BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Penelitian merupakan satu di antara tiga aspek dalam Tri
Dharma Perguruan Tinggi. Pentingnya aspek ini tidak hanya pada dunia akademis
namun dalam dunia praktis. Karena hal tersebut, para peneliti terus berusaha
mengembangkan berbagai aspek metodologis yang menyokong penelitian salah
satunya dengan terus memperluas cara pandang dengan mengusung pendekatan
multidisipliner. Saat ini telah banyak tokoh yang ambil bagian untuk mendorong
lahirnya pendekatan baru, salah satunya adalah Fazlur Rahman yang berusaha
membawa Islam menerobos wilayah normatif menuju sisi historis.
Apa yang dilakukan oleh beberapa tokoh yang sealiran dengan
Rahman bukan berarti tanpa kritikan dari tokoh lainnya. Beberapa
dekonstruksionis banyak yang pesimis terhadap apa yang dilakukan oleh kaum
kontekstualis.[1] Sebaliknya, kaum
kontekstualis juga tidak henti-hentinya mendorong gagasan pentingnya aspek
historisitas dalam memandang sebuah objek penelitian. Jorge J. E. Gracia
merupakan salah satu diantara kritikus terhadap kaum dekonstruksionis. Ia
menyayangkan aktivitas penelitian kaum dekostruksionis yang abai terhadap aspek
historis, padahal dalam penelitian seperti kajian teks, peran konteks tentu
sangat menentukan, karena teks yang diutarakan tidak mungkin terlepas dari
latar belakang historisnya dalam ruang dan waktu.[2]
Perdebatan antara kedua aliran tersebut terus berkembang dan
bukan berarti antara keduanya tidak memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing. Mengenai pendekatan historis sendiri, sebagai sebuah cara
pandang baru terutama dalam kajian Islam, pendekatan ini cukup menarik untuk
difahami, dikaji, atau bahkan dikritisi lebih jauh untuk mengetahui
masing-masing kelebihan dan kekurangan pendekatan tersebut.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latarbelakang diatas, tulisan ini merupakan
sebuah upaya untuk mengulas pendekatan historis dan korelasinya dalam kajian
Islam. Beberapa aspek yang menjadi poin rumusan permasalahan dalam tulisan ini
adalah:
1.
Apa
tujuan penggunaan pendekatan historis dalam pengkajian
Islam?
2.
Bagaimana
konsep pendekatan historis dalam pengkajian Islam?
3.
Bagaimana kriteria pendekatan historis dalam
pengkajian Islam?
4.
Bagaimana
relevansi pendekatan historis terhadap pengkajian Islam?
5.
Bagaimana
prosedur penelitian sejarah dalam pengkajian Islam?
6.
Bagaimana
kelemahan dan kekuatan pendekatan historis dalam
pengkajian Islam?
C. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, pembahasan tulisan ini
adalah :
1.
Mengetahui
tujuan Pendekatan Historis dalam pengkajian Islam
2.
Mengetahui kriteria Pendekatan
Historis dalam pengkajian Islam
3.
Mengetahui
Konsep pendekatan Historis dalam pengkajian Islam
4.
Mengetahui
relevansi pendekatan historis terhadap pengkajian Islam
5.
Mengetahui
Prosedur penelitian sejarah dalam pengkajian Islam
6.
Mengetahui
kelemahan dan kekuatan pendekatan historis dalam
pengkajian Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tujuan
Pendekatan Historis dalam Pengkajian Islam
Menurut M. Yatimin Abdullah, tujuan pendekatan
historis atau sejarah dalam pengkajian Islam adalah untuk merekonstruksi masa lampau
secara sistematis dan objektif dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi,
memverifikasi, serta mensistematisasikan bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan
memperoleh kesimpulan yang kuat.[3] Beliau
menambahkan bahwa dengan berbagai pendekatan manusia dalam memahami agama dapat
melalui pendekatan paradigma ini. Dengan pendekatan ini semua orang dapat
sampai pada agama. Disini dapat dilihat bahwa agama bukan hanya monopoli
kalangan teolog dan normalis, melainkan agama dapat dipahami semua orang sesuai
dengan pendekatan dan kesanggupannya. Oleh karena itu, agama hanya merupakan
hidayah Allah dan merupakan suatu kewajiban manusia sebagai fitrah yang
diberikan Allah kepadanya.[4] Pemahaman terhadap
ilmu sejarah menjadi penting bagi kalangan intelektual hukum (Islam) untuk
melihat mata rantai antara satu kejadian dan kejadian lain sehingga tidak
terjadi distorsi dalam menjustifikasi sebuah peristiwa hukum. Begitu pula,
kajian sejarah menjadi alat ukur bagi kalangan intelektual dari berbagai
disiplin ilmu dalam memilih dan memilah masalah.[5]
B.
Konsep
Pendekatan Hitoris dalam
pengkajian Islam
Memahami pendekatan historis tidak
bisa lepas dari memahami terlebih dahulu akan makna kata tersebut. Kata
historis memiliki kedekatan dengan kata History dalam bahasa Inggris
yang memiliki makna sejarah (dalam bahasa arab Syajarah). Kata tersebut
diambil dari bahasa Yunani (istoria), yakni gejala-gejala alam yang
bersifat kronologis terutama yang berkaitan dengan manusia. Menurut W Bauer
(1928) sejarah merupakan ilmu pengetahuan sebagai upaya melukiskan dan
menjelaskan fenomena dalam mobilitasnya karena adanya hubungan antara manusia
di tengah kehidupan masyarakat.[6]
Dari pendefinisian ini, sejarah sebagai sebuah pendekatan atau pendekatan
historis tidak bisa terlepas dari kajian peristiwa yang melalui dimensi ruang
dan waktu.
Jika menariknya dalam konteks Islam, Menurut Lokatos, apa
yang dimaksud dengan Islam Historis adalah sebuah protective belt yakni
domain utama dari apa yang disebut ilmu, sistem pengetahuan yang secara
langsung bisa dinilai, diuji ulang, diteliti, dipertnyakan, diformulasi ulang,
dan dibangun kembali. Dari sini, Islam historis terlepas dari wilayahnya
sebagai Islam normatif.[7] Islam tidak lagi dikaji pada aspek
normatifnya, melainkan wujudnya ketika hidup di tengah masyarakat, tempat,
kondisi sosial, ekonomi, atau bahkan kondisi politik. Hal ini pula yang
mengantarkan pendekatan historis mau tidak mau berhubungan dengan sejarah
sebagai koreksi atas fatkta. Hal yang perlu digarisbawahi adalah bahwa sejarah
disini bukanlah merupakan sejarah naratif, namun sejarah kritis yang tidak
hanya melibatkan deskripsi namun juga analisis motif dan kritik data.
Dalam suatu penelitian, aspek historis bisa ditempatkan pada
dua posisi yakni ia sebagai objek kajian dan ia sebagai alat bantu untuk
mengkaji dalam arti sebuah bagian dari metode penelitian. Di sinilah aspek
penting yang harus ditentukan tentang apakah ia merupakan sebuah pengetahuan
atau ia sebagai sebuah pendekatan. Konsekuensi pendekatan historis dalam
penelitian terhadap gejala-gejala atas fenomena yang terjadi mengharuskan untuk
mempertimbangkan beberapa aspek, di antara aspek tersebut adalah segi-segi
prosessual, perubahan-perubahan, dan aspek diakronis. Lebih dari itu pendekatan
historis tidak hanya digunakan untuk melihat pertumbuhan, perkembangan, dan
kronologis peristiwa masa lampau, namun juga digunakan untuk mengenal
gejala-gejala structural, faktor-faktor kausal, kondisional, kontekstual serta
unsur-unsur yang merupakan komponen dan eksponen dari proses sejarah yang
dikaji.[8]
C.
Karakter pendekatan historis dalam pengkajian Islam
Sebelum membahas lebih lanjut mengkaji, memahami Islam
melalui pendekatan sejarah (history, tarikh), kita ketahui terlebih dahulu
apa itu Islam. Dari segi bahasa (etimologi) Islam berasal dari bahasa Arab,
yaitu dari kata salima yang
mengandung arti selamat, sentosa, dan damai. Dari kata salima selanjutnya diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri masuk kedalam kedamaian. Juga
berarti memelihara dalam keadaan sentosa, menyerahkan diri, tunduk, patuh, dan
taat.[9]
Ajaran Islam mengandung berbagai
arti, yaitu ;
1. Menurut dan menyerahkan. Orang yang
memeluk Islam adalah orang yang menyerahkan diri kepada Allah dan menurut
segala ajaran yang telah ditentukan-Nya.
2. Sejahtera, tidak tercela, tidak
cacat, selamat, tenteram, dan bahagia. Ini berarti bahwa setiap muslim adalah
orang sejahtera, tenteram, selamat, dan bahagia, baik dunia maupun di akhirat
dengan tuntutan ajaran Rabbul ‘Alamin.
3. Mengaku, menyerahkan, dan menyelamatkan.
Ini berarti bahwa orang yang memeluk Islam itu adalah orang yang mengaku dengan
sadar adanya Allah SWT, kemudian ia menyerahkan diri pada kekuasaan-Nya dengan
menurut segala titah dan firman-Nya sehingga ia selamat di dunia dan di
akhirat.
4. Damai dan sejahtera. Artinya bahwa
Islam adalah agama yang membawa kepada kedamaian dan perdamaian. Membawa
kesejahteraan dunia akhirat. Orang yang memeluk Islam adalah orang yang
menganut ajaran perdamaian dan mencerminkan jiwa perdamaian dalam segala tingkah
laku dan perbuatan.[10]
Mircae Eliade and Joseph M. Kitagawa (12-13) berpendapat
bahwa, Pendekatan sejarah merupakan metode dan instrument penting bagi
penelitian agama. Kajian sejarah (historis) di zaman modern, sepertinya halnya
di Abad Pertengahan, menekankan penilaian yang kritis atas sumber-sumber
sejarah para sejarawan. Akan tetapi, pada abad kesembilan belas, penelitian
agama melalui pendekatan sejarah menekankan agama ummat manusia secara
keseluruhan. Oleh karena itu, sejarah agamapun secara khusus mempunyai
perhatian (concern) terhadap
rekonstruksi yang kritis atas aspek-aspek esensial berbagai agama timur.
Perkembangan studi agama dengan pendekatan sejarah telah menarik minat
pengkajian agama melalui perbandingan agama. Persoalan yang ditimbulkan oleh
pendekatan sejarah adalah perbedaan antara fakta dengan nilai (fact and value). Akan tetapi, akhirnya
sejarah harus berbicara atas dasar fakta. Jika demikian, pendekatan sejarah
memerlukan metode maupun tujuan yang factual yang hanya mungkin dilakukan dengan
menggunakan ilmu-ilmu sosial.[11]
Joachim Wach
memberi contoh bahwa penelitian agama dengan pendekatan sejarah seringkali
menjadi berfaidah jika, dilakukan dengan cara meminjam metode maupun prosedur
dalam lapangan lain. Studi Vinogradoff
dibidang hukum dan institusi-institusi, misalnya mempunyai nilai yang besar.
Dia menggambarkan metode tersebut sebagai berikut: “Ketika kita menempatkan
fakta-fakta dan doktrin-doktrin dalam tatanan ideologis, tak sedikitpun kita
bermaksud mengingkari atau menghilangkan kondisi-kondisi geografis, etnologis,
politik dan cultural yang memang ikut menentukan perjalanan peristiwa-peristiwa
actual.” Hal ini secara definitive menuntut kita untuk melakukan sistematikasi
dan studi fenomenologis terhadap kondisi sosio-religius. Vinogradoff juga
menekankan pentingnya penyempurnaan pandangan yang statis dalm bentuk “typical theory” (tentang jurisprudensi) yang dinamik. “It is not easy” (tidaklah mudah)
demikian menurut Vinogradoff. Tujuan esensialnya adalah untuk mengenal
nilai-nilai pada tipe-tipe historis sebagai dasar suatu teori hukum. Kita tidak
akan berhasil menjelaskan dan menganalisis tipe-tipe kelompok keagamaan yang
memiliki motivasi untuk berkelompok dalam kelompok keagamaan tanpa materi yang
disajikan oleh sejarah agama kepada kita.[12]
Menurut
Sumadi Suryabrata penelitian historis (historical
research) ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.
Bergantung kepada daya yang diobservasi oleh peneliti
itu sendiri.
2. Harus
tertib, ketat, sistematik, tuntas, dan buka sekadar mengoleksi informasi yang
tidak layak, tidak reliable, dan berat sebelah.
3. Bergantung
pada data primer dan sekunder.
4. Harus
melakukan kritik eksternal dan internal.[13]
Selain dicirikan dengan kajian menadalam atas
pertanyaan-pertanyaan dasar yang berhubungan dengan realitas yang secara
sederhana diwakili dengan pertanyaan-pertanyaan seperti siapa, apa, mengapa, di
mana, kapan, dan bagaimana, pendekatan historis juga memperhatikan metode
penelusuran dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut tidakhanya secara
deskriptif naratif, namun lebih berusaha menjawabnya secara kritis analitis,
sehingga apa yang dilakukan pendekatan ini tidak hanya menyajikan wacana naratif namun bertujuan
untuk menganalisa alasan, motif dan berbagai hal yang ada dibalik sebuah
peristiwa. Aspek penting lainnya dalam pendekatan ini juga adalah kerangka
analisis dalam meneropong peritiwa masa lampau yang di awali dengan
permasalahan (problem-oriented).[14]
Pendekatan historis yang diterapkan pada sebuah riset
memungkinkan terhadap dua sifat penelitian, pertama adalah subjektif, yakni
hasil penulisan sejarah yang tercampuri oleh pra pengetahuan, gaya, dan
struktur pemikiran peneliti. Kedua adalah sifat objektif, yakni hasil
penelitian yang berusaha mengungkap data sebagaimana adanya data tersebut dapat
mengarahkan pada fakta yang objektif. Dari sini, hal yang perlu diperhatikan
adalah perbedaan antara data dan fakta. Perbedaan ini penting, berbeda dengan
fakta, data merupakan bahan-bahan mentah yang masih membutuhkan proses
analisis.[15]
D.
Relevansi
Pendekatan Historis terhadap Kajian Agama
Agama sebagai sasaran penelitian dalam pendekatan historis
memerlukan pembatasan pendefinisiannya tersendiri. Agama didefinisikan melalui
tiga aspek sebagaimana pendapat Keith A Roberts bahwa aspek pertama adalah
definisi agama secara subtansial, kedua secara fungsional, dan ketiga ialah
secara simbolik. Lebih jauh lagi, menurut Joachim Wach agama juga dapat dilihat
dari tiga unsur. Pertama adalah unsur teoritis yang menggambarkan agama sebagai
sistem kepercayaan, kedua adalah unsur praktis yang menggambarkan berbagai
tindak ritual yang dilakukan oleh pemeluk agama, dan unsur sosiologis yang
memposisikan agama dalam hubungan dan peranannya dalam kehidupan sosial.[16]
Agama-agama termasuk juga Islam tidaklah terlepas dari arus
sejarah. Bagaimanapun agama hadir dalam dimensi ruang dan waktu terutama sisi
keberagamaan pemeluk, ilmu-ilmu yang berkembang, upaya penyebaran, ritual dan
praktik keagamaan, dan berbagai kelompok-kelompok yang muncul kesemuanya
merupakan sejarah.[17] Secara lebih
jauh, pendekatan historis dalam mengkaji agama tidak hanya digunakan untuk
menelusuri peradaban dan kebudayaan yang bersinggungan dengannya namun juga
menelusuri berkembangnya aktivitas keagamaan dari individu maupun kelompok
keagamaan. Dari hal tersebut, pendekatan historis sangat berguna bahkan dalam
membantu para sosiolog dalam mengetahui evolusi agama dan perkembangan tipologi
kelompok agama.[18] Hal tersebutlah
yang pada gilirannya mengantarkan pendekatan hisoris dipertemukan dengan
pendekatan sosiologis menjadi pendekatan sosio-historis.
Dari paparan di atas, dapat diketahui bahwa agama dalam
pendekatan historis memiliki porsinya sendiri. Ia tidak lagi difahami dari segi
normatifitasnya, namun secara lebih jauh juga difahami dari nilai
historisitasnya dimana agama tersebut hidup sebagai sebuah sistem keberagamaan
yang bersinggungan dengan kondisi sosial, budaya, politik, ekonomi, dan capaian
lainnya yang menjadi konteks dimana agama tersebut menyatu dalam aktifitas
pemeluknya. Agama dalam posisi ini juga dapat digambarkan sebagai keberagamaan
yang dapat dilihat dapat dikritisi dan dapat pula dikembangkan karena agama
dari sudut pandang historis tidak hanya mengkaji sakralitas di dalam substansi
agama namun terkadang mengkaji sisi luar dari substansi agama terlepas dari
sakralitas tersebut.
Menurut Abu Rabi’, ada empat aspek yang berguna dalam
mengkaji Islam melalui pendekatan historis :[19]
1. Islam menjadi salah satu problem
filsafat dalam dunia modern.
2. Teologi Islam mendapat bagiannya untuk
dikaji dan diuji dalam pandangan sejarah kepercayaan bukan melalui metafisika
atau malah teologi Islam.
3. Islam bersumber dari al-Qur’an yang
tidak lepas dari konteks turunnya yng di situ terdapat nilai budaya, nilai
sosial, dan nilai kemanusiaan.
4. Islam dapat disajikan sebagai fakta
antropologis yang memiliki kemampuan pembentukan budaya baru pada masyarakat.
E.
Prosedur
Penelitian Sejarah dalam Kajian Islam
Dalam penelitian yang menggunakan pendekatan historis,
terdapat beberapa aspek yang harus difahami. Selain itu, ada pula
tahapan-tahapan yang harus dilalui. Dalam hal ini, secara garis besar, terdapat
lima aspek yang tidak dapat lepas sebagai Prosedur Penelitian Sejarah
sebagaimana di bawah ini:[20]
1. Pra Penelitian
Dalam
tahap ini, hal yang perlu dilakukan adalah menentukan sasaran peelitian dan
topik. Dari topic yang terpilih nantilah judul dapat ditentukan pula. Judul
merupakan abstraksi dari topik yang di dalamnya mencakup unsur objek, subjek,
lokasi, dan waktu. Judul yang dipilih nantinya akan menentukan alur lanjutan
tahapan penelitian mulai dari latar belakang yang disertai rumusan masalah,
signifikansi yang memuat tujuan dan kegunaan penelitian, peninjauan terhadap
penelitian terdahulu, landasan teori sebagai acuan konsep dan
pemikiran-pemikiran di dalam penelusuran data dan analisis sejarah, metode
penelitian yang berisi langkah-langkah, jenis, sifat, dan sudut pandang
penelitian, serta sistematika pembahasan yang berguna menjabarkan kerangka
penyusunan penelitian.
2. Pengumpulan Sumber Sejarah (Heuristic)
Dalam
penelitian yang menggunakan pendekatan historis, sumber sejarah merupakan hal
yang penting. Akurasi sumber sejarah sangat menentukan kekuatan hasil
penelitian untuk menampakan fakta yang terjadi. Data sejarah bisa didapatkan
dari banyak sumber seperti teks manuskrip, arsip, prasasti, benda-benda
peninggalan, maupun informasi dari seseorang yang bersentuhan dengan informasi
sejarah. Dalam pendekatan historis, hal yang tidak dapat diremehkan adalah
keaslian informasi. Salah satu kesulitan yang biasa dialami adalah upaya
mengungkap dan menggali informasi pada masa lampau yang memiliki jarak waktu
yang terpaut jauh dengan saat pengumpulan sumber sejarah. Keterbatasan sumber
terutama sumber tertulis bisa dibantu dengan sumber peninggalan-peninggalan dan
prasasti yang bisa dibantu dengan arkeologi.
3. Kritik terhadap Sumber Sejarah
Hal yang
perlu diketahui adalah bahwa tidak semua tulisan atau paparan sejarah memiliki
vliditas hal ini menjadikan kritik sumber sejarah merupakan aspek penting dalam
penelitian historis. Tidak menutup kemungkinan bahwa sejarah ditulis adalah
karena motif dan kepentingan tertentu. Tidak jarang alasan politik, ekonomi,
dan berbagai hal lain menjadi alasan sejarah ditulis untuk memenuhi cita-cita
maupun untuk menutupi sebuah aib individu maupun kelompok. Dari sini, tidaklah
mengherankan jika terkadang dijumpai perbedaan versi dalam sejarah terutama
dalam tulisan masing-masing kelompok yang memiliki perbedaan aliran.
Perbedaan
versi dalam penulisan sejarah bisa dilihat dalam berbaga tulisan atas
peristiwa-peristiwa penting yang pernah terjadi. Pada revolusi Perancis tahun
1789 raja Louis ke-16 berkunjung ke Paris dengan menggunakan bendera berwarna
tiga yakni merah, putih dan biru. Hal ini didukung oleh catatan harian Diknua,
seorang anggota perwakilan rakyat jelata yang mencatat kedatangan raja disertai
dengan membawa panji berwarna tiga. Berbeda dengan catatan Diknua, berdasarkan
dokumen-dokumen resmi Perancis, terdapat kewajiban terhadap masyarakat yang
masuk ke dalam anggota milisi untuk membawa bendera dua warna yakni merah dan
biru. Gubernur Paris saat itu, Mouris, menyatakan bahwa Raja melewati paris
pada 17 juli 1789 Paris membawa panji dua warna yakni merah dan biru. Selain
itu, menurut duta besar Parma dan Genoa, Raja saat itu membawa bendera dua
warna.[21]
Dalam
penelitian yang menggunakan pendekatan historis, terdapat dua kritik sumber
sejarah, pertama adalah kritik eksternal dan kedua adalah kritik internal.
Kritik eksternal merupakan sebuah pengupasan otentisitas sumber sejarah
termasuk pencarian siapa, kapan, di mana sumber sejarah tersebut dibuat.
Sedangkan kritik internal lebih mengacu pada isi dari sumber sejarah berupa
informasi-informasi yang dibutuhkan dalam mengungkap peristiwa masa silam.
Kritik internal bertujuan untuk mengungkap kredibilitas dan validitas, serta
menyelami alam piker pengarang.[22] Isi informasi
dalam sebuah sumber sejarah bisa dibandingkan dengan isi informasi pada
sumberlainnya untuk menguatkan data maupun untuk tahu tentang kemungkinan
adanya perbedaan informasi dari masing-masing sumber.
4. Interpretasi Sejarah
Salah satu
hal yang menentukan hasil pengungkapan fakta sejarah adalah aspek Interpretasi
sejarah. Pada aspek ini, interpretasi terhadap sumber historis adalah berupa
proses pemahaman dan menyusunan fakta sejarah. Dalam penyusunannya, peran
sumber sejarah menjadi acuan validitas pengungkapan fakta sejarah, namun aspek
subjektifitas peneliti tidak tertutup kemungkinan juga dapat mewarnai hasil
dari pengungkapan fakta sejarah. Hal tersebut terjadi dikarenakan penggunaan
teori dalam menganalisa sumber sejarah. Dari sini, peran penulis akan mewarnai
kerangka, konseptual, dan kategorisasi dalam penulisan fakta sejarah.
Dalam
interpretasi sejarah, terdapat beberapa model dan jenis interpretasi. Menurut
kuntowijoyo, terdapat dua model interpretasi, pertama adalah analisis dan kedua
adalah sintesis. Analisis berarti menguraikan dan sintesis berarti menyatukan.[23] Dalam hal ini,
yang dimaksudkan adalah menguraikan data dengan penjabaran secara luas dan
menyatukan suatu data sejarah dengan data-data sejarah yang lainnya untuk
mengungkap suatu fakta sejarah. Selain itu juga terdapat dua jenis
interpretasi, pertama adalah interpretasi monoistik dan kedua adalah
interpretasi pluralistik interpretasi monoistik merupakan jenis interpretasi
terhadap peristiwa besar dalam aspek tertentu, sedangkan interpretasi
pluralistik secara lebih luas mengintegrasikan sejarah dengan lingkup aspek
lainnya seperti sosial, budaya, ekonomi dll. Jenis kedua ini mengasumsikan
bahwa sejarah tidaklah terlepas dalam menunjukan pola-pola peradaban yang
bersifat multikompleks.[24] Menurut
Kuntowijoyo, meski memiliki kedekatan, antara pendekatan historis dengan
pendekatan sosiologis dapat dibedakan melalui hubungan diakronis dan
singkronis. Pendekatan hstoris menggunakan hubungan diakronis sedangkan
pendekatan sosiologis menggunakan hubungan singkronis.[25]
5. Penulisan Sejarah
Penulisan
Sejarah merupakan istilah yang biasa dipakai dalam penelitian sejarah. Karena
mengacu pada data dan kritik terhadapnya, dalam penelitian historis dibutuhkan
penulisan yang bisa mengkolaborasikan dua aspek dengan baik. Aspek tersebut
adalah deskripsi dan analisis. Dua aspek ini merupakan corak dari penelitian
historis yang di dalamnya selain terdapat pemaparan fakta yang bisa
menggambarkan kejadian masa silam, juga terdapat pula bagaimana mencermati
secara dalam atas fakta tersebut dari berbagai sudut pandang dengan melibatkan
pemikiran.
F.
Kelemahan dan kekuatan pendekatan historis dalam Kajian
Islam
Sebagai suatu pendekatan, pendekatan historis memiliki
titik-titik kelemahan, disamping titik kekuatan/kelebihan. Adapun kelemahan pendekatan historis antara lain :
1.
Sikap memihak kepada pendapat dan madzhab-madzhab
tertentu
2.
Terlalu percaya kepada pihak penukil berita sejarah
3.
Gagal menangkap maksud-maksud apa yang dilihat atau
di dengar serta menurunkan laporan atas dasar persangkaan dan perkiraan
4.
Persangkaan
benar yang tidak berdasarkan terhadap sumber berita
5.
Kebodohan
dalam mencocokkan keadaan dengan kejadian yang sebenarnya
6.
Kesukaan
kebanyakan manusia untuk mendekatkan diri kepada para pembesar dan orang-orang
yang berpengaruh
7.
Ketidaktahuan
tentang mode-mode kebudayaan.[26]
Sedangkan kekuatan pendekatan
historis antara lain :
1.
Melalui
pendekatan sejarah seorang diajak menukik dari alam idialis kealam yang
bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya
kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idialis dengan
yang ada dalam alam empiris dan historis.
2.
Pendekatan
kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun
dalam situasi yang kongkrit bahkan berkaitan dengan kondisi sosial
kemasyarakatan. Dalam hubungan ini kuntowijaya telah melakukan studi yang
mendalam terhadap agama yang yang dalam hal ini islam menurut pendekatan
sejarah. Ketika ia mempelajari alquran, ia sampai pada suatu kesimpulan bahwa
pada dasarnya kandungan alquran itu terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama
berisi konsep-konsep dan bagian kedua berisi kisah-kisah seejarah dan
perumpamaan.
3.
Melalui
pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya
berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini, maka seseorang tidak
akan memahami agama keluar dari konteks historisnya karena pemahaman demikiian
itu akan menyesatkan orang yang memahaminya.seseorang yang ingin memahami
alquran secara benar misalnya, yang bersangkutan harus mempelajari sejarah
turunya alquran atau kejadian kejadian yang mengiringi turunya alquran yang
selanjutnya disebut sebagai ilmu Asbab an Nuzul (ilmu tentang sebab sebab
turunya ayat ayat alquran) yang pada intinya berisi sejarah turunya ayat
alquran. Dengan ilmu asbabun Nuzul ini seseorang akan dapat mengetahui hikmah
yang terkandung dalam suatu ayat yang berkenan dengan hukum tertentu dan
ditujukan untuk memelihara syariat dari kekeliruan memahaminya.[27]
Disamping
itu, melalui pendekatan sejarah ditemukan informasi sebagai berikut:
1. Sejak kedatangan Islam, umat Islam
tergerak hati, pikiran dan perasaannya untuk memberikan perhatiannya yang besar
terhadap penyelenggaraan pendidikan.
2. Model lembaga pendidikan Islam yang
diadakan oleh umat Islam adalah model lembaga pendidikan informal, non formal
dan formal.
3. Lembaga pendidikan yang dibangun
umat Islam bersifat dinamis, kreatif, inovatif, fleksibel dan terbuka untuk
dilakukan perubahan dari waktu ke waktu.
4. Melalui pendekatan sejarah,
diketahui bahwa di kalangan umat Islam telah terdapat sejumlah ulama yang
memiliki perhatian untuk berkiprah dalam bidang pendidikan
5. Melalui pendekatan sejarah, dapat
diketahui tentang kehidupan para guru dan pelajar.
6. Melalui pendekatan sejarah, dapat
diketahui tentang adanya sistem pengaturan atau manajemen pendidikan, pendanaan
atau pembiayaan pendidikan, mulai dari yang sederhana sampai dengan yang
canggih.
7. Melalui pendekatan sejarah, dapat
diketahui tentang adanya kurikulum yang diterapkan di berbagai lembaga
pendidikan yang disesuaikan dengan visi, misi, tujuan dan ideologi keagamaan
yang dimiliki oleh tokoh pendiri atau masyarakat yang menyelenggarakan kegiatan
pendidikan tersebut.
8. Pendekatan sejarah dalam mempelajari
Islam merupakan profil campuran, yakni sebagian dari praktik tersebut ada yang
dipengaruhi oleh sejarah dan ada pula yang dipengaruhi oleh adat istiadat dan
kebudayaan setempat. Praktik pendidikan dalam sejarah tidak selamanya
mencerminkan apa yang dikehendaki ajaran Al-Qur'an dan al-sunnah.
9. Informasi yang terdapat dalam
sejarah bukanlah dogma atau ajaran yang harus diikuti, melainkan sebuah
informasi yang harus dijadikan bahan kajian dan renungan, memilah dan memilih
bagian yang sesuai dan relevan untuk digunakan.[28]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil penelusuran berbagai hal tentang pendekatan
historis, berikut merupakan kesimpulan makalah ini sebagaimana mengacu pada
rumusan masalah di atas :
Pertama : tujuan pendekatan historis atau sejarah dalam pengkajian Islam adalah untuk
merekonstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif dengan cara
mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasi, serta mensistematisasikan
bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat
Kedua : sejarah sebagai sebuah pendekatan atau pendekatan historis tidak
bisa terlepas dari kajian peristiwa yang melalui dimensi ruang dan waktu.
pendekatan historis dalam penelitian terhadap gejala-gejala fenomena yang
terjadi mengharuskan untuk mempertimbangkan beberapa aspek, di antara aspek
tersebut adalah segi-segi prosessual, perubahan-perubahan, dan aspek diakronis.
Lebih dari itu pendekatan historis tidak hanya digunakan untuk melihat
pertumbuhan, perkembangan, dan kronologis peristiwa masa lampau, namun juga
digunakan untuk mengenal gejala-gejala structural, faktor-faktor kausal,
kondisional, kontekstual serta unsur-unsur yang merupakan komponen dan eksponen
dari proses sejarah yang dikaji.
Ketiga : penelitian
historis (historical research) ini
memiliki ciri-ciri sebagai berikut ; Bergantung kepada daya yang diobservasi
oleh peneliti itu sendiri; harus tertib, ketat, sistematik, tuntas; dan buka
sekadar mengoleksi informasi yang tidak layak, tidak reliable, dan berat
sebelah; bergantung pada data primer dan sekunder, harus melakukan kritik
eksternal dan internal.
Keempat : Secara lebih jauh,
pendekatan historis dalam mengkaji agama tidak hanya digunakan untuk menelusuri
peradaban dan kebudayaan yang bersinggungan dengannya namun juga menelusuri
berkembangnya aktivitas keagamaan dari individu maupun kelompok keagamaan. Dari
hal tersebut, pendekatan historis sangat berguna bahkan dalam membantu para
sosiolog dalam mengetahui evolusi agama dan perkembangan tipologi kelompok
agama.
Kelima : dalam prosedur penelitian
historis, terdapat beberapa aspek yang menjadi acuan. Aspek-aspek tersebut
adalah persiapan pra penelitian, pengumpulan data sejarah (heuristic),
kritik terhadap sumber sejarah, interpretasi sejarah, dan penulisan sejarah.
Daftar Rujukan
Abdurahman, Dudung. (ed.), Metodologi Penelitian Agama:
Pendekatan Multidisipliner (Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan
Kalijaga, 2006).
Abdullah,
Amin. Islamic Studiaes (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012) hlm.
Abuddin
Nata, Metodologi Studi Islam, cet. X , Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2006, hlm. 46.
Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam: teori dan Praktek
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 23.
Basri, Metodologi Penelitian Sejarah (Jakarta: Restu
Agung, 2006), hlm. 76.
Chair, Tholhatul. dan Fanani, Alwan. (ed.), Islam dalam
Berbagai Pembacaan Kontemporer (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009)
Gracia, Jorge J. E.. a Theory of Textuality: the Logic
and Epistemology (New York: State University of New York Press, 1995).
Hasan Usman, terj. Muin Umar dkk. Metodologi Penelitian
Sejarah (Jakarta: Departemen Agama RI, 1986)
Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah (Yogyakarta: Tiara
Wacana, 2003)
Rahman, Fazlur. “Pendekatan terhadap kajian Islam dalam
Studi Agama” dalam Richard C. Martin, Pendekatan Kajian Islam dan Studi
Agama (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2002).
http://msitadriskimia.blogspot.co.id/2010/09/berbagai-pendekatan-studi-islam-i.html#sthash.RvCBAWXi.dpuf
[1]Fazlur
Rahman, “Pendekatan terhadap kajian Islam dalam Studi Agama” dalam Richard C.
Martin, Pendekatan Kajian Islam dan Studi Agama (Surakarta: Muhammadiyah
University Press, 2002), hlm206.
[2]Jorge
J. E. Gracia, a Theory of Textuality: the Logic and Epistemology (New
York: State University of New York Press, 1995), 28.
4
M.Yatimin Abdullah, Studi Islam Kontemporer,Jakarta:Sinar Grafika
Offset, 2006, hlm.58-59
5
Dedi Supriyadi, Kata Pengantar Nurol Aen (Guru Besar Hukum Islam Fakultas
Syariah dan Hukum),, hlm.5
[7] Amin Abdullah, Islamic
Studiaes (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012) hlm. 52
[8] Dudung
Abdurahman (ed.), Metodologi Penelitian Agama: Pendekatan Multidisipliner …,
hlm. 40.
[11] Juhaya S.
Praja, Filsafat dan Metodologi Ilmu dalam
Islam dan Penerapannya di Indonesia, Jakarta, Teraju, 2002, hlm.47-48
[12] Juhaya S.
Praja, Filsafat dan Metodologi Ilmu dalam
Islam dan Penerapannya di Indonesia, Jakarta, Teraju, 2002, hlm.48
[14] Dudung
Abdurahman (ed.), Metodologi Penelitian Agama: Pendekatan Multidisipliner …, hlm. 42.
[15] Dudung
Abdurahman (ed.), Metodologi Penelitian Agama: Pendekatan Multidisipliner …,
hlm. 43.
[16] Dudung
Abdurahman (ed.), Metodologi Penelitian Agama: Pendekatan Multidisipliner …,
hlm. 46.
[17]Atho Mudzhar, Pendekatan
Studi Islam: teori dan Praktek (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm.
23.
[18]Dudung
Abdurahman (ed.), Metodologi Penelitian Agama: Pendekatan Multidisipliner …,
hlm. 49.
[19] Tholhatul Chair
dan Alwan Fanani (ed.), Islam dalam Berbagai Pembacaan Kontemporer
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 81-82.
[20][12] Lihat Dudung
Abdurahman (ed.), Metodologi Penelitian Agama: Pendekatan Multidisipliner …,
hlm. 50-54.
[21]Hasan Usman,
terj. Muin Umar dkk. Metodologi Penelitian Sejarah (Jakarta: Departemen
Agama RI, 1986), hlm. 162.
[22] Basri, Metodologi
Penelitian Sejarah (Jakarta: Restu Agung, 2006), hlm. 76.
[23]Basri, Metodologi
Penelitian Sejarah (Jakarta: Restu Agung, 2006), hlm. 78.
[24]Basri, Metodologi
Penelitian Sejarah …, hlm. 79.
[25]Kuntowijoyo, Metodologi
Sejarah (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003), hlm. xii.
[26]
Ibnu Khaldun, Al-Muqoddimah (Mesir : Muthara Muhammad), hlm 11
[27]
http://msitadriskimia.blogspot.co.id/2010/09/berbagai-pendekatan-studi-islam-i.html#sthash.RvCBAWXi.dpuf
[28]
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, cet. X ,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, hlm. 88-93.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar