A. Aliran
Rekontruksionisme
1. Latar Belakang Aliran Rekontruksionisme
Rekonstrusionisme di pelopori oleh George Count dan
Harold Rugg pada tahun 1930 yang ingin membangun masyarakat baru, masyrakat
yang pantas dan adil.[1]
Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivme, gerakan ini
lahir didasari atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan
melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang
ini.
Selain itu, mazhab ini juga berpandangan bahwa
pendidikan hendaknya memelopori melakukan pembaharuan kembali atau
merekonstruksi kembali masyarakat agar menjadi lebih baik.karena itu pendidikan
harus mengembangkan ideology kemasyarakatan yang demokratis.
Alasan mengapa rekonstruksionisme merupakan
kelanjutan dari gerakan progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan
masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini.Dalam aliran
rekonstruksionisme berusaha menciptakan kurikulum baru dengan memperbaharui
kurikulum lama.
Progresivisme pendidikan didasarkan pada keyakinan
bahwa pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau
bidang studi.ini berkelanjutan pada pendidikan rekonstruksionisme yaitu guru
harus menyadarkan sipendidik terhadap masalah-masalah yang dihadapi manusia
untuk diselesaikan, sehingga anak didik memiliki kemampuan memecahkan masalah
tersebut.
2. Rekontruksionisme
Rekonstruksionisme berasal dari kata reconstruct
yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran
rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama
dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Aliran ini dipelopori oleh
George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930. [2]
Pada dasarnya aliran rekonstruksionalisme adalah
sepaham dengan aliran perennialisme dalam hendak mengatasi krisis kehidupan
modern. Hanya saja jalan yang ditempuhnya berbeda dengan apa yang dipakai oleh
perennialisme, tetapi sesuai dengan istilah yang dikandungnya, yaitu berusaha membina
konsensus yang paling luas dan paling
mungkin tentang tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia “restore to
the original form”. Untuk mencapai tujuan itu, rekonstruksionalisme berusaha
mencari kesepakatan semua orang mengenai tujuan utama yang dapat mengatur tata
kehidupan manusia dalam suatu tatanan baru seluruh lingkungannya. Maka melalui
lembaga dan proses pendidikan, rekonstruksioonalisme ingin “merombak tata
susunan lama, dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang sama sekali baru”.[3]
Untuk mencapai tujuan tersebut, rekonstruksionisme
berupaya mencari kesepakatan antar sesama manusia atau agar dapat mengatur tata
kehidupan manusia dalam suatu tatanan dan seluruh lingkungannya.Maka, proses
dan lembaga pendidikan dalam pandangan rekonstruksionisme perlu merombak tata
susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang baru. Untuk
tujuan tersebut diperlukan kerja sama antarumat manusia.[4]
Rekonstruksinalisme mencita-citakan terwujudnya sutu
dunia baru, dengan kebudayaan baru dibawah suatu kedaulatan dunia, dalam
control mayoritas umat manusia.Dengan
kata lain perkataan aliran rekonstruksionalisme adalah aliran yang
menghendaki agar anak didiknya dapat
dibandingkan kemampuaannya untuk secara kontruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan
perubahan perkembangan masyarakat sebagai akibat adanya pengaruh dari ilmu pengetahuaan dan
teknologi. Dengan penyesuaian seperti anak didik akan tetap berada dalam
suasana aman dan bebas.[5]
- Prinsip-Prinsip Aliran Rekonstruksionisme
a.
Masyarakat dunia sedang dalam
kondisi Krisis , jika praktik- praktik
yang ada sekarang tidak dibalik,maka peradaban yang kita kenal
ini akan mengalami kehancuran. Persoalan-persoalan
tentang kependudukan, sumber daya alam yang terbatas, kesenjangan global dalam
distribusi (penyebaran) kekayaan, poliferasi nuklir, rasisme, nasionalisme
sempit, dan penggunaan teknologi yang ‘sembrono’ dan tidak bertanggung jawab telah mengancam
dunia kita sekarang dan akan memusnahkannya jika tidak dikoreksi segera
mungkin. Persoalan-persoalan tersebut menurut kalangan rekonstruksionisme,
berjalan seiring dengan tantangan totalitarisme modern, yakni hilangnya
nilai-nilai kemanusiaan dalam masyarakat luas dan meningkatnya kedunguan
fungsional penduduk dunia. Singkatnya, dunia sedang menghadapi
persoalan-persoalan sosial, militer dan ekonomi pada skala yang terbayangkan.
Persoalan-persoalan yang dihadapi tersebut sudah sedemikian beratnya sehingga
tidak dapat lagi diabaikan.
b. Solusi
efektif satu-satunya bagi pesoalan- pesoalan dunia kita adalah penciptaan social yang menjagat.
Kerjasama dari semua bangsa adalah satu-satunya harapan bagi penduduk dunia
yang berkembang terus yang menghuni dunia dengan segala keterbatasan sumber
daya alamnya. Era teknologi telah memunculkan saling ketergantungan dunia, di
samping juga kemajuan-kemajuan di bidang sains. Di sisi lain, kita sedang
didera kesenjangan budaya dalam beradaptasi dengan tatanan dunia baru. Kita
sedang berupaya hidup di ruang angkasa dengan sebuah sistem nilai dan
mentalitas politik yang dianut di era kuda dan andong.Menurut
rekonstruksionisme, umat manusia sekarang hidup dalam masyarakat dunia yang
mana kemampuan teknologinya dapat membinasakan kebutuhan-kebutuhan material
semua orang. Dalam masyrakat ini, sangat mungkin muncul penghayal karena
komunitas internasional secara bersama-sama bergelut dari kesibukan
menghasilkan dan mengupayakan kekayaan material menuju ke tingkat dimana
kebutuhan dan kepentingan manusia dianggap paling penting. Dunia semasa itu,
orang-orang berkonsentrasi untuk menjadi manusia yang lebih baik (secara
material) sebagai tujuan akhir.
c. Pendidikan
formal dapat menjadi agen utama dalam rekonstruksi tatanan sosial. Sekolah-sekolah yang
merefleksikan nilai-nilai sosial dominan, menurut rekonstruksionisme hanya akan
mengalihkan penyakit-penyakit politik, sosial, dan ekonomi yang sekarang ini
mendera umat manusia. Sekolah dapat dan harus mengubah secara mendasar peran
tradisionalnya dan menjadi sumber inovasi baru. Tugas mengubah peran pendidikan
amatlah urgen, karena kenyataan bahwa manusia sekarang mempunyai kemampuan
memusnahkan diri.Kalangan rekontruksionis di satu sisi tidak memandang sekolah
sebagai memiliki kekuatan untuk menciptakan perubahan sosial seorang diri. Di
sisi lain, mereka melihat sekolah sebagai agen kekuatan utama yang menyentuh
kehidupan seluruh masyarakat, karena ia menyantuni anak-anak didik selama usia
mereka yang paling peka. Dengan demikian, ia dapat menjadi penggerak utama
pencerahan problem-problem sosial dan agitator utama perubahan sosial.
d. Metode-metode
pengajaran harus didasarkan pada
prinsip-prinsip demokratis yang bertumpu
pada kecerdasan ‘ asali’ jumlah
mayoritas untuk merenungkan dan menewarkan solusi yang paling valid bagi persoalan –persoalan umat manusia. Dalam
pandangan kalangan rekonstruksionisme, demokrasi adalah sistem politik yang
terbaik karena sebuah keharusan bahwa prosedur-prosedur demokratis perlu
digunakan di ruangan kelas setelah para peserta didik diarahkan kepada
kesempatan-kesempatan untuk memilih di antara keragaman pilihan-pilihan
ekonomi, politik, dan sosial.
Brameld
menggunakan istilah pemihakan defensif untuk mengungkapkan posisi (pendapat)
guru dalam hubungannya dengan item-item kurikuler yang kontroversial. Dalam
menyikapi ini, guru membolehkan uji pembuktian terbuka yang setuju dan yang
tidak setuju dengan pendapatnya, dan ia menghadirkan pendapat-pendapat
alternatif sejujur mungkin. Di sisi lain, guru jangan menyembunyikan
pendirian-pendiriannya. Ia harus mengungkapkan dan mempertahankan pemihakannya
secara publik. Di luar ini, guru harus berupaya agar pendirian-pendiriannya
diterima dalam skala seluas mungkin. Tampaknya telah diasumsikan oleh kalangan
rekonstruksionis bahwa persoalan-persoalan itu sedemikian clear-cut
(jelas-tegas) sehingga sebagian besar akan setuju terhadap persoalan-persoalan
dan solusi-solusi jika dialog bebas dan demokratis diizinkan.
e. Jika
pendidkan formal adalah bagian yang tak
terpisahkan dari solusi social dalam krisis dunia sekarang , maka ia harus secara
aktif mengerjakan perubahan social.[6]
- Tokoh-tokoh Aliran Rekonstruksionisme
Aliran filsafat Rekonstruksionisme dipelopori oleh
Goerge Count dan Harold Rugg pada 1930. Mereka bermaksud membangun masyarakat
baru, masyarakat yang dipandang pantas dan adil.Ide gagasan mereka secara
meluas dipengaruhi oleh pemikiran progresif Dewey; dan ini menjelaskan mengapa
aliran Rekonstruksionisme memiliki landasan filsafat pragmatism.
- Pandangan rekonstruskionisme
Pandangan aliran filsafat pendidikan
rekonstruksionisme terhadap pendidikan yaitu pertama kita harus mengetahui
pengertian dari filsafat.Yangmana filsafat merupakan induk dari segala ilmu
yang mencakup ilmu-ilmu khusus.Menurut pendapat Runes (1971:235), bahwa
filsafat adalah keterangan rasional tentang sesuatu yang merupakan prinsip umum
yang kenyataannya dapat dijelaskan dengan membedakan pengetahuan rasional dan
pengetahuan empiris (sains).
Filsafat bagi pendidikan adalah teori umum sehingga
dapat menjadi pilar bagi bangunan dunia pendidikan yang berusaha memberdayakan
setiap pribadi warga negara untuk mengisi format kebudayaan bangsa yang
didinginkan dan diwariskan.Aliran rekonstruksionisme adalah sepaham dengan
aliran perenialisme dalam tindakan mengatasi krisis kehidupan modern.
Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas
penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia atau bangsa. Karenanya
pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat akan membina
kembali manusia melalui pendidikan yang tepat atas nilai dan norma yang benar
pula demi generasi sekarang dan generasi yang akan datang, sehingga terbentuk
dunia baru dalam pengawasan umat manusia.[7]
Kemudian aliran ini memiliki persepsi bahwa masa
depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur, diperintah oleh rakyat
secara demokratis dan bukan dunia yang dikuasai oleh golongan tertentu.
Sila-sila demokrasi yang sungguh bukan hanya teori tetapi mesti menjadi
kenyataan, sehingga dapat diwujudkan suatu dunia dengan potensi-potensi
teknologi, mampu meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta
keamanan masyarakat tanpa membedakan warna kulit, keturunan, nasionalisme,
agama (kepercayaan) dan masyarakat bersangkutan.
Pada prinsipnya, aliran rekonstruksionisme memandang
alam metafisika merujuk dualisme, aliran ini berpendirian bahwa alam nyata ini
mengandung dua macam hakikat sebagai asal sumber yakni hakikat materi dan
hakikat rohani.Kedua macam hakikat itu memiliki ciri yang bebas dan berdiri
sendiri, sarna dengan azali dan abadi, dan hubungan keduanya menciptakan suatu
kehidupan dalam alam. Descartes, seorang tokohnya pernah menyatakan bahwa
umumnya manusia tidak sulit menerima atas prinsip dualisme ini, yang
menunjukkan bahwa kenyataan lahir dapat segera ditangkap oleh panca indera
manusia, sementara itu kenyataan bathin segera diakui dengan adanya akal dan
petasaan hidup. Di balik gerak realita sesungguhnya terdapatlah kausalitas
sebagai pendorongnya dan merupakan penyebab utama atas kausa prima. Kausa
prima, dalam konteks ini, ialah Tuhan sebagai penggerak sesuatu tanpa gerak,
Tuhan adalah aktualitas murni yang sama sekalisunyi dan subtansi.
Alam pikiran yang demikian bertolak hukum-hukum
dalam filsafat itu sendiri tanpa bergantung padii ilmt pengetahuan.Namun
demikian, meskipun filsafat dan ilmu berkembang ke arah yang lebih sempurna,
tetap disetujui bahwa kedudukan filsafal lebih tinggi dibandingkan ilmu
pendidikan. Yang mana pendidikan sebagai alat untuk memproses dan
merekonstruksi kebudayaan baru haruslah dapat menciptakan situasi yang edukatif
yang pada akhirnya akan dapat memberikan warna dan corak dari output (keluaran)
yang dihasilkan sehingga keluaran yang dihasilkan (anak didik).
- Teori pendidikan rekonstruksionisme
a. Tujuan
Pendidikan
1) Sekolah-sekolah
rekonstruksionis berfungsi sebagai lembaga utama untuk melakukan perubahan sosial, ekonomi dan politik dalam masyarakat.
2) Tugas
sekolah-sekolah rekonstruksionis adalah mengembangkan ”insinyur-insinyur”
sosial, warga-warga negara yang
mempunyai tujuan mengubah secara radikal wajah masyarakat masa kini.
3) Tujuan
pendidikan rekonstruksionis adalah membangkitkan kesadaran para peserta didik
tentang masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi umat manusia dalam
skala global, dan mengajarkan kepada mereka keterampilan-keterampilan yang
diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut.
b. Metode
pendidikan
Analisis
kritis terhadap kerusakan-kerusakan masyarakat dan kebutuhan-kebutuhan
programatik untuk perbaikan.Dengan demikian menggunakan metode pemecahan
masalah, analisis kebutuhan, dan penyusunan program aksi perbaikan masyarakat.
c. Kurikulum
Kurikulum
berisi mata-mata pelajaran yang berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan
masyarakat masa depan.
Kurikulum
banyak berisi masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi umat
manusi, yang termasuk di dalamnya masalah-masalah pribadi para peserta didik
sendiri; dan program-program perbaikan yang ditentukan secara ilmiah untuk aksi
kolektif.
Struktur
organisasi kurikulum terbentuk dari cabang-cabang ilmu sosial dan proses-proses
penyelidikan ilmiah sebagai metode pemecahan masalah.
Pelajar,
Siswa adalah generasi muda yang sedang tumbuh menjadi manusia pembangun
masyarakat masa depan, dan perlu berlatih keras untuk menjadi insinyur-insinyur
sosial yang diperlukan untuk membangun masyarakat masa depan.
Pengajar,
Guru harus membuat para peserta didik menyadari masalah-masalah yang dihadapi
umat manusia, mambatu mereka merasa mengenali masalah-masalah tersebut sehingga
mereka merasa terikat untuk memecahkannya.
Guru
harus terampil dalam membantu peserta didik menghadapi kontroversi dan
perubahan. Guru harus menumbuhkan berpikir berbeda-beda sebaga suatu cara untuk
menciptakan alternatif-alternatif pemecahan masalah yang menjanjikan
keberhasilannya.
Menurut
Brameld (kneller,1971) teori pendidikan rekonstruksionisme ada 5 yaitu:
1) Pendidikan
harus di laksanakan di sini dan sekarang dalam rangka menciptakan tata sosial
baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar budaya kita, dan selaras dengan yang
mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi, dan sosial masyarakat modern.
2) Masyarakat
baru harus berada dalam kehidupan demokrasi sejati dimana sumber dan lembaga utama dalam masyarakat dikontrol
oleh warganya sendiri.
3) Anak,
sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan oleh kekuatan budaya dan
sosial.
4) Guru
harus menyakini terhadap validitas dan urgensi dirinnya dengan cara bijaksana
dengan cara memperhatikan prosedur yang
demokratis
5) Cara
dan tujuan pendidikan harus diubah kembali seluruhnya dengan tujuan untuk
menemukan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan krisis budaya dewasa ini,
dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan sains sosial yang mendorong kita untuk
menemukan nilali-nilai dimana manusia percaya atau tidak bahwa nilai-nilai itu
bersifat universal.
6) meninjau
kembali penyusunan kurikulum, isi pelajaran, metode yang dipakai, struktur
administrasi, dan cara bagaimana guru dilatih.[8]
[1]
Fadliyanur. Aliran Rekontruksionisme. Dalam http://fadliyanur.blogspot.com
[2] Teguh Wangsa Gandhi, Filsafat
Pendidikan Madzhab-Madzhab Filsafat Pendidikan (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2013), Hlm. 189
[3] Zuhairini, Filsafat
Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Hlm. 29
[4] Jalaluddin, Filsafat
Pendidikan (Yogyakarta: Ar-ruzz media, 2010). Hlm. 118-119
[5] M . Alwi Kaderi, Filsafat Pendidikan, ( Banjarmasin, 2011
) Hlm. 125
[6] George Knight. Issue and
Alternative in Educational Philoshopy Terjemahan Mahmud Arif. (Yogyakarta,
Gama Media, 2007). Hlm. 185-190
[7] Jalaludin, Filsafat
Pendidikan, Filsafat Dan Pendidikan
(Yogyakarta, Ar-ruzz Media, 2010) Hlm. 119
[8] Rukiyah Hadi Syamsul. 2009, Filsafat Pendidikan rekonstruksionalisme,
dalam http/syamsulhadi.blogsport.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar