UMAR
BIN KHATTAB
(POLITIK
KEKUASAAN, KEBIJAKAN DAN PERANNYA SEBAGAI PIONER IJTIHAD)
A. PENDAHULUAN
Sejarah
mencatatkan bahwa Kepala Negara Islam yang paling banyak jasanya ialah Umar bin
Khattab. Masanya memerintah berlangsung selama sepuluh tahun. Pada masa itu ia
memiliki banyak kesempatan untuk mengembangkan dan memajukan Daulah Islamiyah.
Sh.
Muhammad Ashraf mengatakan:
“After the holy
prophet (peace be upon him) ‘Umar is universally acknowledge as the first great
Conqueror, Founder and Administrator of the Muslim Empire. It was during his
caliphate that Islam planted its banors for beyond the confines of the Arabian
peninsula. This great military and administrative genius is up till now
believed to be a miracle in himself, for be not only founded a great Empire but
gave that solidarity to it which remained unshaken for centuries”.[1]
“Di
belakang Nabi Muhammad s.a.w. Umar bin Khattab terkenal di seluruh dunia
sebagai penakluk terbesar yang pertama, pendiri dan penguasa (administrator)
dari imperium muslim. Selama pemerintahan khilafahnya, dia telah menanamkan
panji-panji kemenangannya meliputi seluruh jazirah Arabia.
Ketentaraannya
yang kuat, besar dan pemerintahannya yang berwibawa, adalah melebihi
kepercayaan sebagai suatu keajaiban dalam dirinya, bukan sekedar mendirikan
suatu imperium yang besar, tetapi juga memberikan semangat solidaritas yang
ditandai sebagai tidak tergoyahkan untuk masa depan berabad-abad lamanya”.
Begitu
banyak keistimewaan dan kebesaran yang dapat dikemukan tentang democrat Islam
yang besar ini, Umar bin Khattab. Hampir di segala hal beliau telah
meninggalkan jasa yang sangat besar, yang dapat diikuti dan dijadikan contoh
teladan yang baik, terutama bagi Negara Musyawarah yang menjadi tujuan Islam.
B. SUBSTANSI
1.
Umar ibn Khattab
Umar
bin Khattab lahir pada tahun 13 pasca tahun gajah. Warna kulitnya
kemerah-merahan, wajahnya tampan, tangan dan kakinya berotot, postur tubuhnya
tinggi besar seolah-olah ia sedang mengendarai kendaraan karena sangking
tingginy, tubuhnya kuat dan tidak lemah.[2]
Fase
pertama pembentukan rezim khilafah adalah periode khulafa’al Rasyidun, mereka
adalah sahabat-sahabat dekat Nabi Muhammad: Abu Bakar (632-634), Umar
(634-644), Usman (644-656), Ali (656-661) yang menjalankan pemerintahan dengan
kebijaksanaan mereka lantaran dekatnya hubungan pribadi mereka dengan Nabi
Muhammad, dan lantaran otoritas keagamaan dan ketokohan mereka yang berasal
dari kesetiaan terhadap Islam.[3]
Khalifah
secara esensial berarti penerus, atau seorang yang memegang posisi yang
sebelumnya dipegang oleh orang lain. Akan tetapi kata ini tidak terbatas pada
konteks otoritas politik saja. Jadi, seorang khalifah (caliph) bukan
saja berarti penerus dari pemerintahan terdahulu, tetapi bisa juga seorang yang
secara definitive ditunjuk sebagai wakil dan diberi otoritas oleh orang yang telah menunjuknya. Atau lebih
kurang sama artinya dengan wakil, atau naib (vicegerent). Secara
historis, kaum muslimin di era awal Islam telah mempergunakan istilah khalifah
untuk keempat penguasa setelah wafatnya Nabi saw. dalam arti yang sebenarnya,
khalifah adalah seorang yang menjalankan pemerintahan sebagai pengganti Nabi.[4]
Rasulullah
saw wafat, Khulafaurrasyidin menggantikan kedudukan beliau. Diantara empat
khalifah itu, ternyata Umar bin Khattab memiliki kedudukan yang istimewa.
Keistimewaan Umar terletak pada kemampuan berpikirnya. Kecerdasannya dalam
memahami syariat Islam, Rasulullahpun bersabda mengenai keutamaan Umar bin
Khattab.
حَدِيْثُ
أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَ سَلَّمَ : بَيْنَا أَنَا نَائِمُ رَأَيْتُ النَّاسِ يُعْرَضُوْنَ عَلَيَّ، وَ عَلَيْهِمْ
قُمُصٌ، مِنْهَا مَا يَبْلُغُ الثُّدِيَّ، وَ مِنْهَا مَا دُوْنَ ذَلِكَ وَعُرِضَ
عَلَيَّ عُمَرُ بْنُ الخَطَّابْ وَعَلَيْهِ قَمِيْصٌ يَجُرُّهُ. قَالُوْا: فَمَا أَوَّلَتْ
ذَلِكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: الدَّيْنَ (أخرجه البخاري:٢ كتب الإمان:١٥ باب تفاضل أهل
الإيمان في الاعمل).
Abu
Sa’id Al-Khudri r.a. berkata, Rasulullah Saw. bersabda, “ketika tidur, aku
bermimpi melihat orang-orang dihadapkan kepadaku. Mereka mengenakan baju,
diantaranya ada yang sampai pada buah dada dan ada yang kurang dari itu.
dihadapkan pula kepadaku Umar bin Khattab dan ia mengenakan baju dan
menyeretnya. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, menurutmu apa maksud
semua itu?’ beliau menjawab, ‘Ad-Din (agama)’”. [5]
Umar
Ibn Khattab, (634-644) yang memiliki nama lengkap Umar bin Khattab bin Nufail
bin Abd Al-Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin Razail bin ‘Adi bin Ka’ab
bin Lu’ay adalah khalifah kedua yang menggantikan Abu Bakar Ash-Shiddiq.[6]
Beliau dilahirkan di Mekkah, dia adalah seorang yang berbudi luhur, fasih dan
adil serta pemberani. Ia ikut memelihara ternak ayahnya, dan berdagang hingga
ke Syria. Ia juga dipercaya oleh suku bangsanya, Quraisy, untuk berunding dan
mewakili bila ada persoalan dengan suku-suku yang lain.[7]
Umar
adalah khalifah kedua dari Islam. Dia juga dikenal dengan panggilan Abu Hafs,
sedangkan dia menerima julukan Faruq (yakni orang yang memisahkan kebenaran
dari kepalsuan), setelah memeluk Islam. Dia putra dari Khattab. Ibundanya
bernama Hantamah. Hubungan nenek moyang dengan Nabi adalah keturunan kedelapan.
Usianya tiga belas tahun lebih muda dari Nabi. Dia berasal dari marga ‘Adiyy
yang memiliki posisi menonjol di antara kaum Quraisy.[8]
Rasulullah saw. pernah berdo’a,“Ya Allah
kuatkanlah Islam melalui Umar bin Khattab atau Abu Jahal bin Hisyam.’ Maka
Allah swt. mengabulkan do’a Rasulullah saw. dengan dipilihnya Umar bin Khattab.
Dengan masuknya Umar r.a ke dalam Islam, maka menjadi tegaklah bangunan Islam
dan hancurlah (penyembahan terhadap) berhala-berhala”.[9]
Sebelumnya, Umar dikenal sebagai salah seorang tokoh Arab Quraisy
yang paling gigih menentang seruan Nabi SAW. Ketika disampaikan kepadanya bahwa
adiknya, Fatimah, beserta suaminya telah memeluk Islam, ia mendadak menjadi
geram dan sangat murka. Tanpa menunggu lebih lama ia segera pergi ke rumah
adiknya. Sesampainya di sana, ia mendapati adik, ipar, dan beberapa orang
muslim sedang mempelajari Al-Qur’an. Begitu melihat Umar, mereka semua lalu
terdiam membisu dan tidak berani bergerak
sedikit pun. Dengan emosi yang meluap-luap Umar menampar adiknya. Suaminya pun tak terelakkan dari pukulan
Umar. Di puncak kemarahannya, mata Umar menangkap sebuah lembaran yang
bertuliskan ayat-ayat Al-Qur’an. Jantungnya tiba-tiba berdegup kencang dan
hatinya menjadi ciut. Dengan tangan bergetar dipungutnya lembaran itu, lalu
dibacanya ayat-ayat Al-Qur’an yang tertera di situ. Menurut sebagian riwayat,
yang tertera dalam lembaran itu adalah beberapa ayat dari permulaan surah
Taha. Setelah membaca ayat-ayat itu, perasaannya menjadi tenang, dan rasa damai
menyelinap di hatinya. Timbul keinginan kuat untuk segera menemui Rasul SAW. la
pun segera meninggalkan rumah adiknya menuju rumah al-Arqam di mana Nabi SAW
sedang menyampaikan dakwah secara sembunyi-sembunyi. Sesampainya di rumah
al-Arqam, Umar segera mengetuk pintu. Mengetahui yang datang adalah Umar,
sahabat-sahabat yang sedang bersama Nabi SAW menjadi gentar dan ketakutan,
kecuali Hamzah bin Abdul Muttalib, paman Nabi SAW yang dikenal sebagai seorang
yang gagah berani. Nabi SAW menyuruh membuka pintu dan mempersilakan Umar
masuk. Melihat sikap Nabi SAW yang sangat lembut dan bijaksana, Umar merasa
kecil di hadapannya. Sambil menggenggam leher baju Umar, Nabi SAW berkata
dengan suara keras, “Islamlah engkau, wahai Ibnu Khattab!” Umar pun lalu
mengucapkan dua kalimat syahadat, sebagai tanda ia telah masuk Islam. Masuk Islamnya Umar
segera diikuti oleh putra sulungnya, Abdullah, dan isterinya, Zainab binti
Maz’un. Selain itu, keislaman Umar membuka jalan bagi tokoh-tokoh Arab lainnya
masuk Islam. Sejak saat itu, berbondong-bondonglah orang masuk Islam sehingga
dalam waktu singkat pengikut Islam bertambah dengan pesatnya. [10]
Awalnya
agama Islam berjalan secara sembunyi-sembunyi karena kekuatan umat Islam belum
mampu melahirkan propaganda Islam, sebab musuh-musuh Islam pada waktu itu masih
sangat kuat. Setelah Umar bin Khattab masuk Islam, maka penyiaran Islam mulai
berubah, yaitu secara terbuka berjalan terang-terangan di muka umum, diadakan
perjanjian Islam secara demonstrasi agar dakwah Islam tersiar luas.[11]
Umar
bin Khattab, berbeda dengan pendahulunya, Abu Bakar yang mendapatkan
kepercayaan sebagai khalifah kedua tidak melalui dalam suatu forum musyawarah
terbuka, tetapi melalui penunjukkan atau wasiat oleh pendahulunya. Pada tahun
ketiga sejak menjabat khalifah, Abu
Bakar mendadak jatuh sakit. selama lima belas hari dia tidak pergi ke masjid,
dan meminta kepada Umar agar mewakilinya menjadi imam shalat. Makin hari sakit
Abu Bakar makin parah dan timbul perasaan padanya bahwa ajalnya sudah dekat.
Sementara itu kenangan tentang pertentangan di balai pertemuan Bani Saidah
masih segar dalam ingatannya. Beliau khawatir jika tidak segera menunjuk
pengganti dan ajal segera datang, akan timbul pertentangan di kalangan umat
Islam yang dapat lebih hebat dari Nabi wafat dahulu. Bagi Abu Bakar orang yang
paling tepat menggantikannya tidak lain adalah Umar bin Khattab.[12]
Abu
Bakar memanggil Utsman bin Affan, lalu mendiktekan pesannya. Baru saja setengah
dari pesan itu didiktekan, tiba-tiba Abu Bakar jatuh pingsan, tetapi Utsman
terus saja menuliskannya. Ketika Abu Bakar sadar kembali, dia meminta kepada
Utsman supaya membacakan apa yang telah dituliskannya. Utsman membacanya, yang
pada pokoknya menyatakan bahwa Abu Bakar telah menunjuk Umar bin Khattab agar
menjadu penggantinya (sepeninggal dia nanti). Seusai dibacakan pesan yang
sebagian ditulis oleh Utsman sendiri itu Abu Bakar bertakbir tanda puas dan
berterima kasih pada Utsman. Abu Bakar menyatakan pula, bahwa tampaknya Utsman
juga ikut gusar terhadap kemungkinan perpecahan umat jika tidak diselesaikan.
Sesuai dengan pesan tertulis tersebut, sepeninggal Abu Bakar, Umar bin Khattab
dikukuhkan sebagai khalifah kedua dalam suatu baiat umum dan terbuka di Masjid
Nabawi.[13]
Umar
bin Khattab menyebut dirinya “Khalifah Khalifati Rasulillah” (Pengganti dari pengganti
Rasul). Ia juga mendapat gelar “Amirul Mukminin” (Komandan orang-orang beriman)
sehubungan dengan penaklukan-penaklukan pada masa pemerintahannya.[14]
Di
antara tujuan pemerintahan Islam adalah, melakukan secara sungguh-sungguh
penegakan prinsip-prinsip Islam yang memberikan kontribusi dalam penegakan
sebuah masyarakat Islam. di antara prinsip yang paling penting tersebut adalah
prinsip keadilan dan persamaan. Prinsip-prinsip ini telah ditetapkan di dalam
pidato pertama Umar di hadapan publik. Konsep keadilan dan persamaan Umar telah
tercermin dalam teks pidato yang pernah disampaikannya di hadapan umat pada
saat ia menduduki jabatan khalifah.
PIDATO AWAL AMIRUL MUKMININ
"Saya mendapat kesan, orang merasa takut karena sikap saya
yang
keras. Kata mereka Umar bersikap demikian keras kepada kami,
sementara
Rasulullah masih berada di tengah-tengah kita, juga bersikap
keras demikian sewaktu Abu Bakr menggantikannya. Apalagi sekarang,
kalau kekuasaan sudah di tangannya. Benarlah orang yang berkata begitu.
"... Ketika itu saya bersama Rasulullah, ketika itu saya budak
dan
pelayannya. Tak ada orang yang mampu bersikap seperti Rasulullah,
begitu ramah, seperti difirmankan Allah: Sekarang sudah datang
kepadamu seorang rasul dari golonganmu sendiri: terasa pedih hatinya
bahwa kamu dalam penderitaan, sangat prihatin ia terhadap kamu,
penuh kasih sayang kepada orang-orang beriman. (Qur'an, 9:128) Di
hadapannya ketika itu saya adalah pedang terhunus, sebelum
disarungkan
atau kalau dibiarkan saya akan terus maju. Saya masih bersama
Rasulullah sampai ia berpulang ke rahmatullah dengan hati lega
terhadap
saya. Alhamdulillah, saya pun merasa bahagia dengan Rasulullah.
"Setelah itu datang Abu Bakr memimpin Muslimin. Juga sudah
tidak asing lagi bagi Saudara-saudara, sikapnya yang tenang,
dermawan
dan lemah lembut. Ketika itu juga saya pelayan dan pembantunya.
Saya
gabungkan sikap keras saya dengan kelembutannya. Juga saya adalah
pedang terhunus, sebelum disarungkan atau kalau dibiarkan saya akan
terus
maju. Saya masih bersama dia sampai ia berpulang ke rahmatullah
dengan
hati lega terhadap saya. Alhamdulillah, saya pun merasa bahagia
dengan Abu Bakr.
"Kemudian sayalah, saya yang akan mengurus kalian. Ketahuilah
Saudara-saudara, bahwa sikap keras itu sekarang sudah mencair. Sikap
itu hanya terhadap orang yang berlaku zalim dan memusuhi kaum
Muslimin. Tetapi buat orang yang jujur, orang yang berpegang teguh
pada agama dan berlaku adil saya lebih lembut dari mereka semua.
Saya tidak akan membiarkan orang berbuat zalim kepada orang lain
atau melanggar hak orang lain. Pipi orang itu akan saya letakkan di
tanah dan pipinya yang sebelah lagi akan saya injak dengan kakiku
sampai ia mau kembali kepada kebenaran. Sebaliknya, sikap saya yang
keras, bagi orang yang bersih dan mau hidup sederhana, pipi saya
ini
akan saya letakkan di tanah.
"Dalam beberapa hal, Saudara-saudara berhak menegur saya.
Bawalah saya ke sana; yang perlu Saudara-saudara perhatikan, ialah:
"Saudara-saudara berhak menegur saya agar tidak memungut pajak
atas kalian atau apa pun yang diberikan Allah kepada
Saudara-saudara,
kecuali demi Allah; Saudara-saudara berhak menegur saya, jika ada
sesuatu yang di tangan saya agar tidak keluar yang tak pada
tempatnya;
Saudara-saudara berhak menuntut saya agar saya menambah penerimaan
atau penghasilan Saudara-saudara, insya Allah, dan menutup segala
kekurangan; Saudara-saudara berhak menuntut saya agar
Saudarasaudara
tidak terjebak ke dalam bencana, dan pasukan kita tidak
terperangkap ke tangan musuh; kalau Saudara-saudara berada jauh dalam
suatu ekspedisi, sayalah yang akan menanggung keluarga yang menjadi
tanggungan Saudara-saudara.
"Bertakwalah kepada Allah, bantulah saya mengenai tugas
Saudara-saudara,
dan bantulah saya dalam tugas saya menjalankan amar ma 'ruf
nahi munkar, dan bekalilah saya dengan nasihat-nasihat
Saudara-saudara
sehubungan dengan tugas yang dipercayakan Allah kepada saya
demi kepentingan Saudara-saudara sekalian. Demikianlah apa yang
sudah saya sampaikan, semoga Allah mengampuni kita semua."[15]
Dari
berbagai riwayat tentang pidato pertama Umar saat menjabat seabagi khalifah di
atas, maka jelaslah bagi kita tentang metode dia dalam menjalankan
pemerintahannya. Metode Umar dalam menjalankan pemerintahannya dapat kita
simpulkan dalam poin-poin penting berikut ini:
a.
Umar memandang jabatan khalifah sebagai sebagai ujian, dimana dia
akan dimintai pertanggung jawaban atas jabatan tersebut. Kekuasaan di mata
Khulafaur-Rasyidin adalah kewajiban, amanah, dan ujian. Bukan pangkat,
kehormaan, dan superioritas.
b.
Pengangkatannya sebagai khlafiah menuntut dirinya untuk segera
menjalankan tugas Negara yang ada di hadapannya. Ia harus mengangkat gubernur
untuk memimpin rakyat yang berada di wilayah dari orang-orang yang memiliki
kapasitas dan amanah. Umar merasahal ini belum cukup untuk membebaskan tanggung
jawabnya di hadapan Allah, maka iapun melakukan pengawasan terhadap para
pembantu dan para gubernurnya. Siapa diantara mereka yang menjalankan dengan
baik, maka ia akan menambah kebaikan untuknya. Sebaliknya, siapa di antara mereka
yang lalai menjalankan tugas, maka ia akan memberi sanksi dan mencopot
jabatannya.
c.
Sikap kerasnya yang dikhawatirkan publik ia ganti dengan sikap
lemah lembut dan kasih sayang. Ia berjanji akan menegakkan keadilan di antara
mereka. Siapa yang berlaku aniaya dan melampaui batas, maka dia tidak akan
mendapati kecuali kehinaan. “Aku tidak akan membiarkan ada orang yang
menganiaya dan melampaui batas terhadap orang lain, kecuali akan kuletakkan
dahinya di atas tanah”, kata Umar. Sebaliknya, siapa yang berjalan di atas rel
yang benar, menjalankan ajaran agama dengan baik, maka dia akan mendapatkan
kasih sayang. “Akan kuletakkan dahiku bagi orang yang menjauhkan dirinya dari
hal-hal yang tidak baik”, kata Umar dalam pidatonya yang pertama. Keadilan Umar
tampak jelas dari kebijakan dan perhatiannya terhadap lembaga peradilan dan
pengembangan lembaga ini, dimana keadilan benar-benar merata di seluruh wilayah
pemerintahannya.
d.
Khalifah Umar bertanggung jawab langsung untuk menangkis serangan
terhadap umat dan agama Islam. ia membentengi pelabuhan-pelabuhan dan menangkal
bahaya serangan musuh. Di samping itu, ia tidak menugaskan para prajurit yang
berjaga di benteng-benteng pertahanan di atas kemampuan mereka. Bila para
prajurit pergi ke medan perang, maka khalifah dan para aparatnya akan
melindungi anak-anak dan keluarga para prajurit. Umar telah mengembangkan
lembaga militer dengan baik sehingga menjadi sebuah kekuatan militer dengan
baik sehingga menjadi sebuah kekuatan militer yang tangguh yang tidak ada
tandingannya di dunia pada masa itu.
e.
Khalifah Umar berjanji akan menunaikan hak-hak ekonomi rakyatnya
dengan sempurna. Ia berjanji akan membelanjakan hasil pungutan pajak rakyat dan
harta rampasan perang secara proporsional. Bahkan, ia bertekad untuk menambah
kesejahteraan rakyat dengan meneruskan jhad di jalan Alah, mendorong rakyat
bekerja keras, dan menertibkan sistem
keuangan Negara. Pada masa pemerintahannya, Umar telah mengembangkan
sistem keuangan Negara dan menerbitkan sumber-sumber devisa Negara dan pos-pos
pengeluarannya.
f.
Umar juga meminta rakyat agar mereka menunaikan kewajiban mereka,
memberikan nasihat kepada khalifah, mendengar dan mematuhinya, menjalankan amar
makruf dan nahi mungkar. Dan melakukan pengawasan di tengah-tengah masyarakat.
g.
Umar sadar bahwa tidak ada yang dapat menolongnya untuk melakukan
semua tugas Negara kecuali dengan takwa kepada Allah, melakukan introspeksi
diri, dan menanamkan pada dirinya rasa bertangggung jawab di akhirat kelak.
h.
Syaikh Abd Al-Wahhab An-Najjar ketika mengomentari pernyataan Umar,
“perumpamaan bangsa Arab adalah seperti unta jinak yang mengikuti tuannya”,
mengatakan, “Yang dimaksud dengan unta jinak di sini adalah sekelompok orang
yang tunduk patuh tanpa harus dipaksa dan dipukul terlebih dahulu. Mereka
berjalan dengan mudah. Ini merupakan personifikasi yan baik terhadap umat Islam
pada masa pemerintahan Umar. Mereka mendengar dan patuh bila diperintah, dan
bila mereka dilarang berbuat sesuatu, mereka meninggalkannya. Tanggung jawab
besar berada pada pemimpinnya. Seorang pemimpin harus memimpin rakyatnya dengan
cerdas, dan tidak menjerumuskan mereka ke jurang bahaya dan kebinasaan. Seorang
pemimpin tidak boleh melalaikan tugas dan urusannya. Yang dimaksud dengan jalan
yang dikemukakan oleh Umar adalah jalan yang paling lurus yang tidak bengkok.
Umar benar-benar menepati janjinya ini.
i.
Sunnah ilahi pada orang yang bersikap keras lagi berhati kasar dan
pada orang yang berlaku lemah lembut. Publik akan menerima dan mendengar orang
yang berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sebaliknya, mereka akan menjauhi
orang yang bersikap keras lagi kasar. Kendati orang itu memberi nasihat dengan
menghendaki kebaikan dan manfaat bagi mereka
Sejarah
telah memberikan gambaran kepada kita bahwa Umar, sejak ia masuk Islam, telah
berubah menjadi orang yang dermawan, berlapang dada, dan bersifat lemah lembut
setelah ia menjabat sebagai khalifah.
j.
Pembaiatan publik terhadap khulaur-rasyidin hanya terbatas pada
penduduk Madinah dan tidak melibatkan selain mereka. Boleh jadi, pembaiatan itu
dihadiri orang-orang Arab pedalaman dari kabilah-kabilah yang berada di sekitar
Madinah atau orang-orang yang kebetulan sedang berkunjung ke Madinah. Sedang
penduduk wilayah lain, mereka hanya mengikuti apa yang diputuskan di Madinah.
Hal ini tidak menodai pembaiatan tersebut dan tidak mengurangi legalitasnya.
Sebab, mengumpulkan kaum muslimin dari seluruh wilayah dan daerah merupakan
suatu hal yang mustahil untuk dilakukan pada masa itu. pemerintah harus tetap
berjalan sebagaimana mestinya, dan pada saat itu tidak mungkin seluruh urusan
publik diliburkan. Semua penduduk wilayah saat itu telah mengokohkan pembaiatan
Abu Bakar, Umar, dan Utsman, sesuai dengan apa yang diputuskan di Madinah, baik
secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Tidak diragukan lagi, bahwa
cara pembaiatan yang dilakukan publik pada awal era Islam merupakan pengalaman
pertama dalam bidang pengembangan Negara dan pengembangan lembaga ini.
k.
Wanita dan baiat. Sepanjang penelitian ini, penulis tidak menemukan
sebuah data yang menunjukkan bahwa
wanita berpartisipasi dalam proses pembaiatan pada masa Abu Bakar, Umar, Ustman,
dan Ali. Buku-buku politik syariat klasik tidak pernah mengisyratkan adanya hak
dan kewajiban wanita dalam pembaiatan khalifah, sebagaimana yang berlaku pada
era kontemporer sekarang ini. yang tampak, proses pembaiatan di sebagian besar
masa pemerintahan dalam sejarah Islam hanya terbatas pada kaum laki-laki. Kaum
laki-laki tidak pernah mengajak kaum wanita untuk berpartisipasi dalam proses
pembaiatan dan merekapun tidak pernah menuntut untuk terlibat di dalamnya.
Keterlibatan kaum wanita dalam proses pembaiatan ini dianggap sebagai hal yang
wajar. Di samping para ahli konsitusi Islam juga tidak pernah menyinggung
persoalan ini. fakta sejarah ini sama sekali tidak merubah sesatupun dari
hakikat hukum syara’. Yang jelas, di dalam al-Qur’an dan sunnah - sebagai
sumber utama hukum syariat – tidak ditemukan ketentuan yang melarang kaum
wanita untuk berpartisipasi dalam proses pembaiatan khalifah.
l.
Umar memulangkan para tawanan perang Riddah kepada keluarga mereka.
Kebijakan politik yang pertama diambil Umar setelah ia menjabat sebagai
khalifah adaah memulangkan para tawanan perang Riddah kepada keluarga mereka.
Saat itu, Umar mengatakan, “Aku tidak suka bila penawan ini menjadi tradisi di
kalangan bangsa Arab.” Kebijakan Umar yang cukup berani ini telah menanamkan di
benak bangsa Arab bahwa mereka semua sama di hadapan syariat Allah. Tidak ada
keutamaan bagi sebuah kabilah atas kabilah lain kecuali karena konstribusi mereka yang baik dalam berkhidmat
kepada Islam dan kaum muslimin, kebijakan ini disusul dengan kebijakan lain,
yakni ia bersikap toleran terhadap para tawanan perang Riddah yang telah
bertaubat dan ikut serta berperang dalam peperangan melawan musuh-musuh Islam.
mereka telah menunjukkan keberanian mereka di medan perang dan tegar ketika
menghadapi musuh. Mereka juga telah menunjukkan loyalitas kepada Negara.
m.
Jabatan khalifah telah mengakar di hati umat Islam. jabatn ini
telah menjadi simbol peraturan dan kekuatan umat Islam. seorang peneliti yang
meneliti sejarah pemerintahan Khulafaur-Rasyidin akan mengetahui potensi
terbesar yang dimiliki oleh para sahabat yang mulia dan orisinilitas karya
mereka dalam hal ini. mereka mendirikan system pemerintahan khilafah pada hari wafatnya
Rasulullah, sementara orang-orang Inggris membutuhkan waktu seperempat abad
untuk dapat menghancurkan sistem pemerintahan ini.
n.
Perbedaan antara raja dengan kahlifah. Umar pernah berkata, “Demi
Allah aku tidak tahu apakah aku seorang raja atau seorang khalifah? Bila aku
seorang raja, maka hal itu merupakan sesuatu yang agung.” Seorang sahabat
mengatakan kepada Umar, “Diantara kedua hal ini terdapat perbedaan. Khalifah
itu tidak mengambil harta kecuali dengan cara yang benar dan ia tidak akan
membelanjakannya kecuali di jalan yang benar. Dan, Anda adalah orang yang
bersikap demikian. Sedang raja itu (terkadang) menindas rakyat. Ia mengambil
harta si A, lalu memberikannya kepada si B.” mendengar hal itu Umar terdiam.[16]
Umar
bin Khattab mempunyai keahlian dalam menentukan hukum, sangat jenius dalam
menata lembaga pemerintahan, cerdik dalam mengatur Negara yang sudah demikian
luas, lihai dalam menghadapi masalah baru yang belum pernah timbul pada masa
Rasulullah dan Abu Bakar.
2.
Politik Kekuasaan
Selama
sepuluh tahun pemerintahan Umar (13 H./634 M. – 23 H./644 M.), sebagian besar
ditandai oleh penaklukan-penaklukan untuk melebarkan pengaruh Islam ke luar
Arab. Sejarah mencatat, Umar telah berhasil membebaskan negeri-negeri jajahan
Imperium Romawi dan Persia yang dimulai dari awal pemerintahannya, bahkan sejak
pemerintahan sebelumnya. Segala tindakan yang dilakukan untuk menghadapi dua
kekuatan itu, jelas bukan hanya menyangkut kepentingan keagamaan saja, namun
juga kepentingan politik.
Kejutan
kemenangan Islam yang sangat menggemparkan dalam sejarah dunia, telah terjadi
beberapa tahun saja setelah wafatnya Nabi Muhammad saw. khalifah pertama Abu
Bakar baru saja selesai mengamankan seluruh Negara dari gangguan kaum pengacau,
yaitu kaum murtad dan pengahlang zakat. Beliau telah mengirimkan tentara Islam
yang baru kembali dari medan juang itu kedua arah yang sangat berlainan dan
berjauhan, yaitu ke Timur mengahadapi tentara Persi, dan ke Utara menghadapi
tentara Romawi.[17]
Faktor-faktor
yang melatar belakangi timbulnya konflik antara umat Islam dengan bangsa Romawi
dan Persia yang pada akhirnya mendorong umat Islam mengadakan penaklukan negeri
Romawi dan Persia, serta negeri-negeri jajahannya karena:[18]
a.
Bangsa Romawi dan Persia tidak menaruh hormat terhadap maksud baik
Islam.
b.
Semenjak Islam masih lemah, Romawi dan Persia selalu berusaha
menghancurkan Islam.
c.
Bangsa Romawi dan Persia sebagai negara yang subur dan terkenal
kemakmurannya, tidak berkenan menjalin hubungan perdagangan dengan
negeri-negeri Arab.
d.
Bangsa Romawi dan Persia bersikap ceroboh menghasut suku-suku Badui
untuk menentang pemerintahan Islam dan mendukung musuh-musuh Islam.
e.
Letak geografis kekuasaan Romawi dan Persia sangaat strategis untuk
kepentingan keamanan dan pertahanan Islam.
Untuk menghadapi kaum muslim, masing-masing Negara itu telah
menyiapkan barisan tentara, yang tidak saja banyak jumlahnya dan berlipat ganda
daripada tentara Islam, tetapi juga mempunyai senjata lengkap yang termodern
untuk masa itu.
Untuk inilah khalifah Abu Bakar mengirimkan tentara Islam. Akan
tetapi belum berapa lama khalifah Abu Bakar mengirimkan tentara Islam beliaupu
meninggal dunia, sehingga tidak menyaksikan kemenangan gemilang yang diperoleh
tentara Islam. khalifah Umar bin Khattab yang menggantikannya yang kemudian
meneruskan perjuangan itu.[19]
Pada tahun 635 M, Damaskus yang merupakan ibu kota Syria jatuh ke
tangan kaum muslimin, setelah pertempuran hebat di lembah Yarmuk di sebelah
Timur anak sungai Yordania, pasukan Romawi yang terkenal kuat itu tunduk kepada
pasukan-pasukan Islam.[20]
Dari Syria, pasukan kaum muslim melanjutkan langkah ke Mesir dan
membuat kemenangan-kemenangan di wilayah Afrika bagian Utara. Bangsa Romawi
telah menguasai Mesir sejak tahun 30 sebelum Masehi, dan menjadikan wilayah
subur itu sebagai sumber pemasukan gandum terpenting bagi Romawi. Berbagai
macam pajak naik sehingga menimbulkan kekacauan di negeri yang pernah
diperintah oleh Raja Fir’aun itu. satu bulan kota itu di kepung oleh pasukan
muslimin dan dapat ditaklukkan pada tahun 19 H. satu demi satu kota-kota di
Mesir ditaklukkan oleh pasukan muslimin. Kota Babilon juga dapat ditundukkan
pada tahun 20 H setelah 7 bulan terkepung.[21]
Iskandariyah, ibu kota Mesir dikepung selama 4 bulan sebelum
ditaklukkan oleh pasukan Islam di bawah pimpinan Ubadah bin Samit yang dikirim
oleh khalifah di front peperangan Mesir. Cyrus menandatangani perjanjian damai
dengan akum muslimin. Perjanjian tersebut berisi beberapa hal sebagai berikut.
a.
Setiap warga Negara diminta untuk membayar pajar perorangan sebanyak
2 dinar setiap tahun.
b.
Gencatan senjata akan berlangsung selama 7 bulan.
c.
Bangsa Arab akan tinggal di markasnya selama gencatan senjata dan
pasukan Yunani tidak akan menyerang Iskandariah dan harus menjauhkan diri dari
permusuhan.
d.
Umat Islam tidak akan menghancurkan gereja-gereja dan tidak boleh
mencampuri urusan umat Kristen.
e.
Pasukan tetap Yunani harus meninggalkan Iskandariah dengan membawa
harta benda dan uang, mereka akan membayar pajak perorangan selama satu bulan.
f.
Umat Islam harus menjaga 150 tentara Yunan dan 50 orang sipil
sebagai sandera sampai batas waktudari perjanjian ini dilaksanakan.[22]
Dengan jatuhnya Mesir maka sempurnalah penaklukan atas Mesir. Ibu
kota negeri itu dipindahkan ke kota baru yang bernama Fustat yang dibangun oleh
Amr bin Ash pada tahun 20 H. Masjid’Amr masih berdiri tegak di pinggiran kota
Kairo hingga kini sebagai saksi sejarah yang tidak dapat dihilangkan.[23]
Dengan Syria sebagi basis, gerak maju pasukan ke Armenia,
Mesopotamia Utara, Georgia da Azerbaijan menjadi terbuka. Demikian juga
serangan-serangan kilat terhadap Asia kecil dilakukan selama bertahun-tahun
setelah itu. seperti halnya Yarmuk yang menentukan nasib Syria, perang Qadisiah
pada tahun 637 M menentukan masa depan Persia. Khalifah Umar mengirim pasukan
di bawah Sa’ad bin Abi waqqas untuk menundukkan kota itu. kemenangan yang
diraih di wilayah itu membuka jalan bagi gerak maju Negara Muslim ke daratan
Eufrat dan Tigris. Ibu kota Persia, Ctesiphon (Madain) yang letaknya di tepi
sungai Tigris pada tahun itu juga dapat dikuasai. Setelah dikepung selama dua
bulan, Yazdagrid III, raja Persia itu melarikan diri. Pasukan Islam kemudian
mengepung Nahawan dan menundukkan Ahwaz pada tahun 22 H.tahun 641 M/22 H
seluruh wilayah Persia sempurna dikuasai. Isfahan juga ditaklukkan, demikian
pula Jurjan/Georgia dan Tabristan. Azerbaijan tidak luput dari kepungan pasukan
muslim. Orang-orang Persia yang jumlahnya jauh lebih besar daripada tentara
Islam, yaitu 6 dibanding 1 dapat dikalahkan sehingga menyebabkan mereka
menderita kerugian besar. Kaum muslim menyebut sukses ini dengan “kemenangan
dari segala kemenangan” (Fathul Futuh).[24]
Peperangan-peperangan tersebut telah menaikkan pahlawan-pahlawan
Islam yang berjuang dengan gagah berani dan siasat perang yang hebat, sebagai
berikut:
a.
Perang Syria yang pertama kali mencapai kemenangan, yaitu kota
Damascus dapat dimasuki pada tahun 14 H./635 M. kemudian pada Agustus 636 M.
dalam perang yarmuk (di daerah Jordan di selatan danau Tiberias) tentara Romawi
yang dipimpin langsung oleh Keizer Heraclius telah diremukkan, dan akhirnya
Jerussalem menyerah pada tahun 17 H./638 M. dan sebagai yang terakhir ialah di
Caesarea pada tahun 19 H./640, seluruh tentara Romawi lari meninggalkan Arabia.
Dalam perang ini, nama Khalid bin Walid sangat cemerlang, ia mampu
menunjukkan presatsi yang luar biasa.
b.
Perang di Mesopotamia dalam pertempuran di Qadisiyah pada tahu 15
H./636 M., tentara Islam di bawah pimpinan Sa’ad bin Abi Waqqash telah
menghancukan tentara Persi, sehingga rajanya Yezdegerd III (Yezdejierd) melarikan
diri dan akhirnya mati terbunuh di tangan Opsir Ahnaf.
Perang
Yarmuk ini telah menaikkan nama Sa’ad bin Abi Waqqsh. Namanya begitu dihormati
sehingga orang Cina mengatakan bahwa pahlawan Islam itu telah menjarah ke
negeri Cina, dan akhirnya di makamkan di Kanton. Dialah yang mempersembahkan
kepada khalifah Umar bin Khattab akan mahkota dan segala kebesaran raja Persi.
c.
Perang di Mesir yang berakhir dengan kemenangan besar pada akhir
tahun 18 H./639 M., telah menaikkan nama Amru bin Ash. Dengan kemenangan di
Mesir itu, terbukalah jalan menuju Afrika Utara.[25]
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan yang gemilang itu di
antaranya banyak yang dapat kita setujui. Kesimpulan ialah:
a.
Ketangkasan mereka dan ringannya beban yang mereka bawa. Dunia
mengakui akan faktor ketangkasan ini, begitu juga sangat sederhana beban yang
harus mereka bawa dalam peperangan. Ini adalah watak Arab.
b.
Yakin akan qadha dan qadar, yaitu sebelum ajal berpantang mati. Ini
berkat ajaran Islam.
c.
Kemahiran menembak (memanah) dan perang di atas kuda. Dalam setiap
pertempuran, keunggulan Arab terjadi dalam keduanya ini. ini adalah watak Arab.
d.
Lengkapnya prajurit-prajurit yang gagah berani. Sebagaimana
lengkapnya panglima-panglima yang siap sedia di belakang Napoleon Bonaparte,
begitulah jenderal-jenderal Islam dahulu di segala perjuangannya. Ini adalah
kader-kader didikan Islam.
e.
Sabar, Ulet, dan tangguh di dalam segala perjuangan. Masing-masing
mereka bertekad bulat; menang atau mati syahid. Ini adalah ajaran dalam Islam.
f.
Kecerdasan Arab. Baik di medan juang ataupun ditengah pembangunan,
mereka mempunyai otak yang cerdas dan tangkas bekerja. Inilah watak Arab.
g.
Tetap terbuka garis mundur. Taktik perjuangan mereka sangatlah
hebat, memilih tempat yang strategis, ini adalah berkat latihan Muhammad.
h.
Terpecah belahnya musuh yang dihadapi, baik Persi ataupun Romawi.
Karena musuh berpecah belah, mereka datang menggempur dengan tenaga yang segar
dan bulat bersatu. Ini adalah faktor luar yang sangat penting.
i.
Bantuan Yahudi. Sebagai bangsa tertindas yang lama menaruh dendam
pada Romawi, menggunakan kesempatan baik ini menggabungkan diri dengan barisan
Islam Untuk menggempur musuh bebuyutan itu.
j.
Keadilan, kerahiman dan kebersihan wataknya tentara Islam. Jarji
Zaidan menganggap suatu faktor yang maha penting, ialah setiap tentara Islam
itu menang memasuki suatu daerah tetap berlaku adil, sopan santun, dan
menjauhkan diri dari soal duniawi. Ini adalah ajaran Islam.
k.
Melindungi kebudayaan dan adat kebiasaan segala kaum. Suatu prinsip
yang sangat penting, ialah segala bangsa dan daerah yang dikalahkan dibiarkan
hidu kebudayaan dan peri kehidupan mereka. Ini adalah ajaran Islam.[26]
Lothrop Stoddard, sebagaimana yang diungkapkan oleh Zainal Abidin
Ahmad dalam bukunya mengatakan “Islam, sebagai badai topan berhembus dari
padang pasir menerjang dinding jazirah Arabia dan menemui bangsa serta daerah
yang jiwanya sedang kosong. Yakni, dua kerajaan Bizantium dan Persi, yang
sepintas lalu tampak megah, hakikatnya laksana kayu kering, yang terlepas daya
tahannya”.[27]
Jarji Zaidan sebagaimana yang dikutip oleh Zainal Abidin Ahmad
dalam bukunya, mengemukakan 3 macam keistimewaan pahlawan-pahlawan Islam di
masa itu:
a.
Semangat keprajuritan yang tinggi, yaitu Khalid bin Walid, Khalid
bin Sa’ied, Abu Ubaidah, ‘Amir bin Jarrah, Sa’ad bin Abi Waqqash, Yazid bin Abi
Sufyan, Hamzah bin Abdul Muthaallib. Keberanian melebihi pahlawan-pahlawan dari
Napoleon Bonaparte dalam revolusi Perancis.
b.
Ahli siasat dan merancang taktik strategis perjuangan, yaitu Amru
bin ‘Ash, Muawiyah bin Abi Sufyan, Mughirah bin Syu’bah, dan Ziad bin Abihi.
c.
Organisator caliber besar, yaitu seperti Abu Bakar dan Umar bin
Khattab.[28]
3.
Kebijakan dan Pioner Ijtihad
Khalifah Umar bin Khattab menjalankan pemerintahannya dengan adil
dan jujur. Pada masa pemerintahannya, negara menjadi aman, tentram, damai,
makmur, dan masyarakatnyamenjadi teratur. Periode Khalifah Umar bin Khattab
Radliyallaahu 'anhu. senantiasa dijadikan tolok ukur bagi generasi-generasi
berikutnya.
Metode Umar dalam menerapkan prinsip musyawarah sangat bagus.
Pertama-pata ia meminta dan mendengarkan pendapat publik, lalu ia mengumpulkan
para tokoh sahabat, kemudian ia memaparkan masalah kepada mereka dan memintai
pendapat mereka. Bila pendapat mereka baik maka ia akan melaksanakan.
Umar melakukan musyawarah terhadap masalah-masalah yang tidak
terdapat teksnya dalam al-Qur’an dan Sunnah. Tujuannya, agar ia mengetahui
apakah di antara sahbat ada yang menghafal apa-apa yang tidak dihafal sahabat
lainnya. Ia juga bermusyawarah untuk memahami teks-teks yang multi
tafsir/makna. Tujuannya, untuk makna-makna yang berbeda tersebut. Dalam dua
bidang ini, terkadang Umar hanya memintai pendapat satu orang atau beberapa
orang. Untuk membahas masalah umum, ia mengumpulkan para sahabat dan memperluas
lingkupnya, sebagaimana pernah ia lakukan sewaktu terjangkitnya wabah penyakit
di Syam, di mana ia hendak melakukan kunjungan kesana.[29]
Untuk kepentingan dan kesejahteraaan rakyatnya, Umar bin Khattab
membentuk lembaga-lembaga yang akan mengantarkan rakyatnya menuju suatu kehidupan
yang damai dan sejahtera. Misalnya, adanya jawatan pos yang menyampaikan berita
dari Kota Madinah ke daerah-daerah atau sebaliknya. Jawatan pos ini ditempatkan
pada setiap 2 kilometer di jalur perjalanan.[30]
Perbaikan jalan-jalan umum juga mendapat perhatian yang serius dari
Khalifah Umar. Beliau juga memberikan santunan-santunan untuk anak-anak yatim,
orang-orang tua dan wanita yang sedang menyusukan, serta mereka yang kehabisan
atau kekurangan bahan makanan di jalur perjalanan. Khalifah Umar juga menetapkan
tanggal 1 Muharam sebagai tahun baru hijriah dan menetapkan lambang Negara
dengan bulan sabit.[31]
Dalam mengorganisir imperium Islam yang baru, Khalifah Umar
memperkenalkan sebuah kebijakan yang Islami. Di Mekkah dan Madinah ia merangkul
sahabat Nabi dari kalangan Mekkah dan Anshar, penolong dari kalangan warga
Madinah. Di pusat-pusat perkampungan militer ia merangkul klan-klan yang turut
mendukung Madinah selama berlangsung peperangan menghadapi kekuatan Mekkah dan
mereka yang turut terlibat dalam penaklukan Iraq. Dari kalangan mereka ini Umar
mengangkat gubernur, jenderal, dan pegawai pemerintah, memberi mereka tunjangan
yang tinggi, dan mengizinkan mereka menguasai sawafi – lahan pertanian yang
ditinggalkan oleh penguasa Sasania – menurut interes mereka masing-masing.
Pihak oposisi juga sama kuat pengaruhnya. Di Madinah dan di Mekkah, kalangan
aristrokasi Quraisy merasa kecewa dengan kebijakan khalifah Umar ini. dalam
beberapa propinsi gelombang migrant dari Arabia menuju pusat-pusat perkampungan
militer dan klan-klan Arab yang berpengaruh dan bahkan kepala-kepala kesukuan
yang semula mengadakan perlawanan sekarang memeluk Islam.[32]
Peradaban yang
paling signifikan pada masa Umar, selain pola administrative pemerintahan,
peperangan dan sebagainya adalah pedoman dalam peradilan. Pemikiran Khalifah
Umar bin Khattab khususnya dalam peradilan yang masih berlaku sampai sekarang
adalah sebagai berikut:
Naskah
Asas-asas Hukum Acara
Dari Umar Amirul Mukminin kepada
Abdullah bin Qais, mudah-mudahan Allah melimpahkan kesejahteraan dan rahmat-Nya
kepada engkau.
1)
Kedudukan lembaga peradilan
Kedudukan
lembaga peradilan di tengah-tengah masayarakat suatu Negara hukumnya wajib
(sangat urgen) dan sunnah yang harus diikuti/dipatuhi.
2)
Memahami kasus persoalan, baru memutuskannya
Pahami persoalan suatu kasus gugatan yang diajukan kepada anda, dan
ambillah keputusan setelah jelas persoalan mana yang benar dan mana yang salah.
Karena sesungguhnya, suatu kebenaran yang tidak memperoleh perhatian hakim akan
menjadi sia-sia.
3)
Samakan pandangan anda kepada kedua belah pihak dan berlaku adillah
Dudukkan kedua belah pihak di majelis secara sama, pandangan mereka
dengan pandangan yang sama, agar orang yang trehormat tidak melecehkan anda,
dan orang yang lemah tidak merasa teraniaya.
4)
Kewajiban pembuktian
Penggugat wajib membuktikan gugatannya, dan tergugat wajib
membuktikan bantahannya.
5)
Lembaga damai
Penyelesaian perkara secara damai dibenarkan, sepanjang tidak
menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.
6)
Penundaan persidangan
Barang siapa menyatakan ada suatu hal yang tidak ada tempatnya atau
sesuatu keterangan, berilah tempo kepadanya untuk dilaluinya. Kemudian, jika
dia memberi keterangan, hendaklah anda memberikan kepadanya haknya. Jika dia
tidak mampu memberikan yang demikian, Anda dapat memutuskan perkara yang
merugikan haknya, karena yang demikian itu lebih mantap bagi keudzurannya (tak
ada jalan baginya untuk mengatakan ini dan itu lagi), dan lebih menampakkan apa
yang tersembunyi.
7)
Kebenaran dan keadilan adalah masalah universal
Janganlah
Anda dihalangi oleh suatu putusan yang telah Anda putuskan pada hari
ini,kemudian Anda tinjau kembali putusan itu lalu Anda ditunjuk pada kebenaran
untuk kembali pada kebenaran, karena kebenaran itu suatu hal yang qadim yang tidak dapat dibatalkan oleh sesuatu.
Kembali pada yang hak, lebih baik dari pada terus bergelimang dalam kebatilan.
8)
Kewajiban menggali hukum yang hidup dan melakukan penalaran logis
Pergunakanlah kekuatan logis pada suatu kasus perkara yang diajukan
kepada anda dengan menggali dan memahami hukum yang hidup, apabila hukum suatu
perkara kurang jelas dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Kemudian bandingkanlah
permasalahan tersebut satu sama lain dan ketahuilah (kenalilah) hukum yang
serupa , kemudian ambillah mana yang lebih mirip dengan kebenaran.
9)
Orang Islam haruslah berlaku adil
Orang Islam dengan orang Islam lainnya haruslah berlaku adil,
terkecuali orang yang sudah pernah menjadi saksi palsu atau pernah dijatuhi
hukuman had atas orang yang diragukan tentang asal usulnya, karena sesungguhnya
Allah yang mengendalikan rahasia hamba dan menutupi hukuman atas mereka,
terkecuali dengan ada keterangan dan sumpah.
10) Larangan
bersidang ketika sedang emosional.
Jauhilah
diri anda dari marah, pikiran kacau, perasaan tidak senang, dan berlaku kasar
terhadap para pihak. Karena kebenaran itu hanya berada di dalam jiwa yang
tenang dan niat yang bersih. [33]
Untuk
menghadapi masalah baru yang belum pernah ada pada masa Rasulullah dan masa Abu
Bakar, maka Umar berijtihad untuk:
a.
Menetapkan hukum tentang masalah-masalah yang baru
Sebagai ahli fiqih, Umar bin Khattab dikenal berani melakukan
ijtihad. Ijtihadnya meliputi berbagai bidang. Dalam bidang peribadatan, Umat
bin Khattab berpendapat dalam hal empat takbir untuk shalat Jenazah, penyelenggaraan
shalat Tarawih berjamaah, dan penambahan kata “as-salaatu khaitum minan naum”
dalam azan subuh. Beberapa jasa Umar bin Khattab yang lain dalam bidang hukum
adalah :[34]
1)
Pemalsuan stempel resmi miliki Negara
Pada masa Umar al-Faruq terjad suatu masalah yang sangat berbahaya
dan belum pernah ada sebelumnya. Seorang yang bernama Ma’an bin Zaidah mampu
memalasukan stempel Negara dengan kepandaiannya dalam bidang pahat. Dengan
stempel yang palsu tersebut dia berhasil memperolah sejumlah harta dari Baitul
Mal. Kejadian ini kemudian dilaporkan kepada Umar r.a. umar menghukumnya dengan
seratus kali campuran dan memenjarakannya. Cambukan tersebut melukainya tiap
kali dipukulkan ke badannya sebanyak seratus kal. Setelah itu, dia diasingkan.[35]
2)
Seorang yang mencuri harta dari Baitul Mal di Kufah
Umar bin Khathab r.a tidak memotong tangan orang yang mencuri dari
Baitul Mal. Ibnu Mas’ud bertanya kepada Umar tentang jati diri siapa
pencurinya. Umar berkata, “bebaskanlah dia karena semua orang memiliki hak yang
terdapat di Baitul Mal ini.” Setelah itu Umar menghukumnya dengan hukuman
takzsir berupa cambukan.[36]
3)
Pencurian di saat paceklik
Para pemuda dari suku Hathib bin Abi Balta’ah mencuri onta
kepunyaan seseorang dari suku Muzni. Mereka menyembelih onta tersebut dan
memakannya. Kejadian ini kemudian dilaporkan ke Umar. Dia meminta agar para
pemuda itu didatangkan. Mereka mengakui telah mencuri onta dari kandangnya.
Mereka adalah orang-orang yang berakal, mukallaf, dan tidak memiliki alasan
yang sangat mendesak dibalik pencurian onta. Katsir bin Shald mengusulkan agar
semua tangan mereka dipotong. Akan tetapi Umar memahami atas pencurian yang
terjadi masa musim paceklik itu dan dia mengetahui bagaimana kesusahan yang
dihadapai masyaarakat.[37]
Umar r.a berkata, “Carilah alasan yang bisa menghindarkan mereka
dari hukuman.” Katsir berkata kepada pemimpin mereka, “Saya kira anda telah
menyebabkan mereka kelaparan. “ Umar menerima dengan alasan ini dan membatalkan
hukum potong tangan. Dia memerintahkan agar mereka membayar ganti rugi kepada
orang-orang suku Muzni dua kali lipat dari harga onta. Harga onta tersebut
adalah seharaga 800 dirham. Umar menghindarkan hukum potong tangan terhadap
mereka, karena pencurian terjadi di saat paceklik.
4)
Seorang perempuan gila yang berzina
Ada seorang perempuan gila berzina dibawa ke hadapan Umar, dia
kemudian bermusyawarah dengan para ahli hukum. Mereka menyarankan agar
menjatuhkan hukuman rajam kepadanya. Setelah musyawarah selesai, Ali bin Abi
Thalib datang dan berkata, “Ubahlah hukuman yang sudah diputuskan kepadanya.”
Dia kemudian menghadap Umar r.a dan berkata, “Aapakah kamu tidak
mengetahui bahwa pena telah diangkat darinya?” Kemudian Ali menyebutkan hadits
yang berkaitan dengan masalah ini.
“Ya, betul”. Jawab Umar
“Kenapa dia dijatuhi hukuman rajam? Sekarang bebaskanlah dia”. Kata
Ali.
Mendengar jawaban ini, Umar langsung bertakbir.[38]
5)
Orang dzimmi yang memaksa muslimah untuk melakukan zina
Terjadi di masa Khalifah Umar al-Faqruq r.a. seorang ahli dzimmi
memaksa perempuan muslimah untuk berzina. Umar kemudian menyalibnya karena dia
dianggap telah melanggar perjanjian damai.[39]
6)
Wanita-wanita dipaksa untuk melakukan zina
Beberapa janda yang telah dipaksa berzina oleh beberapa orang
pemuda anak pejabat dibawa ke hadapan Umar. Umar kemudian menjatuhkan hukuman
cambuk kepada orang-orang yang memaksa untuk melakukan zina dan tidak mencambuk
perempuan-perempuan yang dipaksa berzina.[40]
7)
Hukuman orang yang berzina dan tidak mengetahui hukumnya
Diriwayatkan dari Sa’id bin Musayyab bahwa ada salah seorang
pegawai pemerintah yang menulis surat kepada Umar bin Khathab. Dalm surat
tersebut, dia memberi tahu ada seorang lelaki yang mengaku telah berzina. Umar
memberikan jawaban kepadanya lewat surat yang berisi, “Tanyakan kepadanya.
Tanyakan kepadanya apakah dia mengetahui bahwa apa yang dia lakukan adalah
perbuatan yang haram? Jika dia mengetahui demikian, terapkanlah hukuman had
kepadanya. Jika dia tidak mengetahui, maka berikanlah pengetahuan kepadanya
bahwa zina itu haram. Jika dia melakukan zina kembali, maka terapkanlah hukuman
had kepadanya.[41]
8)
Seorang istri yang menikah dalam masa iddah dan suaminya juga tidak
mengetahui larangan nikah ini
Ada seorang perempuan yang menikah di masa iddah. Kejadian ini
dilaporkan kepada Umar bin Khathab r.a. umar kemudian menceraikan pernikahan
tersebut. Dia memberikan hukuman cambuk kepada pengantin perempuan. dia juga
menjatuhkan hukuman cambuk kepada suami sebagai hukuman takzir.[42]
9)
Seorang perempuan menikah dengan laki-laki, sementara dia
sebenarnya punya suami yang diraasiakannya
Umar menjatuhkan hukuman rajam kepada perempuan tersebut. Akan
tetapi, dia tidak menjatuhkan hukuman rajam kepada suaminya karena tidak tahu.
Dia hanyaa mencambuk suaminya sebanyak seratus kali.[43]
10) Mughirah
bin Syu’bah dituduh melakukan zina
Satu dari empat saksi yang menuduh Mughirah bin Syu’bah mencabut
tuduhannya. Umar kemudian berkata, “Segala puji bagi Allah, karena setan tidak
berhasil menjerumuskan sahabt-sahabt Rasulullah saw. ke dalam perbuatan zina.
Ketiga orang yang menuduh dijatuhi hukuman qadzaf, karena jumlah saksinya tidak
mencapai empat orang.[44]
11) Hukum
perempuan yang menikah dengan budak laki-lakinya
Pada masa Umar bin Khathab ada seorang wanita yang menikah dengan
budak lelakinya. Ketika ditanya apa alasan menikah dengan budak lelakinya?
Perempuan itu balik bertanya, “Bukankah Allah swt. berfirman, “Dan
budak-budak perempuan yang kamu miliki”, bukankah orang yang aku nikahi adalah
budak yang aku miliki?”
Setelah kejadian ini dilaporkan kepada Umar r.a. dia berkata
kepadanya, “Budak lelakimu tidak halal bagimu”.
Dalam riwayat yang lain disebutkan, Umar menceraikan pernikahan
tersebut dan mencambuk orang perempuan tersebut sebagai hukuman takzir, bukan
had. Alasan Umar tidak menerapkan hukuman kepadanya adalah karena dia tidak
mengetahui akan haramnya pernikahan tersebut.[45]
12) Orang
perempuan yang menuduh suaminya berzina dengan budak perempuannya
Ada orang perempuan yang menuduh suaminya berzina dengan budak
perempuannya. Setelah diadakan pemeriksaan, ternyata dia sendiri yang
memberikan budak perempuan tersebut kepada suaminya. Umar kemudian menerapkan
hukuman tuduhan melakukan zina sebanyak 80 kali cambukan.[46]
13) Hukuman
orang yang menuduh zina dengan bahasa kiasan
Pada masa Umar bin Khathab ada orang yang menuduh zina orang lain
dengan bahasa kiasan. Orang tersebut lalu menyangkal, “Ibuku bukanlah pezina,
begitu pula bapakku.” Umar lalu bermusyawarah dengan para sahabatnya menghadapi
permasalahan ini. ada yang berkata, “Dia memuji-muji bapak dan ibunya sendiri.”
Sedangkan yang lain berkata, “Berita yang sebenarnya tentang bapak dan ibunya
tidaklah demikian. Kami berpendapat bahwa orang yang menuduh (dengan bahasa
kiasan itu harus dicambuk.” Umar al-Faruq r.a. menerima pendapat ini dan
kemduian mencambuk orang tersebut sebanyak 80 kali cambukan.
Alasan yang dijadikan dasar oleh Umar bin Khathab dalam menjatuhkan
hukuman cambuk kepada orang yang menuduh zina dengan bahsa kiasan, karena bukti
yang ada sudah jelas. Orang tersebut telah menuduh dengan bahasa kiasan. Apa
yang dia katakana adalah untuk memaki-maki dan memusuhi temannya. Apa yang
dilakukan oleh Umar bin Khathab adalah bertujuan untuk mendidik orang-orang
yang minim ilmunya dan menjaga kehormatan orang yang bersih hatinya.
Kebijaksanaan Umar r.a. tidaklah bertentangan dengan al-Qur’an dan hadits.
Bahkan perbuatannya itu dalam rangka menerapkan tujuan syariat yang mulia.[47]
14) Dihalalkannya
darah orang Yahudi yang melanggar kehormatan orang Islam
Pada masa Umar bin Khathab ada dua orang pemuda shaleh yang sangat
akrab layaknya saudara. Salah satunya kemudian menyerang yang lain. pemuda yang
diserang kemudian pergi menuju rumah saudaranya di malam hari. dia ingin
mengawasi pemuda yang menyerang di rumah saudaranya. Sesampainya di rumah
saudaranya, dia mendapati lampu sudah menyala dan ada seorang Yahudi yang
sedang bersama keluarga saudaranya. Orang Yahudi tersebut kemudian melantunkan
sebuah syair:
Engkau telah mengorbankan kecemburuannya terhadap Islam padaku.
Engkau telah meninggalkan pernikahannya semalam suntuk
Engkau menolak kehadiran orang-orang sebaya, sekarang menjadi
seperti tanah tandus yang sempit dan kasar
Anggota tubuh manusia seakan-akan laksana sekerumunan manusia.
Pemuda tersebut kemudian kembali ke keluarganya dan menghunus
pedang. Setelah itu dia kembali lagi ke rumah saudaranya. Sesampainya di sana,
dia langsung membunuh orang Yahudi itu dan menyeret mayatnya lalu
melemparkannya ke jalan. Pagi harinya, orang-orang Yahudi terkejut karena kawan
mereka terbunuh, tetapi mereka tidak mengethuinya siapa pembunuhnta.
Orang-orang kemudian menghada Umar bin Khathab untuk melaporkan kejadian ini.
Umar kemudian memanggil orang-orang dengan seruan, “Marilah kita
shalat berjama’ah.” Orang-orang emudan berkumpul untuk shalat berjama’ah.
Setelah shalat Umar naik mimbar dan berpidato, “Segala puji bagi Allah. Saya
berharap ada salah seorang dari kalian yang memberi tahu kepadaku, siapa yang
membunuh orang Yahudi ini.” kemudian, ada seorang pemuda yang bangkit dan
memberi tahu umar sebab pembunuhan tersebut sambil melantunkan syair yang
pernah dilantunkan oleh orang Yahudi. Mendengar jawaban ini, kemudian Umar
berkata, “Allah tidak melaknatmu dan telah menghalalkan darahnya.”[48]
15) Orang
yang membunuh otang lain ketika membela dirinya tidak berkewajiban membayar
diyat
Abdurrazak dalam mushannafnya dan al-Baihaqi dan sunannya
meirwayatkan bahwa ada seorang lelaki yang menjamu dari beberapa orang suku
Hudzail. Mereka mengirimkan seorang budak perempuan untuk dipinang. Orang
lelaki tersebut tertarik dengan budak perempuan. kemudian dia menginginkannya,
tetapi budak perempuan menolak. Dia kemudian berusaha untuk menguasai budak
perempuan beberapa saat. Budak perempuan tersebut berhasil melarikan diri
sambil melempar batu ke arah orang lelaki tersebut. Lemparan batu tersebut
mengenai hati orang lelaki itu sehingga menyebabkan kematian.
Budak perempuan kemudian pulang menemui keluarganya dan
menceritakan peristiwa yang terjadi. Keluarganya melaporkan hal ini kepada
Umar. Umar mengirimkan untusan untuk mengumpulkan bukti-bukti dari kejadian
tersebut. Setelah mendapatkan bukti-bukti, dia berkata, “Orang yang membunuh
karena membela diri, dia tidak berkewajiban membayar diyat.” Umar membiarkan
orang lelaki terbunuh tenpa menerapkan hokum qishash, diyat, atau kifarat
kepada budak perempuan yang membunuh.[49]
16) Pembebasan
pajak bagi pengemis dari kalangan dzimmi
Dalam
data sejarah disebutkan bahwa Umar adalah pemimpin yang sangat toleran terhadap
ahli Dzimmah. Umar membebaskan mereka dari kewajiban bayar pajak ketika mereka
tidak mampu untuk membayarnya. Dalam kitab Al-Amwal, Abu Ubaid mengatakan,
“Suatu hari Umar melintas di sebuah pintugerbang rumah suatu kaum. Di situ
terdapat seorang laki-laki tua yang buta sedang mengemis. Umar memukl pundak
laki-laki tua itu dan bertanya, “Dari golongan Ahli Kitab mana Anda berasal?”
Laki-laki tua itu menjawab, “Aku adalah seorang Yahudi”. “Mengapa Anda
mengemis?” tanya Umar. “Aku mencari uang untuk bayar pajak dan untuk memenuhi
kebutuhnku sehari-hari”, jawab laki-laki tua itu. setelah itu, Umar menggandeng
tangan dan memwaba laki-laki tua itu ke rumahnya. Umar memberikan sesuatu untuk
memenuhi kebutuhan si lako-laki tua tersebut. Kemudian , Umar menyuruh si
laki-laki tua itu untuk menemui petugas Baitul Mal.[50]
Kepada
petugas Baitul Mal, Umar mengatakan, “Perhatikanlah kebutuhan orang ini dan
orang-orang seperti dia! Demi Allah, kita tidak pantas memakan hartanya (dari
hasil pembayaran pajak) ketika dia masih muda, lalu kita menelantarkan dia
ketika dia sudah lanjut usia.” Setelah itu, Umar membebaskan si laki-laki tua
itu dan orang-orang seperti dia dari kewajiban bayar pajak. Umar juga menulis
suart yang ditujukan kepada para pembantunya dalam rangka untuk memberlakukan
ketentuan ini secara umum.[51]
17) Penetapan
kalender hijriah
Penanggalan
hijriah dianggap memiliki signifikansi dalam bidang peradaban. Orang pertama
yang menetapkan hijarh sebagai kalender Islam adalah Umar bin al-Khathab.
Terdapat banyak riwayat yang menceritakan tentang penyebab dijadikannya
peristiwa hijrah sebagai penanggalan Islam. dirawikan dari maimun bin Mahran,
ia bercerita, “Surat akte toko milik Umar diserahkan kepada Umar pada bulan
Sya’ban. Uamr bertanya, “Bulan Sya’ban tahun kemarin atau bulan Sya’ban tahun
yang akan datang atau bulan Sya’ban tahun ini?” kemudian. Umar mengumpulkan
para sahabat. Kepada mereka, Umar mengatakan, “Hendaklah kalian menetapkan
suatu peristiwa bagi publik untuk penanggalan mereka!”
Salah
seorang sahabat mengusulkan, “Catatlah berdasarkan penanggalan romawi!”
“Penanggalan Romawi terlalu panjang. Mereka mencatat penanggalan mereka sejak
zaman Dzulqarnain”, kata salah seorang sahabat memberi komentar. “Catatlah
berdasarlan penanggalan Persia!” usul salah seorang sahabat. Para sahabat
menanggapi,”setiap kali raja Persia naik tahta, ia membuang penanggalan raja
yang memerintah sebelumnya. Setelah itu,
para sahabat sepakat untuk menghitung berapa tahun Rasulullah saw tinggal di
Madinah. Mereka menyimpulkan bahwa beliau tinggal di Madinah selama sepuluh
tahun. Maka penanggalan dicatat berdasarkan hijrah Rasulullah saw.
Dirawikan
dari Utsman bin Ubaidillah, ia bercerita “Aku perna mendengar Sa’id bin
Al-Musayyab berkata, “Umar bin Al-Khathab pernah mengumpulkan kaum Muhajirin
dan Anshar. Kepada mereka, Umar bertanya, “Sejak kapan kita menuliskan
tanggal?” Ali bin Abi Thalib menjawab, “Sejak Nabi keluar dari Mekkah, yakni
sejak beliau berhijrah.” Maka Umar menuliskan tanggal berdasarkan hijrah
Rasulullah saw.
Dirawikan
dari sa’id bin Al-Musayyab, ia bercerita, “Orang pertama yan menetapkan
kalender hijriah adalah Umar bin Al-Khathab. Tepatnya, dua tahun setengah
setelah ia menjabat sebagai khalifah. Ia menetapkannya tanggal 16 Muharram,
dengan meminta pendapat Ali bin Abi Thalib.
Abu
Az-Zanad bercerita, “Umar pernah bermusyawarah dengan para sahabat dalam rangka
untuk membhas masalah penanggalan. Mereka sepakat persitiwa hijrah sebgai
kalender Islam.
Ibnu
hajar bercerita, “Asdapun alasan mereka menetapkan bulan Muharram sebagai
permulaan kalender hijriah, bukan bulan Rabiul Awal, bulan dimana Nabi
melakukan hijrah, adalah, para sahabat bermusyawarah dengan Umar menemukan
empat peristiwa yang dapat dijadikan sebagai penanggalan, yakni tahun kelahiran
Nabi, tahun diangkatnya beliau menjadi rasul, tahun hijrah, dan tahun wafatnya
Beliau. Mereka berpandangan bahwa tahun kelahiran dan tahun diangkatnya Beliau
menjadi rasul tidak terlepas dari perdebatan seputar tahun kejadiannya.
Mereka
juga menolak menetapkan kalender berdasarkan tahun wafat Beliau. Alasannya,
karena tahun wafat Beliau akan menimbulkan esedihan bagi kaum muslimin. Dari
empat peristiwa tersebut, yang tersisa tinggal peristiwa hijrah. Mereka
menetapkan bulan Muharram sebagai awal kalender hijriah, bukan bulan Rabiul
awal, karena permulaan tekad untuk hijrah terjadi sejak bulan Muharram. Sebab,
peristiwa Baiat Aqabah II terjadi pada bulan Dzulhijjah. Peristiwa ini dianggap
sebagi mukadimah untuk hijrah, bulan tsabit yang muncul setelah peristiwa Baiat
Aqabah II dan tekad untuk hijrah adalah bulan tsabit Muharram. Karenanya, bulan
Muharram tepat untuk dijadikan sebagai permulaan kalender hijriah. “Ibnu hajar
selanjutnya bercerita, “Bulan ini lebih tepat dijadikan sebagai permulaan
kalender hijriah, yakni bulan Muharram.”
Dengan
peristiwa yang istimewa ini, maka Umar telah emmebrikan konstribusi dalam
mewujudkan persatuan dan kesatuan yang bersifat komprehensif di Jazirah Arabia,
di mana terwujud kesatuan akidah dengan adanya satu agama, kesatuan umat dengan
lenyapnya aneka perbedaan, dan kesatuan persepsi dengan menetapkan kalender.
Karenanya, Umar dapat mengadapi musuh-musuhnya dan ia yakin akan mencpai
kemenangan gemilang.[52]
18) Shalat
tarawih
Orang pertama yang mengumpulkan orang-orang untuk melakukan shalat
tarawih adalah Umar bin Khathab. Ia juga menuliskan surat kepada para
pembantunya di berbagai wilayah supaya melakukan shalat tarawih secara
berjama’ah. Alasannya, karena pada suatu malam di bulan Ramadhan, Umar pergi ke
masjid dan melihat orang-orang berkelompok-kelompok di sana sini. Sebagian
mengerjakan shalat sendiri-sendiri, dan sebagian lagi shalat berjama’ah bersama
kelompoknya masing-masing. Umar berkata, “Seandainya aku kumpulkan mereka
semuanya di belakang seorang imam, niscaya hal itu lebih utama.” Kemudian Umar
mengumpulkan mereka dan menunjuk Ubaiy bin Ka’ab sebagai imam.
Shalat tarawih bukanlah shalat yang ditetapkan oleh Umar. Ia juga
bukan orang pertama yang menetapkannya. Shalat ini sudah ditetapkan sejak nabi
saw. Akan tetapi, Umar merupakan orang pertama yang mengumpulkan orang-orang
mengerjakan shalat tarawih di belakang seorang imam. Sebelumnya, mereka semua
shalat sendiri-sendiri, lalu Umarpun mengumpulkan mereka di belakang seorang
imam.[53]
19) Pendapat
Umar bin Khathatb mengenai pernikahan dengan wanita-wanita ahli Kitab
Ketika Umar mendapat informasi bahwa Hudzaifah bin Al-Yaman
menikahi seorang wanita Yahudi, ia menulis sepucuk surat kepada Hudzaifah.
Dalam surat tersebut Umar mengaakn kepada Hudzaifah, “Ceraikan dia!” H8udzaifah
membalas suart Umar dengan mengatakan, “Apakah Anda menganggap bahwa dia haram
kunikahi sehingga aku harus menceraikan dia?” Umar menjawab, “Aku tidak
menganggap bahwa dia haram dinikahi, tapi aku khawatir kalian menikahi
wanita-wanita tuna susila di antara mereka.” Dalam sebuah riwaya disebutkan,
“Aku khawatir kalian meninggalkan wanita-wanita muslimah dan kalian menikahi
wanita-wanita tuna susila (mereka).
Abu Zahrah mengatakan, “Kita harus memutuskan bahwa yang paling
utama bagi seorang muslim adalah, ia tidak menikahi kecuali seorang muslimah.
Alasannya, karena sempurnanya keserasian dari segala sisi. Umar telah melarang
untuk menikahi wanita-wanita Ahli Kitab untuk tujuan yang sangat luhur seperti
ketertarikan politik. Ia melarang pernikahan ini dengan tujuan menghimpun dan
menyatukan hati kaum muslimin.
Umar melarang menikahi wanita-wanita Ahli Kitab, dengan bersandar
pada dua argumentasi berikut:
1)
Karena hal tersebut akan menyebabkan wanita-wanita muslim menjadi
lesu alias tidak laku;
2)
Karena wanita-wanita Ahli Kitab akan merusak akhlak dan agama
anak-anak kaum muslimin.
Dua argumentasi ini dianggap sudah meamadai untuk melarang
pernikahan semacam ini. akan tetapi, bila kita berkaca dengan era yang kita
hadapi sekarang ini, maka pernikahan tersebut akan menimbulkan mafsadat lain.
karenya, saat ini larangan ini menjadi tegas. Prof. Jmail Muhammad Mubarak
telah menyebutkan sejumlah mufsadat dari pernikahan semacam ini, diantaranya:
a)
Terkadang seorang istri dari Ahli Kitab memiliki misi untuk
memata-matai kaum muslimin.
b)
Tradisi dan adat istiadat orang-orang kafir akan maasuk ke
daerah-daerah muslim.
c)
Akan menyerte seorang muslim untuk beridentitas dengan identitas
orang-orang kafir.
d)
Orang-orang Islam yang menikahi wanita-wanita Ahli Kitab tidak
menyadari bahwa ada di antara mereka yang dijadikan sebagai adonan yang mudah
dibentuk di tangan wanita-wanita Ahli Kitab.
e)
Terkadang orang-orang Islam yang menikahi wanita-wanita Ahli Kitab
merasa rendah diri. Hal ini menyebabkan ia tidak tahu akan ajaran agama Allah.
Berbagai mafsaat di atas dianggap sudah memadai untuk dijadikan
sebagai pijakan dalil untuk melarang menikahi wanita-wanita Ahli Kitab pada
masa kita sekarang ini.
Batasan-batasan yang ditetapkan Umar untuk menikahi wanita-wanita
Ahli Kitab di atas selaras dengan berbagai kemaslahatan agung bagi Negara dan
masyarakat Islam. bangsa-bangsa yang sadar telah mengetahui bahwa dar
pernikahan putra putri mereka dengan orang-orang luar. Pernikahan campuran ini
akan menimbulkan berbagai bahaya bagi sebuah Negara, baik langsung maupun tidak
langsung. Karena itu, mereka terkadang menetapkan aturan-aturan yang ketat,
khususnya bagi mereka yang mengemban tugas publik. Yang demikian ini merupakan
sebuah tindakan hati-hati yang memiliki alasan yang kuat. Sebab, seorang istri
akan mengetahui banyak tentang rahasia suaminya – untuk tidak mangatakan
semuanya – karena di antara mereka terikat jalinan kasih sayang.
Perhatian Umar terhadap masalah ini memposisikan dia sebagai guru
yang mengawasi orang-orang yang datang sesudahnya seperti pemimpin di sepanjang
zaman. Dalam perkawinan dengan wanita-wanita Ahli Kitab terdapat berbagai
mafsadat yang besar. Sebab, mereka adalah orang luar yang masuk ke dalam
masyarakat kita dan mereka berbeda dengan kita dalam banyak hal. Sebagian besar
di antara mereka tetap menganut agama mereka. Mereka tidak merasakan manisnya
cita rasa Islam dan ajaran-ajarannya seperti sikap setia dan mengormati suami.
Umar telah menilai perkawinan semacam ini dengan pemahamannya yang mendalam
tentang ajaran agama, dengan pengetahuannya tentang karakter manusia, dan
pengetahuannya tentang apa-apa yang bermanfaat dan apa-apa yang membahayakan
bagi kaum muslimin. Oleh karena itu, ia membuat sebuah kebijakan yang tegas
terhadap perkawinan model ini.[54]
Salah satu dari
sekian masalah baru yang ditetapkan hukumnya oleh umar adalah masalah talak
(cerai) tiga kali yang diucapkan sekaligus, hal ini adalah keputusan beliau demi
mencegah pintu maksiat sebagai hukuman ketika masyarakat melakukan sesuatu yang
tidak disukai oleh Allah sehingga mereka layak mendapat hukuman yang setimpal.[55]
20) Penetapan
aturan pembagian harta warisan
21) Perumusan
prinsip Qiyas
22) Pengangkatan
para hakim
23) Pemakaian
cambuk dalam melaksanakan hukuman badan
24) Penetapan
80 kali dera bagi pemabuk
25) Pemungutan
zakat atas kuda yang diperdagangkan
26) Larangan
penyebutan nama wanita dalam lirik syair
27) Penetapan
almanac (kalender) hijriah.
28) Dan
lain sebagainya
b.
Memperbarui organisasi Negara
Umar
mengadakan dalam Daulah Islamiyah peraturan-peraturan baru, yang belum ada
sebelumnya. Maka dia membuka lembaran sejarah baru, memperpesat kemajuan,
membentuk pemerintahan, mengatur kantor-kantor, meletakkan dasar-dasar
peradilan dan administrasi, mendirikan Baitul Mal, mengadakan hubungan pos ke
daerah-daerah, menempatkan pasukan-pasukan di perbatasan dan melakukan segala
sesuatu pada waktu yang tepat untuk melakukannya dan dimulai dengan cara yang
sebaik-baiknya. Kesimpulan yang dapat dikatakan mengenai Umar ialah dia telah
menciptakan peraturan untuk segala sesuatunya di atas dasar yang kokoh dan
kemudian siapa yang ingin menyempurnakannya maka dia dapat melakukannya diatas
dasar-dasar itu.[56]
Pada masa rasul, sesuai dengan keadaanya, organisasi Negara masih
sederhana. Tetapi ketika masa khlaifah Umar, dimana ummat Islam sudah terdiri
dari bermacam-macam bangsa dan urusannya makin meluas, maka disusunlah
organisasi Negara sebagai berikut:
1)
Organisasi politik yang terdiri dari,
a)
Al-Khilafat, Kepala Negara.
Dalam memilih kepala Negara berlaku sistem “bai’ah”. Pada masa sekarang mungkin
sama dengan sistem demokrasi. Hanya waktu itu sesuai dengan al amru syura
bainahum sebagaimana yang digariskan Allah dalam al-Qur’an.
b)
Al-Wizaraat, sama dengan menteri pada zaman sekarang. Khalifah Umar
menetapkan Usman sebagai pembantunya untuk mengurus pemerintahan umu dan
kesejahteraan, sedangkan Al untuk mengurus kehakiman, surat menyurat, dan
tawanan perang.
c)
Al-Kitabaat, sekretaris Negara. Umar Ibn Khattab mengangkat Zaid
bin Tsabit dan Abdullah bin Arqam menjadi sekretaris untuk menjelaskan
urusan-urusan penting. Usman bin Affan juga mengangkat Marwan bin Hakam.
2)
Administrasi Negara
Sesuai dengan kebutuhan, khalifah Umar bin Khattab menyusun administrsi
Negara menjadi:
a)
Diwan-diwan (departemen-departemen)
S Diwan
al-Jundiy (Diwan al-Harby): Badan Pertahanan Keamanan. Orang muslim pada masa
Rasul dan Abu Bakar semuanya adalah prajurit.ketika Rasul atau Abu Bakar
menyeru untuk berperang siaplah semua mengikuti perintah Nabi. Kemudian ketika
perang telah selesai dan ghanimah telah dibagikan, mereka kembali menjadi
penduduk sipil. Masa Umar keadaan telah berubah, disusunlah suatu badan yang
mengurusi tentara. Disusunlah angkatan bersenjata khusus, asrama, latihan
militer, kepangkatan, gaji, persenjataan, dan lain-lain. mulai juga membangun
angkatan laut oleh Muawiyah gubernur Syam dan oleh Ala bin Hadharamy gubernur
Bahrain.
S Diwan
al-Kharraj (Diwan al-Maaliy)/Bait al Maal yang mengurusi keuangan Negara, pemasukan
dan pengeluaran anggaran belanja Negara sumber pemasukan keuangan Negara Islam
adalah:
·
Al-Kharraj : pajak hasil bumi
·
Al-Usyur yaitu 10% dari perdagangan dan kapal-kapal orang asing
yang datang ke Negara Islam: bea cukai.
·
Al-Zakah : pajak harta 2,5% dari harta yang sampai nisab.
·
Al-Jizyah : pajak ahli dzimmah, yaitu orang yang bukan Islam
bertempat tinggal di Negara Islam.
·
Al-Fai dan ghanimah: uang tebusan dari orang musyrik yang kalah
dalam perang dan harta rampasan perang.
S Diwan
al-Qudhat. Departemen kehakiman. Umar mengangkat hakim-hakim khusus untuk tiap
wilayah dan menetapkan persyaratannya.
b)
Al- Imarah ‘ala al-buldan: Administrasi pemerintahan dalam negeri.
S Negara
dibagi menjadi beberapa provinsi yang dipimpin oleh seorang gubernur (amil),
yaitu:
·
Ahwaz dan Bahrain
·
Sijistan, Makran, dan Karman, Iraq
·
Syam, Palestina, Mesir, Padang sahara, Libia.
S Al-Barid:
perhubungan, koda pos memakai kuda pos
S Al-Syurthah:
polisi penjaga keamanan Negara. [57]
c.
Mengembangkan Ilmu
Kelanjutan
dari meluasnya kekuasaan Islam ada dua gerakan perpindahan manusia, orang Arab
Muslim keluar jazirah Arab, orang Ajam datang ke jazirah Arab. Dua gerakan
perpindahan ini membawa dampak tersendiri, baik positif maupun negatif. Orang
Ajam yang berasal dari luar Jazirah Arab adalah bangsa yang pernah mewarisi
kebudayaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan bangsa Arab. Walaupun nyala
api ilmu pengetahuan mereka hampir padam, namun bekasnya masih nyata. Hal ini
terlihat pada adanya kota-kota tempat perkembangan kebudayaan Yunani seperti
Iskandariyah, Antiokia, Harran dan Yunde Sahpur. Kedatangan mereka ke Jazirah
Arab, di mana kemudian mereka masuk Islam dan berbahasa dengan bahasa Islam
(Arab) serta berkeyakinan dengan keimanan
Islam, mendorong penguasa waktu itu, yaitu khalifah Umar bin Khattab,
memerintahkan untuk membuat tata bahasa Arab. Ali bin Abi Thaliblah pembangun
pertama dasar-dasar ilmu nahwu yang selanjutnya disempurnakan oleh Abu al-Aswad
al-Duwaly. Selain itu perlu menafsirkan ayat al-Qur’an sehingga mereka terhindar
dari kesalahan dalam memahami. Maka bertindaklah beberapa sahabat untuk
menafsirkan al-Qur’an seperti yang didengar dari Nabi dan dari pemahaman mereka
sendiri sebagai ahli bahasa. Mereka itu adalah Ali binAbi Thalib, Abdullah ibnu
Abbas, Abdullah bin Mas’ud, Ubay bin Ka’ab. Mereka ini kemudian dianggap
sebagai mufassir pertama dalam Islam.[58]
Untuk
kepentingan pengajaran di luar Jazirah Arab, dikirim guru-guru yang terdiri
dari sahabat-sahabat ahli ilmu, yaitu Abdullah bin Mas’ud pergi ke Kufah, Abu Musa
al-Asy’ari dan Anas bin Malik pergi ke Basrah, Muadz, Ubadah, Abu Darda dikirim
ke Syam, Abdullah bin Amr bin Ash dikirim ke Mesir. Melalui tangan-tangan
mereka berkembang ilmu keislaman di
negeri-negeri itu dan menghasilkan ulama (ahli ilmu) dalam jumlah yang lebih
besar. Selanjutnya umat Islam mulai tergerak untuk mempelajari adat istiadat
mereka, kaidah-kaidah orang Yahudi dan Nasraani, ilmu-ilmu yang berkembang di
kalangan mereka. Hanya saja usaha-usaha mulia khalifah Umar itu tidak
berlangsung lama karena Umar terbunuh. Namun Umar diakui oleh para sarjana
muslim dan bukan muslim bahwa ia adalah orang kedua sesudah Nabi yang paling
menentukan jalannya kebudayaan Islam.[59]
Demikian
cerdas dan bijaksananya Umar, Rasulullah bersabda meengenai keutamaan yang
dimiliki Umar tersebut:
حَدِيْثُ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قاَلَ: بَيْنَا أَنَا نَائِمُ، أُتِيْتُ
بِقَدَحِ لَبَنٍ، فَشَرِبْتُ حَتَّى إِنَّيْ لَأَرَى المرَّيَّ يَخْرُجُ فِيْ أَظْفَارِي
ثُمَّ أَعْطَيْتُ فَضْلِي عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ قَالُوْا: فَمَا أَوَّلْتَهُ يَا
رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: الْعِلْمِ.
(أخرجه
البخاري في:٢ كتب الإمان:٢٢ باب فضل العلم).
Ibnu Umar r.a berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda,
‘ketika tidur aku bermimpi diberi segelas susu lalu aku meminumnya hingga aku
melihat tanda-tanda kepuasan dari kuku-kukuku. Kemudian aku berikan sisanya
kepada sahabatku yang mulia Umar bin Khattab.’ Orang-orang bertanya, ‘Wahai
Rasulullah apa takwilnya itu?’ beliau menjawab, ‘Ilmu’”.[60]
حَدِيْثُ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ،
قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ، يَقُوْلُ: بَيْنَا
أَنَا نَائِمُ رَأَيْتُنِيْ عَلَى قَلِيْبٍ، عَلَيْهَا دَلْوٌ فَنَزَعْتُ مِنْهَا
مَا شَاءَ اللهُ ثُمَّ أَخَذَهَا ابْنُ أَبِيْ قُحَافَةَ فَنَزَعَ بِهَا ذَنُوْبًا
أَوْ ذَنُوْبَيْنِ وَفِيْ نَزعِهِ ضَعْفٌ، وَاللهُ يَغْفِرُلَهُ ضَعْفَةُ ثُمَّ اسْتَحَالَتْ
غَرْبًا، فَأَخَذَهَا ابْنُ الْخَطَّابِ، فَلَمْ أَرَ عَبْقَرِيًّا مِنَ النَّاسِ
يَنْزِعُ نَزْعَ عُمَرَ، حَتَّى ضَرَبَ النَّاسُ بَعَطَنٍ.
(أخرجه البخاري
في:٦٢ كتب
فضائل أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم: ٥ باب
قول النبي صلى الله عليه وسلم: لو كنت متخذا خليلا)
Abu Hurairah berkata, “Aku mendengar nabi saw. bersabda, ‘ketika
sedang tidur, aku bermimpi melihat diriku ada di sebuah sumur yang memiliki timba,
lalu aku mengambil air dengan timba itu sesuai dengan kehendak Allah. Kemudian
timba itu diambil oleh Ibnu Quhafah (Abu Bakar r.a), lalu ia menimba sebanyak
satu atau dua timba air pada tarikannya itu ada kelemahan, tapi Allah telah
mengampuni kelemahannya itu. kemudian timba itu menjadi besar lalu diambil oleh
Ibnu Khattab (Umar r.a) aku belum pernah melihat seorang pemimpin yang dapat
menimba seperti Umar sehingga orang-orang merasa puas.”[61]
Umar
merupakan seorang tokoh khalifah dengan wilayah kekuasaan yang demikian luas
namun mampu memerintah dengan kebijakan-kebijakannya yang luar biasa serta
tidak menghadapi kesulitan yang lebih besar dari kebesaran pribadinya dan
menghendaki kemampuan yang lebih tinggi dari kemampuannya atau kehebatan maupun
kepintaran yang lebih sempurna dari kehebatan dan kepintaran yang dimilikinya.
Setiap kesulitan dihadapi dan diselesaikan olehnya dengan cukup tegas dan
bijaksana.
4.
Wafatnya Umar bin Khattab
Umar
memerintah selama sepuluh tahun (13-23 H/634-644 M). masa jabatannya berakhir
dengan kematian. Beliau dibunuh oleh seorang budak dari Persia bernama Abu
Lu’lu’ah. Untuk menentukan penggantinya, Umar tidak menempuh jalan yang dilakukan
Abu Bakar. Beliau menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih
salah seorang diantaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebt adalah Usman,
Ali, Thalhah, Zubair, Sa’ad Ibnu Abi Waqqas, dan Abdurrahman bin ‘Auf. Setelah
Umar wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Usman sebagai khalifah,
melalui persaingan yang agak ketat dengan Ali ibn Abi Thalib.[62]
Takdir
telah menghendaki Umar meninggal dunia akibat dibunuh. Tetapi terbunuhnya Umar
bukanlah karena kebencian “pribadi” atau karena suatu kecacatan dalam kehidupan
pribadinya. Kebencian yang disebabkan oleh fanatik rasiallah yang menjadi sebab
terjadinya pemufakatan kejahatan untuk membunuhnya di antara mereka yang
dikalahkan di medan perang. Demikianlah setiap kebencian yang tetap berlangsung
setelah kematiannya yang disebut pada hakikatnya adalah “kebencian rasial” yang
terhubung di balik tuntutan golongan dan pertentangan pendapat, meskipun masa
telah lama berlalu.[63]
Umar
telah mati syahid sebagai korban rencana jahat dari musuh-musuh Negara Islam.
Kisah pembunuh bayaran, yakni Abu Lu’lu’ah tidak lain kecuali terselubung yang
berlindung di belakangnya komplotan jahat di Madinah dan negeri-negeri lain,
karena mereka takut akan dikenakan hukum Qisas bila mereka mengakui apa yang
telah mereka rencanakan dan lakukan.[64]
Dalam
pembunuhan itulah tampak dengan jelas keutamaannya yang besar seperti yang
tampak pada perbuatan dan tindakannya yang besar dan sifat-sifatnya yang agung.
Umar yang telah gugur merupakan teladan dalam keberanian, mendahulukan
kewajiban, mengutamakan orang lain atas dirinya sendiri, menilai hati nurani
sendiri dan bertindak tepat dalam segala urusan, pada saat-saat yang tepat dan
sesuai untuk bertindak dan berpikir.[65]
Di
saat-saat terakhirnya, Umar meminta anaknya Abdullah menemui Aisyah, Ummul
Mukminin, menyampaikan salam kepadanya dan melarang Abdullah menyebut dirinya
sebagai Amirul Mukminin di hadapan Aisyah, karena ia bukan Amirul Mukminin lagi
untuk kemudian meminta izin kepada Aisyah agar ia dapat dikuburkan di samping
kedua sahabatnya, yaitu Nabi saw. dan Abu Bakar.[66]
Abdullah
menemui Aisyah yang sedang menangis. Dia memberi salam kepadanya dan meminta
izin agar ayahnya dapat dimakamkan di dekat Nabi dan Abu Bakar. Aisyah berkata:
“Saya telah merencanakan tempat itu untuk kuburan saya tetapi sekarang saya
lebih mengutamakan Umar atas diri saya sendiri”.[67]
Umar
belum memandang cukup jawaban Aisyah itu sebelum dia yakin bahwa Aisyah
benar-benar telah merelakan tempat itu, sebab itu dia kembali membicakannya
dengan anaknya: “Hai Abdullah bin Umar! Dengarkanlah, bila saya telah
menghembuskan nafas penghabisan, maka bawalah jenazah saya ke rumah Aisyah
kemudian berhentilah di depan pintu, lalu katakanlah: Umar bin Khattab meminta
izin kepadamu. Jika Aisyah mengizinkan maka masukkanlah jenazah saya dan jika
dia menolak makakembalikanlah jenazah saya ke perkuburan kaum muslimin. Sebab
saya khawatir kalau-kalau izinnya itu hanyalah karena saya pernah memegang
kekuasaan.”[68]
Pada akhirnya khalifah Umar bin Khattab dimakamkan di sebelah sahabatnya, Nabi
saw. dan Abu bakar.
حَدِيْثُ
عَلِيٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ وَضِعَ عُمَرُ عَلَى سَرِيْرِهِ، فَتَكَنَّفَهُ النَّاسُ
يَدْ عُوْنَ وَيُصَلُّوْنَ قَبْلَ أَنْ يُرْفَعَ وَأَنَا فِيْهِمْ فَلَمْ يَرُعْنِيْ
إِلَا رَجُلٌ آخِذٌ مَنْكِبِى، فَإِذَا عَلِيُّ، فَتَرَحَّمَ عَلَى عُمَرَ وَقَالَ:
مَا خَلَّفَتَ أَحَدًا أَحَبَّ إِلَيَّ أَنْ أَلْفَى اللهَ بِمِثْلِ عَمَلِهِ مِنْكَ
وَايْمُ اللهِ إِنْ كُنْتُ لأَ ظُنُّ أَنْ يَجْعَلَكَ اللهُ مَعَ صَاحِبَيْكَ، وَحَسِبْتُ
إِنَّي كُنْتُ كَثِيْرٌا أَسْمَعُ النَّبِيَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَقُوْلُ:
ذَهَبْتُ أَنَا وَأَبُوْ بَكْرٍ وَعُمَرَ، وَخَرَجْتُ أَنَا وَأَبُوْ بَكْرٍ وَعُمَرَ.
(أخرجه
البخارى في: ٦٢ كتب فضائل اصحاب النبي صلى الله عليه وسلم:٦ باب مناقب عمر بن الخطاب أبي حفص)
Ali
meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang berkata, “Setelah Umar diletakkan di atas
tempat tidurnya, orang-orang datang berkumpul lalu mendo’akan dan menyalatinya
sebelum diusung jenazahnya. Tiba-tiba seseorang mengejutkanku dengan memegang
bahuku dari belakang. ternyata ia adalah Ali bin Abi Thalib. Kemudian ia
memohonkan brahmat bagi Umar dan berkata, ‘Engkau tiada meninggalkan seorangpun
dengan amalnya yang lebih aku cintai darimu, sampai aku bertemu dengan Allah.
Demi Allah, sungguh aku yakin sekali bahwa Allah akan menjadikan kamu bersama
kedua sahabatmu (Nabi saw. dan Abu Bakar) sebab, aku sering mendengar Nabi saw.
bersabda, ‘Aku pernah pergi bersama Abu Bakar dan Umar, aku masuk bersama Abu
Bakar dan Umar, dan aku keluar bersama Abu Bakar dan Umar.’’”[69]
Dalam
bukunya Islamic History, M. A. Shaban mengatakan:
“By the time
‘Umar was suddenly assassinated, he was painfully aware of the problems of the
empire and his impotence to solve them. Events were moving too fast, the empire
was growing too quickly, the tribesmen were too fiercely independent, too prone
to view the conquered provinces at their own private property, social tensions
were too deep and governors too uncontrollable. The regime established in
Madina was of its nature neither suited not meant to develop the strength to
control the whirlwind of imperial politics. ‘Umar’s only weapon to combat and
control this intractable whirl of events was his position as counselor and it
was becoming increasingly clear that it was far from adequate.”[70]
1.
Faktor yang membuat Umar sukses dalam pemerintahannya:
a.
Masa pemerintahan Umar leih lama dari masa pemerintahan Abu Bakar.
Ia memerintah lebi dari sepuluh tahun, sedangkan Abu Bakar hanya memerintah
selama dua tahun beberapa bulan.
b.
Umar selalu berpegang teguh pada kebenaran, kendati terhadap diri
dan keluarganya.
c.
Pemahaman Umar bahwa manusia akan kembali kepada Allah sangat
kokoh. Ia bekerja hanya semata-mata untuk menggapai ridha Allah. Ia hanya takut
kepada Allah dan tidak tacit kepada seorangpun diantara manusia.
d.
Otoritas syara’ sangat kokoh tertanam di jiwa para sahabat dan
tabi’in. karenanya, tugas-tugas yang dilakukan Umar mendapat dukungan, respon
baik, dan bantuan dari semua pihak.
2.
Wasiat Umar bin Khathab
Dalam sudut pandang agama meliputi:
1)
Wasiat untuk menjaga dengan ketat atas ketakwaan kepada Allah swt
dan takut kepada-Nya, baik dalam keadaan tersembunyi maupun terbuka. Sebab,
barangsiapa taat kepada Allah maka Dia akan menjaganya dan memeliharanya. Ini
terangkum di dalam kalimat yang diucapkan Umar, “Saya wasiatkan kepadamu untuk
bertakwa kepada Allah swt tiada sekutu bagi-Nya, “ dan perkataannya, “Saya
wasiatkan kepadamu untuk berhati-hati terhadap sesuatu yang meragukan dalam
hatimu, dan takutlah haya kepada Allah swt.
2)
Selalu menegakkan hukum-hukum Allah swt baik kepada yang dekat
maupun kepada orang yang jauh. hal ini tergambar dalam ucapannya, “Janganlah
kamu mengabaikan kepada orang yang semstinya mempunyai hak, “ dan “Janganlah
mengambil ganaran duniadalam urusan dengan Allah, karena hukum Allah dinashkan
di dalam syariat Islam. sedangkan syariat adalah hujjah serta argumen bagi
manusia, baik perkataan maupun perbuatan yang dikiaskan dengan kebutuhannya.
Sedangkan melalaikan syariat adalah perusakkan terhadap agama dan masyarakat.
3)
Istiqamah. Ini merupakan bagian yang paling penting dalam masalah
agama dan dunia yang seharusnya menjadi kewajiban bai seorang hakim dalam hal
perkataan maupun perbuatan. Umar berkata, “Jadilah orang yang mampu menasehati
dirinya sendiri. Kemudian carilah dengannya keridhaan Allah dan untuk
kemaslahatan kehidupan dunia akhirat.”
Dalam sudut pandang politik meliputi:
1)
Selalu berbuat adil, karena merupakan dasar tegaknya hukum.
Penegakkan keadilan di tengah rakyat merupakan penguat landasan dan kewibawaan
hukum, selain sebagai substansi politik dan sosial yang menambahkan kehormatan
dan kewibawaan seorang hakim dalam jiwa manusia. Umar berkata, “Saya berwasiat
agar kamu berlaku adl dan perlakukanlah manusia secara sederajat.
2)
Melindungi orang-oran Islam, terutama generasi pertama yaitu para
Muhajirin dan Anshar, karena mereka lebih dahulu masuk ke dalam Islam. Umar
berkata, “Saya berwasiat kepadamu untuk memperlakukan baik terhadap kaum
Muhajirin yang menjadi pendahulu, karena perjuangan mereka. Perlakukan pula
kaum Anshar dengan baik, terimalah orang-orang yang baik dari mereka dan
luruskanlah yang buruk dari mereka.
Dalam sudut pandanga militer meliputi:
1)
Memperhatikan kondisi tentara dan menyiapkan mereka agar
bertanggung jawab terhadap pembelaan dan keselamatan Negara. Umar berkata,
“Penuhila kebuuhan militer, sehingga mereka senantiasa siap dalam pembelaan
Negara.”
2)
Hindarilah untuk memposisikan pasukan perang di suatu tempat yang
terlalu jauh dari keluarganya dalam tempo waktu yang cukup lama. hal itu akan
menyebabkan kebosanan dan kegelisahan. Akan lebih baik untuk memberikan waktu
untuk berlibur pada waku yang telah ditentukan, agar mereka beristirahat untuk
bisa mengembalikan semangat meeka pada satu sisi da mereka juga diberi
kesempatan untuk berkumpul bersama keluaga agar tidak terputus keturunan mereka
pada sisi yang lain. “Janganlah melempar mereka terlalu jauh dalam waktu yang
lama sehingga terputus keturunan mereka. Dan saya wasiatkan untuk memperlakukan
orang kota dengan baik, karena mereka telah membantumu dalam mengusir musuhmu.
3)
Memberikan kepada setiap tentara upah atau gaji yang cukup, karena
hal itu akan menentramkan hati mereka ketika meninggalkan keluarga. Dengan gaji
yang cukup pikiran mereka tidak terpecah disatu sisi harus jihad membela Negara
disisi lain harus memikirkan ekonomi keluarga. “Janganlah gaji mereka
mempengaruhi semangat mereka, jangan kamu menahan pemberian bagi mereka yang
kaya saja”.
Dalam sudut pandang ekonomi dan materi,meliputi:
1)
Penjagaan, yaitu membagikan harta benda kepada orang-orang dengan adil
dan bijaksana. Dan setiap status sosial membutuhkan anggaran dana yang tidak
sama. “Janganlah menjadikan harta dikuasai hanya oleh mereka yang kaya saja”.
2)
Dilarang membebani Ahli Dzimmah di luar batas kemampuannya, karena
yang lebih penting bagi mereka adalah pemasukan yang tetap bagi Negara.
“janganlah membebani mereka dengan kewajiban yang tidak mampu ditunaikan,
karena yang lebih penting adalah income yang tetap bagi Negara Islam.”
3)
Memberikan jaminan hak materi bagi mansuia dan jangan terlalu pelit
kepada mereka dan jauhkan darii pembebanan yang di luar batas kemampuannya.
“Janganlah membebani kecuali bagi yang mampu dari mereka. Dan ambillah pajak
dari mereka kemudian kembalikan kepada orang yang membutuhkan dari mereka.”
Dalam sudut pandang sosial, meliputi:
1)
Mementingkan urusan rakyat, mengerjakan elayanan yang mereka
butuhkan, memenuhi hajat mereka dan memberi mereka hak-hak dari gaji atau
subsidi. “Janganlah menahan pemberian kepada mereka selama tepat sasaran.”
2)
Menghindari dari perlakuan yang pilih kasih dan hanya berdasar
pertimbangan hawa nafsu, karena yang demikian dikhawatirkan akan menimbulkan
penyelewengan oleh aparatur Negara, yang berakibat pada perusakkan sosial dan
menggangu hubungan sesame manusia. “Dan takutlah berbuat pilih kasih terhadap
rakyatmu, dan jangan mempengaruhi perlakuanmu antara yang kaya dan yang
miskin.”
3)
Penghormatan rakyat dan ketaatanya kepada pemerintah baik yang
kecil maupun yang besar karena yang demikian itu dalam kehidupan sosial
menyebabkan bertambahnya loyalitas rakyat terhadap pemerintahannya. “Saya
menyarankan agar kamu menyayangi rakyat dari orang-orang Islam, dengan
menghormati yang lebih tua dan mengasihi yang lebih muda dan menempatkan orang
yang alim dari mereka.”
4)
Bersikap terbuka terhadap masukan-masukan dari rakyat dengan
menyerap ssemua aspirasinya, mempererat hubungan satu dengan yang lain dan juga
menjaga hubungan mereka dan mengurangi kesenjangan di antara mereka.” Janganlah
kamu menutup pintumu tanpa di damping oleh ulama, karena yang demikian akan membiarkan
orang yang kuat menguasai yang lemah.”
5)
Mengikuti kebenaran dan selalu berusaha mewujudkannya di dalam
kehidupan masyarakat di semua situasi dan kondisi, karena kebenaran adalah
kebutuhan sosial yang mutlak adanya. “Tuntulah kebenaran dan hindarkanlah
kebatilan. jadikanlah sikapmu sama di hadapan manusia dan janganlah melecehkan
seseorang yang semestinya berhak”.
6)
Menjauhi kezhaliman dalam segala bentuknya, khususnya terhadap ahlu
dzimmahkarena tegaknya keadilan menjadi tuntutan masyarakat baik dari kalangan
muslimin maupun ahli dzimmah. Yang demikian itu karena keadilan Islam berlaku
secara umum baik untuk orang Islam maupun non Islam. “Saya mewasiatkan untuk
tidak memberikan keringanan baik untuk dirimu maupun orang lain dalam
kezhaliman terhadap ahlu dzimmah”.
7)
Memperhatikan penduduk kampong dan menjaga merekaa. Saya
mewasiatkan kepadamu untuk memperlakukan penduduk kampong dengan baik karena
mereka adalah asli bangsa Arab dan pemeluk agama Islam.
8)
Dan di antara isi wasiat Umar bin Khathab bagi khalifah setelahnya
adalah: “Janganlah memutuskan bagi saya untuk menjalankan pemerintah ini lebih
dari satu tahun, sedangkan mereka memutuskan Al-Asy’ari empat tahun.”[71]
5.
Analisis
Umar bin Khattab lahir 13 tahun pasca tahun gajah. Beliau merupakan
sosok yang dikenal kuat, keras, dan tegas. Awalnya beliau merupakan salah satu
musuh Islam, dan orang yang paling membenci Islam namun akhirnya beliau menjadi
salah satu pemeluk agama Islam melalui do’a Rasulullah. Sejak Umar bin Khattab
masuk Islam semakin gentarlah musuh-musuh Islam dan Rasulpun mulai berdakwah
secara terang-terangan.beliau senantiasa melindungi Rasulullah dan menjadi
orang yang sangat terpukul atas wafatnya Rasulullah.
Umar bin Khattab dijuluki al-Faruq dan ketika beliau menjadi
khalifah beliau diberi gelar Amirul Mukminin. Beliau ditunjuk langsung oleh Abu
Bakar di saat-saat terakhirnya untuk menggantikan Abu Bakar. Awalnya sahabat
ragu dengan wasiat Abu Bakar tersebut sebab Umar memiliki perangai yang keras,
akan tetapi Abu Bakar meyakinkan para sahabat bahwa Umar selama ini keras
adalah karena Abu Bakar begitu lembut dan lemah sehingga akhirnya merekapun
mengangkat Umar sebagai khalifah sebagai pengganti Abu Bakar.
Dalam masa kekhalifahannya, beliau banyak melakukan ekspansi
wilayah. Beliau dan pasukan Islam berhasil menguasai dua kerajaan terbesar saat
itu, yakni Romawi dan Persia. Di bawah kepemimpinan Umar bin Khattab penyebaran
agama Islam di dunia semakin gencar. Beliau adalah khalifah yang pertama kali
menunjuk para gubernur untuk memimpin kota-kota wilayah Islam. Beliau pula
sebagai orang yang pertama kali langsung menetapkan tentara tetap dan
memberikan gaji kepada mereka, hal ini dikenal dengan administrasi militer Umar
bin Khattab yang sampai hari ini seluruh Negara di dunia mengikutinya. Sejarah
mencatat bahwa tentara Umar bin Khattab dan sistem kekhalifahannya begitu luar
biasa.
Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab pula, beliau menetapkan
diwan-diwan, kepada Negara, sekretasis Negara, dan kehakiman yang
keseluruhannya memiliki porsi kerja masing-masing. Walau sebagai seorang
khalifah, beliau tidak membuat jarak pembatas antara beliau dan rakyatnya.
Beliau senantiasa mendengar keluh kesah yang disampaikan oleh rakyat kepadanya
secara langsung. Bahkan beliau adalah khalifah yang berjalan di malam hari
untuk melihat dan memperhatikan kondisi rakyatnya. Perhatian beliau tidak hanya
kepada kaum muslimin, melainkan kepada non muslim pula, hal ini dapat dilihat bagaimana
Umar membebaskan pajak terhadap kafir dzimmi yang adalah seorang pengemis.
Umar bin Khattab dikenal sebagai pioneer Ijtihad dengan banyaknya
masalah-masalah baru yang muncul pada masanya. Dalam menetapkan suatu hukum
beliau selalu menggunakan prinsip musyawarah dan beliau tidak segan-segan
memberikan hukuman yang amat keras demi terjaganya kemaslahatan umat dan tidak
terulangnya kesalahan yang sama. Beberapa hukum-hukum baru tersebut diantaranya
adalah, menetapkan 80 kali cambuk pagi peminum khamar, penetapan kalender
hijriah, mengenai pernikahan-pernikahan dengan wanita Ahli Kitab, dan lain
sebagainya.
Saat beliau sedang shalat, beliau dibunuh oleh seorang budak.
Disanalah awal mula kritisnya Umar bin Khattab yang akhirnya menyebabkan beliau
wafat. Saat dalam masa-masa kritis tersebut beliau meminta izin kepada Aisyah
agar beliau dapat dimakamkan di samping makan para sahabatnya dan Aisyahpun
mengizinkannya. Demikianlah masa kekhalifahan yang diwarnai dengan kemajuan
Islam. beliau merupakan seorang khalifah yang banyak melakukan hal-hal baru
dalam bidang politik kekuasaan, kebijakan pemerintahan, serta masalah-masalah
hukum. Beliau orang yang senantiasa menegakkan panji-panji Islam dari awal mula
keislamannya hingga beliau wafat menyusul sahabat-sahabatnya. Sejarah mencatat
bahwa beliau adalah pemimpin Islam yang luar biasa yang begitu banyak berjasa.
C. SKEMATIKA
Politik Kekuasaan
· 635 Menguasai Damascus
·
638 Menguasai Yerussalem
· 639 Menguasai Mesir
· 640 Menguasai Romawi
· 641 Mengusai Persia
KEKHALIFAHAN
UMAR BIN KHATTAB
(634-644)
Kebijakan
Pemerintahan
1.
Organisasi politik yang terdiri dari,
d)
Al-Khilafat, Kepala Negara.
e)
Al-Wizaraat, menteri pada zaman sekarang.
f)
Al-Kitabaat, sekretaris Negara
2.
Administrasi Negara
c)
Diwan-diwan (departemen-departemen)
d)
Al- Imarah ‘ala al-buldan: Administrasi pemerintahan dalam negeri.
3.
Mengembangkan Ilmu
Prinsip
Musyawarah
Metode Umar dalam menerapkan prinsip musyawarah pertama-pata ia
meminta dan mendengarkan pendapat publik, lalu ia mengumpulkan para tokoh
sahabat, kemudian ia memaparkan masalah kepada mereka dan memintai pendapat
mereka. Bila pendapat mereka baik maka ia akan melaksanakan.
UMAR
BIN KHATTAB
SEBAGAI
PIONER IJTIHAD
Masalah-masalah
1)
Pencurian di saat paceklik
2)
Hukuman orang yang berzina dan tidak mengetahui hukumnya
3)
Seorang istri yang menikah dalam masa iddah dan suaminya juga tidak
mengetahui larangan nikah ini
4)
Seorang perempuan menikah dengan laki-laki, sementara dia
sebenarnya punya suami yang diraasiakannya
5)
Hukum perempuan yang menikah dengan budak laki-lakinya
6)
Hukuman orang yang menuduh zina dengan bahasa kiasan
7)
Orang yang membunuh otang lain ketika membela dirinya tidak
berkewajiban membayar diyat
8)
Penetapan kalender hijriah
9)
Shalat tarawih
10)
Pendapat Umar bin Khathatb mengenai pernikahan dengan wanita-wanita
ahli Kitab
11)
Penetapan 80 kali dera bagi pemabuk
12)
Dan lain-lain
D. PENUTUP
KESIMPULAN
Umar Ibn Khattab, (583-644) yang memiliki nama lengkap Umar bin
Khattab bin Nufail bin Abd Al-Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin Razail
bin ‘Adi bin Ka’ab bin Lu’ay adalah khalifah kedua yang menggantikan Abu Bakar
Ash-Shiddiq. Beliau dilahirkan di Mekkah, dia adalah seorang yang berbudi
luhur, fasih dan adil serta pemberani. Ia ikut memelihara ternak ayahnya, dan
berdagang hingga ke Syria. Ia juga dipercaya oleh suku bangsanya, Quraisy,
untuk berunding dan mewakili bila ada persoalan dengan suku-suku yang lain.
Selama sepuluh tahun pemerintahan Umar (13 H./634 M. – 23 H./644
M.), sebagian besar ditandai oleh penaklukan-penaklukan untuk melebarkan
pengaruh Islam ke luar Arab. Sejarah mencatat, Umar telah berhasil membebaskan
negeri-negeri jajahan Imperium Romawi dan Persia yang dimulai dari awal
pemerintahannya, bahkan sejak pemerintahan sebelumnya. Segala tindakan yang
dilakukan untuk menghadapi dua kekuatan itu, jelas bukan hanya menyangkut
kepentingan keagamaan saja, namun juga kepentingan politik.
Peradaban yang paling signifikan pada masa Umar, selain pola
administrative pemerintahan, peperangan dan sebagainya adalah pedoman dalam
peradilan, serta beberapa amsalah yang baru timbul pada masa beliau sehingga
jawaban permasalahan tersebut didapat melalui hasil ijtihad beliau, hal
tersebut sekaligus menjadi kebijakan pemerintahan pada masa Umar bin Khattab.
DAFTAR PUSTAKA
Zainal
Abidin Ahmad, 1977, Sejarah Islam dan Umatnya Sampai Sekarang
(Perkembangannya dari Zaman ke Zaman), Jakarta: Bulan Bintang.
Ira M. Lapidus, 1999, Sejarah Sosial Umat Islam (Bagian kesatu
dan Dua), Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Muhammad Fuad Abdul Baqi, 2013, Al-Lu’lu wal Marjan Mutiara Hadits Shahih
Bukhari dan Muslim, (Terj. Tim Aqwam), Jakarta Timur: Aqwam.
Dedi
Supriyadi, 2008, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia.
Ali
Mufrodi, 1997, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos.
Munawir
Sjadzali, 1993 Islam dan Tata Negara Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran), Jakarta:
Universitas Indonesia (UI-Press).
Samsul
Munir Amin, 2013, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah.
Rasyad Hasan Khalil, 2010, Tarikh Tasyri’ Sejarah Legislasi
Hukum Islam, Jakarta: Amzah.
Abbas
Mahmoud Al-‘Akkad, 1978, Kecermelangan Khalifah Umar bin Khattab, Jakarta:
Bulan Bintang.
M.
A. Shaban, 1972, Islamic History: A.D. 600-750 (A.H. 132) A New
Interpretaton, London: Cambridge At The University Press.
Badri
Yatim, 2014, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, Jakarta:
Rajawali Pers.
Muhasabah
Ourself, Perjuangan Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘anhu, 16 November
2010, (online)
diakses melalui http://itemprospektif.blogspot.com/2010/11/perjuangan-umar-bin-khattab.html,
tanggal akses 7 Oktober 2014.
Annisa
Kadina, Sejarah kepemimpinan Islam, (online) diakses melalui http://annisakadina.blogspot.com/2013/01/sejarah-masa-khalifah-umar-bin-khattab.html,
tanggal akses 7 Oktober 2014.
Romatua Lubis, Kisah Sahabat Rasulullah saw.-Umar Bin Khattab,
(online), diakses melalui http://ro-tea.blogspot.com/2012/04/kisah-sahabat-rasulullah-saw-umar-bin.html,
tanggal akses 7 Oktober 2014.
Hadijah
Salim, 1970, Chulafaur Rasjidin, Bandung: Alma’arif, 1970.
Maulana Muhammad Ali, Early Caliphate, penerjemah: Imam
Musa, (Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah, tt).
Syaikh Muhammad Yusuf, 2008, Kisah Teladan Sepanjang Zaman:
Rasulullah saw dan Para Sahabat, Jakarta Selatan: Citra Risalah.
Ahmed Vaezi, 2006, Agama Politik: Nalar Politik Islam,
penerjemah: Ali Syahab, Jakarta: Citra.
Muhammad Ash-Shalabi, The Great Leader Umar bin al-Khathab,
Jakarta: Pustaka Kautsar.
[1] Zainal Abidin
Ahmad, Sejarah Islam dan Umatnya Sampai Sekarang (Perkembangannya dari Zaman
ke Zaman), (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), hlm. 143-144.
[2] Muhammad
Ash-Shalabi, The Great Leader Umar bin al-Khathab, (Jakarta: Pustaka
Kautsar, tt) ,hlm. 15.
[3] Ira M.
Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam (Bagian kesatu dan Dua), (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 1999),hlm. 82.
[4] Ahmed Vaezi, Agama
Politik: Nalar Politik Islam, penerjemah: Ali Syahab, (Jakarta: Citra,
2006), hlm. 76-77.
[5] Muhammad Fuad
Abdul Baqi, Al-Lu’lu wal Marjan Mutiara Hadits Shahih Bukhari dan Muslim,
(Terj. Tim Aqwam), (Jakarta Timur: Aqwam, 2013), hlm. 1135.
[6] Dedi
Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008),hlm.
77
[7] Ali Mufrodi, Islam
di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997) ,hlm. 52
[8] Maulana
Muhammad Ali, Early Caliphate, penerjemah: Imam Musa, (Jakarta: Darul
Kutubil Islamiyah, tt), hlm. 69.
[9] Syaikh
Muhammad Yusuf, Kisah Teladan Sepanjang Zaman: Rasulullah saw dan Para
Sahabat, (Jakarta Selatan: Citra Risalah, 2008), hlm. 65.
[10] Romatua
Lubis, Kisah Sahabat Rasulullah saw.-Umar Bin Khattab, (online), diakses
melalui http://ro-tea.blogspot.com/2012/04/kisah-sahabat-rasulullah-saw-umar-bin.html, tanggal akses 7 Oktober 2014.
[11] Hadijah Salim,
Chulafaur Rasjidin, (Bandung: Alma’arif, 1970), hlm. 25.
[12]Munawir
Sjadzali, Islam dan Tata Negara (Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran),
(Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press), 1993) , hlm. 23-24.
[13] Munawir
Sjadzali, Islam dan Tata…, hlm. 24-25.
[14] Ali Mufrodi, Islam
di Kawasan…, hlm. 53.
[15] Annisa Kadina, Sejarah kepemimpinan Islam, (online) diakses
melalui http://annisakadina.blogspot.com/2013/01/sejarah-masa-khalifah-umar-bin-khattab.html, tanggal akses 7 Oktober 2014.
[16] Muhammad
Ash-Shalabi, The Great Leader… , hlm. 126-130.
[17] Zainal Abidin Ahmad, Sejarah Islam… ,
hlm. 151.
[18] Dedi
Supriyadi, Sejarah Peradaban…, hlm. 81.
[19] Zainal Abidin
Ahmad, Sejarah Islam… , hlm. 151.
[20] Samsul Munir
Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2013), hlm. 99.
[21] Samsul Munir
Amin, Sejarah Peradaban…, hlm. 100-101.
[22] Ali Mufrodi, Islam
di Kawasan…, hlm. 55.
[23] Samsul Munir
Amin, Sejarah Peradaban… , hlm. 101.
[24] Samsul Munir
Amin, Sejarah Peradaban…, hlm. 102.
[25] Zainal Abidin
Ahmad, Sejarah Islam… , hlm. 152.
[26] Zainal Abidin Ahmad, Sejarah Islam…,
hlm. 155-156.
[27] Zainal Abidin Ahmad, Sejarah Islam… ,
hlm. 156-157.
[28] Zainal Abidin Ahmad, Sejarah Islam… ,
hlm. 156-157.
[29] , hlm.
135.
[30] Muhasabah
Ourself, Perjuangan Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘anhu, 16 November
2010, (online) diakses melalui http://itemprospektif.blogspot.com/2010/11/perjuangan-umar-bin-khattab.html, tanggal akses
7 Oktober 2014
[31] Muhasabah
Ourself, Perjuangan Umar bin Khattab…, tanggal akses 7 Oktober 2014
[32] Ira M.
Lapidus, Sejarah Sosial…, hlm. 83.
[33] Dedi
Supriyadi, Sejarah Peradaban…,hlm. 83-84
[34] Muhasabah Ourself, Perjuangan Umar bin Khattab…, tanggal
akses 7 Oktober 2014.
[45]
Muhammad
Ash-Shalabi, The Great Leader…, hlm. 438.
[46]
Muhammad
Ash-Shalabi, The Great Leader…, hlm. 438.
[47]
Muhammad
Ash-Shalabi, The Great Leader…, hlm. 438.
[50] Muhammad
Ash-Shalabi, The Great Leader , hlm. 151.
[51] , hlm.
151-152.
[52] Muhammad
Ash-Shalabi, The Great Leader… , hlm. 169-171.
[54]Muhammad
Ash-Shalabi, The Great Leader…, hlm. 162-165.
[55] Rasyad Hasan
Khalil, Tarikh Tasyri’ Sejarah Legislasi Hukum Islam, (Jakarta: Amzah,
2010), hlm. 74.
[56] Abbas Mahmoud
Al-‘Akkad, Kecermelangan Khalifah Umar bin Khattab, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1978), hlm. 143.
[57] Musyrifah
Sunanto, Sejarah Islam…, hlm. 26-29.
[58] Musyrifah
Sunanto, Sejarah Islam…, hlm. 29-30.
[59] Musyrifah
Sunanto, Sejarah Islam…, hm. 31.
[60] Muhammad Fuad
Abdul Baqi, Al-Lu’lu wal Marjan…,.hlm. 1136.
[61] Muhammad Fuad
Abdul Baqi, Al-Lu’lu wal Marjan…, hlm. 1136-1137.
[62] Badri Yatim,
Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014),
hlm. 38.
[63] Abbas Mahmoud
Al-‘Akkad, Kecermelangan Khalifah…, hlm. 333.
[64] Abbas Mahmoud
Al-‘Akkad, Kecermelangan Khalifah…, hlm. 335.
[65] Abbas Mahmoud
Al-‘Akkad, Kecermelangan Khalifah…, hlm. 335.
[66] Abbas Mahmoud
Al-‘Akkad, Kecermelangan Khalifah…, hlm. 338
[67] Abbas Mahmoud
Al-‘Akkad, Kecermelangan Khalifah…, hlm. 338.
[68] Abbas Mahmoud Al-‘Akkad, Kecermelangan
Khalifah…, hlm. 338-339.
[69] Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Lu’lu wal
Marjan…, hlm. 1134-1135.
[70] M. A. Shaban, Islamic
History: A.D. 600-750 (A.H. 132) A New Interpretaton, (London: Cambridge At
The University Press, 1972),hlm. 58-59.
[71] , hlm.
816-820.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar