Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Senin, 14 Mei 2018

MAKALAH TENTANG ARGUMEN KESETARAAN GENDER MENURUT NASARUDDIN UMAR.


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar adalah salah satu tokoh Islam Indonesia kelahiran Ujung-Bone, Sulawesi Selatan. Banyak karya ilmiah tentang Islam yang telah diciptakan sebagai sumbangan yang tak ternilai untuk dunia Islam Indonesia, juga banyak penghargaan yang telah diperoleh atas kerja dan karya yang beliau ciptakan. Salah satu karya terkenalnya dalah Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’an.
Pada awalnya kedua kata tersebut (gender dan sex) digunakan secara rancu.[1]Gender adalah pembagian lelaki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya perempuan dianggap lemah lembut, emosional, keibuan dan sebagainya. Sedangkan laki-laki dianggap kuat, rasional, perkasa dan sebagainya. Sifat-sifat tersebut tidaklah kodrati, karena tidak abadi dan dapat dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan dan sebagainya. Sementara ada juga perempuan yang kuat, rasional, perkasa dan sebagainya. Oleh karena itu, gender dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat dapat berubah.[2] Dengan kata lain, gender membicarakan laki-laki dan perempuan dari sudut pandangnon biologis tentang bagaimana seharusnya laki-laki atau perempuan berperilaku maupun bersikap.
Membicarakan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, bukanberarti memposisikan keduanya untuk diperlakukan secara sama. Perlakuan yang sama atara laki-laki dan perempuandalam semua hal justruakan menimbulkan bias jender. Laki-laki dan perempuan diciptakan memiliki peran dan fungsinya masing-masing.
Dari uraian di atas dalam makalah ini akan membahas tentang kesetaraan jender menurut Nasaruddin Umar.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana biografi Nasaruddin Umar?
2.      Bagaimana argumen kesetaraan gender perspektif Al-Qur’an menurut Nasaruddin Umar?
C.    Tujuan Pembahasan
1.      Mendeskripsikan tentang biografi Nasaruddin Umar.
2.      Menjelaskan tentang argumen kesetaraan gender menurut Nasaruddin Umar.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Biografi Nasaruddin Umar
1.      Profil Nasaruddin Umar
Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA, dilahirkan di Ujung-Bone, Bone, Sulawesi Selatan, pada tanggal 23 Juni 1959, dilahirkan dari pasangan Andi Muhammad Umar dan Andi Bunga Tungke. Sekarang beliau menetap di Jl. Ampera 1 No. 10 Ragunan, Pasarminggu, Jakarta Selatan, Menjabat sebagai Wakil Menteri Agama RI.Memiliki seorang istri yang bernama Dra.Helmi Halimatul Udhma dan tiga oaring anak; Andi Nizar Nasaruddin Umar, Andi Rizal Nasaruddin Umar, dan Cantik Najda Nasaruddin Umar.[3]
2.      Pengalaman Pendidikan
a.       SDN 6 tahun, di Ujung-Bone 1970
b.      Madrasah Ibtida'iyah 6 tahun, di Pesantren As'adiyah Sengkang, 1971.
c.       PGA 4 Thn, di pesantren As'adiyah Sengkang, 1974
d.      PGA 6 Thn, di Pesantren As'adiyah Sengkang 1976
e.       Sarjana Muda , Fakultas Syari'ah IAIN Alauddin Ujung Pandang, 1980
f.       Sarjana Lengkap (Sarjana Teladan) Fakultas Syari'ah IAIN Alauddin Ujung Pandang, 1984
g.      Program S2 (tanpa tesis) IAIN syarif Hidayatullah Jakarta, 1990-1992.
h.      Program S3 (alumni Terbaik) IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan disertasi tentang" Perspektif Jender Dalam al-qur'an, 1993-1998.
i.        Visiting Student di Mc Gill University canada, 1993-1994
j.        Visiting Student di Leiden University Belanda, 1994/1995
k.      Mengikuti Sandwich program di Paris University Perancis, 1995
l.        Pernah melakukan penelitian kepustakaan di beberapa perguruan tinggi di Kanada, Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Belanda, Belgia, Italia, Ankara, Istanbul, Srilanka, Korea Selatan, saudi Arabia, Mesir, Abu Dhabi, Yordania, Palestina, dan Singapore, Kualalumpur, Manila.
m.    Pengukuhan Guru Besar dalam bidang Tafsir pada Fakultas Ushuluddin IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 12 Januari 2002.[4]
3.      Karya Ilmiah
a.       "Pengertian Dosa Mernurut hukum Positif dan hukum Islam" (Risalah Sarjana Muda), 1980.
b.      "Islam dan Nasionalisme Indonesia, Analisa tentang Integrasi Syari'ah Islam dalam Pembinaan Hukum Nasional", (Skripsi), 1984.
c.       "Perspektif Jender Dalam Islam", (Disertasi), 1998.
d.      "Fiqh Ibadah", (Diktat), Fakultas Syari'ah IAIN Alauddin Ujung Pandang, Sulawasi Selatan, 1987.
e.       "Tema-tema Pokok Al-Qur'an" (diktat) Yayasan Wakaf Paramadina Jakarta, 1994.
f.       "Antropolgi Jilbab dalam Perspektif Feminis dan Penafsiran Islam" (diktat), Yayasan Wakaf Paramadina Jakarta, 1995.
g.      "Pengantar Ulumul Qur'an" (Diktat), Fakultas Ushuluddin IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1996.
h.      "Pengantar Ulumul Qur'an", Baiyul Qur'an Jakarta, 1996.
i.        "Pandangan Ali Syariati terhadap Poligami' Dalam Bunga Rampai Pemikiran Ali Syariati, Jakarta; Pustaka Hidayah, 1999.
j.        Editor dan pemberi kata pengantar dalam buku " Konsep Negara dalam Islam" (Karangan Dr.H. Abd. Muin Salim) Jakarta, Rajawali Press, 1994.
k.      Editor dalam buku "Fiqh Siyasah" (Karangan Dr.J. Suyuthi Pulungan, MA), Jakarta; Penerbit Rajawali Press, 1994.
l.        Editor dan Pemberi kata pengantar dalam buku "Konsep Maqashid Syari'ah" (KaranganDr. Asafri Jayabakri), Jakarta, Rajawali Press, 1996.
m.    Editor dan Pemberi kata pengantar dalam buku "Ajaran dan Teladan para Sufi" (Karangan Drs. H.M. Laily Mansur, LPH.), Srigunting Jakarta, 1996.
n.      "Perbandingan antar aliran; Perbuatan manusia", dalam "Sejarah Pemikiran Islam", (Amin Nurdin dan Afifi Fauzi Abbas, (Ed.), Jakarta; Pt. Pustaka Anatara, 1996.
o.      Kata Pengantar dalam Surah Al-Fatihah bagi Orang Modern" (karangan Anand Krishna), PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1998.
p.      Kata pengantar dalam "99 Nama Allah Bagi orang Modern" (karangan Anand Krishna), PT. Gramedia Pustaka Utama, 1999.
q.      "Argumentasi Kesetaraan Jender (Perspektif Al-Qur'an), yayasan Wakaf Paramadina Jakarta 1999.
r.        "Kodrat Perempuan Dalam Islam", diterbitkan kerjasama dengan kajian agama dan Jender (LKAJ), Solidaritas Perempuan, dan The Asia Foundation, Desember 1999.
s.       "Kata Pengantar" Dalam "Surat-surat terakhir bagi orang Modern, sebuah aspirasi Spiritual" (karangan Anand Krishna), PT. Gramedia Utama Pustaka, Jakarta, 2000.
t.        "Kodrat Perempuan Dalam Islam"(buku Pertama serial Perempuan), PT. Fikahati Aneska, Jakarta, Cet. I, 2000.
u.      "Paradigma Bari Teologi Perempuan"(Buku Kedua serial Perempuan), PT. Fikahati aneska, Jakarta, Cet.I, 2000.
v.      "Bias Jender dalam penafsiran Kitab Suci"(Buku Ketiga serial Perempuan), PT. Fikahati Aneska, Jakarta ,Cet.I, 2000.
w.    "Sifat-Sifat Allah Dalam kualitas Maskulin dan Feminim" Dalam komaruddin Hidayat, et,al "Agama di Tengah Kemelut", Media Cita, Jakarta, 2001.
x.      "Ibadah Mahdlah: Kiat-kiat Khusuk dalam sholat" dalam Komaruddin Hidayat, et.al, "Agama di Tengah Kemelut", Media Cita, Jakarta, 2001.
y.      "Tafsir Untuk Kaum Tertindas" dalam Komaruddin Hidayat, et,al, "Agama di Tengah Kemelut", Media Cita Jakarta, 2001.
z.       "Qur'an Untuk Perempuan" Jaringan Islam Liberal dan Teater Utan Kayu, Jakarta, 2002.
aa.   Menulis beberapa entri di dalam Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Al-Qur'an, dan Ensiklopedi Islam Untuk Pelajar, Penerbit PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta.[5]
B.     Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’an menurut Nasaruddin Umar
1.      Pengertian Jender
Kata “jender” dalam bahasa Indonesia dipinjam dari bahasa Inggris “gender”. Kalau dilihat dalam kamus,tidak secara jelas dibedakan pengertian kata gender dengan seks. Ungkapan gender sering diartikandan/atau dipertentangkan dengan seks, yang secara biologis didefinisikan dalam kategori pria danwanita. Secara umum, keduanya bisa diterjemahkan sebagai “jenis kelamin”, tetapi konotasi keduanyaberbeda. Seks lebih menunjuk kepada pengertian biologis, sedangkan gender pada makna sosial.[6]
Menurut Nasaruddin Umar definisi jender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi sosial budaya.Jender dalam arti ini mendefinisikan laki-laki dan perempuan dari sudut non-biologis.[7]
Mansour Fakih menjelaskan bahwa untuk memahami konsep gender harus dibedakankata “gender” dengan kata “seks” (jenis kelamin). Pengertian jenis kelamin merupakan penafsiran ataupembagian dua jenis manusia yang ditentukan secara biologis, pada jenis kelamin tertentu dan tidak bisadipertukarkan.Sebagai contoh, yang namanya manusia jenis laki-laki adalah manusia yang memilikipenis, jakala (kala menjing), dan memproduksi sperma, sedangkan perempuan memiliki alat reproduksiseperti rahim dan saluran untuk melahirkan, memproduksi telur, memiliki vagina, dan mempunyai alatmenyusui.Alat-alat tersebut secara biologis melekat pada manusia jenis laki-laki dan perempuan, tidakbisa dipertukarkan secara permanen, tidak bisa berubah, dan secara kodrati merupakan ketentuan Tuhan.[8]
Dengan kata lain, seks secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki danperempuan dari segi anatomi biologi. Artinya, istilah tersebut lebih banyak berkonsentrasi pada aspekbiologi seseorang, meliputi perbedaan komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik,reproduksi, dan karakteristik biologis lainnya.[9]Sementara itu, pengertian gender sebagaimanadiungkapkan oleh Mansour Fakih adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupunperempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural.Misalnya, perempuan itu dikenal lemahlembut, cantik, emosional, dan keibuan, sedangkan laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, dan perkasa.Sifat-sifat tersebut sebenarnya dapat dipertukarkan, artinya ada laki-laki yang memiliki sifat emosional,lemah lembut, dan keibuan dan ada juga perempuan yang kuat, rasional, dan perkasa.[10]
Oleh karena itu, studi jender lebih menekankan perkembangan aspek maskulinitas (masculinity atau rujuliyah) atau feminimitas (femininity ataunisa’iyah) seseoramg.sedangkan studi seks lebih menitikberatkan padaperkembangan aspek biologis dan komposisi kimia dalam tubuh laki-laki (maleness atau dzukuriyah) danperempuan (femaleness atau umutsah).[11]
2.      Identitas Jender
Ketika seorang anak dilahirkan, maka pada saat itu anak sudah dapat dikenali, apakah seorang anak laki-laki atau seorang anak perempuan, berdasarkan alat jenis kelamin yang dimilikinya. Begitu seorang anak dilahirkan, maka pada saat itu ia memperoleh tugas dan beban jender  (genderassigment) dari lingkungan budaya masyarakatnya.
Dalam masayarakat lintas budaya pola penentuan beban jender lebih banyak mengacu kepada faktor biologis atau jenis kelamin.Peninjauan kembali beban jender yang dinilai kurang adil merupakan tugas berat bagi manusia.Identifikasi beban jender lebih dari sekedar pengenalan alat kelamin, tetapi menyangkut nilai-nilai fundamental yang telah membudaya di dalam masyarakat.[12]
3.      Implikasi Perbedaan Biologis terhadap Perilaku Manusia
Perbedaan anatomi biologis dan komposisi kimia dalam tubuh manusia oleh para ilmuwan dianggap berpengaruh pada perkembangan emosional dan kapasitas intelektual masing-masing manusia. Seperti pemdapat Unger yang dukutip oleh Nasaruddin Umar, mengidentifikasi perbedaan emosional dan intelektual antara laki-laki dan perempuan sebagai berikut:
Laki-laki
Perempuan
·         Agresif
·         Independen
·         Tidak terlalu emosional
·         Tidak mudah terpengaruh
·         Tidak mudah goyah oleh krisis
·         Lebih aktif
·         Kompetitif
·         Logis
·         Lebih terus terang
·         Tidak mudah tersinggung
·         Lebih ambisi
·         Lebih merasa merdeka
·         Pemikiran lebih unggul
·         Lebih bebas berbicara
·         Tidak terlalu agresif
·         Tidak terlalu independen
·         Lebih emosional
·         Mudah terpengaruh
·         Mudah goyah terhadap krisis
·         Lebih pasif
·         Kurang kompetitif
·         Kurang logis
·         Kurang terus terang
·         Mudah tersinggung
·         Kurang ambisi
·         Kurang merasa merdeka
·         Pemikiran kurang unggul
·         Kurang bebas berbicara[13]
4.      Identitas Jender dalam Al-Qur’an
a.      Pengertian Al-Rijal
1)      Dalam Arti Jender Laki-laki
Surat Al-Nisa’ ayat 34
Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.

Laki-laki yang menjadi pelindung (protector, maintainersmenurut terjemah Abdullah yusuf Ali) atau pemimpin (menurut departemen Agama RI) ialah laki-laki yang mempunyai keutamaan. Sesuai dengan sebab nuzul ayat ini, keutamaan laki-laki dihubungkan dengan tanggung jawabnya sebagai kepala rumah tangga.[14]
2)      Dalam Arti Orang, Baik Laki-laki maupun Perempuan
Surat Al-Ahzab ayat 234 
Artinya: Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang Telah mereka janjikan kepada Allah; Maka di antara mereka ada yang gugur. dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu- nunggu dan mereka tidak merobah (janjinya).

Kedua kata rijaldalam ayat tersebut tidak hanya menunjukkan laki-laki tetapi jenis manusia, baik laki-laki maupun perempuan.Dalam tafsir Jalalayn kata tersebut ditafsirkan dengan orang-orang yang tetap bersama Nabi.Yaitu para sahabat Nabi (laki-laki dan perempuan) yang tetap konsisten menyertai perjuangan Nabi, terutama di masa-masa genting.Menurut Ibnu Katsir ayat ini turun setelah baru saja perang uhud selesai dengan kekalahan dan pengorbanan yang diderita pasukan Muslim.[15]
3)      Dalam Arti Nabi atau Rasul
Surat Al-Anbiya ayat 7
Artinya: Kami tiada mengutus Rasul Rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang-laki-laki yang kami beri wahyu kepada mereka, Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada Mengetahui.

Yang dimaksdu rijalan dalam ayat ini adalah Nabi atau Rasul yang ditugaskan untuk menyampaikan petunjuk-petunjuk Allah.Menurut Ibnu Katsir dalam ayat ini adalah penegasan kepada jenis manusia sebagai Nabi atau Rasul.[16]
4Dalam Arti Tokoh Masyarakat
Artinya: Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan bergegas-gegas ia berkata: "Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu".
Yang dimaksud dengan kata rojulundalam ayat ini menurut tafsir Jalalayn adalah seorang tokoh yang amat disegani diantara kaumnya, yaitu Habib al-Najjar.[17]
5)      Dalam Arti Budak
Surat Zumar ayat 29
Artinya: Allah membuat perumpamaan (yaitu) seorang laki-laki (budak) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat yang dalam perselisihan dan seorang budak yang menjadi milik penuh dari seorang laki-laki (saja); Adakah kedua budak itu sama halnya? segala puji bagi Allah tetapi kebanyakan mereka tidak Mengetahui.

Yang dimaksud rijalandalam ayat ini menurut al-Maraghi adalah hamba yang dimiliki oleh (‘abdun mamlukun), pendapat yang sama juga telah disampaikan oleh Ibnu Katsir dan Katsimi.[18]
b.      Pengertian Al-Nisa’
1)      Dalam Arti Jender Perempuan
Surat Al-Nisa’ ayat 7
Artinya: Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang Telah ditetapkan.

Kata an-nisa’ menunjukkan jender perempuan.Porsi pembagian hak dalam ayat ini tidak semata-mata ditentukan oleh realitas biologis sebagai perempuan atau laki-laki, melainkan berkaitan erat dengan realitas jender yang ditentukan oleh realitas budaya yang bersangkutan.[19]
2)      Dalam Arti Isteri-isteri
Surat Al-Baqarah ayat 222
š
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka Telah suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.

Dalam contoh di atas kata nisa’ berarti isteri-isteri, sebagaimana halnya kata mar’ah sebagai mufrad dari bentuk kata nisa’, hampir seluruhnya berarti isteri.[20]
5.      Prinsip-prinsip Kesetaraan Gender
a.       Laki-laki dan Perempuan Sama sebagai Hamba
Salah satu penciptaan tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah kepada Tuhan.Dalam kapasitas menusia sebagai hamba, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan.Keduanya mempunyai potensi dan peluang untuk menjadi hamba ideal.Hamba ideal dalam al Qur’an bisa diistilahkan dengan orang-orang yang bertaqwa (muttaqun), dan untuk mencapai itu tidak dikenal adanya perbedaan jenis kelamin, suku bangsa atau kelompok etnis tertentu.Al Qur’an menegaskan bahwa hamba yang paling ideal adalah muttaqun.[21]
b.      Laki-laki dan Perempuan Sama sebagai Khalifah
Maksud dan tujuan penciptaan manusia di muka bumi ini adalah disamping untuk menjadi hamba (‘abid) yang tunduk dan patuh serta mengabdi kepada Allah SWT., juga untuk menjadi khalifah di bumi.
Laki-laki dan perempuan sama-sama mengemban fungsi yang sama sebagai khalifah, yang akan mempertanggungjawabkab tugas-tugas kekhalifahannya di bumi, sebagai mana halnya merekan harus bertanggung jawab sebagai hamba Tuhan.[22]
c.       Laki-laki dan Perempuan Menerima Perjanjian Primodial
Laki-laki dan perempuan sama-sama mengemban amanah dan menerima perjanjian primodial dengan Tuhan. Seperti diketahuai, menjelang seorang anak manusia keluar dari Rahim ibunya, ia terlebih dahulu harus menerima perjanjian dengan Tuhannya.
Menurut Fakhr al-Razi, tidak ada seorangpun anak manusia lahir di muka bumi yang tidak berikrar akan keberadaan Tuhan, dan  ikrar merekan disaksikan oleh para malaikat. Tidak ada seorangpun yang mengatakan “tidak”. Dalam Islam, tanggung jawab individual dan kemandirian berlangsung sejak dini, yaitu semenjak dalam kandungan. Sejak awal sejarah manusia dalam Islam tidak dikenal adanya diskriminasi antara jenis kelamin. Laki laki dan perempuan sama-sama menyatakan ikrar ketuhanan yang sama.[23]
d.      Adam dan Hawa Terlibat Secara Aktif dalam Drama Kosmis
Cerita tentang keadaan adam dan pasangannya Hawa di surga sampai keluar ke bumi, selalu menekankan kedua belah pihak secara aktif dengan menggunakan kata ganti huma,  yakni kata ganti untuk adam dan Hawa.
Keduanya diciptakan di surga dan memanfaatkan fasilitas surge, keduanya mendapat kualitas godaan yang sama dari setan, sama-sama memakan buah kuldi dan keduanya menerima akibat jatuh ke bumi, sama-sama memohon ampun dan sama-sama di ampuni Tuhan, setelah di bumi keduanya mengembangkan keturunan dan saling melengkapi dan saling membutuhkan.[24]
e.       Laki-laki dan Perempuan Berpotensi Meraih Prestasi
Konsep kesetaraan jender yang ideal yang memberikan ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang spiritual maupun urusan karier professional, tidak mesti dimonopoli oleh satu jenis kelamin saja. Laki-laki dan perempuan memperolah kesmpatan yang sama meraih prestasi optimal. Namun, dalam kenyataan masyarakat, konsep ideal ini membutuhkan tahapan-tahapan dan sosialisasi, karena masih terdapat sejumlah kendala, terutama budaya yang sulit diselesaikan.
Salah satu obsesi al Qur’an ialah terwujudnya keadilan di dalam masyarakat.Keadilan dalam al Qur’an mencakup segala segi kehidupan umat manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.Karena itu al Qur’an tidak mentoleriri segala sesuatu bentuk penindasan, baik berdasarkan kelompok etnis, warna kulit suku bangsa, dan kepercayaan, maupun yang berdasarkan jenis kelamin. Jika terdapat sesuatu hasil pemahaman yang bersifat menindas atau menyalahi nilai-nilai luhur kemanusiaan, akan hasil pemahaman tersebut terbuka untuk diperdebatkan.
6.      Metode Tafsir
Metode tafsir paling dominan dalam sejarah intelektual dunia Islam ialah metode tahlili, suatu metode penafsiran yang menganalisis secara kronologis dan memaparkan berbagai aspek yang terkandung di dalam ayat al Qur’an.Metode ini lazim juga disebut dengan metode tajzi’I, karena pembahasannya berdasarkan bagian-bagian tertentu dari al Qur’an.Sebagai metode yang digunakan oleh jumhur ulama, maka metode ini diminan sekali pengaruhnya di dalam masyarakat.
Berbeda dengan metode tematis (maudlui) yang didefinisikan oleh Quraish Shihab sebagai “tafsir yang menetapkan suatu topic tertentu, dengan jalan menghimpun seluruh atau sebagian ayat-ayat, dari beberapa surah, yang berbicara tentang topik tersebut, untuk kemudian dikaitkan satu dengan yang lainnya, sehingga pada akhirnya diambil kesimpulan secara menyeluruh tentang masalah tersebut menurut pandangan al Qur’an. Metode ini lebih memungkinkan memusatkan perhatian kepada apa kata-kata ayat-ayat al-Quran secara umum tentang suatu tema. Dalam menganalisa suatu kasus, penganut teori ini juga tetap memperhatikan kepada apa kata-kata ayat al Qur’an secara umum tentang suatu tema. Dalam menganalisa suatu kasus, teori penganut ini juga meperhatikan keberadaan teks, hanya saja tidak terfokus pada sebuah teks dalam satu kelompok ayat, tetapi semua ayat yang membicarakan kasus tersebut dianalisa secara seksama, termasuk mengenai sebab turun ayat tersebut, lalu menetapkan suatu kesimpulan.[25]
7.      Konstruksi Keberadaan Perempuan dalam Islam
Mayoritas intelektual dan sejarahwan,terutama dari kalangan Islâm,memandang posisi perempuan padamasa pra-Islam, sebagai sebuahgambaran kehidupan yang sangat buram dan memprihatinkan.Perempuan dipandangsebagai makhluk tidak berharga,[26]menjadi bagian dari laki-laki(subordinatif).Keberadaannya seringmenimbulkan masalah, tidak memilikiindependensi diri, hak-haknya ditindasdan dirampas, tubuhnya dapat diperjualbelikanatau diwariskan, dan diletakkandalam posisi marginal serta pandanganpandanganyang menyedihkan lainnya.[27]
Setelah Islam datang, secarabertahap Islam mengembalikan hak-hakperempuan sebagai manusia merdeka.Perempuan boleh menjadi saksi danberhak atas sejumlah warisan, meskipunkeduanya hanya bernilai setengah darikesaksian atau jumlah warisan yangberhak diterima laki-laki, dan boleh jadidianggap tidak adil dalam kontekssekarang.Namun pada prinsipnya jikadilihat pada konteks ketika perintahtersebut diturunkan, ini mencerminkansemangat keadilan.Artinya secara frontalajaran Islam menentang tradisi jahiliyah yang berkaitan dengan perempuan.Ini merupakan gerakan emansipatif yang tiada tara pada masanya di saat perempuan terpuruk dalam kegelapan.
Sejarah menunjukan secara jelas bagaimana perempuan pada masa-masa Islâm diturunkan mendapat penghargaan tinggi, justru terutama dari Nabi Muhammad, figur panutan dari seluruh umat Islam.[28] Menurut Asghar Ali Engineer, adalah suatu revolusi besar di mana NabiMuhammad SAW. Telah memrakarsai melakukan perubahan dalam masyarakat Mekah secara menyeluruh.Secara bertahap Islâm menjadi agama yang sangat mapan dengan ritualisasi yang sangat tinggi.[29]
Secara historis, perempuan telahmemainkan peranan yang sangat strategis pada masa awal maupun pertumbuhan dan perkembangan Islâm, baik dalam urusan domestik maupun publik. Ini dibuktikan antara lain melalui peran perempuan dalam membantu perjuangan Rasulullah seperti di medanperang. Khadijah, istri Nabi yang sangat setia, misalnya, menghibahkan banyak harta bendanya untuk perjuangan Islam; Arwa ibn Abd al-Muthalib yang meminta anak laki-lakinya agar membantu Nabi dan memberi apa saja yang dimintanya; dan Ummu Syurayk yang telah membujuk perempuan-perempuan Mekah secara diam-diam melakukan konversi dari agama pagan ke Islâm.[30]
8.      Perbedaan Gender Melahirkan Ketidakadilan
Perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities). Namun yang menjadi persoalan ternyata perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki dan terutama bagi kaum perempuan. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur di mana baik kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut.
Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam pelbagai bentuk ketidakadilanyakni: marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapantidak penting dalam keputusan publik, pembentukan sterotipe atau melalui pelabelannegatif, kekerasan (violence), beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (burden),serta sosialisasi ideologi nilai peran gender.[31]
Dalam pergaulan sehari-hari dalam masyarakat yang menganut perbedaangender, ada nilai tatakrama dan norma hukum yang membedakan peran laki-laki danperempuan. Setiap orang seolah-olah dituntut mempunyai perasaan gender (gender feeling) dalam pergaulan, sehingga jika seseorang menyalahi nilai, norma danperasaan tersebut maka yang bersangkutan akan menghadapi risiko di dalammasyarakat.
Dominasi laki-laki dalam masyarakat bukan hanya karena mereka jantan, lebih dari itu karena mereka mempunyai banyak akses kepada kekuasaan untuk memperoleh status.Mereka misalnya mengontrol lembaga-lembaga legislatif, dominan di lembaga-lembaga hukum dan peradilan, pemilik sumber-sumber produksi, menguasai organisasi keagamaan, organisasi profesi dan lembaga-lembaga pendidikan tinggi.
Sementara perempuan ditempatkan pada posisi inferior.Peran mereka terbatas sehingga akses untuk memperoleh kekuasaan juga terbatas, akibatnya perempuan mendapatkan status lebih rendah dari laki-laki.Sebagai ibu atau sebagai istri mereka memperoleh kesempatan yang terbatas untuk berkarya di luar rumah.Penghasilan mereka sangat tergantung pada kerelaan laki-laki, meskipun bersama dengan anggota keluarganya merasakan perlindungan yang diperoleh dari suaminya, hak-hak yang diperolehnya jauh lebih terbatas daripada hak-hak yang dimiliki suaminya.[32]
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada dasarnya peran gender tidak datang dan berdiri dengan sendirinya, melainkan terkait dengan identitas dan berbagai karakteristik yang diasumsikan masyarakat kepada laki-laki dan perempuan. Sebab terjadinya ketimpangan status antara laki-laki dan perempuan lebih dari sekedar perbedaan fisik biologis tetapi segenap nilai sosial budaya yang hidup dalam masyarakat turut memberikan andil.

9.      Bias Kesetaraan Hubungan Perempuan dan Laki-laki
Menurut Budhy Munawar Rachman, terjadinya penindasan terhadap kaumperempuan salah satunya disebabkan tema patriarkhi (kekuasaan kaum laki-laki),yang hal ini menjadi agenda yang paling besar digugat oleh kaum feminisme Islam. Karena patriarhki dari sudut feminisme dianggap sebagai asal usul dari seluruh kecenderungan misoginis (kebencian terhadap kaum perempuan) yang mendasaripenulisan-penulisan teks keagamaan yang bias kepentingan laki-laki.[33]
Kekerasan terhadap perempuan selalu terjadi di antaranya disebabkanbeberapa faktor yaitu:
a.       Ideologi patriarkhi dan budaya patriarkhi. Di mana laki-laki superior (penguasaperempuan) dan perempuan inferior.
b.      Faktor struktur hukum yang meliputi substansi hukum (berisi semua peraturanperundang-undangan) baik tertulis maupun tidak tertulis yang berlaku bagilembaga tinggi negara maupun warga negara, struktur hukum (penegak hukum,polisi, jaksa, hakim, pengacara dan prosedur penegakannya), budaya hokum.
c.       Faktor interpretasi agama dan budaya.[34]
Konsep patriarki berbeda dengan patrilinial. Patrilinial diartikan sebagaibudaya di mana masyarakatnya mengikuti garis laki-laki seperti anak bergarisketurunan ayah, contohnya Habsah Khalik; Khalik adalah nama ayah dari Habsah.Sementara patriarki memiliki makna lain yang secara harfiah berarti “kekuasaanbapak” (role of the father) atau “partiakh” yang ditujukan untuk pelabelan sebuah“keluarga yang dikuasai oleh kaum laki-laki”. Secara terminologi kata patriarkidigunakan untuk pemahaman kekuasaan laki-laki, hubungan kekuasaan dengan apalaki-laki menguasai perempuan, serta sistem yang membuat perempuan tetapdikuasai melalui bermacam-macam cara.[35]
Lebih lanjut menurut Budhy secara etimologis konsep tersebut berkaitandengan sistem sosial, dimana sang ayah menguasai semua anggota keluarganya,harta miliknya serta sumber-sumber ekonomi. Ia juga yang membuat semuakeputusan penting keluarga. Sistem berdasarkan patriarkhi ini biasanyamengasingkan perempuan di rumah, dengan demikian laki-laki lebih bisa menguasaikaum perempuan.Sementara itu pengasingan perempuan di rumah menjadikanperempuan tidak tidak mandiri secara ekonomis, dan selanjutnya tergantung secarapsikologis.Norma-norma moral, sosial dan hukum pun lebih banyak memberi hakkepada kaum laki-laki daripada kaum perempuan, justru karena alasan bahwa kaumlaki-laki memang lebih bernilai secara publik daripada perempuan.Dalamperkembangannya patriarkhi ini sekarang telah menjadi istilah terhadap semua sistemkekeluargaan maupun sosial, politik dan keagamaan yang merendahkan, bahkanmenindas kaum perempuan mulai dari lingkungan rumah tangga hingga masyarakat.[36]
Sementara itu menurut Ritzer dan Goodman, ada empat tema yang menandaiteori ketimpangan gender.Pertama, laki-laki dan perempuan diletakkan dalammasyarakat tak hanya secara berbeda, tetapi juga timpang. Secara spesifik, perempunmemperoleh sumber daya material, status sosial, kekuasaan dan peluang untukmengaktualisasikan diri lebih sedikit daripada yang diperoleh laki-laki yangmembagi-bagi posisi sosial mereka berdasarkan kelas, ras, pekerjaan, suku, agama,pendidikan, kebangsaan atau berdasarkan faktor sosial penting lainnya. Kedua,ketimpangan gender berasal dari organisasi masyarakat, bukan dari perbedaanbiologis atau kepribadian penting antara laki-laki dan perempuan.Ketiga, meskimanusia secara individual memiliki perbedaan ciri dan karakter satu sama lain,namun tidak ada pola perbedaan alamiah signifikan yang membedakan laki-laki danperempuan. Pengakuan akan ketimpangan gender berarti secara langsungmenyatakan bahwa perempuan secara situasional kurang berkuasa dibanding lakilakiuntuk memenuhi kebutuhan mereka bersama laki-laki dalam rangkapengaktualisasian diri. Keempat, semua teori ketimpangan gender menganggap laki-laki maupun perempuan akan menanggapi situasi dan struktur sosial yang semakinmengarah ke persamaan derajat (egalitarian) dengan mudah dan secara ilmiah.Dengan kata lain, mereka berkeyakinan akan adanya peluang untuk mengubahsituasi.[37]
Menurut Nasaruddin Umar, Islam memang mengakui adanya perbedaan(distincion) antara laki-laki dan perempuan, tetapi bukan pembedaan(discrimination). Perbedaan tersebut didasarkan atas kondisi fisik-biologisperempuan yang ditakdirkan berbeda dengan laki-laki, namun perbedaan tersebuttidak dimaksudkan untuk memuliakan yang satu dan merendahkan yang lainnya.
Ajaran Islam tidak secara skematis membedakan faktor-faktor perbedaanlaki-laki dan perempuan, tetapi lebih memandang kedua insan tersebut secara utuh.Antara satu dengan lainnya secara biologis dan sosio kultural saling memerlukan dandengan demikiann antara satu dengan yang lain masing-masing mempunyai peran.Boleh jadi dalam satu peran dapat dilakukan oleh keduanya, seperti perkerjaankantoran, tetapi dalam peran-peran tertentu hanya dapat dijalankan oleh satu jenis,seperti; hamil, melahirkan, menyusui anak, yang peran ini hanya dapat diperankanoleh wanita. Di lain pihak ada peran-peran tertentu yang secara manusiawi lebihtepat diperankan oleh kaum laki-laki seperti pekerjaan yang memerlukan tenaga dan otot lebih besar.[38]
Dengan demikian dalam perspektif normativitas Islam, hubungan antara laki-lakidan perempuan adalah setara.Tinggi rendahnya kualitas seseorang hanyaterletak pada tinggi-rendahnya kualitas pengabdian dan ketakwaannya kepada AllahSWT. Allah memberikan penghargaan yang sama dan setimpal kepada manusiadengan tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan atas semua amal yangdikerjakannya.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar adalahsalahsatutokoh Islam Indonesia kelahiran Ujung-Bone, Sulawesi Selatan.Banyakkaryailmiahtentang Islam yang telahdiciptakansebagaisumbangan yang takternilaiuntukdunia Islam Indonesia, jugabanyakpenghargaan yang telahdiperolehataskerjadankarya yang beliauciptakan.
Ungkapan gender seringdiartikandan/ataudipertentangkandenganseks, yang secarabiologisdidefinisikandalamkategoripriadanwanita. Secaraumum, keduanyabisaditerjemahkansebagai “jeniskelamin”, tetapikonotasikeduanyaberbeda.Sekslebihmenunjukkepadapengertianbiologis, sedangkan gender padamaknasosial.MenurutNasaruddin Umar definisijenderadalahsuatukonsep yang digunakanuntukmengidentifikasiperbedaanlaki-lakidanperempuandarisegisosialbudaya. Jenderdalamartiinimendefinisikanlaki-lakidanperempuandarisudut non-biologis.
Ajaran Islam tidaksecaraskematismembedakanfaktor-faktorperbedaanlaki-lakidanperempuan, tetapilebihmemandangkeduainsantersebutsecarautuh.Antarasatudenganlainnyasecarabiologisdansosiokulturalsalingmemerlukandandengandemikiannantarasatudengan yang lainmasing-masingmempunyaiperan.
Hubunganantaralaki-lakidanperempuanadalahsetara.Tinggirendahnyakualitasseseoranghanyaterletakpadatinggi-rendahnyakualitaspengabdiandanketakwaannyakepada Allah SWT. Allah memberikanpenghargaan yang samadansetimpalkepadamanusiadengantidakmembedakanantaralaki-lakidanperempuanatassemuaamal yang dikerjakannya.

DAFTAR PUSTAKA

Adam Kuperdan Jessica Kuper, 2000, EnsiklopediaIlmu-ilmuSosial,Terj.HarisMumender, Jakarta; PT Raja GrafindoPersada.
Agustina,Nurul, Islam, 1995, Perempuandan Negara, Islamika, No. 6.
Bashin, Kamala, 1996, What is Patriarchy, Diterjemahkan “MenggugatPatriarki”olehNursyahbaniKatjasungkana, Yogyakarta: YayasanBentangBudaya.
Engineer,Asghar Ali, 1992, MenemukanKembaliVisiProfetisNabĂ®: TentangGagasanPembebasandalamKitabSuci, Ulumul Qur’an, No. 4, Vol. III.
Fakih, Mansour, 2001, Analisis Gender danTransformasiSosial, Yogyakarta: PustakaPelajar.
George Ritzer and Douglas J. Goodman, Modern Sociological Theory.
Harun, Salman, 1999, Mutiara Al-Qur’an: AktualisasiPesan Al-Qur’an dalamKehidupan, Jakarta: Logos.
Hasyim,Syafiq, 2001, Hal-hal yang TakTerpikirkan: TentangIsu-isuKeperempuanandalam Islam, Bandung: Mizan.
Muawanah,Elfi, 2006, MenujuKesetaraan Gender, Malang: KutubMinar.
Rachman,BudhyMunawar, Islam PluralisWacanaKesetaraanKaumBeriman, Jakarta: Paramadina
Turabi, Hassan, On The Position of Women in Islam and in Islamic Society, http:www.islamfortoday.com, diaksestanggal 10 oktober 2014 jam 07:57 WIB.
Umar,Nasaruddin, 1999, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an, Jakarta: Paramadina.
_____, 1999, KodratPerempuandalam Islam, Jakarta: LembagaKajian Agama dan Gender.
_____, 2012, ProfilProf. Dr. H. NasaruddinUmar, MA, www.nasaruddinumar.net, diaksestanggal 20 November 2014 jam 19:47 WIB.
Unger, Rhoda K., 1979, Female and Male Psychological Perspectives, New York.




[1]Nasaruddin Umar, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an (Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 34.
[2] Mansuor Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 8-9.
[3]Nasaruddin Umar, ProfilProf. Dr. H. NasaruddinUmar, MA (www.nasaruddinumar.net, 2012) diakses tanggal 20 November 2014 jam 19:47 WIB.
[4]Nasaruddin Umar, ProfilProf. Dr. H. NasaruddinUmar, MA (www.nasaruddinumar.net, 2012) diakses tanggal 20 November 2014 jam 19:47 WIB.
[5]Nasaruddin Umar, ProfilProf. Dr. H. NasaruddinUmar, MA (www.nasaruddinumar.net, 2012) diakses tanggal 20 November 2014 jam 19:47 WIB.
[6]Adam Kuper dan Jessica Kuper, Ensiklopedia Ilmu-ilmu Sosial, Terj.Haris Mumender (Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 391.
[7]Nasaruddin Umar, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an (Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 35.
[8] Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 7-8.
[9]Nasaruddin Umar, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an (Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 35.
[10] Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 8-9.
[11]Nasaruddin Umar, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an (Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 35-36.
[12]Nasaruddin Umar, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an (Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 37.
[13]Rhoda K. Unger, Female and Male Psychological Perspectives (New York, 1979), hlm. 30.
[14]Nasaruddin Umar, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an (Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 150.
[15]Nasaruddin Umar, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an (Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 153-154.
[16]Nasaruddin Umar, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an (Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 154.
[17]Nasaruddin Umar, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an (Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 155-156.
[18]Nasaruddin Umar, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an (Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 157.
[19]Nasaruddin Umar, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an (Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 160.
[20]Nasaruddin Umar, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an (Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 162.
[21]Nasaruddin Umar, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an (Jakarta: Paramadina, 1999), hlm.248.
[22]Nasaruddin Umar, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an (Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 252-253.
[23]Nasaruddin Umar, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an (Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 254.
[24]Nasaruddin Umar, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an (Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 260-262.
[25]Nasaruddin Umar, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an (Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 281-282.
[26] Salman Harun, Mutiara Al-Qur’an: Aktualisasi Pesan Al-Qur’an dalam Kehidupan (Jakarta: Logos, 1999), hlm. 129
[27]Syafiq Hasyim, Hal-hal yang Tak Terpikirkan: Tentang Isu-isu Keperempuanan dalam Islam (Bandung: Mizan, 2001), hlm. 18-19
[28] Nurul Agustina, Islam, Perempuan dan Negara, (Islamika, No. 6, tahun 1995), hlm. 91
[29] Asghar Ali Engineer, Menemukan Kembali Visi Profetis NabĂ®: Tentang Gagasan Pembebasan dalam Kitab Suci, Ulumul Qur’an,(No. 4, Vol. III, tahun 1992), hlm. 65
[30] Hassan Turabi, On The Position of Women in Islam and in Islamic Society, http:www.islamfortoday.com, diakses tanggal 10 oktober 2014 jam 07:57 WIB.
[31] Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm. 5-6.
[32]Nasaruddin Umar, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an (Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 75.
[33] Budhy Munawar Rachman, Islam Pluralis Wacana Kesetaraan Kaum Beriman (Jakarta: Paramadina), hlm. 394.
[34] Elfi Muawanah, Menuju Kesetaraan Gender, (Malang: Kutub Minar, 2006), hlm. 144.
[35] Kamala Bashin, What is Patriarchy, Diterjemahkan “Menggugat Patriarki” oleh Nursyahbani Katjasungkana, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1996), hlm. 29.
[36] Budhy Munawar Rachman, Islam Pluralis Wacana Kesetaraan Kaum Beriman (Jakarta: Paramadina), hlm. 394.
[37]George Ritzer and Douglas J. Goodman, Modern Sociological Theory, hlm. 420
[38]Nasaruddin Umar, Kodrat Perempuan dalam Islam(Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Gender, 1999), hlm. 23.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar