Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Senin, 14 Mei 2018

MAKALAH UMAR BIN KHATTAB (POLITIK KEKUASAAN, KEBIJAKAN DAN PERANNYA SEBAGAI PIONER IJTIHAD)


UMAR BIN KHATTAB
(POLITIK KEKUASAAN, KEBIJAKAN DAN PERANNYA SEBAGAI PIONER IJTIHAD)
A.  PENDAHULUAN
Sejarah mencatatkan bahwa Kepala Negara Islam yang paling banyak jasanya ialah Umar bin Khattab. Masanya memerintah berlangsung selama sepuluh tahun. Pada masa itu ia memiliki banyak kesempatan untuk mengembangkan dan memajukan Daulah Islamiyah.
Sh. Muhammad Ashraf mengatakan:
“After the holy prophet (peace be upon him) ‘Umar is universally acknowledge as the first great Conqueror, Founder and Administrator of the Muslim Empire. It was during his caliphate that Islam planted its banors for beyond the confines of the Arabian peninsula. This great military and administrative genius is up till now believed to be a miracle in himself, for be not only founded a great Empire but gave that solidarity to it which remained unshaken for centuries”.[1]

“Di belakang Nabi Muhammad s.a.w. Umar bin Khattab terkenal di seluruh dunia sebagai penakluk terbesar yang pertama, pendiri dan penguasa (administrator) dari imperium muslim. Selama pemerintahan khilafahnya, dia telah menanamkan panji-panji kemenangannya meliputi seluruh jazirah Arabia.
Ketentaraannya yang kuat, besar dan pemerintahannya yang berwibawa, adalah melebihi kepercayaan sebagai suatu keajaiban dalam dirinya, bukan sekedar mendirikan suatu imperium yang besar, tetapi juga memberikan semangat solidaritas yang ditandai sebagai tidak tergoyahkan untuk masa depan berabad-abad lamanya”.
Begitu banyak keistimewaan dan kebesaran yang dapat dikemukan tentang democrat Islam yang besar ini, Umar bin Khattab. Hampir di segala hal beliau telah meninggalkan jasa yang sangat besar, yang dapat diikuti dan dijadikan contoh teladan yang baik, terutama bagi Negara Musyawarah yang menjadi tujuan Islam.










B.  SUBSTANSI
1.    Umar ibn Khattab
Umar bin Khattab lahir pada tahun 13 pasca tahun gajah. Warna kulitnya kemerah-merahan, wajahnya tampan, tangan dan kakinya berotot, postur tubuhnya tinggi besar seolah-olah ia sedang mengendarai kendaraan karena sangking tingginy, tubuhnya kuat dan tidak lemah.[2]
Fase pertama pembentukan rezim khilafah adalah periode khulafa’al Rasyidun, mereka adalah sahabat-sahabat dekat Nabi Muhammad: Abu Bakar (632-634), Umar (634-644), Usman (644-656), Ali (656-661) yang menjalankan pemerintahan dengan kebijaksanaan mereka lantaran dekatnya hubungan pribadi mereka dengan Nabi Muhammad, dan lantaran otoritas keagamaan dan ketokohan mereka yang berasal dari kesetiaan terhadap Islam.[3]
Khalifah secara esensial berarti penerus, atau seorang yang memegang posisi yang sebelumnya dipegang oleh orang lain. Akan tetapi kata ini tidak terbatas pada konteks otoritas politik saja. Jadi, seorang khalifah (caliph) bukan saja berarti penerus dari pemerintahan terdahulu, tetapi bisa juga seorang yang secara definitive ditunjuk sebagai wakil dan diberi otoritas oleh  orang yang telah menunjuknya. Atau lebih kurang sama artinya dengan wakil, atau naib (vicegerent). Secara historis, kaum muslimin di era awal Islam telah mempergunakan istilah khalifah untuk keempat penguasa setelah wafatnya Nabi saw. dalam arti yang sebenarnya, khalifah adalah seorang yang menjalankan pemerintahan sebagai pengganti Nabi.[4]
Rasulullah saw wafat, Khulafaurrasyidin menggantikan kedudukan beliau. Diantara empat khalifah itu, ternyata Umar bin Khattab memiliki kedudukan yang istimewa. Keistimewaan Umar terletak pada kemampuan berpikirnya. Kecerdasannya dalam memahami syariat Islam, Rasulullahpun bersabda mengenai keutamaan Umar bin Khattab.
حَدِيْثُ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : بَيْنَا أَنَا نَائِمُ رَأَيْتُ النَّاسِ يُعْرَضُوْنَ عَلَيَّ، وَ عَلَيْهِمْ قُمُصٌ، مِنْهَا مَا يَبْلُغُ الثُّدِيَّ، وَ مِنْهَا مَا دُوْنَ ذَلِكَ وَعُرِضَ عَلَيَّ عُمَرُ بْنُ الخَطَّابْ وَعَلَيْهِ قَمِيْصٌ يَجُرُّهُ. قَالُوْا: فَمَا أَوَّلَتْ ذَلِكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: الدَّيْنَ (أخرجه البخاري:٢ كتب الإمان:١٥ باب تفاضل أهل الإيمان في الاعمل).
Abu Sa’id Al-Khudri r.a. berkata, Rasulullah Saw. bersabda, “ketika tidur, aku bermimpi melihat orang-orang dihadapkan kepadaku. Mereka mengenakan baju, diantaranya ada yang sampai pada buah dada dan ada yang kurang dari itu. dihadapkan pula kepadaku Umar bin Khattab dan ia mengenakan baju dan menyeretnya. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, menurutmu apa maksud semua itu?’ beliau menjawab, ‘Ad-Din (agama)’”. [5]
Umar Ibn Khattab, (634-644) yang memiliki nama lengkap Umar bin Khattab bin Nufail bin Abd Al-Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin Razail bin ‘Adi bin Ka’ab bin Lu’ay adalah khalifah kedua yang menggantikan Abu Bakar Ash-Shiddiq.[6] Beliau dilahirkan di Mekkah, dia adalah seorang yang berbudi luhur, fasih dan adil serta pemberani. Ia ikut memelihara ternak ayahnya, dan berdagang hingga ke Syria. Ia juga dipercaya oleh suku bangsanya, Quraisy, untuk berunding dan mewakili bila ada persoalan dengan suku-suku yang lain.[7]
Umar adalah khalifah kedua dari Islam. Dia juga dikenal dengan panggilan Abu Hafs, sedangkan dia menerima julukan Faruq (yakni orang yang memisahkan kebenaran dari kepalsuan), setelah memeluk Islam. Dia putra dari Khattab. Ibundanya bernama Hantamah. Hubungan nenek moyang dengan Nabi adalah keturunan kedelapan. Usianya tiga belas tahun lebih muda dari Nabi. Dia berasal dari marga ‘Adiyy yang memiliki posisi menonjol di antara kaum Quraisy.[8]
 Rasulullah saw. pernah berdo’a,“Ya Allah kuatkanlah Islam melalui Umar bin Khattab atau Abu Jahal bin Hisyam.’ Maka Allah swt. mengabulkan do’a Rasulullah saw. dengan dipilihnya Umar bin Khattab. Dengan masuknya Umar r.a ke dalam Islam, maka menjadi tegaklah bangunan Islam dan hancurlah (penyembahan terhadap) berhala-berhala”.[9]
Sebelumnya, Umar dikenal sebagai salah se­orang tokoh Arab Quraisy yang paling gigih menentang seruan Nabi SAW. Ketika disampaikan kepadanya bahwa adiknya, Fatimah, beserta suaminya telah memeluk Islam, ia mendadak menjadi geram dan sangat murka. Tanpa menunggu lebih lama ia segera pergi ke rumah adiknya. Sesampainya di sana, ia mendapati adik, ipar, dan beberapa orang muslim sedang mempelajari Al-Qur’an. Begitu melihat Umar, mereka semua lalu terdiam membisu dan tidak berani  bergerak sedikit pun. Dengan emosi yang meluap-luap Umar menampar adiknya. Suaminya pun tak terelakkan dari pukulan Umar. Di puncak kemarahannya, mata Umar menangkap sebuah lembaran yang bertuliskan ayat-ayat Al-Qur’an. Jantungnya tiba-tiba berdegup kencang dan hatinya menjadi ciut. Dengan tangan bergetar dipungutnya lembaran itu, lalu dibacanya ayat-ayat Al-Qur’an yang tertera di situ. Menurut sebagian riwayat, yang tertera dalam lem­baran itu adalah beberapa ayat dari permulaan su­rah Taha. Setelah membaca ayat-ayat itu, perasaannya menjadi tenang, dan rasa damai menyelinap di hatinya. Timbul keinginan kuat untuk segera menemui Rasul SAW. la pun segera meninggalkan rumah adiknya menuju rumah al-Arqam di mana Nabi SAW sedang menyampaikan dakwah secara sembunyi-sembunyi. Sesampainya di rumah al-Arqam, Umar segera mengetuk pintu. Mengetahui yang datang adalah Umar, sahabat-sahabat yang sedang bersama Nabi SAW menjadi gentar dan ketakutan, kecuali Hamzah bin Abdul Muttalib, paman Nabi SAW yang dikenal sebagai seorang yang gagah berani. Nabi SAW menyuruh membuka pintu dan mempersilakan Umar masuk. Melihat sikap Nabi SAW yang sangat lembut dan bijaksana, Umar merasa kecil di hadapannya. Sambil menggenggam leher baju Umar, Nabi SAW berkata dengan suara keras, “Islamlah engkau, wahai Ibnu Khattab!” Umar pun lalu mengucapkan dua kalimat syahadat, sebagai tanda ia telah masuk Islam. Masuk Islamnya Umar segera diikuti oleh putra sulungnya, Abdullah, dan isterinya, Zainab binti Maz’un. Selain itu, keislaman Umar membuka jalan bagi tokoh-tokoh Arab lainnya masuk Islam. Sejak saat itu, berbondong-bondonglah orang masuk Islam sehingga dalam waktu singkat pengikut Islam bertambah dengan pesatnya. [10]
Awalnya agama Islam berjalan secara sembunyi-sembunyi karena kekuatan umat Islam belum mampu melahirkan propaganda Islam, sebab musuh-musuh Islam pada waktu itu masih sangat kuat. Setelah Umar bin Khattab masuk Islam, maka penyiaran Islam mulai berubah, yaitu secara terbuka berjalan terang-terangan di muka umum, diadakan perjanjian Islam secara demonstrasi agar dakwah Islam tersiar luas.[11]
Umar bin Khattab, berbeda dengan pendahulunya, Abu Bakar yang mendapatkan kepercayaan sebagai khalifah kedua tidak melalui dalam suatu forum musyawarah terbuka, tetapi melalui penunjukkan atau wasiat oleh pendahulunya. Pada tahun ketiga  sejak menjabat khalifah, Abu Bakar mendadak jatuh sakit. selama lima belas hari dia tidak pergi ke masjid, dan meminta kepada Umar agar mewakilinya menjadi imam shalat. Makin hari sakit Abu Bakar makin parah dan timbul perasaan padanya bahwa ajalnya sudah dekat. Sementara itu kenangan tentang pertentangan di balai pertemuan Bani Saidah masih segar dalam ingatannya. Beliau khawatir jika tidak segera menunjuk pengganti dan ajal segera datang, akan timbul pertentangan di kalangan umat Islam yang dapat lebih hebat dari Nabi wafat dahulu. Bagi Abu Bakar orang yang paling tepat menggantikannya tidak lain adalah Umar bin Khattab.[12]
Abu Bakar memanggil Utsman bin Affan, lalu mendiktekan pesannya. Baru saja setengah dari pesan itu didiktekan, tiba-tiba Abu Bakar jatuh pingsan, tetapi Utsman terus saja menuliskannya. Ketika Abu Bakar sadar kembali, dia meminta kepada Utsman supaya membacakan apa yang telah dituliskannya. Utsman membacanya, yang pada pokoknya menyatakan bahwa Abu Bakar telah menunjuk Umar bin Khattab agar menjadu penggantinya (sepeninggal dia nanti). Seusai dibacakan pesan yang sebagian ditulis oleh Utsman sendiri itu Abu Bakar bertakbir tanda puas dan berterima kasih pada Utsman. Abu Bakar menyatakan pula, bahwa tampaknya Utsman juga ikut gusar terhadap kemungkinan perpecahan umat jika tidak diselesaikan. Sesuai dengan pesan tertulis tersebut, sepeninggal Abu Bakar, Umar bin Khattab dikukuhkan sebagai khalifah kedua dalam suatu baiat umum dan terbuka di Masjid Nabawi.[13]
Umar bin Khattab menyebut dirinya “Khalifah Khalifati Rasulillah” (Pengganti dari pengganti Rasul). Ia juga mendapat gelar “Amirul Mukminin” (Komandan orang-orang beriman) sehubungan dengan penaklukan-penaklukan pada masa pemerintahannya.[14]
Di antara tujuan pemerintahan Islam adalah, melakukan secara sungguh-sungguh penegakan prinsip-prinsip Islam yang memberikan kontribusi dalam penegakan sebuah masyarakat Islam. di antara prinsip yang paling penting tersebut adalah prinsip keadilan dan persamaan. Prinsip-prinsip ini telah ditetapkan di dalam pidato pertama Umar di hadapan publik. Konsep keadilan dan persamaan Umar telah tercermin dalam teks pidato yang pernah disampaikannya di hadapan umat pada saat ia menduduki jabatan khalifah.
PIDATO AWAL AMIRUL MUKMININ

"Saya mendapat kesan, orang merasa takut karena sikap saya yang
keras. Kata mereka Umar bersikap demikian keras kepada kami, sementara
Rasulullah masih berada di tengah-tengah kita, juga bersikap
keras demikian sewaktu Abu Bakr menggantikannya. Apalagi sekarang,
kalau kekuasaan sudah di tangannya. Benarlah orang yang berkata begitu.
"... Ketika itu saya bersama Rasulullah, ketika itu saya budak dan
pelayannya. Tak ada orang yang mampu bersikap seperti Rasulullah,
begitu ramah, seperti difirmankan Allah: Sekarang sudah datang
kepadamu seorang rasul dari golonganmu sendiri: terasa pedih hatinya
bahwa kamu dalam penderitaan, sangat prihatin ia terhadap kamu,
penuh kasih sayang kepada orang-orang beriman. (Qur'an, 9:128) Di
hadapannya ketika itu saya adalah pedang terhunus, sebelum disarungkan
atau kalau dibiarkan saya akan terus maju. Saya masih bersama
Rasulullah sampai ia berpulang ke rahmatullah dengan hati lega terhadap
saya. Alhamdulillah, saya pun merasa bahagia dengan Rasulullah.
"Setelah itu datang Abu Bakr memimpin Muslimin. Juga sudah
tidak asing lagi bagi Saudara-saudara, sikapnya yang tenang, dermawan
dan lemah lembut. Ketika itu juga saya pelayan dan pembantunya. Saya
gabungkan sikap keras saya dengan kelembutannya. Juga saya adalah
pedang terhunus, sebelum disarungkan atau kalau dibiarkan saya akan terus
maju. Saya masih bersama dia sampai ia berpulang ke rahmatullah dengan
hati lega terhadap saya. Alhamdulillah, saya pun merasa bahagia
dengan Abu Bakr.
"Kemudian sayalah, saya yang akan mengurus kalian. Ketahuilah
Saudara-saudara, bahwa sikap keras itu sekarang sudah mencair. Sikap
itu hanya terhadap orang yang berlaku zalim dan memusuhi kaum
Muslimin. Tetapi buat orang yang jujur, orang yang berpegang teguh
pada agama dan berlaku adil saya lebih lembut dari mereka semua.
Saya tidak akan membiarkan orang berbuat zalim kepada orang lain
atau melanggar hak orang lain. Pipi orang itu akan saya letakkan di
tanah dan pipinya yang sebelah lagi akan saya injak dengan kakiku
sampai ia mau kembali kepada kebenaran. Sebaliknya, sikap saya yang
keras, bagi orang yang bersih dan mau hidup sederhana, pipi saya ini
akan saya letakkan di tanah.
"Dalam beberapa hal, Saudara-saudara berhak menegur saya.
Bawalah saya ke sana; yang perlu Saudara-saudara perhatikan, ialah:
"Saudara-saudara berhak menegur saya agar tidak memungut pajak
atas kalian atau apa pun yang diberikan Allah kepada Saudara-saudara,
kecuali demi Allah; Saudara-saudara berhak menegur saya, jika ada
sesuatu yang di tangan saya agar tidak keluar yang tak pada tempatnya;
Saudara-saudara berhak menuntut saya agar saya menambah penerimaan
atau penghasilan Saudara-saudara, insya Allah, dan menutup segala
kekurangan; Saudara-saudara berhak menuntut saya agar Saudarasaudara
tidak terjebak ke dalam bencana, dan pasukan kita tidak terperangkap ke tangan musuh; kalau Saudara-saudara berada jauh dalam
suatu ekspedisi, sayalah yang akan menanggung keluarga yang menjadi
tanggungan Saudara-saudara.
"Bertakwalah kepada Allah, bantulah saya mengenai tugas Saudara-saudara,
dan bantulah saya dalam tugas saya menjalankan amar ma 'ruf
nahi munkar, dan bekalilah saya dengan nasihat-nasihat Saudara-saudara
sehubungan dengan tugas yang dipercayakan Allah kepada saya
demi kepentingan Saudara-saudara sekalian. Demikianlah apa yang
sudah saya sampaikan, semoga Allah mengampuni kita semua."[15]
Dari berbagai riwayat tentang pidato pertama Umar saat menjabat seabagi khalifah di atas, maka jelaslah bagi kita tentang metode dia dalam menjalankan pemerintahannya. Metode Umar dalam menjalankan pemerintahannya dapat kita simpulkan dalam poin-poin penting berikut ini:
a.       Umar memandang jabatan khalifah sebagai sebagai ujian, dimana dia akan dimintai pertanggung jawaban atas jabatan tersebut. Kekuasaan di mata Khulafaur-Rasyidin adalah kewajiban, amanah, dan ujian. Bukan pangkat, kehormaan, dan superioritas.
b.      Pengangkatannya sebagai khlafiah menuntut dirinya untuk segera menjalankan tugas Negara yang ada di hadapannya. Ia harus mengangkat gubernur untuk memimpin rakyat yang berada di wilayah dari orang-orang yang memiliki kapasitas dan amanah. Umar merasahal ini belum cukup untuk membebaskan tanggung jawabnya di hadapan Allah, maka iapun melakukan pengawasan terhadap para pembantu dan para gubernurnya. Siapa diantara mereka yang menjalankan dengan baik, maka ia akan menambah kebaikan untuknya. Sebaliknya, siapa di antara mereka yang lalai menjalankan tugas, maka ia akan memberi sanksi dan mencopot jabatannya.
c.       Sikap kerasnya yang dikhawatirkan publik ia ganti dengan sikap lemah lembut dan kasih sayang. Ia berjanji akan menegakkan keadilan di antara mereka. Siapa yang berlaku aniaya dan melampaui batas, maka dia tidak akan mendapati kecuali kehinaan. “Aku tidak akan membiarkan ada orang yang menganiaya dan melampaui batas terhadap orang lain, kecuali akan kuletakkan dahinya di atas tanah”, kata Umar. Sebaliknya, siapa yang berjalan di atas rel yang benar, menjalankan ajaran agama dengan baik, maka dia akan mendapatkan kasih sayang. “Akan kuletakkan dahiku bagi orang yang menjauhkan dirinya dari hal-hal yang tidak baik”, kata Umar dalam pidatonya yang pertama. Keadilan Umar tampak jelas dari kebijakan dan perhatiannya terhadap lembaga peradilan dan pengembangan lembaga ini, dimana keadilan benar-benar merata di seluruh wilayah pemerintahannya.
d.      Khalifah Umar bertanggung jawab langsung untuk menangkis serangan terhadap umat dan agama Islam. ia membentengi pelabuhan-pelabuhan dan menangkal bahaya serangan musuh. Di samping itu, ia tidak menugaskan para prajurit yang berjaga di benteng-benteng pertahanan di atas kemampuan mereka. Bila para prajurit pergi ke medan perang, maka khalifah dan para aparatnya akan melindungi anak-anak dan keluarga para prajurit. Umar telah mengembangkan lembaga militer dengan baik sehingga menjadi sebuah kekuatan militer dengan baik sehingga menjadi sebuah kekuatan militer yang tangguh yang tidak ada tandingannya di dunia pada masa itu.
e.       Khalifah Umar berjanji akan menunaikan hak-hak ekonomi rakyatnya dengan sempurna. Ia berjanji akan membelanjakan hasil pungutan pajak rakyat dan harta rampasan perang secara proporsional. Bahkan, ia bertekad untuk menambah kesejahteraan rakyat dengan meneruskan jhad di jalan Alah, mendorong rakyat bekerja keras, dan menertibkan sistem  keuangan Negara. Pada masa pemerintahannya, Umar telah mengembangkan sistem keuangan Negara dan menerbitkan sumber-sumber devisa Negara dan pos-pos pengeluarannya.
f.       Umar juga meminta rakyat agar mereka menunaikan kewajiban mereka, memberikan nasihat kepada khalifah, mendengar dan mematuhinya, menjalankan amar makruf dan nahi mungkar. Dan melakukan pengawasan di tengah-tengah masyarakat.
g.      Umar sadar bahwa tidak ada yang dapat menolongnya untuk melakukan semua tugas Negara kecuali dengan takwa kepada Allah, melakukan introspeksi diri, dan menanamkan pada dirinya rasa bertangggung jawab di akhirat kelak.
h.      Syaikh Abd Al-Wahhab An-Najjar ketika mengomentari pernyataan Umar, “perumpamaan bangsa Arab adalah seperti unta jinak yang mengikuti tuannya”, mengatakan, “Yang dimaksud dengan unta jinak di sini adalah sekelompok orang yang tunduk patuh tanpa harus dipaksa dan dipukul terlebih dahulu. Mereka berjalan dengan mudah. Ini merupakan personifikasi yan baik terhadap umat Islam pada masa pemerintahan Umar. Mereka mendengar dan patuh bila diperintah, dan bila mereka dilarang berbuat sesuatu, mereka meninggalkannya. Tanggung jawab besar berada pada pemimpinnya. Seorang pemimpin harus memimpin rakyatnya dengan cerdas, dan tidak menjerumuskan mereka ke jurang bahaya dan kebinasaan. Seorang pemimpin tidak boleh melalaikan tugas dan urusannya. Yang dimaksud dengan jalan yang dikemukakan oleh Umar adalah jalan yang paling lurus yang tidak bengkok. Umar benar-benar menepati janjinya ini.
i.        Sunnah ilahi pada orang yang bersikap keras lagi berhati kasar dan pada orang yang berlaku lemah lembut. Publik akan menerima dan mendengar orang yang berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sebaliknya, mereka akan menjauhi orang yang bersikap keras lagi kasar. Kendati orang itu memberi nasihat dengan menghendaki kebaikan dan manfaat bagi mereka
Sejarah telah memberikan gambaran kepada kita bahwa Umar, sejak ia masuk Islam, telah berubah menjadi orang yang dermawan, berlapang dada, dan bersifat lemah lembut setelah ia menjabat sebagai khalifah.
j.        Pembaiatan publik terhadap khulaur-rasyidin hanya terbatas pada penduduk Madinah dan tidak melibatkan selain mereka. Boleh jadi, pembaiatan itu dihadiri orang-orang Arab pedalaman dari kabilah-kabilah yang berada di sekitar Madinah atau orang-orang yang kebetulan sedang berkunjung ke Madinah. Sedang penduduk wilayah lain, mereka hanya mengikuti apa yang diputuskan di Madinah. Hal ini tidak menodai pembaiatan tersebut dan tidak mengurangi legalitasnya. Sebab, mengumpulkan kaum muslimin dari seluruh wilayah dan daerah merupakan suatu hal yang mustahil untuk dilakukan pada masa itu. pemerintah harus tetap berjalan sebagaimana mestinya, dan pada saat itu tidak mungkin seluruh urusan publik diliburkan. Semua penduduk wilayah saat itu telah mengokohkan pembaiatan Abu Bakar, Umar, dan Utsman, sesuai dengan apa yang diputuskan di Madinah, baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Tidak diragukan lagi, bahwa cara pembaiatan yang dilakukan publik pada awal era Islam merupakan pengalaman pertama dalam bidang pengembangan Negara dan pengembangan lembaga ini.
k.      Wanita dan baiat. Sepanjang penelitian ini, penulis tidak menemukan sebuah data  yang menunjukkan bahwa wanita berpartisipasi dalam proses pembaiatan pada masa Abu Bakar, Umar, Ustman, dan Ali. Buku-buku politik syariat klasik tidak pernah mengisyratkan adanya hak dan kewajiban wanita dalam pembaiatan khalifah, sebagaimana yang berlaku pada era kontemporer sekarang ini. yang tampak, proses pembaiatan di sebagian besar masa pemerintahan dalam sejarah Islam hanya terbatas pada kaum laki-laki. Kaum laki-laki tidak pernah mengajak kaum wanita untuk berpartisipasi dalam proses pembaiatan dan merekapun tidak pernah menuntut untuk terlibat di dalamnya. Keterlibatan kaum wanita dalam proses pembaiatan ini dianggap sebagai hal yang wajar. Di samping para ahli konsitusi Islam juga tidak pernah menyinggung persoalan ini. fakta sejarah ini sama sekali tidak merubah sesatupun dari hakikat hukum syara’. Yang jelas, di dalam al-Qur’an dan sunnah - sebagai sumber utama hukum syariat – tidak ditemukan ketentuan yang melarang kaum wanita untuk berpartisipasi dalam proses pembaiatan khalifah.
l.        Umar memulangkan para tawanan perang Riddah kepada keluarga mereka. Kebijakan politik yang pertama diambil Umar setelah ia menjabat sebagai khalifah adaah memulangkan para tawanan perang Riddah kepada keluarga mereka. Saat itu, Umar mengatakan, “Aku tidak suka bila penawan ini menjadi tradisi di kalangan bangsa Arab.” Kebijakan Umar yang cukup berani ini telah menanamkan di benak bangsa Arab bahwa mereka semua sama di hadapan syariat Allah. Tidak ada keutamaan bagi sebuah kabilah atas kabilah lain kecuali karena  konstribusi mereka yang baik dalam berkhidmat kepada Islam dan kaum muslimin, kebijakan ini disusul dengan kebijakan lain, yakni ia bersikap toleran terhadap para tawanan perang Riddah yang telah bertaubat dan ikut serta berperang dalam peperangan melawan musuh-musuh Islam. mereka telah menunjukkan keberanian mereka di medan perang dan tegar ketika menghadapi musuh. Mereka juga telah menunjukkan loyalitas kepada Negara.
m.    Jabatan khalifah telah mengakar di hati umat Islam. jabatn ini telah menjadi simbol peraturan dan kekuatan umat Islam. seorang peneliti yang meneliti sejarah pemerintahan Khulafaur-Rasyidin akan mengetahui potensi terbesar yang dimiliki oleh para sahabat yang mulia dan orisinilitas karya mereka dalam hal ini. mereka mendirikan system pemerintahan khilafah pada hari wafatnya Rasulullah, sementara orang-orang Inggris membutuhkan waktu seperempat abad untuk dapat menghancurkan sistem pemerintahan ini.
n.      Perbedaan antara raja dengan kahlifah. Umar pernah berkata, “Demi Allah aku tidak tahu apakah aku seorang raja atau seorang khalifah? Bila aku seorang raja, maka hal itu merupakan sesuatu yang agung.” Seorang sahabat mengatakan kepada Umar, “Diantara kedua hal ini terdapat perbedaan. Khalifah itu tidak mengambil harta kecuali dengan cara yang benar dan ia tidak akan membelanjakannya kecuali di jalan yang benar. Dan, Anda adalah orang yang bersikap demikian. Sedang raja itu (terkadang) menindas rakyat. Ia mengambil harta si A, lalu memberikannya kepada si B.” mendengar hal itu Umar terdiam.[16]
Umar bin Khattab mempunyai keahlian dalam menentukan hukum, sangat jenius dalam menata lembaga pemerintahan, cerdik dalam mengatur Negara yang sudah demikian luas, lihai dalam menghadapi masalah baru yang belum pernah timbul pada masa Rasulullah dan Abu Bakar.

2.    Politik Kekuasaan
Selama sepuluh tahun pemerintahan Umar (13 H./634 M. – 23 H./644 M.), sebagian besar ditandai oleh penaklukan-penaklukan untuk melebarkan pengaruh Islam ke luar Arab. Sejarah mencatat, Umar telah berhasil membebaskan negeri-negeri jajahan Imperium Romawi dan Persia yang dimulai dari awal pemerintahannya, bahkan sejak pemerintahan sebelumnya. Segala tindakan yang dilakukan untuk menghadapi dua kekuatan itu, jelas bukan hanya menyangkut kepentingan keagamaan saja, namun juga kepentingan politik.
Kejutan kemenangan Islam yang sangat menggemparkan dalam sejarah dunia, telah terjadi beberapa tahun saja setelah wafatnya Nabi Muhammad saw. khalifah pertama Abu Bakar baru saja selesai mengamankan seluruh Negara dari gangguan kaum pengacau, yaitu kaum murtad dan pengahlang zakat. Beliau telah mengirimkan tentara Islam yang baru kembali dari medan juang itu kedua arah yang sangat berlainan dan berjauhan, yaitu ke Timur mengahadapi tentara Persi, dan ke Utara menghadapi tentara Romawi.[17]
Faktor-faktor yang melatar belakangi timbulnya konflik antara umat Islam dengan bangsa Romawi dan Persia yang pada akhirnya mendorong umat Islam mengadakan penaklukan negeri Romawi dan Persia, serta negeri-negeri jajahannya karena:[18]
a.       Bangsa Romawi dan Persia tidak menaruh hormat terhadap maksud baik Islam.
b.      Semenjak Islam masih lemah, Romawi dan Persia selalu berusaha menghancurkan Islam.
c.       Bangsa Romawi dan Persia sebagai negara yang subur dan terkenal kemakmurannya, tidak berkenan menjalin hubungan perdagangan dengan negeri-negeri Arab.
d.      Bangsa Romawi dan Persia bersikap ceroboh menghasut suku-suku Badui untuk menentang pemerintahan Islam dan mendukung musuh-musuh Islam.
e.       Letak geografis kekuasaan Romawi dan Persia sangaat strategis untuk kepentingan keamanan dan pertahanan Islam.
Untuk menghadapi kaum muslim, masing-masing Negara itu telah menyiapkan barisan tentara, yang tidak saja banyak jumlahnya dan berlipat ganda daripada tentara Islam, tetapi juga mempunyai senjata lengkap yang termodern untuk masa itu.
Untuk inilah khalifah Abu Bakar mengirimkan tentara Islam. Akan tetapi belum berapa lama khalifah Abu Bakar mengirimkan tentara Islam beliaupu meninggal dunia, sehingga tidak menyaksikan kemenangan gemilang yang diperoleh tentara Islam. khalifah Umar bin Khattab yang menggantikannya yang kemudian meneruskan perjuangan itu.[19]
Pada tahun 635 M, Damaskus yang merupakan ibu kota Syria jatuh ke tangan kaum muslimin, setelah pertempuran hebat di lembah Yarmuk di sebelah Timur anak sungai Yordania, pasukan Romawi yang terkenal kuat itu tunduk kepada pasukan-pasukan Islam.[20]
Dari Syria, pasukan kaum muslim melanjutkan langkah ke Mesir dan membuat kemenangan-kemenangan di wilayah Afrika bagian Utara. Bangsa Romawi telah menguasai Mesir sejak tahun 30 sebelum Masehi, dan menjadikan wilayah subur itu sebagai sumber pemasukan gandum terpenting bagi Romawi. Berbagai macam pajak naik sehingga menimbulkan kekacauan di negeri yang pernah diperintah oleh Raja Fir’aun itu. satu bulan kota itu di kepung oleh pasukan muslimin dan dapat ditaklukkan pada tahun 19 H. satu demi satu kota-kota di Mesir ditaklukkan oleh pasukan muslimin. Kota Babilon juga dapat ditundukkan pada tahun 20 H setelah 7 bulan terkepung.[21]
Iskandariyah, ibu kota Mesir dikepung selama 4 bulan sebelum ditaklukkan oleh pasukan Islam di bawah pimpinan Ubadah bin Samit yang dikirim oleh khalifah di front peperangan Mesir. Cyrus menandatangani perjanjian damai dengan akum muslimin. Perjanjian tersebut berisi beberapa hal sebagai berikut.
a.       Setiap warga Negara diminta untuk membayar pajar perorangan sebanyak 2 dinar setiap tahun.
b.      Gencatan senjata akan berlangsung selama 7 bulan.
c.       Bangsa Arab akan tinggal di markasnya selama gencatan senjata dan pasukan Yunani tidak akan menyerang Iskandariah dan harus menjauhkan diri dari permusuhan.
d.      Umat Islam tidak akan menghancurkan gereja-gereja dan tidak boleh mencampuri urusan umat Kristen.
e.       Pasukan tetap Yunani harus meninggalkan Iskandariah dengan membawa harta benda dan uang, mereka akan membayar pajak perorangan selama satu bulan.
f.       Umat Islam harus menjaga 150 tentara Yunan dan 50 orang sipil sebagai sandera sampai batas waktudari perjanjian ini dilaksanakan.[22]
Dengan jatuhnya Mesir maka sempurnalah penaklukan atas Mesir. Ibu kota negeri itu dipindahkan ke kota baru yang bernama Fustat yang dibangun oleh Amr bin Ash pada tahun 20 H. Masjid’Amr masih berdiri tegak di pinggiran kota Kairo hingga kini sebagai saksi sejarah yang tidak dapat dihilangkan.[23]
Dengan Syria sebagi basis, gerak maju pasukan ke Armenia, Mesopotamia Utara, Georgia da Azerbaijan menjadi terbuka. Demikian juga serangan-serangan kilat terhadap Asia kecil dilakukan selama bertahun-tahun setelah itu. seperti halnya Yarmuk yang menentukan nasib Syria, perang Qadisiah pada tahun 637 M menentukan masa depan Persia. Khalifah Umar mengirim pasukan di bawah Sa’ad bin Abi waqqas untuk menundukkan kota itu. kemenangan yang diraih di wilayah itu membuka jalan bagi gerak maju Negara Muslim ke daratan Eufrat dan Tigris. Ibu kota Persia, Ctesiphon (Madain) yang letaknya di tepi sungai Tigris pada tahun itu juga dapat dikuasai. Setelah dikepung selama dua bulan, Yazdagrid III, raja Persia itu melarikan diri. Pasukan Islam kemudian mengepung Nahawan dan menundukkan Ahwaz pada tahun 22 H.tahun 641 M/22 H seluruh wilayah Persia sempurna dikuasai. Isfahan juga ditaklukkan, demikian pula Jurjan/Georgia dan Tabristan. Azerbaijan tidak luput dari kepungan pasukan muslim. Orang-orang Persia yang jumlahnya jauh lebih besar daripada tentara Islam, yaitu 6 dibanding 1 dapat dikalahkan sehingga menyebabkan mereka menderita kerugian besar. Kaum muslim menyebut sukses ini dengan “kemenangan dari segala kemenangan” (Fathul Futuh).[24]
Peperangan-peperangan tersebut telah menaikkan pahlawan-pahlawan Islam yang berjuang dengan gagah berani dan siasat perang yang hebat, sebagai berikut:
a.       Perang Syria yang pertama kali mencapai kemenangan, yaitu kota Damascus dapat dimasuki pada tahun 14 H./635 M. kemudian pada Agustus 636 M. dalam perang yarmuk (di daerah Jordan di selatan danau Tiberias) tentara Romawi yang dipimpin langsung oleh Keizer Heraclius telah diremukkan, dan akhirnya Jerussalem menyerah pada tahun 17 H./638 M. dan sebagai yang terakhir ialah di Caesarea pada tahun 19 H./640, seluruh tentara Romawi lari meninggalkan Arabia.
Dalam perang ini, nama Khalid bin Walid sangat cemerlang, ia mampu menunjukkan presatsi yang luar biasa.
b.      Perang di Mesopotamia dalam pertempuran di Qadisiyah pada tahu 15 H./636 M., tentara Islam di bawah pimpinan Sa’ad bin Abi Waqqash telah menghancukan tentara Persi, sehingga rajanya Yezdegerd III (Yezdejierd) melarikan diri dan akhirnya mati terbunuh di tangan Opsir Ahnaf.
Perang Yarmuk ini telah menaikkan nama Sa’ad bin Abi Waqqsh. Namanya begitu dihormati sehingga orang Cina mengatakan bahwa pahlawan Islam itu telah menjarah ke negeri Cina, dan akhirnya di makamkan di Kanton. Dialah yang mempersembahkan kepada khalifah Umar bin Khattab akan mahkota dan segala kebesaran raja Persi.
c.       Perang di Mesir yang berakhir dengan kemenangan besar pada akhir tahun 18 H./639 M., telah menaikkan nama Amru bin Ash. Dengan kemenangan di Mesir itu, terbukalah jalan menuju Afrika Utara.[25]
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan yang gemilang itu di antaranya banyak yang dapat kita setujui. Kesimpulan ialah:
a.       Ketangkasan mereka dan ringannya beban yang mereka bawa. Dunia mengakui akan faktor ketangkasan ini, begitu juga sangat sederhana beban yang harus mereka bawa dalam peperangan. Ini adalah watak Arab.
b.      Yakin akan qadha dan qadar, yaitu sebelum ajal berpantang mati. Ini berkat ajaran Islam.
c.       Kemahiran menembak (memanah) dan perang di atas kuda. Dalam setiap pertempuran, keunggulan Arab terjadi dalam keduanya ini. ini adalah watak Arab.
d.      Lengkapnya prajurit-prajurit yang gagah berani. Sebagaimana lengkapnya panglima-panglima yang siap sedia di belakang Napoleon Bonaparte, begitulah jenderal-jenderal Islam dahulu di segala perjuangannya. Ini adalah kader-kader didikan Islam.
e.       Sabar, Ulet, dan tangguh di dalam segala perjuangan. Masing-masing mereka bertekad bulat; menang atau mati syahid. Ini adalah ajaran dalam Islam.
f.       Kecerdasan Arab. Baik di medan juang ataupun ditengah pembangunan, mereka mempunyai otak yang cerdas dan tangkas bekerja. Inilah watak Arab.
g.      Tetap terbuka garis mundur. Taktik perjuangan mereka sangatlah hebat, memilih tempat yang strategis, ini adalah berkat latihan Muhammad.
h.      Terpecah belahnya musuh yang dihadapi, baik Persi ataupun Romawi. Karena musuh berpecah belah, mereka datang menggempur dengan tenaga yang segar dan bulat bersatu. Ini adalah faktor luar yang sangat penting.
i.        Bantuan Yahudi. Sebagai bangsa tertindas yang lama menaruh dendam pada Romawi, menggunakan kesempatan baik ini menggabungkan diri dengan barisan Islam Untuk menggempur musuh bebuyutan itu.
j.        Keadilan, kerahiman dan kebersihan wataknya tentara Islam. Jarji Zaidan menganggap suatu faktor yang maha penting, ialah setiap tentara Islam itu menang memasuki suatu daerah tetap berlaku adil, sopan santun, dan menjauhkan diri dari soal duniawi. Ini adalah ajaran Islam.
k.      Melindungi kebudayaan dan adat kebiasaan segala kaum. Suatu prinsip yang sangat penting, ialah segala bangsa dan daerah yang dikalahkan dibiarkan hidu kebudayaan dan peri kehidupan mereka. Ini adalah ajaran Islam.[26]
Lothrop Stoddard, sebagaimana yang diungkapkan oleh Zainal Abidin Ahmad dalam bukunya mengatakan “Islam, sebagai badai topan berhembus dari padang pasir menerjang dinding jazirah Arabia dan menemui bangsa serta daerah yang jiwanya sedang kosong. Yakni, dua kerajaan Bizantium dan Persi, yang sepintas lalu tampak megah, hakikatnya laksana kayu kering, yang terlepas daya tahannya”.[27]
Jarji Zaidan sebagaimana yang dikutip oleh Zainal Abidin Ahmad dalam bukunya, mengemukakan 3 macam keistimewaan pahlawan-pahlawan Islam di masa itu:
a.       Semangat keprajuritan yang tinggi, yaitu Khalid bin Walid, Khalid bin Sa’ied, Abu Ubaidah, ‘Amir bin Jarrah, Sa’ad bin Abi Waqqash, Yazid bin Abi Sufyan, Hamzah bin Abdul Muthaallib. Keberanian melebihi pahlawan-pahlawan dari Napoleon Bonaparte dalam revolusi Perancis.
b.      Ahli siasat dan merancang taktik strategis perjuangan, yaitu Amru bin ‘Ash, Muawiyah bin Abi Sufyan, Mughirah bin Syu’bah, dan Ziad bin Abihi.
c.       Organisator caliber besar, yaitu seperti Abu Bakar dan Umar bin Khattab.[28]

3.    Kebijakan dan Pioner Ijtihad
Khalifah Umar bin Khattab menjalankan pemerintahannya dengan adil dan jujur. Pada masa pemerintahannya, negara menjadi aman, tentram, damai, makmur, dan masyarakatnyamenjadi teratur. Periode Khalifah Umar bin Khattab Radliyallaahu 'anhu. senantiasa dijadikan tolok ukur bagi generasi-generasi berikutnya.
Metode Umar dalam menerapkan prinsip musyawarah sangat bagus. Pertama-pata ia meminta dan mendengarkan pendapat publik, lalu ia mengumpulkan para tokoh sahabat, kemudian ia memaparkan masalah kepada mereka dan memintai pendapat mereka. Bila pendapat mereka baik maka ia akan melaksanakan.
Umar melakukan musyawarah terhadap masalah-masalah yang tidak terdapat teksnya dalam al-Qur’an dan Sunnah. Tujuannya, agar ia mengetahui apakah di antara sahbat ada yang menghafal apa-apa yang tidak dihafal sahabat lainnya. Ia juga bermusyawarah untuk memahami teks-teks yang multi tafsir/makna. Tujuannya, untuk makna-makna yang berbeda tersebut. Dalam dua bidang ini, terkadang Umar hanya memintai pendapat satu orang atau beberapa orang. Untuk membahas masalah umum, ia mengumpulkan para sahabat dan memperluas lingkupnya, sebagaimana pernah ia lakukan sewaktu terjangkitnya wabah penyakit di Syam, di mana ia hendak melakukan kunjungan kesana.[29]
Untuk kepentingan dan kesejahteraaan rakyatnya, Umar bin Khattab membentuk lembaga-lembaga yang akan mengantarkan rakyatnya menuju suatu kehidupan yang damai dan sejahtera. Misalnya, adanya jawatan pos yang menyampaikan berita dari Kota Madinah ke daerah-daerah atau sebaliknya. Jawatan pos ini ditempatkan pada setiap 2 kilometer di jalur perjalanan.[30]
Perbaikan jalan-jalan umum juga mendapat perhatian yang serius dari Khalifah Umar. Beliau juga memberikan santunan-santunan untuk anak-anak yatim, orang-orang tua dan wanita yang sedang menyusukan, serta mereka yang kehabisan atau kekurangan bahan makanan di jalur perjalanan. Khalifah Umar juga menetapkan tanggal 1 Muharam sebagai tahun baru hijriah dan menetapkan lambang Negara dengan bulan sabit.[31]
Dalam mengorganisir imperium Islam yang baru, Khalifah Umar memperkenalkan sebuah kebijakan yang Islami. Di Mekkah dan Madinah ia merangkul sahabat Nabi dari kalangan Mekkah dan Anshar, penolong dari kalangan warga Madinah. Di pusat-pusat perkampungan militer ia merangkul klan-klan yang turut mendukung Madinah selama berlangsung peperangan menghadapi kekuatan Mekkah dan mereka yang turut terlibat dalam penaklukan Iraq. Dari kalangan mereka ini Umar mengangkat gubernur, jenderal, dan pegawai pemerintah, memberi mereka tunjangan yang tinggi, dan mengizinkan mereka menguasai sawafi – lahan pertanian yang ditinggalkan oleh penguasa Sasania – menurut interes mereka masing-masing. Pihak oposisi juga sama kuat pengaruhnya. Di Madinah dan di Mekkah, kalangan aristrokasi Quraisy merasa kecewa dengan kebijakan khalifah Umar ini. dalam beberapa propinsi gelombang migrant dari Arabia menuju pusat-pusat perkampungan militer dan klan-klan Arab yang berpengaruh dan bahkan kepala-kepala kesukuan yang semula mengadakan perlawanan sekarang memeluk Islam.[32]
Peradaban yang paling signifikan pada masa Umar, selain pola administrative pemerintahan, peperangan dan sebagainya adalah pedoman dalam peradilan. Pemikiran Khalifah Umar bin Khattab khususnya dalam peradilan yang masih berlaku sampai sekarang adalah sebagai berikut:
Naskah Asas-asas Hukum Acara
            Dari Umar Amirul Mukminin kepada Abdullah bin Qais, mudah-mudahan Allah melimpahkan kesejahteraan dan rahmat-Nya kepada engkau.
1)      Kedudukan lembaga peradilan
Kedudukan lembaga peradilan di tengah-tengah masayarakat suatu Negara hukumnya wajib (sangat urgen) dan sunnah yang harus diikuti/dipatuhi.
2)      Memahami kasus persoalan, baru memutuskannya
Pahami persoalan suatu kasus gugatan yang diajukan kepada anda, dan ambillah keputusan setelah jelas persoalan mana yang benar dan mana yang salah. Karena sesungguhnya, suatu kebenaran yang tidak memperoleh perhatian hakim akan menjadi sia-sia.
3)      Samakan pandangan anda kepada kedua belah pihak dan berlaku adillah
Dudukkan kedua belah pihak di majelis secara sama, pandangan mereka dengan pandangan yang sama, agar orang yang trehormat tidak melecehkan anda, dan orang yang lemah tidak merasa teraniaya.
4)      Kewajiban pembuktian
Penggugat wajib membuktikan gugatannya, dan tergugat wajib membuktikan bantahannya.
5)      Lembaga damai
Penyelesaian perkara secara damai dibenarkan, sepanjang tidak menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.
6)      Penundaan persidangan
Barang siapa menyatakan ada suatu hal yang tidak ada tempatnya atau sesuatu keterangan, berilah tempo kepadanya untuk dilaluinya. Kemudian, jika dia memberi keterangan, hendaklah anda memberikan kepadanya haknya. Jika dia tidak mampu memberikan yang demikian, Anda dapat memutuskan perkara yang merugikan haknya, karena yang demikian itu lebih mantap bagi keudzurannya (tak ada jalan baginya untuk mengatakan ini dan itu lagi), dan lebih menampakkan apa yang tersembunyi.
7)      Kebenaran dan keadilan adalah masalah universal
Janganlah Anda dihalangi oleh suatu putusan yang telah Anda putuskan pada hari ini,kemudian Anda tinjau kembali putusan itu lalu Anda ditunjuk pada kebenaran untuk kembali pada kebenaran, karena kebenaran itu suatu hal yang qadim  yang tidak dapat dibatalkan oleh sesuatu. Kembali pada yang hak, lebih baik dari pada terus bergelimang dalam kebatilan.
8)      Kewajiban menggali hukum yang hidup dan melakukan penalaran logis
Pergunakanlah kekuatan logis pada suatu kasus perkara yang diajukan kepada anda dengan menggali dan memahami hukum yang hidup, apabila hukum suatu perkara kurang jelas dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Kemudian bandingkanlah permasalahan tersebut satu sama lain dan ketahuilah (kenalilah) hukum yang serupa , kemudian ambillah mana yang lebih mirip dengan kebenaran.
9)      Orang Islam haruslah berlaku adil
Orang Islam dengan orang Islam lainnya haruslah berlaku adil, terkecuali orang yang sudah pernah menjadi saksi palsu atau pernah dijatuhi hukuman had atas orang yang diragukan tentang asal usulnya, karena sesungguhnya Allah yang mengendalikan rahasia hamba dan menutupi hukuman atas mereka, terkecuali dengan ada keterangan dan sumpah.
10)  Larangan bersidang ketika sedang emosional.
Jauhilah diri anda dari marah, pikiran kacau, perasaan tidak senang, dan berlaku kasar terhadap para pihak. Karena kebenaran itu hanya berada di dalam jiwa yang tenang dan niat yang bersih. [33]
Untuk menghadapi masalah baru yang belum pernah ada pada masa Rasulullah dan masa Abu Bakar, maka Umar berijtihad untuk:

a.       Menetapkan hukum tentang masalah-masalah yang baru
Sebagai ahli fiqih, Umar bin Khattab dikenal berani melakukan ijtihad. Ijtihadnya meliputi berbagai bidang. Dalam bidang peribadatan, Umat bin Khattab berpendapat dalam hal empat takbir untuk shalat Jenazah, penyelenggaraan shalat Tarawih berjamaah, dan penambahan kata “as-salaatu khaitum minan naum” dalam azan subuh. Beberapa jasa Umar bin Khattab yang lain dalam bidang hukum adalah :[34]
1)      Pemalsuan stempel resmi miliki Negara
Pada masa Umar al-Faruq terjad suatu masalah yang sangat berbahaya dan belum pernah ada sebelumnya. Seorang yang bernama Ma’an bin Zaidah mampu memalasukan stempel Negara dengan kepandaiannya dalam bidang pahat. Dengan stempel yang palsu tersebut dia berhasil memperolah sejumlah harta dari Baitul Mal. Kejadian ini kemudian dilaporkan kepada Umar r.a. umar menghukumnya dengan seratus kali campuran dan memenjarakannya. Cambukan tersebut melukainya tiap kali dipukulkan ke badannya sebanyak seratus kal. Setelah itu, dia diasingkan.[35]
2)      Seorang yang mencuri harta dari Baitul Mal di Kufah
Umar bin Khathab r.a tidak memotong tangan orang yang mencuri dari Baitul Mal. Ibnu Mas’ud bertanya kepada Umar tentang jati diri siapa pencurinya. Umar berkata, “bebaskanlah dia karena semua orang memiliki hak yang terdapat di Baitul Mal ini.” Setelah itu Umar menghukumnya dengan hukuman takzsir berupa cambukan.[36]
3)      Pencurian di saat paceklik
Para pemuda dari suku Hathib bin Abi Balta’ah mencuri onta kepunyaan seseorang dari suku Muzni. Mereka menyembelih onta tersebut dan memakannya. Kejadian ini kemudian dilaporkan ke Umar. Dia meminta agar para pemuda itu didatangkan. Mereka mengakui telah mencuri onta dari kandangnya. Mereka adalah orang-orang yang berakal, mukallaf, dan tidak memiliki alasan yang sangat mendesak dibalik pencurian onta. Katsir bin Shald mengusulkan agar semua tangan mereka dipotong. Akan tetapi Umar memahami atas pencurian yang terjadi masa musim paceklik itu dan dia mengetahui bagaimana kesusahan yang dihadapai masyaarakat.[37]
Umar r.a berkata, “Carilah alasan yang bisa menghindarkan mereka dari hukuman.” Katsir berkata kepada pemimpin mereka, “Saya kira anda telah menyebabkan mereka kelaparan. “ Umar menerima dengan alasan ini dan membatalkan hukum potong tangan. Dia memerintahkan agar mereka membayar ganti rugi kepada orang-orang suku Muzni dua kali lipat dari harga onta. Harga onta tersebut adalah seharaga 800 dirham. Umar menghindarkan hukum potong tangan terhadap mereka, karena pencurian terjadi di saat paceklik.
4)      Seorang perempuan gila yang berzina
Ada seorang perempuan gila berzina dibawa ke hadapan Umar, dia kemudian bermusyawarah dengan para ahli hukum. Mereka menyarankan agar menjatuhkan hukuman rajam kepadanya. Setelah musyawarah selesai, Ali bin Abi Thalib datang dan berkata, “Ubahlah hukuman yang sudah diputuskan kepadanya.”
Dia kemudian menghadap Umar r.a dan berkata, “Aapakah kamu tidak mengetahui bahwa pena telah diangkat darinya?” Kemudian Ali menyebutkan hadits yang berkaitan dengan masalah ini.
“Ya, betul”. Jawab Umar
“Kenapa dia dijatuhi hukuman rajam? Sekarang bebaskanlah dia”. Kata Ali.
Mendengar jawaban ini, Umar langsung bertakbir.[38]
5)      Orang dzimmi yang memaksa muslimah untuk melakukan zina
Terjadi di masa Khalifah Umar al-Faqruq r.a. seorang ahli dzimmi memaksa perempuan muslimah untuk berzina. Umar kemudian menyalibnya karena dia dianggap telah melanggar perjanjian damai.[39]
6)      Wanita-wanita dipaksa untuk melakukan zina
Beberapa janda yang telah dipaksa berzina oleh beberapa orang pemuda anak pejabat dibawa ke hadapan Umar. Umar kemudian menjatuhkan hukuman cambuk kepada orang-orang yang memaksa untuk melakukan zina dan tidak mencambuk perempuan-perempuan yang dipaksa berzina.[40]
7)      Hukuman orang yang berzina dan tidak mengetahui hukumnya
Diriwayatkan dari Sa’id bin Musayyab bahwa ada salah seorang pegawai pemerintah yang menulis surat kepada Umar bin Khathab. Dalm surat tersebut, dia memberi tahu ada seorang lelaki yang mengaku telah berzina. Umar memberikan jawaban kepadanya lewat surat yang berisi, “Tanyakan kepadanya. Tanyakan kepadanya apakah dia mengetahui bahwa apa yang dia lakukan adalah perbuatan yang haram? Jika dia mengetahui demikian, terapkanlah hukuman had kepadanya. Jika dia tidak mengetahui, maka berikanlah pengetahuan kepadanya bahwa zina itu haram. Jika dia melakukan zina kembali, maka terapkanlah hukuman had kepadanya.[41]
8)      Seorang istri yang menikah dalam masa iddah dan suaminya juga tidak mengetahui larangan nikah ini
Ada seorang perempuan yang menikah di masa iddah. Kejadian ini dilaporkan kepada Umar bin Khathab r.a. umar kemudian menceraikan pernikahan tersebut. Dia memberikan hukuman cambuk kepada pengantin perempuan. dia juga menjatuhkan hukuman cambuk kepada suami sebagai hukuman takzir.[42]
9)      Seorang perempuan menikah dengan laki-laki, sementara dia sebenarnya punya suami yang diraasiakannya
Umar menjatuhkan hukuman rajam kepada perempuan tersebut. Akan tetapi, dia tidak menjatuhkan hukuman rajam kepada suaminya karena tidak tahu. Dia hanyaa mencambuk suaminya sebanyak seratus kali.[43]
10)  Mughirah bin Syu’bah dituduh melakukan zina
Satu dari empat saksi yang menuduh Mughirah bin Syu’bah mencabut tuduhannya. Umar kemudian berkata, “Segala puji bagi Allah, karena setan tidak berhasil menjerumuskan sahabt-sahabt Rasulullah saw. ke dalam perbuatan zina. Ketiga orang yang menuduh dijatuhi hukuman qadzaf, karena jumlah saksinya tidak mencapai empat orang.[44]
11)  Hukum perempuan yang menikah dengan budak laki-lakinya
Pada masa Umar bin Khathab ada seorang wanita yang menikah dengan budak lelakinya. Ketika ditanya apa alasan menikah dengan budak lelakinya?
Perempuan itu balik bertanya, “Bukankah Allah swt. berfirman, “Dan budak-budak perempuan yang kamu miliki”, bukankah orang yang aku nikahi adalah budak yang aku miliki?”
Setelah kejadian ini dilaporkan kepada Umar r.a. dia berkata kepadanya, “Budak lelakimu tidak halal bagimu”.
Dalam riwayat yang lain disebutkan, Umar menceraikan pernikahan tersebut dan mencambuk orang perempuan tersebut sebagai hukuman takzir, bukan had. Alasan Umar tidak menerapkan hukuman kepadanya adalah karena dia tidak mengetahui akan haramnya pernikahan tersebut.[45]
12)  Orang perempuan yang menuduh suaminya berzina dengan budak perempuannya
Ada orang perempuan yang menuduh suaminya berzina dengan budak perempuannya. Setelah diadakan pemeriksaan, ternyata dia sendiri yang memberikan budak perempuan tersebut kepada suaminya. Umar kemudian menerapkan hukuman tuduhan melakukan zina sebanyak 80 kali cambukan.[46]
13)  Hukuman orang yang menuduh zina dengan bahasa kiasan
Pada masa Umar bin Khathab ada orang yang menuduh zina orang lain dengan bahasa kiasan. Orang tersebut lalu menyangkal, “Ibuku bukanlah pezina, begitu pula bapakku.” Umar lalu bermusyawarah dengan para sahabatnya menghadapi permasalahan ini. ada yang berkata, “Dia memuji-muji bapak dan ibunya sendiri.” Sedangkan yang lain berkata, “Berita yang sebenarnya tentang bapak dan ibunya tidaklah demikian. Kami berpendapat bahwa orang yang menuduh (dengan bahasa kiasan itu harus dicambuk.” Umar al-Faruq r.a. menerima pendapat ini dan kemduian mencambuk orang tersebut sebanyak 80 kali cambukan.
Alasan yang dijadikan dasar oleh Umar bin Khathab dalam menjatuhkan hukuman cambuk kepada orang yang menuduh zina dengan bahsa kiasan, karena bukti yang ada sudah jelas. Orang tersebut telah menuduh dengan bahasa kiasan. Apa yang dia katakana adalah untuk memaki-maki dan memusuhi temannya. Apa yang dilakukan oleh Umar bin Khathab adalah bertujuan untuk mendidik orang-orang yang minim ilmunya dan menjaga kehormatan orang yang bersih hatinya. Kebijaksanaan Umar r.a. tidaklah bertentangan dengan al-Qur’an dan hadits. Bahkan perbuatannya itu dalam rangka menerapkan tujuan syariat yang mulia.[47]
14)  Dihalalkannya darah orang Yahudi yang melanggar kehormatan orang Islam
Pada masa Umar bin Khathab ada dua orang pemuda shaleh yang sangat akrab layaknya saudara. Salah satunya kemudian menyerang yang lain. pemuda yang diserang kemudian pergi menuju rumah saudaranya di malam hari. dia ingin mengawasi pemuda yang menyerang di rumah saudaranya. Sesampainya di rumah saudaranya, dia mendapati lampu sudah menyala dan ada seorang Yahudi yang sedang bersama keluarga saudaranya. Orang Yahudi tersebut kemudian melantunkan sebuah syair:
Engkau telah mengorbankan kecemburuannya terhadap Islam padaku. Engkau telah meninggalkan pernikahannya semalam suntuk
Engkau menolak kehadiran orang-orang sebaya, sekarang menjadi seperti tanah tandus yang sempit dan kasar
Anggota tubuh manusia seakan-akan laksana sekerumunan manusia.
Pemuda tersebut kemudian kembali ke keluarganya dan menghunus pedang. Setelah itu dia kembali lagi ke rumah saudaranya. Sesampainya di sana, dia langsung membunuh orang Yahudi itu dan menyeret mayatnya lalu melemparkannya ke jalan. Pagi harinya, orang-orang Yahudi terkejut karena kawan mereka terbunuh, tetapi mereka tidak mengethuinya siapa pembunuhnta. Orang-orang kemudian menghada Umar bin Khathab untuk melaporkan kejadian ini.
Umar kemudian memanggil orang-orang dengan seruan, “Marilah kita shalat berjama’ah.” Orang-orang emudan berkumpul untuk shalat berjama’ah. Setelah shalat Umar naik mimbar dan berpidato, “Segala puji bagi Allah. Saya berharap ada salah seorang dari kalian yang memberi tahu kepadaku, siapa yang membunuh orang Yahudi ini.” kemudian, ada seorang pemuda yang bangkit dan memberi tahu umar sebab pembunuhan tersebut sambil melantunkan syair yang pernah dilantunkan oleh orang Yahudi. Mendengar jawaban ini, kemudian Umar berkata, “Allah tidak melaknatmu dan telah menghalalkan darahnya.”[48]
15)  Orang yang membunuh otang lain ketika membela dirinya tidak berkewajiban membayar diyat
Abdurrazak dalam mushannafnya dan al-Baihaqi dan sunannya meirwayatkan bahwa ada seorang lelaki yang menjamu dari beberapa orang suku Hudzail. Mereka mengirimkan seorang budak perempuan untuk dipinang. Orang lelaki tersebut tertarik dengan budak perempuan. kemudian dia menginginkannya, tetapi budak perempuan menolak. Dia kemudian berusaha untuk menguasai budak perempuan beberapa saat. Budak perempuan tersebut berhasil melarikan diri sambil melempar batu ke arah orang lelaki tersebut. Lemparan batu tersebut mengenai hati orang lelaki itu sehingga menyebabkan kematian.
Budak perempuan kemudian pulang menemui keluarganya dan menceritakan peristiwa yang terjadi. Keluarganya melaporkan hal ini kepada Umar. Umar mengirimkan untusan untuk mengumpulkan bukti-bukti dari kejadian tersebut. Setelah mendapatkan bukti-bukti, dia berkata, “Orang yang membunuh karena membela diri, dia tidak berkewajiban membayar diyat.” Umar membiarkan orang lelaki terbunuh tenpa menerapkan hokum qishash, diyat, atau kifarat kepada budak perempuan yang membunuh.[49]
16)  Pembebasan pajak bagi pengemis dari kalangan dzimmi
Dalam data sejarah disebutkan bahwa Umar adalah pemimpin yang sangat toleran terhadap ahli Dzimmah. Umar membebaskan mereka dari kewajiban bayar pajak ketika mereka tidak mampu untuk membayarnya. Dalam kitab Al-Amwal, Abu Ubaid mengatakan, “Suatu hari Umar melintas di sebuah pintugerbang rumah suatu kaum. Di situ terdapat seorang laki-laki tua yang buta sedang mengemis. Umar memukl pundak laki-laki tua itu dan bertanya, “Dari golongan Ahli Kitab mana Anda berasal?” Laki-laki tua itu menjawab, “Aku adalah seorang Yahudi”. “Mengapa Anda mengemis?” tanya Umar. “Aku mencari uang untuk bayar pajak dan untuk memenuhi kebutuhnku sehari-hari”, jawab laki-laki tua itu. setelah itu, Umar menggandeng tangan dan memwaba laki-laki tua itu ke rumahnya. Umar memberikan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan si lako-laki tua tersebut. Kemudian , Umar menyuruh si laki-laki tua itu untuk menemui petugas Baitul Mal.[50]
Kepada petugas Baitul Mal, Umar mengatakan, “Perhatikanlah kebutuhan orang ini dan orang-orang seperti dia! Demi Allah, kita tidak pantas memakan hartanya (dari hasil pembayaran pajak) ketika dia masih muda, lalu kita menelantarkan dia ketika dia sudah lanjut usia.” Setelah itu, Umar membebaskan si laki-laki tua itu dan orang-orang seperti dia dari kewajiban bayar pajak. Umar juga menulis suart yang ditujukan kepada para pembantunya dalam rangka untuk memberlakukan ketentuan ini secara umum.[51]
17)  Penetapan kalender hijriah
Penanggalan hijriah dianggap memiliki signifikansi dalam bidang peradaban. Orang pertama yang menetapkan hijarh sebagai kalender Islam adalah Umar bin al-Khathab. Terdapat banyak riwayat yang menceritakan tentang penyebab dijadikannya peristiwa hijrah sebagai penanggalan Islam. dirawikan dari maimun bin Mahran, ia bercerita, “Surat akte toko milik Umar diserahkan kepada Umar pada bulan Sya’ban. Uamr bertanya, “Bulan Sya’ban tahun kemarin atau bulan Sya’ban tahun yang akan datang atau bulan Sya’ban tahun ini?” kemudian. Umar mengumpulkan para sahabat. Kepada mereka, Umar mengatakan, “Hendaklah kalian menetapkan suatu peristiwa bagi publik untuk penanggalan mereka!”
Salah seorang sahabat mengusulkan, “Catatlah berdasarkan penanggalan romawi!” “Penanggalan Romawi terlalu panjang. Mereka mencatat penanggalan mereka sejak zaman Dzulqarnain”, kata salah seorang sahabat memberi komentar. “Catatlah berdasarlan penanggalan Persia!” usul salah seorang sahabat. Para sahabat menanggapi,”setiap kali raja Persia naik tahta, ia membuang penanggalan raja yang memerintah  sebelumnya. Setelah itu, para sahabat sepakat untuk menghitung berapa tahun Rasulullah saw tinggal di Madinah. Mereka menyimpulkan bahwa beliau tinggal di Madinah selama sepuluh tahun. Maka penanggalan dicatat berdasarkan hijrah Rasulullah saw.
Dirawikan dari Utsman bin Ubaidillah, ia bercerita “Aku perna mendengar Sa’id bin Al-Musayyab berkata, “Umar bin Al-Khathab pernah mengumpulkan kaum Muhajirin dan Anshar. Kepada mereka, Umar bertanya, “Sejak kapan kita menuliskan tanggal?” Ali bin Abi Thalib menjawab, “Sejak Nabi keluar dari Mekkah, yakni sejak beliau berhijrah.” Maka Umar menuliskan tanggal berdasarkan hijrah Rasulullah saw.
Dirawikan dari sa’id bin Al-Musayyab, ia bercerita, “Orang pertama yan menetapkan kalender hijriah adalah Umar bin Al-Khathab. Tepatnya, dua tahun setengah setelah ia menjabat sebagai khalifah. Ia menetapkannya tanggal 16 Muharram, dengan meminta pendapat Ali bin Abi Thalib.
Abu Az-Zanad bercerita, “Umar pernah bermusyawarah dengan para sahabat dalam rangka untuk membhas masalah penanggalan. Mereka sepakat persitiwa hijrah sebgai kalender Islam.
Ibnu hajar bercerita, “Asdapun alasan mereka menetapkan bulan Muharram sebagai permulaan kalender hijriah, bukan bulan Rabiul Awal, bulan dimana Nabi melakukan hijrah, adalah, para sahabat bermusyawarah dengan Umar menemukan empat peristiwa yang dapat dijadikan sebagai penanggalan, yakni tahun kelahiran Nabi, tahun diangkatnya beliau menjadi rasul, tahun hijrah, dan tahun wafatnya Beliau. Mereka berpandangan bahwa tahun kelahiran dan tahun diangkatnya Beliau menjadi rasul tidak terlepas dari perdebatan seputar tahun kejadiannya.
Mereka juga menolak menetapkan kalender berdasarkan tahun wafat Beliau. Alasannya, karena tahun wafat Beliau akan menimbulkan esedihan bagi kaum muslimin. Dari empat peristiwa tersebut, yang tersisa tinggal peristiwa hijrah. Mereka menetapkan bulan Muharram sebagai awal kalender hijriah, bukan bulan Rabiul awal, karena permulaan tekad untuk hijrah terjadi sejak bulan Muharram. Sebab, peristiwa Baiat Aqabah II terjadi pada bulan Dzulhijjah. Peristiwa ini dianggap sebagi mukadimah untuk hijrah, bulan tsabit yang muncul setelah peristiwa Baiat Aqabah II dan tekad untuk hijrah adalah bulan tsabit Muharram. Karenanya, bulan Muharram tepat untuk dijadikan sebagai permulaan kalender hijriah. “Ibnu hajar selanjutnya bercerita, “Bulan ini lebih tepat dijadikan sebagai permulaan kalender hijriah, yakni bulan Muharram.”
Dengan peristiwa yang istimewa ini, maka Umar telah emmebrikan konstribusi dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan yang bersifat komprehensif di Jazirah Arabia, di mana terwujud kesatuan akidah dengan adanya satu agama, kesatuan umat dengan lenyapnya aneka perbedaan, dan kesatuan persepsi dengan menetapkan kalender. Karenanya, Umar dapat mengadapi musuh-musuhnya dan ia yakin akan mencpai kemenangan gemilang.[52]
18)  Shalat tarawih
Orang pertama yang mengumpulkan orang-orang untuk melakukan shalat tarawih adalah Umar bin Khathab. Ia juga menuliskan surat kepada para pembantunya di berbagai wilayah supaya melakukan shalat tarawih secara berjama’ah. Alasannya, karena pada suatu malam di bulan Ramadhan, Umar pergi ke masjid dan melihat orang-orang berkelompok-kelompok di sana sini. Sebagian mengerjakan shalat sendiri-sendiri, dan sebagian lagi shalat berjama’ah bersama kelompoknya masing-masing. Umar berkata, “Seandainya aku kumpulkan mereka semuanya di belakang seorang imam, niscaya hal itu lebih utama.” Kemudian Umar mengumpulkan mereka dan menunjuk Ubaiy bin Ka’ab sebagai imam.
Shalat tarawih bukanlah shalat yang ditetapkan oleh Umar. Ia juga bukan orang pertama yang menetapkannya. Shalat ini sudah ditetapkan sejak nabi saw. Akan tetapi, Umar merupakan orang pertama yang mengumpulkan orang-orang mengerjakan shalat tarawih di belakang seorang imam. Sebelumnya, mereka semua shalat sendiri-sendiri, lalu Umarpun mengumpulkan mereka di belakang seorang imam.[53]
19)  Pendapat Umar bin Khathatb mengenai pernikahan dengan wanita-wanita ahli Kitab
Ketika Umar mendapat informasi bahwa Hudzaifah bin Al-Yaman menikahi seorang wanita Yahudi, ia menulis sepucuk surat kepada Hudzaifah. Dalam surat tersebut Umar mengaakn kepada Hudzaifah, “Ceraikan dia!” H8udzaifah membalas suart Umar dengan mengatakan, “Apakah Anda menganggap bahwa dia haram kunikahi sehingga aku harus menceraikan dia?” Umar menjawab, “Aku tidak menganggap bahwa dia haram dinikahi, tapi aku khawatir kalian menikahi wanita-wanita tuna susila di antara mereka.” Dalam sebuah riwaya disebutkan, “Aku khawatir kalian meninggalkan wanita-wanita muslimah dan kalian menikahi wanita-wanita tuna susila (mereka).
Abu Zahrah mengatakan, “Kita harus memutuskan bahwa yang paling utama bagi seorang muslim adalah, ia tidak menikahi kecuali seorang muslimah. Alasannya, karena sempurnanya keserasian dari segala sisi. Umar telah melarang untuk menikahi wanita-wanita Ahli Kitab untuk tujuan yang sangat luhur seperti ketertarikan politik. Ia melarang pernikahan ini dengan tujuan menghimpun dan menyatukan hati kaum muslimin.
Umar melarang menikahi wanita-wanita Ahli Kitab, dengan bersandar pada dua argumentasi berikut:
1)      Karena hal tersebut akan menyebabkan wanita-wanita muslim menjadi lesu alias tidak laku;
2)      Karena wanita-wanita Ahli Kitab akan merusak akhlak dan agama anak-anak kaum muslimin.
Dua argumentasi ini dianggap sudah meamadai untuk melarang pernikahan semacam ini. akan tetapi, bila kita berkaca dengan era yang kita hadapi sekarang ini, maka pernikahan tersebut akan menimbulkan mafsadat lain. karenya, saat ini larangan ini menjadi tegas. Prof. Jmail Muhammad Mubarak telah menyebutkan sejumlah mufsadat dari pernikahan semacam ini, diantaranya:
a)      Terkadang seorang istri dari Ahli Kitab memiliki misi untuk memata-matai kaum muslimin.
b)      Tradisi dan adat istiadat orang-orang kafir akan maasuk ke daerah-daerah muslim.
c)      Akan menyerte seorang muslim untuk beridentitas dengan identitas orang-orang kafir.
d)     Orang-orang Islam yang menikahi wanita-wanita Ahli Kitab tidak menyadari bahwa ada di antara mereka yang dijadikan sebagai adonan yang mudah dibentuk di tangan wanita-wanita Ahli Kitab.
e)      Terkadang orang-orang Islam yang menikahi wanita-wanita Ahli Kitab merasa rendah diri. Hal ini menyebabkan ia tidak tahu akan ajaran agama Allah.
Berbagai mafsaat di atas dianggap sudah memadai untuk dijadikan sebagai pijakan dalil untuk melarang menikahi wanita-wanita Ahli Kitab pada masa kita sekarang ini.
Batasan-batasan yang ditetapkan Umar untuk menikahi wanita-wanita Ahli Kitab di atas selaras dengan berbagai kemaslahatan agung bagi Negara dan masyarakat Islam. bangsa-bangsa yang sadar telah mengetahui bahwa dar pernikahan putra putri mereka dengan orang-orang luar. Pernikahan campuran ini akan menimbulkan berbagai bahaya bagi sebuah Negara, baik langsung maupun tidak langsung. Karena itu, mereka terkadang menetapkan aturan-aturan yang ketat, khususnya bagi mereka yang mengemban tugas publik. Yang demikian ini merupakan sebuah tindakan hati-hati yang memiliki alasan yang kuat. Sebab, seorang istri akan mengetahui banyak tentang rahasia suaminya – untuk tidak mangatakan semuanya – karena di antara mereka terikat jalinan kasih sayang.
Perhatian Umar terhadap masalah ini memposisikan dia sebagai guru yang mengawasi orang-orang yang datang sesudahnya seperti pemimpin di sepanjang zaman. Dalam perkawinan dengan wanita-wanita Ahli Kitab terdapat berbagai mafsadat yang besar. Sebab, mereka adalah orang luar yang masuk ke dalam masyarakat kita dan mereka berbeda dengan kita dalam banyak hal. Sebagian besar di antara mereka tetap menganut agama mereka. Mereka tidak merasakan manisnya cita rasa Islam dan ajaran-ajarannya seperti sikap setia dan mengormati suami. Umar telah menilai perkawinan semacam ini dengan pemahamannya yang mendalam tentang ajaran agama, dengan pengetahuannya tentang karakter manusia, dan pengetahuannya tentang apa-apa yang bermanfaat dan apa-apa yang membahayakan bagi kaum muslimin. Oleh karena itu, ia membuat sebuah kebijakan yang tegas terhadap perkawinan model ini.[54]
Salah satu dari sekian masalah baru yang ditetapkan hukumnya oleh umar adalah masalah talak (cerai) tiga kali yang diucapkan sekaligus, hal ini adalah keputusan beliau demi mencegah pintu maksiat sebagai hukuman ketika masyarakat melakukan sesuatu yang tidak disukai oleh Allah sehingga mereka layak mendapat hukuman yang setimpal.[55]

20)  Penetapan aturan pembagian harta warisan
21)  Perumusan prinsip Qiyas
22)  Pengangkatan para hakim
23)  Pemakaian cambuk dalam melaksanakan hukuman badan
24)  Penetapan 80 kali dera bagi pemabuk
25)  Pemungutan zakat atas kuda yang diperdagangkan
26)  Larangan penyebutan nama wanita dalam lirik syair
27)  Penetapan almanac (kalender) hijriah.
28)  Dan lain sebagainya

b.      Memperbarui organisasi Negara
Umar mengadakan dalam Daulah Islamiyah peraturan-peraturan baru, yang belum ada sebelumnya. Maka dia membuka lembaran sejarah baru, memperpesat kemajuan, membentuk pemerintahan, mengatur kantor-kantor, meletakkan dasar-dasar peradilan dan administrasi, mendirikan Baitul Mal, mengadakan hubungan pos ke daerah-daerah, menempatkan pasukan-pasukan di perbatasan dan melakukan segala sesuatu pada waktu yang tepat untuk melakukannya dan dimulai dengan cara yang sebaik-baiknya. Kesimpulan yang dapat dikatakan mengenai Umar ialah dia telah menciptakan peraturan untuk segala sesuatunya di atas dasar yang kokoh dan kemudian siapa yang ingin menyempurnakannya maka dia dapat melakukannya diatas dasar-dasar itu.[56]
Pada masa rasul, sesuai dengan keadaanya, organisasi Negara masih sederhana. Tetapi ketika masa khlaifah Umar, dimana ummat Islam sudah terdiri dari bermacam-macam bangsa dan urusannya makin meluas, maka disusunlah organisasi Negara sebagai berikut:
1)   Organisasi politik yang terdiri dari,
a)       Al-Khilafat, Kepala Negara. Dalam memilih kepala Negara berlaku sistem “bai’ah”. Pada masa sekarang mungkin sama dengan sistem demokrasi. Hanya waktu itu sesuai dengan al amru syura bainahum sebagaimana yang digariskan Allah dalam al-Qur’an.
b)      Al-Wizaraat, sama dengan menteri pada zaman sekarang. Khalifah Umar menetapkan Usman sebagai pembantunya untuk mengurus pemerintahan umu dan kesejahteraan, sedangkan Al untuk mengurus kehakiman, surat menyurat, dan tawanan perang.
c)      Al-Kitabaat, sekretaris Negara. Umar Ibn Khattab mengangkat Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Arqam menjadi sekretaris untuk menjelaskan urusan-urusan penting. Usman bin Affan juga mengangkat Marwan bin Hakam.

2)      Administrasi Negara
Sesuai dengan kebutuhan, khalifah Umar bin Khattab menyusun administrsi Negara menjadi:
a)        Diwan-diwan (departemen-departemen)
S  Diwan al-Jundiy (Diwan al-Harby): Badan Pertahanan Keamanan. Orang muslim pada masa Rasul dan Abu Bakar semuanya adalah prajurit.ketika Rasul atau Abu Bakar menyeru untuk berperang siaplah semua mengikuti perintah Nabi. Kemudian ketika perang telah selesai dan ghanimah telah dibagikan, mereka kembali menjadi penduduk sipil. Masa Umar keadaan telah berubah, disusunlah suatu badan yang mengurusi tentara. Disusunlah angkatan bersenjata khusus, asrama, latihan militer, kepangkatan, gaji, persenjataan, dan lain-lain. mulai juga membangun angkatan laut oleh Muawiyah gubernur Syam dan oleh Ala bin Hadharamy gubernur Bahrain.
S  Diwan al-Kharraj (Diwan al-Maaliy)/Bait al Maal yang mengurusi keuangan Negara, pemasukan dan pengeluaran anggaran belanja Negara sumber pemasukan keuangan Negara Islam adalah:
·         Al-Kharraj : pajak hasil bumi
·         Al-Usyur yaitu 10% dari perdagangan dan kapal-kapal orang asing yang datang ke Negara Islam: bea cukai.
·         Al-Zakah : pajak harta 2,5% dari harta yang sampai nisab.
·         Al-Jizyah : pajak ahli dzimmah, yaitu orang yang bukan Islam bertempat tinggal di Negara Islam.
·         Al-Fai dan ghanimah: uang tebusan dari orang musyrik yang kalah dalam perang dan harta rampasan perang.
S Diwan al-Qudhat. Departemen kehakiman. Umar mengangkat hakim-hakim khusus untuk tiap wilayah dan menetapkan persyaratannya.
b)        Al- Imarah ‘ala al-buldan: Administrasi pemerintahan dalam negeri.
S Negara dibagi menjadi beberapa provinsi yang dipimpin oleh seorang gubernur (amil), yaitu:
·         Ahwaz dan Bahrain
·         Sijistan, Makran, dan Karman, Iraq
·         Syam, Palestina, Mesir, Padang sahara, Libia.
S Al-Barid: perhubungan, koda pos memakai kuda pos
S Al-Syurthah: polisi penjaga keamanan Negara. [57]

c.       Mengembangkan Ilmu
Kelanjutan dari meluasnya kekuasaan Islam ada dua gerakan perpindahan manusia, orang Arab Muslim keluar jazirah Arab, orang Ajam datang ke jazirah Arab. Dua gerakan perpindahan ini membawa dampak tersendiri, baik positif maupun negatif. Orang Ajam yang berasal dari luar Jazirah Arab adalah bangsa yang pernah mewarisi kebudayaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan bangsa Arab. Walaupun nyala api ilmu pengetahuan mereka hampir padam, namun bekasnya masih nyata. Hal ini terlihat pada adanya kota-kota tempat perkembangan kebudayaan Yunani seperti Iskandariyah, Antiokia, Harran dan Yunde Sahpur. Kedatangan mereka ke Jazirah Arab, di mana kemudian mereka masuk Islam dan berbahasa dengan bahasa Islam (Arab) serta berkeyakinan dengan keimanan  Islam, mendorong penguasa waktu itu, yaitu khalifah Umar bin Khattab, memerintahkan untuk membuat tata bahasa Arab. Ali bin Abi Thaliblah pembangun pertama dasar-dasar ilmu nahwu yang selanjutnya disempurnakan oleh Abu al-Aswad al-Duwaly. Selain itu perlu menafsirkan ayat al-Qur’an sehingga mereka terhindar dari kesalahan dalam memahami. Maka bertindaklah beberapa sahabat untuk menafsirkan al-Qur’an seperti yang didengar dari Nabi dan dari pemahaman mereka sendiri sebagai ahli bahasa. Mereka itu adalah Ali binAbi Thalib, Abdullah ibnu Abbas, Abdullah bin Mas’ud, Ubay bin Ka’ab. Mereka ini kemudian dianggap sebagai mufassir pertama dalam Islam.[58]
Untuk kepentingan pengajaran di luar Jazirah Arab, dikirim guru-guru yang terdiri dari sahabat-sahabat ahli ilmu, yaitu Abdullah bin Mas’ud pergi ke Kufah, Abu Musa al-Asy’ari dan Anas bin Malik pergi ke Basrah, Muadz, Ubadah, Abu Darda dikirim ke Syam, Abdullah bin Amr bin Ash dikirim ke Mesir. Melalui tangan-tangan mereka berkembang  ilmu keislaman di negeri-negeri itu dan menghasilkan ulama (ahli ilmu) dalam jumlah yang lebih besar. Selanjutnya umat Islam mulai tergerak untuk mempelajari adat istiadat mereka, kaidah-kaidah orang Yahudi dan Nasraani, ilmu-ilmu yang berkembang di kalangan mereka. Hanya saja usaha-usaha mulia khalifah Umar itu tidak berlangsung lama karena Umar terbunuh. Namun Umar diakui oleh para sarjana muslim dan bukan muslim bahwa ia adalah orang kedua sesudah Nabi yang paling menentukan jalannya kebudayaan Islam.[59]
Demikian cerdas dan bijaksananya Umar, Rasulullah bersabda meengenai keutamaan yang dimiliki Umar tersebut:
حَدِيْثُ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قاَلَ: بَيْنَا أَنَا نَائِمُ، أُتِيْتُ بِقَدَحِ لَبَنٍ، فَشَرِبْتُ حَتَّى إِنَّيْ لَأَرَى المرَّيَّ يَخْرُجُ فِيْ أَظْفَارِي ثُمَّ أَعْطَيْتُ فَضْلِي عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ قَالُوْا: فَمَا أَوَّلْتَهُ يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: الْعِلْمِ.
(أخرجه البخاري في:٢ كتب الإمان:٢٢ باب فضل العلم).
Ibnu Umar r.a berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, ‘ketika tidur aku bermimpi diberi segelas susu lalu aku meminumnya hingga aku melihat tanda-tanda kepuasan dari kuku-kukuku. Kemudian aku berikan sisanya kepada sahabatku yang mulia Umar bin Khattab.’ Orang-orang bertanya, ‘Wahai Rasulullah apa takwilnya itu?’ beliau menjawab, ‘Ilmu’”.[60]
حَدِيْثُ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ، يَقُوْلُ: بَيْنَا أَنَا نَائِمُ رَأَيْتُنِيْ عَلَى قَلِيْبٍ، عَلَيْهَا دَلْوٌ فَنَزَعْتُ مِنْهَا مَا شَاءَ اللهُ ثُمَّ أَخَذَهَا ابْنُ أَبِيْ قُحَافَةَ فَنَزَعَ بِهَا ذَنُوْبًا أَوْ ذَنُوْبَيْنِ وَفِيْ نَزعِهِ ضَعْفٌ، وَاللهُ يَغْفِرُلَهُ ضَعْفَةُ ثُمَّ اسْتَحَالَتْ غَرْبًا، فَأَخَذَهَا ابْنُ الْخَطَّابِ، فَلَمْ أَرَ عَبْقَرِيًّا مِنَ النَّاسِ يَنْزِعُ نَزْعَ عُمَرَ، حَتَّى ضَرَبَ النَّاسُ بَعَطَنٍ.
(أخرجه البخاري في:٦٢ كتب فضائل أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم: ٥ باب قول النبي صلى الله عليه وسلم: لو كنت متخذا خليلا)
Abu Hurairah berkata, “Aku mendengar nabi saw. bersabda, ‘ketika sedang tidur, aku bermimpi melihat diriku ada di sebuah sumur yang memiliki timba, lalu aku mengambil air dengan timba itu sesuai dengan kehendak Allah. Kemudian timba itu diambil oleh Ibnu Quhafah (Abu Bakar r.a), lalu ia menimba sebanyak satu atau dua timba air pada tarikannya itu ada kelemahan, tapi Allah telah mengampuni kelemahannya itu. kemudian timba itu menjadi besar lalu diambil oleh Ibnu Khattab (Umar r.a) aku belum pernah melihat seorang pemimpin yang dapat menimba seperti Umar sehingga orang-orang merasa puas.”[61]
Umar merupakan seorang tokoh khalifah dengan wilayah kekuasaan yang demikian luas namun mampu memerintah dengan kebijakan-kebijakannya yang luar biasa serta tidak menghadapi kesulitan yang lebih besar dari kebesaran pribadinya dan menghendaki kemampuan yang lebih tinggi dari kemampuannya atau kehebatan maupun kepintaran yang lebih sempurna dari kehebatan dan kepintaran yang dimilikinya. Setiap kesulitan dihadapi dan diselesaikan olehnya dengan cukup tegas dan bijaksana.


4.    Wafatnya Umar bin Khattab
Umar memerintah selama sepuluh tahun (13-23 H/634-644 M). masa jabatannya berakhir dengan kematian. Beliau dibunuh oleh seorang budak dari Persia bernama Abu Lu’lu’ah. Untuk menentukan penggantinya, Umar tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar. Beliau menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah seorang diantaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebt adalah Usman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa’ad Ibnu Abi Waqqas, dan Abdurrahman bin ‘Auf. Setelah Umar wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Usman sebagai khalifah, melalui persaingan yang agak ketat dengan Ali ibn Abi Thalib.[62]
Takdir telah menghendaki Umar meninggal dunia akibat dibunuh. Tetapi terbunuhnya Umar bukanlah karena kebencian “pribadi” atau karena suatu kecacatan dalam kehidupan pribadinya. Kebencian yang disebabkan oleh fanatik rasiallah yang menjadi sebab terjadinya pemufakatan kejahatan untuk membunuhnya di antara mereka yang dikalahkan di medan perang. Demikianlah setiap kebencian yang tetap berlangsung setelah kematiannya yang disebut pada hakikatnya adalah “kebencian rasial” yang terhubung di balik tuntutan golongan dan pertentangan pendapat, meskipun masa telah lama berlalu.[63]
Umar telah mati syahid sebagai korban rencana jahat dari musuh-musuh Negara Islam. Kisah pembunuh bayaran, yakni Abu Lu’lu’ah tidak lain kecuali terselubung yang berlindung di belakangnya komplotan jahat di Madinah dan negeri-negeri lain, karena mereka takut akan dikenakan hukum Qisas bila mereka mengakui apa yang telah mereka rencanakan dan lakukan.[64]
Dalam pembunuhan itulah tampak dengan jelas keutamaannya yang besar seperti yang tampak pada perbuatan dan tindakannya yang besar dan sifat-sifatnya yang agung. Umar yang telah gugur merupakan teladan dalam keberanian, mendahulukan kewajiban, mengutamakan orang lain atas dirinya sendiri, menilai hati nurani sendiri dan bertindak tepat dalam segala urusan, pada saat-saat yang tepat dan sesuai untuk bertindak dan berpikir.[65]
Di saat-saat terakhirnya, Umar meminta anaknya Abdullah menemui Aisyah, Ummul Mukminin, menyampaikan salam kepadanya dan melarang Abdullah menyebut dirinya sebagai Amirul Mukminin di hadapan Aisyah, karena ia bukan Amirul Mukminin lagi untuk kemudian meminta izin kepada Aisyah agar ia dapat dikuburkan di samping kedua sahabatnya, yaitu Nabi saw. dan Abu Bakar.[66]
Abdullah menemui Aisyah yang sedang menangis. Dia memberi salam kepadanya dan meminta izin agar ayahnya dapat dimakamkan di dekat Nabi dan Abu Bakar. Aisyah berkata: “Saya telah merencanakan tempat itu untuk kuburan saya tetapi sekarang saya lebih mengutamakan Umar atas diri saya sendiri”.[67]
Umar belum memandang cukup jawaban Aisyah itu sebelum dia yakin bahwa Aisyah benar-benar telah merelakan tempat itu, sebab itu dia kembali membicakannya dengan anaknya: “Hai Abdullah bin Umar! Dengarkanlah, bila saya telah menghembuskan nafas penghabisan, maka bawalah jenazah saya ke rumah Aisyah kemudian berhentilah di depan pintu, lalu katakanlah: Umar bin Khattab meminta izin kepadamu. Jika Aisyah mengizinkan maka masukkanlah jenazah saya dan jika dia menolak makakembalikanlah jenazah saya ke perkuburan kaum muslimin. Sebab saya khawatir kalau-kalau izinnya itu hanyalah karena saya pernah memegang kekuasaan.”[68] Pada akhirnya khalifah Umar bin Khattab dimakamkan di sebelah sahabatnya, Nabi saw. dan Abu bakar.
حَدِيْثُ عَلِيٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ وَضِعَ عُمَرُ عَلَى سَرِيْرِهِ، فَتَكَنَّفَهُ النَّاسُ يَدْ عُوْنَ وَيُصَلُّوْنَ قَبْلَ أَنْ يُرْفَعَ وَأَنَا فِيْهِمْ فَلَمْ يَرُعْنِيْ إِلَا رَجُلٌ آخِذٌ مَنْكِبِى، فَإِذَا عَلِيُّ، فَتَرَحَّمَ عَلَى عُمَرَ وَقَالَ: مَا خَلَّفَتَ أَحَدًا أَحَبَّ إِلَيَّ أَنْ أَلْفَى اللهَ بِمِثْلِ عَمَلِهِ مِنْكَ وَايْمُ اللهِ إِنْ كُنْتُ لأَ ظُنُّ أَنْ يَجْعَلَكَ اللهُ مَعَ صَاحِبَيْكَ، وَحَسِبْتُ إِنَّي كُنْتُ كَثِيْرٌا أَسْمَعُ النَّبِيَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَقُوْلُ: ذَهَبْتُ أَنَا وَأَبُوْ بَكْرٍ وَعُمَرَ، وَخَرَجْتُ أَنَا وَأَبُوْ بَكْرٍ وَعُمَرَ.
(أخرجه البخارى في: ٦٢ كتب فضائل اصحاب النبي صلى الله عليه وسلم:٦  باب مناقب عمر بن الخطاب أبي حفص)
Ali meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang berkata, “Setelah Umar diletakkan di atas tempat tidurnya, orang-orang datang berkumpul lalu mendo’akan dan menyalatinya sebelum diusung jenazahnya. Tiba-tiba seseorang mengejutkanku dengan memegang bahuku dari belakang. ternyata ia adalah Ali bin Abi Thalib. Kemudian ia memohonkan brahmat bagi Umar dan berkata, ‘Engkau tiada meninggalkan seorangpun dengan amalnya yang lebih aku cintai darimu, sampai aku bertemu dengan Allah. Demi Allah, sungguh aku yakin sekali bahwa Allah akan menjadikan kamu bersama kedua sahabatmu (Nabi saw. dan Abu Bakar) sebab, aku sering mendengar Nabi saw. bersabda, ‘Aku pernah pergi bersama Abu Bakar dan Umar, aku masuk bersama Abu Bakar dan Umar, dan aku keluar bersama Abu Bakar dan Umar.’’”[69]
Dalam bukunya Islamic History, M. A. Shaban mengatakan:
“By the time ‘Umar was suddenly assassinated, he was painfully aware of the problems of the empire and his impotence to solve them. Events were moving too fast, the empire was growing too quickly, the tribesmen were too fiercely independent, too prone to view the conquered provinces at their own private property, social tensions were too deep and governors too uncontrollable. The regime established in Madina was of its nature neither suited not meant to develop the strength to control the whirlwind of imperial politics. ‘Umar’s only weapon to combat and control this intractable whirl of events was his position as counselor and it was becoming increasingly clear that it was far from adequate.”[70]
1.    Faktor yang membuat Umar sukses dalam pemerintahannya:
a.       Masa pemerintahan Umar leih lama dari masa pemerintahan Abu Bakar. Ia memerintah lebi dari sepuluh tahun, sedangkan Abu Bakar hanya memerintah selama dua tahun beberapa bulan.
b.      Umar selalu berpegang teguh pada kebenaran, kendati terhadap diri dan keluarganya.
c.       Pemahaman Umar bahwa manusia akan kembali kepada Allah sangat kokoh. Ia bekerja hanya semata-mata untuk menggapai ridha Allah. Ia hanya takut kepada Allah dan tidak tacit kepada seorangpun diantara manusia.
d.      Otoritas syara’ sangat kokoh tertanam di jiwa para sahabat dan tabi’in. karenanya, tugas-tugas yang dilakukan Umar mendapat dukungan, respon baik, dan bantuan dari semua pihak.
2.    Wasiat Umar bin Khathab
Dalam sudut pandang agama meliputi:
1)      Wasiat untuk menjaga dengan ketat atas ketakwaan kepada Allah swt dan takut kepada-Nya, baik dalam keadaan tersembunyi maupun terbuka. Sebab, barangsiapa taat kepada Allah maka Dia akan menjaganya dan memeliharanya. Ini terangkum di dalam kalimat yang diucapkan Umar, “Saya wasiatkan kepadamu untuk bertakwa kepada Allah swt tiada sekutu bagi-Nya, “ dan perkataannya, “Saya wasiatkan kepadamu untuk berhati-hati terhadap sesuatu yang meragukan dalam hatimu, dan takutlah haya kepada Allah swt.
2)      Selalu menegakkan hukum-hukum Allah swt baik kepada yang dekat maupun kepada orang yang jauh. hal ini tergambar dalam ucapannya, “Janganlah kamu mengabaikan kepada orang yang semstinya mempunyai hak, “ dan “Janganlah mengambil ganaran duniadalam urusan dengan Allah, karena hukum Allah dinashkan di dalam syariat Islam. sedangkan syariat adalah hujjah serta argumen bagi manusia, baik perkataan maupun perbuatan yang dikiaskan dengan kebutuhannya. Sedangkan melalaikan syariat adalah perusakkan terhadap agama dan masyarakat.
3)      Istiqamah. Ini merupakan bagian yang paling penting dalam masalah agama dan dunia yang seharusnya menjadi kewajiban bai seorang hakim dalam hal perkataan maupun perbuatan. Umar berkata, “Jadilah orang yang mampu menasehati dirinya sendiri. Kemudian carilah dengannya keridhaan Allah dan untuk kemaslahatan kehidupan dunia akhirat.”
Dalam sudut pandang politik meliputi:
1)      Selalu berbuat adil, karena merupakan dasar tegaknya hukum. Penegakkan keadilan di tengah rakyat merupakan penguat landasan dan kewibawaan hukum, selain sebagai substansi politik dan sosial yang menambahkan kehormatan dan kewibawaan seorang hakim dalam jiwa manusia. Umar berkata, “Saya berwasiat agar kamu berlaku adl dan perlakukanlah manusia secara sederajat.
2)      Melindungi orang-oran Islam, terutama generasi pertama yaitu para Muhajirin dan Anshar, karena mereka lebih dahulu masuk ke dalam Islam. Umar berkata, “Saya berwasiat kepadamu untuk memperlakukan baik terhadap kaum Muhajirin yang menjadi pendahulu, karena perjuangan mereka. Perlakukan pula kaum Anshar dengan baik, terimalah orang-orang yang baik dari mereka dan luruskanlah yang buruk dari mereka.
Dalam sudut pandanga militer meliputi:
1)      Memperhatikan kondisi tentara dan menyiapkan mereka agar bertanggung jawab terhadap pembelaan dan keselamatan Negara. Umar berkata, “Penuhila kebuuhan militer, sehingga mereka senantiasa siap dalam pembelaan Negara.”
2)      Hindarilah untuk memposisikan pasukan perang di suatu tempat yang terlalu jauh dari keluarganya dalam tempo waktu yang cukup lama. hal itu akan menyebabkan kebosanan dan kegelisahan. Akan lebih baik untuk memberikan waktu untuk berlibur pada waku yang telah ditentukan, agar mereka beristirahat untuk bisa mengembalikan semangat meeka pada satu sisi da mereka juga diberi kesempatan untuk berkumpul bersama keluaga agar tidak terputus keturunan mereka pada sisi yang lain. “Janganlah melempar mereka terlalu jauh dalam waktu yang lama sehingga terputus keturunan mereka. Dan saya wasiatkan untuk memperlakukan orang kota dengan baik, karena mereka telah membantumu dalam mengusir musuhmu.
3)      Memberikan kepada setiap tentara upah atau gaji yang cukup, karena hal itu akan menentramkan hati mereka ketika meninggalkan keluarga. Dengan gaji yang cukup pikiran mereka tidak terpecah disatu sisi harus jihad membela Negara disisi lain harus memikirkan ekonomi keluarga. “Janganlah gaji mereka mempengaruhi semangat mereka, jangan kamu menahan pemberian bagi mereka yang kaya saja”.
Dalam sudut pandang ekonomi dan materi,meliputi:
1)      Penjagaan, yaitu membagikan harta benda kepada orang-orang dengan adil dan bijaksana. Dan setiap status sosial membutuhkan anggaran dana yang tidak sama. “Janganlah menjadikan harta dikuasai hanya oleh mereka yang kaya saja”.
2)      Dilarang membebani Ahli Dzimmah di luar batas kemampuannya, karena yang lebih penting bagi mereka adalah pemasukan yang tetap bagi Negara. “janganlah membebani mereka dengan kewajiban yang tidak mampu ditunaikan, karena yang lebih penting adalah income yang tetap bagi Negara Islam.”
3)      Memberikan jaminan hak materi bagi mansuia dan jangan terlalu pelit kepada mereka dan jauhkan darii pembebanan yang di luar batas kemampuannya. “Janganlah membebani kecuali bagi yang mampu dari mereka. Dan ambillah pajak dari mereka kemudian kembalikan kepada orang yang membutuhkan dari mereka.”
Dalam sudut pandang sosial, meliputi:
1)      Mementingkan urusan rakyat, mengerjakan elayanan yang mereka butuhkan, memenuhi hajat mereka dan memberi mereka hak-hak dari gaji atau subsidi. “Janganlah menahan pemberian kepada mereka selama tepat sasaran.”
2)      Menghindari dari perlakuan yang pilih kasih dan hanya berdasar pertimbangan hawa nafsu, karena yang demikian dikhawatirkan akan menimbulkan penyelewengan oleh aparatur Negara, yang berakibat pada perusakkan sosial dan menggangu hubungan sesame manusia. “Dan takutlah berbuat pilih kasih terhadap rakyatmu, dan jangan mempengaruhi perlakuanmu antara yang kaya dan yang miskin.”
3)      Penghormatan rakyat dan ketaatanya kepada pemerintah baik yang kecil maupun yang besar karena yang demikian itu dalam kehidupan sosial menyebabkan bertambahnya loyalitas rakyat terhadap pemerintahannya. “Saya menyarankan agar kamu menyayangi rakyat dari orang-orang Islam, dengan menghormati yang lebih tua dan mengasihi yang lebih muda dan menempatkan orang yang alim dari mereka.”
4)      Bersikap terbuka terhadap masukan-masukan dari rakyat dengan menyerap ssemua aspirasinya, mempererat hubungan satu dengan yang lain dan juga menjaga hubungan mereka dan mengurangi kesenjangan di antara mereka.” Janganlah kamu menutup pintumu tanpa di damping oleh ulama, karena yang demikian akan membiarkan orang yang kuat menguasai yang lemah.”
5)      Mengikuti kebenaran dan selalu berusaha mewujudkannya di dalam kehidupan masyarakat di semua situasi dan kondisi, karena kebenaran adalah kebutuhan sosial yang mutlak adanya. “Tuntulah kebenaran dan hindarkanlah kebatilan. jadikanlah sikapmu sama di hadapan manusia dan janganlah melecehkan seseorang yang semestinya berhak”.
6)      Menjauhi kezhaliman dalam segala bentuknya, khususnya terhadap ahlu dzimmahkarena tegaknya keadilan menjadi tuntutan masyarakat baik dari kalangan muslimin maupun ahli dzimmah. Yang demikian itu karena keadilan Islam berlaku secara umum baik untuk orang Islam maupun non Islam. “Saya mewasiatkan untuk tidak memberikan keringanan baik untuk dirimu maupun orang lain dalam kezhaliman terhadap ahlu dzimmah”.
7)      Memperhatikan penduduk kampong dan menjaga merekaa. Saya mewasiatkan kepadamu untuk memperlakukan penduduk kampong dengan baik karena mereka adalah asli bangsa Arab dan pemeluk agama Islam.
8)      Dan di antara isi wasiat Umar bin Khathab bagi khalifah setelahnya adalah: “Janganlah memutuskan bagi saya untuk menjalankan pemerintah ini lebih dari satu tahun, sedangkan mereka memutuskan Al-Asy’ari empat tahun.”[71]

5.    Analisis
Umar bin Khattab lahir 13 tahun pasca tahun gajah. Beliau merupakan sosok yang dikenal kuat, keras, dan tegas. Awalnya beliau merupakan salah satu musuh Islam, dan orang yang paling membenci Islam namun akhirnya beliau menjadi salah satu pemeluk agama Islam melalui do’a Rasulullah. Sejak Umar bin Khattab masuk Islam semakin gentarlah musuh-musuh Islam dan Rasulpun mulai berdakwah secara terang-terangan.beliau senantiasa melindungi Rasulullah dan menjadi orang yang sangat terpukul atas wafatnya Rasulullah.
Umar bin Khattab dijuluki al-Faruq dan ketika beliau menjadi khalifah beliau diberi gelar Amirul Mukminin. Beliau ditunjuk langsung oleh Abu Bakar di saat-saat terakhirnya untuk menggantikan Abu Bakar. Awalnya sahabat ragu dengan wasiat Abu Bakar tersebut sebab Umar memiliki perangai yang keras, akan tetapi Abu Bakar meyakinkan para sahabat bahwa Umar selama ini keras adalah karena Abu Bakar begitu lembut dan lemah sehingga akhirnya merekapun mengangkat Umar sebagai khalifah sebagai pengganti Abu Bakar.
Dalam masa kekhalifahannya, beliau banyak melakukan ekspansi wilayah. Beliau dan pasukan Islam berhasil menguasai dua kerajaan terbesar saat itu, yakni Romawi dan Persia. Di bawah kepemimpinan Umar bin Khattab penyebaran agama Islam di dunia semakin gencar. Beliau adalah khalifah yang pertama kali menunjuk para gubernur untuk memimpin kota-kota wilayah Islam. Beliau pula sebagai orang yang pertama kali langsung menetapkan tentara tetap dan memberikan gaji kepada mereka, hal ini dikenal dengan administrasi militer Umar bin Khattab yang sampai hari ini seluruh Negara di dunia mengikutinya. Sejarah mencatat bahwa tentara Umar bin Khattab dan sistem kekhalifahannya begitu luar biasa.
Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab pula, beliau menetapkan diwan-diwan, kepada Negara, sekretasis Negara, dan kehakiman yang keseluruhannya memiliki porsi kerja masing-masing. Walau sebagai seorang khalifah, beliau tidak membuat jarak pembatas antara beliau dan rakyatnya. Beliau senantiasa mendengar keluh kesah yang disampaikan oleh rakyat kepadanya secara langsung. Bahkan beliau adalah khalifah yang berjalan di malam hari untuk melihat dan memperhatikan kondisi rakyatnya. Perhatian beliau tidak hanya kepada kaum muslimin, melainkan kepada non muslim pula, hal ini dapat dilihat bagaimana Umar membebaskan pajak terhadap kafir dzimmi yang adalah seorang pengemis.
Umar bin Khattab dikenal sebagai pioneer Ijtihad dengan banyaknya masalah-masalah baru yang muncul pada masanya. Dalam menetapkan suatu hukum beliau selalu menggunakan prinsip musyawarah dan beliau tidak segan-segan memberikan hukuman yang amat keras demi terjaganya kemaslahatan umat dan tidak terulangnya kesalahan yang sama. Beberapa hukum-hukum baru tersebut diantaranya adalah, menetapkan 80 kali cambuk pagi peminum khamar, penetapan kalender hijriah, mengenai pernikahan-pernikahan dengan wanita Ahli Kitab, dan lain sebagainya.
Saat beliau sedang shalat, beliau dibunuh oleh seorang budak. Disanalah awal mula kritisnya Umar bin Khattab yang akhirnya menyebabkan beliau wafat. Saat dalam masa-masa kritis tersebut beliau meminta izin kepada Aisyah agar beliau dapat dimakamkan di samping makan para sahabatnya dan Aisyahpun mengizinkannya. Demikianlah masa kekhalifahan yang diwarnai dengan kemajuan Islam. beliau merupakan seorang khalifah yang banyak melakukan hal-hal baru dalam bidang politik kekuasaan, kebijakan pemerintahan, serta masalah-masalah hukum. Beliau orang yang senantiasa menegakkan panji-panji Islam dari awal mula keislamannya hingga beliau wafat menyusul sahabat-sahabatnya. Sejarah mencatat bahwa beliau adalah pemimpin Islam yang luar biasa yang begitu banyak berjasa.

C.  SKEMATIKA
Politik Kekuasaan
·      635 Menguasai Damascus
·      638 Menguasai Yerussalem
·      639 Menguasai Mesir
·      640 Menguasai Romawi
·      641 Mengusai Persia
        KEKHALIFAHAN
   UMAR BIN KHATTAB
         (634-644)



                                                                                    Kebijakan Pemerintahan
1.    Organisasi politik yang terdiri dari,
d)    Al-Khilafat, Kepala Negara.
e)    Al-Wizaraat, menteri pada zaman sekarang.
f)    Al-Kitabaat, sekretaris Negara
2.    Administrasi Negara
c)    Diwan-diwan (departemen-departemen)
d)   Al- Imarah ‘ala al-buldan: Administrasi pemerintahan dalam negeri.
3.    Mengembangkan Ilmu



              Prinsip Musyawarah
Metode Umar dalam menerapkan prinsip musyawarah pertama-pata ia meminta dan mendengarkan pendapat publik, lalu ia mengumpulkan para tokoh sahabat, kemudian ia memaparkan masalah kepada mereka dan memintai pendapat mereka. Bila pendapat mereka baik maka ia akan melaksanakan.
UMAR
BIN KHATTAB
SEBAGAI                                                                     
PIONER IJTIHAD
               Masalah-masalah
1)        Pencurian di saat paceklik
2)        Hukuman orang yang berzina dan tidak mengetahui hukumnya
3)        Seorang istri yang menikah dalam masa iddah dan suaminya juga tidak mengetahui larangan nikah ini
4)        Seorang perempuan menikah dengan laki-laki, sementara dia sebenarnya punya suami yang diraasiakannya
5)        Hukum perempuan yang menikah dengan budak laki-lakinya
6)        Hukuman orang yang menuduh zina dengan bahasa kiasan
7)        Orang yang membunuh otang lain ketika membela dirinya tidak berkewajiban membayar diyat
8)        Penetapan kalender hijriah
9)        Shalat tarawih
10)    Pendapat Umar bin Khathatb mengenai pernikahan dengan wanita-wanita ahli Kitab
11)    Penetapan 80 kali dera bagi pemabuk
12)    Dan lain-lain

D. PENUTUP
KESIMPULAN
Umar Ibn Khattab, (583-644) yang memiliki nama lengkap Umar bin Khattab bin Nufail bin Abd Al-Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin Razail bin ‘Adi bin Ka’ab bin Lu’ay adalah khalifah kedua yang menggantikan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Beliau dilahirkan di Mekkah, dia adalah seorang yang berbudi luhur, fasih dan adil serta pemberani. Ia ikut memelihara ternak ayahnya, dan berdagang hingga ke Syria. Ia juga dipercaya oleh suku bangsanya, Quraisy, untuk berunding dan mewakili bila ada persoalan dengan suku-suku yang lain.
Selama sepuluh tahun pemerintahan Umar (13 H./634 M. – 23 H./644 M.), sebagian besar ditandai oleh penaklukan-penaklukan untuk melebarkan pengaruh Islam ke luar Arab. Sejarah mencatat, Umar telah berhasil membebaskan negeri-negeri jajahan Imperium Romawi dan Persia yang dimulai dari awal pemerintahannya, bahkan sejak pemerintahan sebelumnya. Segala tindakan yang dilakukan untuk menghadapi dua kekuatan itu, jelas bukan hanya menyangkut kepentingan keagamaan saja, namun juga kepentingan politik.
Peradaban yang paling signifikan pada masa Umar, selain pola administrative pemerintahan, peperangan dan sebagainya adalah pedoman dalam peradilan, serta beberapa amsalah yang baru timbul pada masa beliau sehingga jawaban permasalahan tersebut didapat melalui hasil ijtihad beliau, hal tersebut sekaligus menjadi kebijakan pemerintahan pada masa Umar bin Khattab.


DAFTAR PUSTAKA

Zainal Abidin Ahmad, 1977, Sejarah Islam dan Umatnya Sampai Sekarang (Perkembangannya dari Zaman ke Zaman), Jakarta: Bulan Bintang.
Ira M. Lapidus, 1999, Sejarah Sosial Umat Islam (Bagian kesatu dan Dua), Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Muhammad Fuad Abdul Baqi, 2013,  Al-Lu’lu wal Marjan Mutiara Hadits Shahih Bukhari dan Muslim, (Terj. Tim Aqwam), Jakarta Timur: Aqwam.
Dedi Supriyadi, 2008, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia.
Ali Mufrodi, 1997, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos.
Munawir Sjadzali, 1993 Islam dan Tata Negara Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran), Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).
Samsul Munir Amin, 2013, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah.
Rasyad Hasan Khalil, 2010, Tarikh Tasyri’ Sejarah Legislasi Hukum Islam, Jakarta: Amzah.
Abbas Mahmoud Al-‘Akkad, 1978, Kecermelangan Khalifah Umar bin Khattab, Jakarta: Bulan Bintang.
M. A. Shaban, 1972, Islamic History: A.D. 600-750 (A.H. 132) A New Interpretaton, London: Cambridge At The University Press.
Badri Yatim, 2014, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, Jakarta: Rajawali Pers.
Muhasabah Ourself, Perjuangan Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘anhu, 16 November
2010, (online) diakses melalui http://itemprospektif.blogspot.com/2010/11/perjuangan-umar-bin-khattab.html, tanggal akses 7 Oktober 2014.
Annisa Kadina, Sejarah kepemimpinan Islam, (online) diakses melalui http://annisakadina.blogspot.com/2013/01/sejarah-masa-khalifah-umar-bin-khattab.html, tanggal akses 7 Oktober 2014.
Romatua Lubis, Kisah Sahabat Rasulullah saw.-Umar Bin Khattab, (online), diakses melalui http://ro-tea.blogspot.com/2012/04/kisah-sahabat-rasulullah-saw-umar-bin.html, tanggal akses 7 Oktober 2014.

Hadijah Salim, 1970, Chulafaur Rasjidin, Bandung: Alma’arif, 1970.
Maulana Muhammad Ali, Early Caliphate, penerjemah: Imam Musa, (Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah, tt).

Syaikh Muhammad Yusuf, 2008, Kisah Teladan Sepanjang Zaman: Rasulullah saw dan Para Sahabat, Jakarta Selatan: Citra Risalah.
Ahmed Vaezi, 2006, Agama Politik: Nalar Politik Islam, penerjemah: Ali Syahab, Jakarta: Citra.
Muhammad Ash-Shalabi, The Great Leader Umar bin al-Khathab, Jakarta: Pustaka Kautsar.


[1] Zainal Abidin Ahmad, Sejarah Islam dan Umatnya Sampai Sekarang (Perkembangannya dari Zaman ke Zaman), (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), hlm. 143-144.
[2] Muhammad Ash-Shalabi, The Great Leader Umar bin al-Khathab, (Jakarta: Pustaka Kautsar, tt) ,hlm. 15.
[3] Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam (Bagian kesatu dan Dua), (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999),hlm. 82.
[4] Ahmed Vaezi, Agama Politik: Nalar Politik Islam, penerjemah: Ali Syahab, (Jakarta: Citra, 2006), hlm. 76-77.
[5] Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Lu’lu wal Marjan Mutiara Hadits Shahih Bukhari dan Muslim, (Terj. Tim Aqwam), (Jakarta Timur: Aqwam, 2013), hlm. 1135.
[6] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008),hlm. 77       
[7] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997) ,hlm. 52
[8] Maulana Muhammad Ali, Early Caliphate, penerjemah: Imam Musa, (Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah, tt), hlm. 69.
[9] Syaikh Muhammad Yusuf, Kisah Teladan Sepanjang Zaman: Rasulullah saw dan Para Sahabat, (Jakarta Selatan: Citra Risalah, 2008), hlm. 65.
[10]   Romatua Lubis, Kisah Sahabat Rasulullah saw.-Umar Bin Khattab, (online), diakses melalui http://ro-tea.blogspot.com/2012/04/kisah-sahabat-rasulullah-saw-umar-bin.html, tanggal akses 7 Oktober 2014.
[11] Hadijah Salim, Chulafaur Rasjidin, (Bandung: Alma’arif, 1970), hlm. 25.
[12]Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara (Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran), (Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press), 1993) , hlm. 23-24.
[13] Munawir Sjadzali, Islam dan Tata…, hlm. 24-25.
[14] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan…, hlm. 53.
[15] Annisa Kadina, Sejarah kepemimpinan Islam, (online) diakses melalui http://annisakadina.blogspot.com/2013/01/sejarah-masa-khalifah-umar-bin-khattab.html, tanggal akses 7 Oktober 2014.
[16] Muhammad Ash-Shalabi, The Great Leader… , hlm. 126-130.
[17]  Zainal Abidin Ahmad, Sejarah Islam… , hlm. 151.
[18] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban…, hlm. 81.
[19] Zainal Abidin Ahmad, Sejarah Islam… , hlm. 151.
[20] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2013), hlm. 99. 
[21] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban…, hlm. 100-101.
[22] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan…, hlm. 55.
[23] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban… , hlm. 101.
[24] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban…, hlm. 102. 
[25] Zainal Abidin Ahmad, Sejarah Islam… , hlm. 152.
[26]  Zainal Abidin Ahmad, Sejarah Islam…, hlm. 155-156.
[27]  Zainal Abidin Ahmad, Sejarah Islam… , hlm. 156-157.
[28]  Zainal Abidin Ahmad, Sejarah Islam… , hlm. 156-157.
[29] , hlm. 135. 
[30] Muhasabah Ourself, Perjuangan Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘anhu, 16 November 2010, (online) diakses melalui http://itemprospektif.blogspot.com/2010/11/perjuangan-umar-bin-khattab.html, tanggal akses 7 Oktober 2014
[31] Muhasabah Ourself, Perjuangan Umar bin Khattab…, tanggal akses 7 Oktober 2014
[32] Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial…, hlm. 83.                                                                                             
[33] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban…,hlm. 83-84
[34] Muhasabah Ourself, Perjuangan Umar bin Khattab…, tanggal akses 7 Oktober 2014.
[35]  Muhammad Ash-Shalabi, The Great Leader…, hlm. 434.
[36]  Muhammad Ash-Shalabi, The Great Leader…, hlm. 435.
[37]  Muhammad Ash-Shalabi, The Great Leader…, hlm.435.
[38]  Muhammad Ash-Shalabi, The Great Leader…, hlm. 435.
[39]  Muhammad Ash-Shalabi, The Great Leader…, hlm. 436
[40]  Muhammad Ash-Shalabi, The Great Leader…, hlm. 436.
[41]  Muhammad Ash-Shalabi, The Great Leader…, hlm. 437.
[42]  Muhammad Ash-Shalabi, The Great Leader…, hlm. 437.
[43]  Muhammad Ash-Shalabi, The Great Leader…, hlm. 437.
[44]  Muhammad Ash-Shalabi, The Great Leader…, hlm. 437.
[45] Muhammad Ash-Shalabi, The Great Leader…, hlm. 438.
[46] Muhammad Ash-Shalabi, The Great Leader…, hlm. 438.
[47] Muhammad Ash-Shalabi, The Great Leader…, hlm. 438.
[48]  Muhammad Ash-Shalabi, The Great Leader…, hlm. 439.
[49]  Muhammad Ash-Shalabi, The Great Leader…, hlm. 440.
[50] Muhammad Ash-Shalabi, The Great Leader , hlm. 151.
[51] , hlm. 151-152.
[52] Muhammad Ash-Shalabi, The Great Leader… , hlm. 169-171.
[53]  Muhammad Ash-Shalabi, The Great Leader…, hlm. 239.
[54]Muhammad Ash-Shalabi, The Great Leader…, hlm. 162-165.
[55] Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri’ Sejarah Legislasi Hukum Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 74.
[56] Abbas Mahmoud Al-‘Akkad, Kecermelangan Khalifah Umar bin Khattab, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), hlm. 143. 
[57] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam…, hlm. 26-29.
[58] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam…, hlm. 29-30.
[59] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam…, hm. 31.
[60] Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Lu’lu wal Marjan…,.hlm. 1136.
[61] Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Lu’lu wal Marjan…, hlm. 1136-1137.
[62] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 38.
[63] Abbas Mahmoud Al-‘Akkad, Kecermelangan Khalifah…, hlm. 333.
[64] Abbas Mahmoud Al-‘Akkad, Kecermelangan Khalifah…, hlm. 335.
[65] Abbas Mahmoud Al-‘Akkad, Kecermelangan Khalifah…, hlm. 335.
[66] Abbas Mahmoud Al-‘Akkad, Kecermelangan Khalifah…, hlm. 338
[67] Abbas Mahmoud Al-‘Akkad, Kecermelangan Khalifah…, hlm. 338.
[68]  Abbas Mahmoud Al-‘Akkad, Kecermelangan Khalifah…, hlm. 338-339.
[69]  Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Lu’lu wal Marjan…, hlm. 1134-1135.
[70] M. A. Shaban, Islamic History: A.D. 600-750 (A.H. 132) A New Interpretaton, (London: Cambridge At The University Press, 1972),hlm. 58-59.
[71] , hlm. 816-820.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar