Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Kamis, 07 Januari 2016

Makalah Sejarah Filsafat



SEJARAH PERKEMBANGAN FILSAFAT

KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang. Segala puji dan syukur bagi Allah swt yang dengan rido-Nya kita dapat menyelesaikan makalah ini dengna baik dan lancar. Sholawat dan salam tetap kami haturkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad saw yang dengan do'a dan bimbingannya makalah ini dapat terselesaikan dengan lancar.
Dalam makalah ini, penulis akan menguraikan tentang sejarah perkembangan filsafat dalam mata kuliah filsafat ilmu. Makalah ini diharapkan bisa menambah wawasan dan pengetahuan yang selama ini kita cari. Berbagai teknik dan intrik kami kemas dalam makalah ini, dan juga kami berharap bisa dimafaatkan semaksimal mugkin.
Sebagai mahasiswa saya mengharapkan bimbingan, bantuan, saran dan dukungan dari Bapak Ibu dosen serta pihak lain agar makalah ini bisa berhasil dan berguna bagi kita semua. Amin.
Tidak gading yang tak retak, demikian pula makalah ini, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun tetap kami nantikan dan kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Malang, 05 November 2050

Penyusun 
Mansur, M.Pd

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Secara umum, filsafat biasanya di pahami dari dua sisi, yaitu sebagai disiplin ilmu dan sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan. Sebagai sebuah disiplin ilmu, filsafat ilmu merupakan cabang dari ilmu filsafat yang membicarakan okyek khusus  yaitu ilmu pengetahuan dan sudah memiliki sifat dan karakter hamper sama dengan filsafat pada umumnya. Sementara sebagai landasan filosofis bagiproses keilmuan dan merupakan krangka dasar dari proses keilmuan itu sendiri.[1] Artinya filsafat itu mecakup makna yang mengarahkan kepada penelaahan secara ilmiah sebagai smber pengetahuan dan ilmu.
Perkembangan ilmu pengetahuan hingga seperti sekarang ini tidaklah berlangsung secara mendadak, melainkan melalui proses bertahap, dan evolutif. Karenanya, untuk memahami sejarah perkembangan ilmu pengetahuan harus melakukan pembagian atau klasifikasi secara periodik.
Setiap periode sejarah pekembangan ilmu pengetahuan menampilkan ciri khas tertentu. Perkembangan pemikiran secara teoritis senantiasa mengacu kepada peradaban Yunani. Kelahiran suatu ilmu tidak dapat dipisahkan dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat.
Dewasa ini  kajian filsafat sudah menjadi bahan ajar bagi tiap-tiap universitas, berbagai kajian mengenai hakikat kehidupan. Bagaimanakah kehidupan ini? Dan untuk apa kehidupan ini?, manusia mempunyai seperangkat pengetahuan yang bisa membedakan antara benar dan salah, baik dan buruk. Orang lain yang mampu memberikan penilaian secara objektif dan tuntas serta pihak lain yang melakukan penilaian sekaligus memberikan arti, itu adalah pengetahuan yang disebut filsafat.
Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat menyolok.Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani, “philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan di kemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain.
Mengetahui perkembangan filsafat sangatlah penting peranannya terhadap perkembangan pemikiran manusia untuk kedepannya. Sebab, pembahasan tentang filsafat akan menyelidiki, menggali, dan menelusuri sedalam, sejauh, dan seluas mungkin semua tentang hakikat hidup dan aspek di dalamnya. Dalam hal ini, kita bisa mendapatkan gambaran bahwa filsafat merupakan akar dari semua ilmu dan pengetahuan yang berkembang di muka bumi ini.

B. Rumusan Masalah
Dari Uraian di atas maka penulis memberikan rumusan masalah pada makalah ini sebagai berikut:
1.      Bagaimana Sejarah Perkembangan Filsafat Pada Masa Yunani Kuno
2.      Bagaimanakah Sejarah Perkembangan Filsafatat Pada Abad Pertengahan
3.      Bagaimana Sejarah Perkembangan Filsafat Pada Masa Modern
4.      Bagaimana Sejarah Perkembangan Filsafat Pada Masa Kontemporen

C. Tujuan Pembahasan
Adapun Tujuan Dari Pembuatan Makalah Ini Adalah Antara Lain:
1.      Menjelaskan Sejarah Perkembangan Filsafat Pada Masa Yunani Kuno
2.      Menjelaskan Sejarah Perkembangan Filsafatat Pada Abad Pertengahan
3.      Menjelaskan Sejarah Perkembangan Filsafat Pada Masa Modern
4.      Menjelaskan Sejarah Perkembangan Filsafat Pada Masa Kontemporen


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Perkembangan Filsafat Pada Yunani Kuno
Untuk mempelajari filsafat kita tidak bisa terlepas dari belajar atau mengkaji sejarah filsafat. Hal ini sangat penting mengingat dalam mempelajari sejarah kita juga akan mempelari ruang lingkup dimensi yang ada dalam ruang dan waktu yang melandasi suatu fenomena.
 Dengan fenomena yang ada kita bisa mengetahui sebab dan akibat yang saling terkait. Oleh karena itu dalam kajian filsafat belajar sejarah filsafat merupakan metode bahkan merupakan subject matter sebagaimana ,yang dijelaskan Wiramhardja: “sejarah filsafat merupakan metode yang terkenal dan banyak digunakan orang dalam mempelajari filsafat bahkan merupakan metode yang sangat penting dalam belajar berfilsafat. Sejarah filsafat pun merupakan subject matter itu sendiri”. [2]
Mempelajari sejarah filsafat berarti kita mempejari dengan dasar kategori waktu mengenai pemikira secara kronologis, yang di dalamnya antara lain, tempat kejadian, lingkungan sosial, kebudayaan yang melingkupiya. Dengan mempelajari berbagai latar belakang yang merupakan bagian dari kronologi maka kita akan mengetahui watak dari pemikiran berdasarkan pereode sejarah tertentu.
Disamping itu seringkali persoalan-persoalan hanya dapat dipahami jika dilihat dari perkembangan sejarahnya. Pemikiran para filosof besar seperti Aristoteles, Thomas Aquino, Imanuel Kant hanya dapat dimengerti dari aliran aliran yang mendahului mereka. Aliran yang satu biasanya tesis dan yang lainnya merupakan sintesis, atau bisa jadi merupakan reaksi dari pemikiran yang lain pada masa yang berbeda. Dan dari seluruh perjalanan pemikiran filsafat itu menjadi sangat terlihat juga persoalan-persoalan manakah yang selalu tampil kembali bagi setiap kurun waktu[3].
 Maka untuk mengetahui watak dan karakter masing – masing pereode waktu atau dalam sejarah filsafat maka penulis membagi sejarah filsafat menjadi, pertama zaman Yunani Kuno atau Filsafat Alam (600 SM – 200 SM). Kedua Zaman Keemasan (470 SM – 300 SM). Kemudian yang ketiga dilanjutkan pada masa Abad Pertengahan pada masa Filsafat Islam (Arab) (awal abad VIII M – abad XII M).  pereode Kristen (abad IX – XII M). Kemudian masuk pada zaman modern (1600 – 1800 M), diteruskan Zaman Baru (1800  – 1950 M). Dan terakhir adalah Postmodernism atau Kontemporer (1950 -…M) .[4]
1.      Pra Socrates
Pada masa awal ini sering di sebut dengan filsafat alam. Penyebutan tersebut didasarkan pada munculnya banyak pemikir/filosof yang memfokuskan pemikirannya pada apa yang diamati di sekitarnya, yakni alam semesta. Mereka memikirkan alam- mencari unsur induk yang dianggap asal dari segala sesuatu. Pandangan para filosof ini melahirkan monisme, yaitu aliran yang menyatakan bahwa hanya ada satu kenyataan fundamental. Kenyataan tersebut dapat berupa jiwa, materi, Tuhan atau sebutansi lainnya yang tidak dapat di ketahui.[5]
Pada zaman masa ini para filosof mulai berfikir ulang dan tidak mempercayai sepenuhnya pengetahuan yang didasarkan pada mitos-mitos, legenda, kepercayaan yang sedang menjadi meanstream di masyarakat waktu itu. Mereka mempercayai bahwa pengetahuan bisa didapatkan melalui proses  pemikiran dan mengamati.
Salah satu pemikir pertama pada masa ini adalah Thales (624 – 545 SM) berfikiran bahwa zat utama yang menjadi dasar semua kehidupan adalah air. Anaximander (610 – 546 SM) adalah murid dari Thales, tetapi walaupun begitu Thales berbeda pendapat dengan gurunya. Thales berfikiran bahwa permulaan yang pertama tidak bisa ditemukan (apeiron) karena tidak memiliki sifat-sifat zat yang ada sekarang. Ia mengatakan bahwa segala hal berasal dari satu subtansi azali yang abadi, tanpa terbatas yang melingkupi seluruh alam. [6]
2.      Zaman Keemasan
Jika pada masa Pra Socrates para pemikir masih berkutat pada wilayah kemenjadian, maka pada masa keemasan sudah masuk pada pemikiran dan keutamaan moral. Pada masa keemasan kajian sudah mengarah kepada manusia sebagai objek pemikiran. Pada masa ini juga sudah mulai berkembang dialektis- kritis untuk menunjukkan kebenaran.
Socrates (470 – 399 SM) merupakan generasi pertama dari tiga filsafat besar dari Yunani. Pemikiran Socrates sangat dipengaruhi oleh kondisi kaum “sophis”  cerdik cendekia yang dalam mengajarkan pengetahuannya meminta imbalan. Dan pada masa hidupnya kekuasaan politik di Athena sedang dikuasai oleh para “sophis”  yang jahat dan sombong pada masa sebelumnya.
Socrates adalah seorang yang meyakini bahwa menegakkan moral merupakan tugas filosof, yang berdasarkan ide-ide rasional dan keahlian dalam pengetahuan. Menurut Socrates ada kebenaran objektif yang tidak tergantung pada saya atau kita. Setiap orang bisa berpendapat benar dan salah tergantung pada pengujian rasionya.
Socrates percaya bahwa kebaikan berasal dari pengetahuan diri, manusia pada dasarnya adalah jujur, dan kejahatan merupakan upaya akibat salah pengarahan yang membebani kondisi seseorang. Ia menjelaskan gagasan sistematis bagi pembelajaran mengenai keseimbangan alam dan lingkungan yang kemudian akan mengarah pada perkembangan method ilmu pengetahuan. Socrates berpendapat bahwa pemerintahan yang ideal harus melibatkan orang-orang yang bijak, dan dipersiapkan dengan baik dan mengatur kebaikan-kebaikan untuk masyarakat. [7]
Socrates memiliki pandangan atau gagasan tunggal dan transenden yang ada di balik pergerakan ini. Sampai dia di suruh bunuh diri meminum racun karena pandangannya dianggap meracuni kepercayaan umum yang saat itu masyarakat mempercayai kuil dan dewa-dewa.
Berikutnya adalah Plato (427 – 347 SM) adalah murid Socrates. Menurutnya dunia yang tampak ini sebuah bayangan atau refleksi dari dunia yang ideal.  Bahkan kebenaran dan definisi lahir bukan dari hasil dialog melainkan hasil bayangan dari dunia ide. Menurutnya dunia ide adalah realitas yang sebenarnya.  Untuk menjelaskan tentang pemikiran filosofisnya Plato membagi realitas menjadi dua yakni pertama dunia ide. Kedua dunia baying-bayang dan dunia yang tampak ini adalah di dalamnya.
Aristoteles (384 – 322 SM) adalah filosof yang sangat berpengaruh sama sebagaimana Plato, namun Aristoteles sangat empiris dan mulai memperlihatkan kecenderungan berfikir yang saintific. Menururnya tidak ada sesuatu pun di dalam kesadaran yang belum pernah dialami oleh indra. Seluruh pemikiran dan gagasan yang masuk ke dalam kesadaran kita melaui apa yang pernah kita lihat dan dengar sebelumnya.[8] 
Manusia memiliki akal pembawaan untuk mengorganisasikan seluruh kesan inderawi ke dalam kategori-kategori atau kelompok-kelompok. Aristoteles juga mulai membagi benda dengan melaui “bentuk” dan “substansi” nya. [9] Selain pemikiran yang empiris ini, Aristoteles juga mengembangkan logika, bahkan Aristoteles terkenal dengan bapak logika. Logikanya disebut logika tradisional, sebab nanti berkembang logika modern.

B.       Sejarah Perkembangan Filsafat Pada Abad Pertengahan
Filsafat abad pertengahan sering disebut filsafat scholastic, karena sekolah-sekolah  yang ada sudah mengajarkan hasil dari pemikiran filsafat . Pada abad ini perkembangan filsafat sangat di pengaruhi oleh agama, sehingga pokus kajiannya lebih banyak membahas dan membicarakan Theocentris (Tuhan).
Secara histori peradaban yang dibangun oleh Yunani mengalami masa kejayaan sudah sangat berkembang pesat dan besar, sehingga mempengaruhi pemikiran di Eropa. Karena pada saat di Eropa muncul peradaban Kristen. Namun pada pereode selanjutnya dominasi gereja semakin berlanjut, sampai pada titik belenggu kehidupan pemikiran manusia.
Gereja memberlakukan aturan yang sangat ketat terhadap pemikiran manusia, termasuk pemikiran tentang teologi. Hanya pihak gereja yang berhak mengadakan penyelidikan terhadap agama. Kendati demikian ada saja  pihak-phak pemikir yang melanggar peraturan tersebut, dan mereka dianggap orang yang murtad, dan kemudian diadakan pengejaran. Pengejaran terhadap orang-orang yang murtad ini mencapai puncaknya pada akhir abad XII dan yang paling berhasil di Spanyol.[10]
             Pada abad IV Agustinus (354-430) adalah pemikir besar yang berpengaruh terhadap pemikiran yang berkembang. Pada Agustinus pemikirannya merupakan integrasikan dari teologi Kristen dan pemikiran filsafatinya. Ia sendiri tidak sepaham dengan pendapat yang mengatakan bahwa filsafat itu otonom atau lepas dari iman kristiani.
 Pada pemikiran masa ini ada beberapa hal yang penting dan sebagai maenstream yaitu rasio insani hanya dapat abadi jika medapatkan penerangan dari rasio Ilahi. Tuhan adalah guru yang tinggal dalam batin kita dan menerangi roh manusia. [11] Abad pertengahan yang memasuki masa keemasan filsafat masih dipelajari dalam hubugannya dengan teologi. Namun wacana filsafat masih hidup dan dipelajari walaupun tidak secara terbuka dan mandiri.
Pada zaman ini dikenal sebagai Abad Pertengahan (400-1500 ). Filsafat pada abad ini dikuasai dengan pemikiran keagamaan (Kristiani). Puncak filsafat Kristiani ini adalah Patristik (Bapa-bapa Gereja) dan Skolastik Patristik sendiri dibagi atas Patristik Yunani (atau Patristik Timur) dan Patristik Latin (atau Patristik Barat).
Tokoh-tokoh Patristik Yunani ini anatara lain Clemens dari Alexandria (150-215), Origenes (185-254), Gregorius dari Naziane (330-390), Basilius (330-379). Tokohtokoh dari Patristik Latin antara lain Hilarius (315-367), Ambrosius (339-397), Hieronymus (347-420) dan Augustinus (354-430). Ajaran-ajaran dari para Bapa Gereja ini adalah falsafi-teologis, yang pada intinya ajaran ini ingin memperlihatkan bahwa iman sesuai dengan pikiran-pikiran paling dalam dari manusia. Ajaran-ajaran ini banyak pengaruh dari Plotinos. Pada masa ini dapat dikatakan era filsafat yang berlandaskan akal-budi diabdikan untuk dogma agama.
Zaman Skolastik (sekitar tahun 1000), pengaruh Plotinus diambil alih oleh Aristoteles. Pemikiran-pemikiran Ariestoteles kembali dikenal dalam karya beberapa filsuf Yahudi maupun Islam, terutama melalui Avicena (Ibn. Sina, 980-1037), Averroes (Ibn. Rushd, 1126-1198) dan Maimonides (1135-1204). Pengaruh Aristoteles demikian besar sehingga ia (Aristoteles) disebut sebagai Sang Filsuf sedangkan Averroes yang banyak membahas karya Aristoteles dijuluki sebagai Sang Komentator. Pertemuan pemikiran Aristoteles dengan iman.[12]
Kristiani menghasilkan filsuf penting sebagian besar dari ordo baru yang lahir pada masa Abad Pertengahan, yaitu, dari ordo Dominikan dan Fransiskan. Filsafatnya disebut Skolastik karena pada periode ini filsafat diajarkan dalam sekolah-sekolah biara dan universitas-universitas menurut suatu kurikulum yang baku dan bersifat internasional. Inti ajaran ini bertema pokok bahwa ada hubungan antara iman dengan akal budi.
Pada masa ini filsafat mulai ambil jarak dengan agama, dengan melihat sebagai suatu kesetaraan antara satu dengan yang lain (Agama dengan Filsafat) bukan yang satu mengabdi terhadap yang lain atau sebaliknya. Sampai dengan di penghujung Abad Pertengahan sebagai abad yang kurang kondusif terhadap perkembangan ilmu, dapatlah diingat dengan nasib seorang astronom berkebangsaan Polandia N. Copernicus yang dihukum kurungan seumur hidup oleh otoritas Gereja, ketika mengemukakan temuannya tentang pusat peredaran benda-benda angkasa adalah matahari (Heleosentrisme).[13]
Teori ini dianggap oleh otoritas Gereja sebagai bertentangan dengan teori geosentrisme (Bumi sebagai pusat peredaran benda-benda angkasa) yang dikemukakan oleh Ptolomeus semenjak zaman Yunani yang justru telah mendapat mandat dari otoritas Gereja.[14] Oleh karena itu dianggap menjatuhkan kewibawaan Gereja, itu sebabbnya N. opernicus di hokum oleh kerajaan atas perintah gereja.

C.      Sejarah Perkembangan Filsafat pada Zaman Modern (Eropa)
Istilah modern itu sendiri tidak jelas apa maksudnya. Lazimnya, istilah modern menampilkan kesombongan dan arogan, bahkan menampik buah pikiran yang telah lahir sebelumya disebut juga sebagai suatu pemberontakan yang sedikit dilebih-lebihkan. Sehingga pemikiran filsafat modern lebih cendrung membicarakan hal-hal antroposentris artinya mebicarakan apa yang ada dalam dirinya.
Adapun filsafat modern memiliki ciri khas dan karakter dalam mendapatkan kebenaran, cirinya adalah kesangsian terhadap kebenaran itu sendiri. Maka dalam mendapatkan kebenaran yang sejati adalah dengan kesangsian dan keraguan.  Sama halnya dengan kaum pasca-modernisme yang memberontak terhadap pemikiran modern yang terlalu menghargai rasio.
Mengenai siapa “founding fathers” Zaman Modern ini, beberapa ahli berpendapat adalah Rene Descartes dengan pikiran rasionalitas, John Locke dengan pemikiran empirisnya, Immanuel Kant dengan kritis melihat ketidak sempurnaan. Baik pada Descartes, Locke maupun Kant mengatakan bahwa, “pengamatan tanpa konsep adalah buta, sedangkan tanggapan tanpa penglihatan adalah hampa.” Ia berpendapat, bahwa pengetahuan itu dasarnya adalah pengamatan dan pemikiran.
Untuk melihat lebih mudah, maka filsafat modern dibagi menjadi beberapa  kelompok, yaitu: (1) rasionalisme, empirisme, dan kritisisme. (2) dialektika idealisme dan dialektika materialisme, (3)fenomenologi dan eksistensialime, serta (4) filsafat kontemporer dan pasca-modernisme.[15]
Para pemikir rasional menuntut kenyataan sejati yang berdasar pada pemikiran, sehingga hukum pengetahuan sangat jelas. Hal ini bisa berlaku jika hanya pengetahuan bersifat apriori. Dasar pengetahuan adalah sensasi yang berasal dari rangsangan-rangsangan yang berdasar pada pengalaman. Menurut kaum kritisisme (Kant) ilmu pengetahan harus memiliki kepastian sehingga rasionalisme adalah benar. Ilmu pengetahuan harus mau dan berkembang didasari oleh kenyataan-kenyataan yang berkembang pula.
Dialektika idealism merupakan hasil dari pemikiran Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770 – 1831) yang sangat berorientasi pada ilmu sejarah, alam, dan hukum. Hegel menyatakan bahwa segenap realitas bersifat rasional, dan yang rasional bersifat nyata. Ia sangat mementingkan rasio, tetapi bukan hanya rasio pada perseorangan,melainkan rasio pada subjek absolute. Kemudian dealektika Hegel adalah pemikiran yang berusaha mendamaikan, mengkromomikan daua pandangan atau lebih atau keadaan yag bertentangan menjadi satu keatuan. Hegel berpendpat bahwa pertentangan adalah “bapak”segala hal.
Ada tiga hal dalam fase  dielektika, pertama tesis menampilkan lawannya antithesis sebagai fase kedua. Kemudian, timbullah fase ketiga yang mendamaikan kedua fase itu, yaitu :”aufgehoben” artinya bermacam-macam di cabut, ditiadakan, dan tidak berlaku lagi. Hal ini disebut sintesis. Dalam sintesis terdapat tesis dan antithesis, keduanya diangkat pada satu taraf yang baru. Jadi tesis dan antithesis tetap ada, hanya lebih sempurna.
Mengenai materilisme yang muncul “berlawanan” dengan idealisme dapat dikemuakakan sebagai berikut. Berdasarkan dialektika materialime bahwa seluruh kenyataan sejati adalah materi, sehingga apapun dapat dijelaskan dalam proses material. Materialisme terbagi menjadi dua, pertama materialisme yang meneruskan masa “aufklaerung” yang banyak digunakan dalam meneruskan tradisi ilmu pengetahuan alam atau disebut materialisme ilmiah. Kedua materialisme filsafat yang merupakan reaksi atas idealism.
Filsafat materialism adalah “Hegelian kiri” yang memberikan kritik tajam atas pemikiran Hegel yang dipandangnya sebagai puncak rasionaisme modern. Pengikut pertama hegelan kiri adalah Ludwig Feuerbach (1804 – 1872). Menurutnya dalam rasionalisme selalu ada suasana religious sehingga pengenalan inderawi kurang mendapat penghargaan yang semestinya.[16]

D.      Sejarah Perkembangan Filsafat pada Masa Kontemporer
Pada masa ini pembicaraan filsafat lebih banyak mebahas dan membicrakan maslah logocentris (kata/kalimat), inipun terjadi pada filosof-filosuf eropa, lain halnya dengan di Amerika lebih bersifat Pragmatis, artinya mereka akan mengambilnya jika filsafat itu menguntungkan bagi mereka.
Perkembangan pemikiran filsafat pengetahuan memperlihatkan aliran-aliran besar: rasionalisme, empirisme dan idealisme dengan mempertahankan wilayah-wilayah yang luas. Dibandingkan dengan filsafat abad ketujuh belas dan abad kedelapan belas, filsafat abad kesembilan belas dan abad kedua puluh banyak bermunculan aliran-aliran baru dalam filsafat tetapi wilayah pengaruhnya lebih tertentu. Akan tetapi justru menemukan bentuknya (format) yang lebih bebas dari corak spekulasi filsafati dan otonom.
Aliran-aliran tersebut antara lain: positivisme ialah Paradigma ilmu pengetahuanyang paling awal muncul dalam dunia ilmu pengetahuan,[17] fenomenologi yakni hanyalah suatu gaya berfikir, bukan suatu mazhab filsafat. Pendapat lain fenomenologi merupakan suatu metode dalam mengamati, memahami, mengartikan dan memaknakan sesuatu sebagai pendirian atau suatu aliran filsafat.[18]
Aliran lainnya ada namanya marxisme, eksistensialisme, pragmatisme, neokantianisme, neo-tomisme, sedangkan dalam aliran filsafat pendidikan ada namanya Progresivisme (fleksibel artinya lentur tidak kaku, toleran, terbuka maksudnya ingin mengetahuai dan menyelidiki demi pengembangan ilmu), esensialisme yakni kembali ke kebudayaan lama karena banyak melakukan kebaikan bagi manusia, perennialisme memiliki arti kekal tiada akhir, dan konstruksionalisme yakni berusaha membina suatu consensus untuk tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia.[19]
Menurut A. Comte (1798-1857),[20] pemikiran manusia dapat dibagi kedalam tiga tahap/fase, yaitu tahap: (1) teologis, (2) Metafisis, dan (3) Positif-ilmiah. Bagi era manusia dewasa (modern) ini pengetahuan hanya mungkin dengan menerapkan metode-metode positif ilmiah, artinya setiap pemikiran hanya benar secara ilmiah bilamana dapat diuji dan dibuktikan dengan pengukuran-pengukuran yang jelas dan pasti sebagaimana berat, luas dan isi suatu benda. Dengan demikian Comte menolak spekulasi metafisik, dan oleh karena itu ilmu sosial yang digagas olehnya ketika itu dinamakan Fisika Sosial sebelum dikenal sekarang sebagai Sosiologi.
Bisa dipahami, karena pada masa itu ilmu-ilmu alam (Natural sciences) sudah lebih mantap dan mapan, sehingga banyak pendekatan dan metode-metode ilmu-ilmu alam yang diambil-oper oleh ilmu-ilmu sosial (Social sciences) yang berkembang sesudahnya. Pada periode terkini (kontemporer) setelah aliran-aliran sebagaimana disebut di atas munculah aliran-aliran filsafat, misalnya : Strukturalisme dan Postmodernisme. Strukturalisme dengan tokoh-tokohnya misalnya C. Lévi-Strauss, J. Lacan dan M. Faoucault. Tokoh-tokoh Postmodernisme antara lain. J. Habermas, J. Derida.[21]
Kini oleh para epistemolog (ataupun dari kalangan sosiologi pengetahuan) dalam perkembangannya kemudian, struktur ilmu pengetahuan semakin lebih sistematik dan lebih lengkap (dilengkapi dengan, teori, logika dan metode sain), sebagaimana yang dikemukakan oleh Walter L.Wallace dalam bukunya The Logic of Science in Sociology. Dari struktur ilmu tersebut tidak lain hendak dikatakan bahwa kegiatan keilmuan/ilmiah itu tidak lain adalah penelitian (search dan research). Demikian pula hal ada dan keberadaan (ontologi/metafisika) suatu ilmu/sain berkaitan dengan watak dan sifat-sifat dari obyek suatu ilmu /sain dan kegunaan/manfaat atau implikasi (aksiologi) ilmu /sain juga menjadi bahasan dalam filsafat ilmu.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Perkembangan filsafat pada masa yunani kuno lebih focus pembahasannya mengenai kosmosentris artinya yang difikirkan oleh orang-orang terdahulu ialah alam semesta, entah bumi maupun matahari menjadi pusat edar.
2.      Perkembangan filsafat pada masa pertengahan lebih banyak membicarah tentang theocentris yaitu dimana yang menjadi topic pembicaraannya pada masa itu ialah tentang keTuhanan.
3.      Sedangkan perkembangan filsafat pada masa modern atau bias juga disebut masa eropa, lebih banyak kajiannya tentang antroposentris yakni membicara pada diri manusia itu sendiri.
4.      Dan terakhir masa perkemkembangan filsafat pada masa kontemporer atau sekarang, dimana yang menjadi pokok pembahasannya saat ini ialah logosentris artinya membicarakan kata/kalimat tapi itu di Eropa, sedangkan di Amerika lebih pragmatis yakni mereka akan mengambilnya jika menguntungkan diri mereka dan membuangnya jika tidak berguna bagi mereka walaupun berguna bagi orang lain.
B.     Komentar
Telah kita ketahui bahwa filsafat merupakan induk dari semua disiplin ilmu, namun perlahan lahan disiplin ilmu mulai memisahkan diri dari filsafat. Mula mula matematika dan dan fisika dan terakhir psikologi mulai memisahkan diri walaupun masih ada yang menyatu, namun dalam jumlah kecil. Artinya, cakupan filsafat menyentuh semua aspek disiplin ilmu maka marilah kita dalami, pelajari dengan ikhtiar dan sungguh-sungguh agar apabila kita menguasai filsafat maka pemikiran kita semakin luas dan dapat menguasai ilmu pengetahuan secara ilmiah. Oleh karena itu berusahalah kita agar menjadi filosof yang terkenal seperti mereka para ahli-ahli filsafat tersebut, InsyaAllah amin.

DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Pers, 2014.

Djumransjah, H. M. Filsafat Pendidikan. Malang: Bayumedia, 2006.

Hakim, Atang Abdullah dan Saebanu, Bani Ahmad. Filsafat Umum.         Bandung: Pustaka Setia, 2008.

Muslim, Mohammad. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Belukar, 2006.

Jostein Gaarder, Dunia Sophie, (Terj.) Rahmani Astuti Bandung: Mizan, Cet X, 2013.

Suterdjo A. Wiramihardja Pengantar Filsafat, Bandung: Refika Aditama, 2007.

Burhanudin, Salam. pengantar Filsafat, Jogyakarta: Bumi Aksara 2009.

Ali Maksum, Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga post  modernism, Ar-Ruzz Media: 2008
 

[1] Muslim, Mohammad. Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Belukar, 2006), hlm. 13

[2] Suterdjo A. Wiramihardjo. Pengantar Filsafat.  (Bandung: Refika Aditama 2007) hlm. 43.
[3] Burhanudin Salam. pengantar Filsafat (Jogyakarta: Bumi Aksara 2009) hlm. 186.
[4] Suterdjo A. Wiramihardjo. Pengantar Filsafat.  (Bandung: Refika Aditama 2007) hlm. 45
[5] Burhanudin Salam. pengantar Filsafat (Jogyakarta: Bumi Aksara 2009) hlm. 187.
[6] Ali Maksum Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme (Ar-Ruzz Media:2008) hlm. 43 – 46.
[7] Ali Maksum Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme (Ar-Ruzz Media:2008), hlm. 57
[8] Ali Maksum Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme (Ar-Ruzz Media:2008), hlm. 60
[9] Jostein Gaarder, Dunia Sophie (Terj.) Rahmani Astuti (Bandung: Mizan. Cet X. 2013) hlm. 176 – 184
[10] Ali Maksum Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme (Ar-Ruzz Media:2008),  hlm. 99.
[11] Suterdjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafa,t  (Bandung: Refika Aditama 2007), hlm 51
[12] Suterdjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafa,t  (Bandung: Refika Aditama 2007), hlm 53
[13] Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm 19
[14] Hakim, Atang Abdullah dan Saebanu, Bani Ahmad. 2008. Filsafat Umum. (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm.  69
[15] Suterdjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafa,t  (Bandung: Refika Aditama 2007), hlm 61.
[16] Suterdjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafa,t  (Bandung: Refika Aditama 2007), hlm 61-64.
[17] Muslim, Mohammad. Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Belukar, 2006), hlm. 77
[18] Hakim, Atang Abdullah dan Saebanu, Bani Ahmad. 2008. Filsafat Umum. (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm.  87
[19] Djumransjah, H. M. Filsafat Pendidikan. (Malang: Bayumedia, 2006), hlm 175
[20] Bakhtiar, Amsal. 2014. Filsafat Ilmu. (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 21
[21] Bakhtiar, Amsal. 2014. Filsafat Ilmu. (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 23

Tidak ada komentar:

Posting Komentar