dan keterampilan adalah sebagai berikut:
Karakteristik proses pembelajaran disesuaikan dengan
karakteristik kompetensi. Pembelajaran tematik terpadu di SD/ MI disesuaikan
dengan tingkat perkembangan peserta didik. Karakteristik proses pembelajaran
disesuaikan dengan karakteristik kompetensi. Pembelajaran tematik terpadu di
SMP/ MTs disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik. Proses
pembelajaran di SMP/ MTs disesuaikan dengan karakteristik kompetensi yang mulai
memperkenalkan mata pelajaran dengan mempertahankan tematik terpadu pada IPA
dan IPS.
Karakteristik proses pembelajaran di SMA/ MA secara
keseluruhan berbasis mata pelajaran, meskipun pendekatan tematik masih
dipertahankan. Secara umum pendekatan belajar yang dipilih berbasis pada teori
tentang taksonomi tujuan pendidikan yang dalam lima dasawarsa terakhir sudah dikenal luas. Berdasarkan teori
taksonomi tersebut, capaian pembelajaran dapat dikelompokkan dalam tiga ranah
yakni: ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Penerapan teori taksonomi
dalam tujuan pendidikan di berbagai negara dilakukan secara adaptif sesuai
dengan kebutuhannya masing-masing. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional telah mengadopsi taksonomi dalam bentuk rumusan
sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Proses pembelajaran sepenuhnya diarahkan pada
pengembangan ketiga ranah tersebut secara utuh/ holistik, artinya pengembangan
ranah yang satu tidak bisa dipisahkan dengan ranah lainnya. Dengan demikian
proses pembelajaran secara utuh melahirkan kualitas pribadi yang mencerminkan
keutuhan penguasaan sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
1.
Desain Pembelajaran
Perencanaan pembelajaran dirancang dalam bentuk Silabus
dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengacu pada Standar Isi.
Perencanaan pembelajaran meliputi penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran
dan penyiapan media dan sumber belajar, perangkat penilaian pembelajaran, dan
skenario pembelajaran. Penyusunan Silabus dan RPP disesuaikan pendekatan
pembelajaran yang digunakan.
a.
Silabus
Silabus merupakan acuan penyusunan kerangka pembelajaran
untuk setiap bahan kajian mata pelajaran. Silabus paling sedikit memuat:
1)
Identitas mata pelajaran (khusus SMP/ MTs dan SMA/ MA);
2)
Identitas sekolah meliputi nama satuan pendidikan dan
kelas;
3)
Kompetensi inti, merupakan gambaran secara kategorikal
mengenai kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus
dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran;
4)
Kompetensi dasar, merupakan kemampuan spesifik yang
mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang terkait muatan atau mata
pelajaran;
5)
Tema (khusus SD/ MI);
6)
Materi pokok, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur
yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator
pencapaian kompetensi;
7)
Pembelajaran, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pendidik
dan peserta didik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan;
8)
Penilaian, merupakan proses pengumpulan dan pengolahan
informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik;
9)
Alokasi waktu sesuai dengan jumlah jam pelajaran dalam
struktur kurikulum untuk satu semester atau satu tahun; dan
10)
Sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan
elektronik, alam sekitar atau sumber belajar lain yang relevan. Silabus
dikembangkan berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi untuk
satuan pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan pola pembelajaran pada
setiap tahun ajaran tertentu. Silabus digunakan sebagai acuan dalam
pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran.
b.
Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau
lebih. RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran
peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD). Setiap pendidik pada
satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar
pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, efisien, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan
bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. RPP disusun berdasarkan KD atau sub tema yang
dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Komponen RPP terdiri atas:
1)
Identitas sekolah yaitu nama satuan pendidikan;
2)
Identitas mata pelajaran atau tema/ sub tema;
3)
Kelas/ semester;
4)
Materi pokok;
5)
Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk
pencapaian KD dan beban belajar dengan mempertimbangkan jumlah jam pelajaran
yang tersedia dalam silabus dan KD yang harus dicapai;
6)
Tujuan pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan KD,
dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang
mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan;
7)
Kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi;
8)
Materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip, dan
prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan
rumusan indikator ketercapaian kompetensi;
9)
Metode pembelajaran, digunakan oleh pendidik untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai
KD yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan KD yang akan
dicapai;
10)
Media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran
untuk menyampaikan materi pelajaran;
11)
Sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan
elektronik, alam sekitar, atau sumber belajar lain yang relevan;
12)
Langkah-langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapan
pendahuluan, inti, dan penutup; dan 13)
Penilaian hasil pembelajaran.
c.
Prinsip Penyusunan RPP
Dalam menyusun RPP hendaknya memperhatikan
prinsip-prinsip berikut:
1)
Perbedaan individual peserta didik antara lain kemampuan
awal, tingkat intelektual, bakat, potensi, minat, motivasi belajar, kemampuan
sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar
belakang budaya, norma, nilai, dan/ atau lingkungan peserta didik;
2)
Partisipasi aktif peserta didik;
3)
Berpusat pada peserta didik untuk mendorong semangat
belajar, motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, inovasi dan
kemandirian;
4)
Pengembangan budaya membaca dan menulis yang dirancang
untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan
berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan;
5)
Pemberian umpan balik dan tindak lanjut RPP memuat
rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan
remedy;
6)
Penekanan pada keterkaitan dan keterpaduan antara KD,
materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi,
penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar;
7)
Mengakomodasi pembelajaran tematik-terpadu, keterpaduan
lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya;
8)
Penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara
terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.
d.
Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP,
meliputi kegiatan pendahuluan, inti dan penutup.
1)
Kegiatan Pendahuluan Dalam kegiatan pendahuluan, guru:
a)
menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk
mengikuti proses pembelajaran;
b)
memberi motivasi belajar siswa secara kontekstual sesuai
manfaat dan aplikasi materi ajar dalam kehidupan sehari-hari, dengan memberikan
contoh dan perbandingan lokal, nasional dan internasional;
c)
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan
pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari;
d)
menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar
yang akan dicapai; dan
e)
menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian
kegiatan sesuai silabus.
2)
Kegiatan Inti
Kegiatan inti memuat tentang model pembelajaran, metode
pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar yang disesuaikan dengan
karakteristik peserta didik dan mata pelajaran. Pemilihan pendekatan tematik
dan/atau tematik terpadu dan/atau saintifik dan/atau inkuiri dan penyingkapan
(discovery) dan/atau pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan
masalah (project based learning) disesuaikan dengan karakteristik kompetensi
dan jenjang pendidikan.
a)
Sikap Sesuai dengan karakteristik sikap, maka salah satu
alternatif yang dipilih adalah proses afeksi mulai dari menerima, menjalankan,
menghargai, menghayati, hingga mengamalkan. Seluruh aktivitas pembelajaran
berorientasi pada tahapan kompetensi yang mendorong siswa untuk melakuan
aktivitas tersebut.
b)
Pengetahuan Pengetahuan dimiliki melalui aktivitas
mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, hingga mencipta.
Karakteritik aktivititas belajar dalam domain pengetahuan ini memiliki
perbedaan dan kesamaan dengan aktivitas belajar dalam domain keterampilan.
Untuk memperkuat pendekatan saintifik, tematik terpadu, dan tematik sangat
disarankan untuk menerapkan belajar berbasis penyingkapan/ penelitian
(discovery/ inquiry learning). Untuk mendorong peserta didik menghasilkan karya
kreatif dan kontekstual, baik individual maupun kelompok, disarankan
menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan
masalah (project based learning).
c)
Keterampilan Keterampilan diperoleh melalui kegiatan
mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. Seluruh isi materi
(topik dan subtopik) mata pelajaran yang diturunkan dari keterampilan harus
mendorong siswa untuk melakukan proses pengamatan hingga penciptaan. Untuk
mewujudkan keterampilan tersebut perlu melakukan pembelajaran yang menerapkan
modus belajar berbasis penyingkapan/ penelitian (discovery/ inquiry learning)
dan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project
based learning).
3)
Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru bersama siswa baik secara
individual maupun kelompok melakukan refleksi untuk mengevaluasi:
a)
seluruh rangkaian aktivitas pembelajaran dan hasil-hasil
yang diperoleh untuk selanjutnya secara bersama menemukan manfaat langsung
maupun tidak langsung dari hasil pembelajaran yang telah berlangsung;
b)
memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil
pembelajaran;
c)
melakukan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pemberian
tugas, baik tugas individual maupun kelompok; dan
d)
menginformasikan rencana kegiatan pembelajaran untuk
pertemuan berikutnya.
B.
Model-Model Pembelajaran Kurikulum 2013
Dalam Permendikbud No.65 Tahun 2013 tentang Standar
Poses, kegiatan inti menggunakan model pembelajaran, metode pembelajaran, media
pembelajaran, dan sumber belajar yang disesuaikan dengan karakteristik peserta
didik dan mata pelajaran. Pemilihan pendekatan tematik dan/atau tematik terpadu
dan/atau saintifik dan/atau inkuiri dan penyingkapan (discovery) dan/atau
pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based
learning) disesuaikan dengan karakteristik kompetensi dan jenjang pendidikan.
Dalam implementasinya, guru dapat menerapkan berbagai model pembelajaran,
antara lain Discovery Learning, Inquiry, Contextual, Project Based Learning,
dan Problem Based Learning.
1.
Discovery Learning
Model pembelajaran Discovery Learning mengarahkan siswa
untuk memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk
akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005: 43). Penemuan
konsep terjadi bila data dari guru tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi
dalam bentuk proses (never ending process). Dengan penggunaan model
pembelajaran discovery learning siswa didorong untuk mengidentifikasi apa yang
ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian
mengorganisasi atau membentuk (konstruksi) apa yang mereka ketahui dan mereka
pahami dalam suatu bentuk akhir.
Sebagaimana pendapat Brunner, bahwa “Discovery Learning
can be defined as the learning that takes place when the student is not
presented with subject matter. Hal tersebut terjadi bila siswa terlibat,
terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan
prinsip. Discovery dilakukan melalaui observasi, klasifikasi, pengukuran,
prediksi, penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive process
sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilating
conceps and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001: 219).
Dengan mengaplikasikan Discovery Learning secara
berulang-ulang dapat meningkatkan kemampuan penemuan diri individu yang
bersangkutan. Penggunaan Discovery Learning ingin merubah kondisi belajar yang
pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke
student oriented. Merubah modus Ekspository siswa hanya menerima informasi
secara keseluruhan dari guru ke modus Discovery siswa menemukan informasi
sendiri.
a.
Langkah Pembelajaran
1)
Menciptakan stimulus/ rangsangan (Stimulation)
Kegiatan penciptaan stimulus dilakukan pada saat siswa
melakukan aktivitas mengamati fakta atau fenomena dengan cara melihat,
mendengar, membaca, atau menyimak. Fakta yang disediakan dimulai dari yang
sederhana hingga fakta atau femomena yang menimbulkan kontroversi. Pada tahapan
ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan perhatian, kemudian
dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi agar timbul keinginan untuk
menyelidiki sendiri.
Di samping itu guru dapat memulai kegiatan Proses Belajar
Mengajar (PBM) dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan
aktivitas belajar lain yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar
yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini Brunner memberikan contoh
stimulasi dengan menggunakan teknik bertanya, yaitu dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang
mendorong eksplorasi. Dengan demikian seorang guru harus menguasai
teknik-teknik dalam memberi stimulus agar tujuan mengaktifkan siswa untuk
mengeksplorasi dapat tercapai.
2)
Menyiapkan pernyataan masalah (Problem Statement)
Setelah dilakukan stimulasi, langkah selanjutnya adalah
guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin
agendaagenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah
satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atau
opini atas pertanyaan masalah) (Syah, 2004: 244). Permasalahan yang dipilih itu selanjutnya
dirumuskan dalam bentuk pertanyaan atau hipotesis, yakni pernyataan (statement)
sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan. Memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan yang dihadapi
merupakan teknik yang berguna agar mereka terbiasa menemukan suatu masalah.
3)
Mengumpulkan data (Data Collecting)
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang
relevan dalam rangka membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah,
2004:244). Dengan demikian siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan
(collection) berbagai informasi yang relevan, melalui berbagai cara, misalnya,
membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji
coba sendiri dan sebagainya. Manfaat dari tahap ini adalah siswa belajar secara
aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang
dihadapi, sehingga secara alamiah siswa menghubungkan masalah dengan
pengetahuan yang telah dimiliki.
4)
Mengolah data (Data Processing)
Menurut Syah (2004: 244) pengolahan data merupakan
kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh siswa baik melalui
wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil
bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak,
diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu
serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002: 22).
Pengolahan data disebut juga dengan pengkodean (coding) atau kategorisasi yang
berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi
tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/
penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.
5)
Memverifikasi data (Verrification) Pada tahap ini siswa
melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya
hipotesis yang ditetapkan sebelumnya dengan temuan alternatif, dihubungkan
dengan hasil data processing (Syah, 2004: 244). Dalam hal verification, menurut
Brunner, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan
atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya.
Berdasarkan hasil pengolahan data dan tafsiran terhadap data, kemudian
dikaitkan dengan hipotesis, maka akan terjawab apakah hopotesis tersebut terbukti atau tidak.
6)
Menarik kesimpulan (Generalization) Tahap generalisasi/
menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan
prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan
memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004: 244). Berdasarkan hasil verifikasi
maka dirumuskan prinsip-prinsip yang
mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan
proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan materi pelajaran atas
makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman
seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari
pengalaman-pengalaman itu.
Hubungan antara sintak model pembelajaran discovery
learning dengan langkah pembelajaran
pendekatan saintifik diilustrasikan pada contoh berikut ini Sintaks discovery
learning Langkah/Kegiatan Pembelajaran Mengamati Menanya Mengumpulkan data
Mengasosiasi Mengomunik asikan Essential
question Mengamati fenomena sosial yang
terjadi di masyarakat (masalah makanan yang halal dan baik) Mengidentifikasi masalah untuk memperoleh
masalah yang pokok sebagai landasan untuk melakukan penelitian sosial dan
kemudian dikembangkan menjadi rumusan masalah
Designing Project Plan Menyusun
rancangan penilitian sosial. Menyusun intrumen penelitian
b.
Persyaratan Pendukung
Pemilihan model discovery learning memerlukan persyaratan
pendukung untuk mereduksi kelemahan yang sering ditemukan, antara lain:
1)
Secara klasikal siswa perlu memiliki kecerdasan/
kecakapan awal yang baik selain keterampilan berbicara dan menulis yang baik.
Siswa yang kurang pandai akan mengalami kesulitan untuk mengabstraksi, berpikir
atau mengungkapkan hubungan antar konsep-konsep. Dikhawatirkan hal ini akan
menimbulkan frustasi dalam belajar.
2)
Jumlah siswa tidak terlalu banyak (idealnya maksimal 32),
karena untuk mengelola jumlah siswa yang banyak membutuhkan waktu yang lama
untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
3)
Pemilihan materi harus dengan kompetensi dominan pada
aspek pemahaman.
4)
Fasilitas harus memadai, seperti, media, alat dan sumber
belajar.
c.
Manfaat Model Discovery Learning
1)
Membantu siswa memperbaiki dan meningkatkan keterampilan
kognisi. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini dimana keberhasilan
tergantung pada bagaimana cara belajarnya.
2)
Pengetahuan yang diperoleh bersifat individual dan
optimal karena menguatkan pengertian, ingatan, dan transfer pengetahuan.
3)
Menumbuhkan rasa senang pada siswa, karena berhasil
melakukan penyelidikan.
4)
Memungkinkan siswa berkembang dengan cepat sesuai
kemampuannya.
5)
Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajar dengan
melibatkan akal dan motivasinya.
6)
Membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena
memperoleh kepercayaan diri melalui kerjasama dengan siswa lain.
7)
Membantu siswa menghilangkan keraguan karena mengarah
pada kebenaran final yang dialami dalam keterlibatannya.
8)
Mendorong siswa berpikir secara intuitif, inisiatif,
dalam merumuskan hipotesis.
9)
Dapat mengembangkan bakat, minat, motivasi, dan
keingintahuan.
10)
Memungkinkan siswa memanfaatkan berbagai sumber
belajar.
2.
Project Based Learning
Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning atau
PjBL)) adalah model pembelajaran yang menggunakan proyek/ kegiatan sebagai inti
pembelajaran. Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk digunakan pada
permasalahan komplek yang diperlukan peserta didik dalam melakukan insvestigasi
dan memahaminya. Melalui PjBL, proses inquiry dimulai dengan memunculkan
pertanyaan penuntun (a guiding question) dan membimbing peserta didik dalam
sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam
kurikulum. Pembelajaran Berbasis Proyek memberikan kesempatan kepada para
peserta didik untuk menggali konten (materi) dengan menggunakan berbagai cara
yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif.
a.
Langkah Pembelajaran
1)
Menyiapkan pertanyaan atau penugasan proyek Pembelajaran
dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang memberikan tugas
kepada siswa dalam melakukan suatu aktivitas. Mengambil topik yang sesuai
dengan dunia nyata yang dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. Guru
berusaha agar topik yang diangkat relevan untuk siswa sesuai dengan tuntutan
kompetensi yang diharapkan. Penyiapan pertanyaan dapat dilakukan di awal
semester agar dapat dirancang kegiatan selanjutnya yaitu mendesain perencanaan.
2)
Mendesain perencanaan proyek Perencanaan dilakukan secara
kolaboratif antara guru dengan siswa sehingga siswa merasa “memiliki” proyek
tersebut. Perencanaan berisi aturan main, pemilihan aktivitas pendukung untuk
menjawab pertanyaan esensial dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang
mungkin. Juga mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu
penyelesaian proyek.
3)
Menyusun jadwal Guru dan siswa secara kolaboratif
menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini
antara lain:
a. membuat timeline
untuk menyelesaikan proyek,
b. membuat deadline
penyelesaian proyek,
c. membawa siswa
agar merencanakan cara yang baru,
d. membimbing siswa
ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek, dan
e. meminta siswa
untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu cara.
4)
Memonitor kegiatan dan perkembangan proyek Guru
bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas siswa selama
menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara memfasilitasi siswa pada
setiap proses. Dengan kata lain guru berperan menjadi mentor bagi aktivitas
siswa. Agar mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat
merekam keseluruhan aktivitas yang
penting.
5)
Menguji hasil Penilaian dilakukan untuk membantu guru
dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan
masing-masing siswa, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah
dicapai siswa, membantu guru dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.
6)
Mengevaluasi kegiatan/ pengalaman Pada akhir proses
pembelajaran, guru dan siswa melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil
proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu
maupun kelompok. Pada tahap ini siswa diminta untuk mengungkapkan perasaan dan
pengalamannya selama menyelesaikan proyek. Guru dan siswa mengembangkan diskusi
dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada
akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new inquiry) untuk menjawab permasalahan
yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran.
b.
Persyaratan pendukung
Pemilihan model pembelajaran project based learning
memerlukuan dukungan persyaratan untuk mereduksi kelemahan yang sering terjadi,
antara lain:
1)
Siswa terbiasa dengan aktivitas pemecahan masalah,
sehingga proyek tidak memakan waktu terlalu lama.
2)
Dukungan sarana dan prasarana yang memadai termasuk
peralatan belajar.
3)
Pengaturan waktu dan jadwal kegiatan yang terkontrol.
4)
Perlunya kejelasan tugas dan hasil yang diharapkan dari
kegiatan proyek.
c.
Manfaat model pembelajaran project based learning
1)
Meningkatkan motivasi belajar, mendorong kemampuan siswa
melakukan pekerjaan penting, artinya mereka perlu dihargai.
2)
Mengembangkam kemampuan siswa dalam memecahkan masalah
dan berpikir kritis.
3)
Mengembangkan keterampilan komunikasi, kolaborasi, dan
pengelolaan sumberdaya.
4)
Memberikan pengalaman kepada siswa dalam pembelajaran,
praktik, dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan
sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.
5)
Melibatkan siswa untuk belajar mengambil informasi dan
menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan dengan dunia
nyata.
6)
Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga
siswa maupun guru menikmati proses pembelajaran.
3.
Problem Based Learning
Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning)
merupakan sebuah model pembelajaran yang menyajikan berbagai permasalahan nyata
dalam kehidupan seharihari peserta didik (bersifat kontekstual) sehingga
merangsang peserta didik untuk belajar. Problem Based Learning (PBL) menantang
peserta didik untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok
untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan ini
digunakan untuk mengikat peserta didik pada rasa ingin tahu pada pembelajaran
yang dimaksud. Masalah diberikan kepada peserta didik, sebelum peserta didik
mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah yang harus
dipecahkan.
a.
Langkah Pembelajaran
1)
Mengorientasi peserta didik pada masalah Pembelajaran
dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitas-aktivitas yang
akan dilakukan. Tahapan ini sangat penting dimana guru harus menjelaskan dengan
rinci apa yang dilakukan oleh siswa maupun guru, serta dijelaskan bagaimana
guru akan mengevaluasi proses pembelajaran. Hal ini sangat penting untuk
memberikan motivasi agar siswa dapat mengerti dalam pembelajaran yang akan
dilakukan. Ada empat hal yang perlu dilakukan dalam proses ini, yaitu:
a)
Tujuan utama pengajaran tidak untuk mempelajari sejumlah
besar informasi baru, tetapi lebih kepada belajar bagaimana menyelidiki
masalah-masalah penting dan bagaimana menjadi siswa yang mandiri.
b)
Permasalahan dan pertanyaan yang diselidiki tidak
mempunyai jawaban mutlak “benar“, sebuah masalah yang rumit atau kompleks
mempunyai banyak penyelesaian dan seringkali bertentangan.
c)
Selama tahap penyelidikan (dalam pengajaran ini), siswa
didorong untuk mengajukan pertanyaan dan mencari informasi. Guru akan bertindak
sebagai pembimbing yang siap membantu, sedangkan siswa harus berusaha untuk
bekerja mandiri atau dengan temannya.
d)
Selama tahap analisis dan penjelasan, siswa didorong
untuk menyatakan ide-idenya secara terbuka. Semua peserta didik diberi peluang
untuk menyumbang kepada penyelidikan dan menyampaikan ide-ide mereka.
2)
Mengorganisasikan kegiatan pembelajaran Di samping
mengembangkan keterampilan memecahkan masalah, pembelajaran PBL juga mendorong
peserta didik belajar berkolaborasi. Pemecahan suatu masalah sangat membutuhkan
kerjasama dan sharing antar anggota. Oleh sebab itu guru dapat memulai kegiatan
pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok siswa, masing-masing kelompok
akan memilih dan memecahkan masalah yang berbeda. Prinsip-prinsip pengelompokan
siswa dalam pembelajaran kooperatif dapat digunakan dalam konteks ini,
misalnya: kelompok harus heterogen, pentingnya interaksi antar anggota,
komunikasi yang efektif, adanya tutor sebaya, dan sebagainya.
Guru sangat penting memonitor dan mengevaluasi kerja
masing-masing kelompok untuk menjaga kinerja dan dinamika kelompok selama
pembelajaran. Setelah siswa diorientasikan pada suatu masalah dan telah
membentuk kelompok belajar, selanjutnya guru menetapkan subtopik-subtopik yang
spesifik, tugas-tugas penyelidikan, dan jadwal. Tantangan utama bagi guru pada
tahap ini adalah mengupayakan agar semua siswa aktif terlibat dalam kegiatan
penyelidikan sehingga hasil-hasil penyelidikan sebagai penyelesaian terhadap
permasalahan tersebut, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, serta
memamerkannya.
Guru bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap
aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan
dengan cara memfasilitasi peserta didik pada setiap proses. Dengan kata lain
guru berperan menjadi mentor bagi aktivitas siswa. Agar mempermudah proses
monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas
yang penting.
3)
Membimbing penyelidikan mandiri dan kelompok Penyelidikan
adalah inti dari PBL. Meskipun setiap situasi permasalahan memerlukan teknik
penyelidikan yang berbeda, namun pada umumnya melibatkan karakter yang identik,
yakni pengumpulan data dan eksperimen, berhipotesis dan penjelasan, dan memberikan
pemecahan. Pengumpulan data dan eksperimentasi merupakan aspek yang sangat
penting. Pada tahap ini, guru harus mendorong siswa untuk mengumpulkan data dan
melaksanakan eksperimen (mental maupun aktual) sampai mereka betul-betul
memahami dimensi situasi permasalahan.
Tujuannya adalah agar siswa mengumpulkan cukup informasi
untuk menciptakan dan membangun ide mereka sendiri. Guru membantu siswa
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber, dan mengajukan
pertanyaan pada siswa untuk berpikir tentang masalah dan ragam informasi yang
dibutuhkan untuk sampai pada pemecahan masalah yang dapat dipertahankan.
Setelah siswa mengumpulkan cukup data dan memberikan permasalahan tentang
fenomena yang mereka selidiki, selanjutnya mereka mulai menawarkan penjelasan
dalam bentuk hipotesis, penjelasan, dan pemecahan. Selama pembelajaran pada
fase ini, guru mendorong siswa untuk menyampaikan ide-idenya dan menerima
secara penuh. Guru juga harus mengajukan pertanyaan yang mendorong siswa
berpikir tentang kelayakan hipotesis dan solusi yang mereka buat serta kualitas informasi yang dikumpulkan.
4)
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Tahap
penyelidikan diikuti dengan menciptakan artefak (hasil karya) dan pameran.
Artefak lebih dari sekedar laporan tertulis, namun bisa berupa suatu video tape
(menunjukkan situasi masalah dan pemecahan yang diusulkan), model (perwujudan
secara fisik dari situasi masalah dan pemecahannya), program komputer, dan
sajian multimedia. Tentunya kecanggihan artefak sangat dipengaruhi tingkat
berpikir siswa. Langkah selanjutnya adalah memamerkan hasil karyanya dan guru
berperan sebagai organisator pameran. Akan lebih baik jika dalam pameran ini
melibatkan siswa lainnya, guru-guru, orang tua, dan lainnya dapat menjadi “penilai”
atau memberikan umpan balik. Misalnya, hasil karya siswa dengan tulisan indah
(kaligrafi dengan kertas biasa atau
kanfas).
5)
Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah Fase ini
merupakan tahap akhir dalam PBL. Fase ini dimaksudkan untuk membantu siswa
menganalisis dan mengevaluasi proses mereka sendiri dan keterampilan
penyelidikan dan intelektual yang mereka gunakan. Selama fase ini guru meminta
siswa untuk merekonstruksi pemikiran dan aktivitas yang telah dilakukan selama
proses kegiatan belajarnya. Hubungan antara sintak model pembelajaran problem
based learning dengan langkah kegiatan pembelajaran pendekatan saintifik
diilustrasikan pada contoh berikut ini.
4.
Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran Kontekstual atau Contextual Teaching
Learning (CTL) adalah sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofi
konstruktivistik. Filosofi ini berasumsi bahwa siswa mampu menyerap pelajaran
apabila mereka menangkap makna dalam materi akademis yang mereka terima, dan
mereka menangkap makna dalam tugas-tugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan informasi
baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya.
Dalam pendekatan kontekstual, ada delapan (8) komponen yang harus ditempuh,
yaitu:
a.
membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna,
b.
melakukan pekerjaan
yang berarti,
c.
melakukan
pembelajaran yang diatur
sendiri,
d.
bekerja sama,
e.
berpikir kritis dan kreatif,
f.
membantu individu untuk tumbuh dan berkembang,
g.
mencapai standar yang tinggi, dan
h.
menggunakan penilaian otentik.
Pendekatan kontekstual dapat diterapkan dalam mata
pelajaran apa saja, tidak terkecuali mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan
Budi Pekerti. Menurut konsep CTL, b elajar akan lebih bermakna jika anak didik
‘mengalami’ apa yang dipelajarinya, bukan sekedar ‘mengetahui’ apa yang dipelajarinya.
Pembelajaran yang berorientasi pada target penguasaan materi terbukti berhasil
dalam kompetisi ‘mengingat’ jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak
didik memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang (Hernowo, 2005: 61).
CTL merupakan konsep belajar yang membantu para guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Dengan konsep itu, hasil
pembelajaran berlangsung alamiah
dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer
pengetahuan dari guru kepada siswa. Proses pembelajaran lebih dipentingkan
daripada hasil.
Dari konsep tersebut ada tiga (3) hal yang harus
dipahami. Pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk
menemukan materi. Artinya, proses
belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar
dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran,
tetapi yang diutamakan adalah proses mencari dan menemukan sendiri materi
pelajaran. Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara
materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata.
Artinya, siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan
antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat
penting sebab dengan mengkorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan
nyata, materi yang dipelajarinya itu akan bermakna secara fungsional dan
tertanam erat dalam memori siswa sehingga tidak akan mudah terlupakan. Ketiga,
CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan.
Artinya, CTL tidak hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang
dipelajarinya, tetapi bagaimana materi itu dapat mewarnai perilakunya dalam
kehidupan sehari-hari.
Materi pelajaran dalam konteks CTL tidak untuk ditumpuk
di otak dan kemudian dilupakan, tetapi sebagai bekal bagi mereka dalam
kehidupan nyata. Terdapat lima (5) karakteristik penting dalam proses
pembelajaran yang menggunakan CTL:
1)
Dalam CTL pembelajaran merupakan proses pengaktifan
pengetahuan yang sudah ada (activing knowledge). Artinya, apa yang akan
dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari. Dengan
demikian, pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh
yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
2)
Pembelajaran yang kontekstual adalah pembelajaran dalam
rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan
baru itu dapat diperoleh dengan cara deduktif. Artinya, pembelajaran dimulai
dengan mempelajari secara keseluruhan kemudian memperhatikan detailnya.
3)
Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge) berarti
pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal, melainkan untuk dipahami dan
diyakini.
4)
Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut
(applying knowledge). Artinya, pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya
harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata.
5)
Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap
strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk
proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.
5.
Pembelajaran Inkuiri
Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang
melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan
menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis,
logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan
penuh percaya diri. Pembelajaran inkuiri menekankan kepada proses mencari dan
menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung. Peran siswa dalam
pembelajaran ini adalah mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran,
sedangkan guru berperan sebagai “fasilitator” dan “pembimbing” siswa untuk belajar.
Pembelajaran inkuiri merupakan rangkaian kegiatan
pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk
mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.
Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru
dan siswa. Pembelajaran ini sering juga dinamakan pembelajaran heuristic, yang
berasal dari bahasa Yunani, yaitu heuriskein yang berarti “saya menemukan”.
Joyce (Gulo, 2005) mengemukakan kondisi-kondisi umum yang merupakan syarat bagi
timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa, yaitu:
a.
aspek sosial di dalam kelas dan suasana bebas-terbuka dan
permisif yang mengundang siswa berdiskusi;
b.
berfokus pada hipotesis yang perlu diuji kebenarannya;
dan
c.
penggunaan fakta sebagai evidensi dan di dalam proses
pembelajaran dibicarakan validitas dan reliabilitas tentang fakta, sebagaimana
lazimnya dalam pengujian hipotesis.
1)
Ciri-ciri Pembelajaran Inkuiri
Pembelajaran inkuiri memiliki beberapa ciri, di
antaranya:
a)
Pertama, pembelajaran inkuiri menekankan kepada aktivitas
siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan. Artinya, pada pembelajaran
inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran,
siswa tidak hanya berperan sebagai penerima materi pelajaran melalui penjelasan
guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari
materi pelajaran itu sendiri.
b)
Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan
untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan,
sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Dengan
demikian, pada pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai satu-satunya
sumber belajar, tetapi lebih diposisikan
sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Aktivitas pembelajaran biasanya dilakukan
melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa. Karena itu kemampuan guru
dalam menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan
inkuiri. Guru dalam mengembangkan sikap inkuiri di kelas mempunyai peranan
sebagai konselor, konsultan, teman yang kritis dan fasilitator. Ia harus dapat
membimbing dan merefleksikan pengalaman kelompok, serta memberi kemudahan bagi
kerja kelompok.
c)
Ketiga, tujuan dari pembelajaran inkuiri adalah
mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau
mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Dengan
demikian, dalam pembelajaran inkuiri siswa tidak hanya dituntut untuk menguasai
materi pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang
dimilikinya. Manusia yang hanya menguasai pelajaran belum tentu dapat
mengembangkan kemampuan berpikir secara optimal. Sebaliknya, siswa akan dapat
mengembangkan kemampuan berpikirnya manakala ia bisa menguasai materi
pelajaran.
2)
Prinsip-Prinsip Pembelajaran Inkuiri
Pembelajaran inkuiri mengacu pada prinsip-prinsip berikut
ini:
a)
Berorientasi pada Pengembangan Intelektual. Tujuan utama
dari pembelajaran inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir. Dengan
demikian, pembelajaran ini selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi
pada proses belajar.
b)
Prinsip Interaksi. Proses pembelajaran pada dasarnya
adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa maupun interaksi siswa
dengan guru, bahkan interaksi antara siswa dengan lingkungan. Pembelajaran
sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar,
tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri.
c)
Prinsip Bertanya. Peran guru yang harus dilakukan dalam
menggunakan pembelajaran ini adalah guru sebagai penanya. Sebab, kemampuan
siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian
dari proses berpikir. Dalam hal ini, kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap
langkah inkuiri sangat diperlukan. Di samping itu, pada pembelajaran ini juga perlu dikembangkan sikap kritis
siswa dengan selalu bertanya dan mempertanyakan berbagai fenomena yang
sedang dipelajarinya.
d)
Prinsip Belajar untuk Berpikir. Belajar bukan hanya
mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir (learning
how to think), yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak. Pembelajaran
berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal.
e)
Prinsip Keterbukaan. Pembelajaran yang bermakna adalah
pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus
dibuktikan kebenarannya. Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan
kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan
kebenaran hipotesis yang diajukannya.
3)
Langkah-Langkah Pelaksanaan Pembelajaran Inkuiri
Proses pembelajaran inkuiri dilakukan melalui tahapan-tahapan
sebagai berikut:
a)
Merumuskan masalah; kemampuan yang dituntut adalah: (1)
kesadaran terhadap masalah; (2) melihat pentingnya masalah dan (3) merumuskan
masalah.
b)
Mengembangkan hipotesis; kemampuan yang dituntut dalam
mengembangkan hipotesis ini adalah: (1) menguji dan menggolongkan data yang
dapat diperoleh; (2) melihat dan merumuskan hubungan yang ada secara logis; dan
(3) merumuskan hipotesis.
c)
Menguji jawaban tentatif; kemampuan yang dituntut adalah:
(1) merakit peristiwa, terdiri dari: mengidentifikasi peristiwa yang
dibutuhkan, mengumpulkan data, dan mengevaluasi data; (2) menyusun data,
terdiri dari: mentranslasikan data, menginterpretasikan data dan
mengklasifikasikan data; (3) analisis data, terdiri dari: melihat hubungan,
mencatat persamaan dan perbedaan, dan mengidentifikasikan trend, sekuensi, dan
keteraturan.
d)
Menarik kesimpulan; kemampuan yang dituntut adalah: (1)
mencari pola dan makna hubungan; dan (2) merumuskan kesimpulan.
e)
Menerapkan kesimpulan dan generalisasi.
4)
Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Inkuiri
Pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran yang banyak
dianjurkan, karena memiliki beberapa
keunggulan, diantaranya:
a)
Pembelajaran ini merupakan pembelajaran yang menekankan
kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang,
sehingga pembelajaran melalui model ini dianggap jauh lebih bermakna.
b)
Pembelajaran ini dapat memberikan ruang kepada siswa
untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.
c)
Pembelajaran ini merupakan strategi yang dianggap sesuai
dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah
proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.
d)
Keuntungan lain adalah dapat melayani kebutuhan siswa
yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki
kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam
belajar.
Di samping memiliki keunggulan, pembelajaran ini juga
mempunyai kelemahan, diantaranya:
(1) Sulit mengontrol kegiatan dan
keberhasilan siswa.
(2) Sulit dalam merencanakan
pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar.
(3) Kadang-kadang dalam
mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru
sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.
(4) Selama kriteria keberhasilan belajar
ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran, maka strategi ini
tampaknya akan sulit diimplementasikan.
C.
Langkah Pemilihan Model Pembelajaran
Pemilihan model pembelajaran (discovery learning, project
based learning, atau problem based learning) sebagai pelaksanaan pendekatan
saintifik pembelajaran memerlukan analisis yang cermat sesuai dengan
karakteristik kompetensi dan kegiatan pembelajaran dalam silabus. Pemilihan
model pembelajaran mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut.
1.
Karakteristik pengetahuan yang dikembangkan menurut
kategori faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif. Pada pengetahuan
faktual dan konsepetual dapat dipilih discovery learning, sedangkan pada
pengetahuan prosedural dapat dipilih project based learning dan problem based
learning.
2.
Karakteristik keterampilan yang tertuang pada rumusan
kompetensi dasar dari KI-4. Pada keterampilan abstrak dapat dipilih discovery
learning dan problem based learning, sedangkan pada keterampilan konkret dapat
dipilih project based learning.
3.
Pemilihan ketiga model tersebut mempertimbangkan sikap
yang dikembangkan, baik sikap religius (KI-1) maupun sikap sosial (KI-2)
Berikut contoh matrik pemilihan model yang dapat digunakan sesuai dengan
dimensi pengetahuan dan keterampilan:
SUMBER : PPG.SIAGAPENDIS.COM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar