BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Prof.
Dr. H. Nasaruddin Umar adalah salah satu tokoh Islam Indonesia kelahiran
Ujung-Bone, Sulawesi Selatan. Banyak karya ilmiah tentang Islam yang telah
diciptakan sebagai sumbangan yang tak ternilai untuk dunia Islam Indonesia,
juga banyak penghargaan yang telah diperoleh atas kerja dan karya yang beliau
ciptakan. Salah satu karya terkenalnya dalah Argumen Kesetaraan Jender
Perspektif Al-Qur’an.
Pada
awalnya kedua kata tersebut (gender dan sex) digunakan secara rancu.[1]Gender
adalah pembagian lelaki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun
kultural. Misalnya perempuan dianggap lemah lembut, emosional, keibuan dan
sebagainya. Sedangkan laki-laki dianggap kuat, rasional, perkasa dan
sebagainya. Sifat-sifat tersebut tidaklah kodrati, karena tidak abadi dan dapat
dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan dan
sebagainya. Sementara ada juga perempuan yang kuat, rasional, perkasa dan
sebagainya. Oleh karena itu, gender dari waktu ke waktu dan dari tempat ke
tempat dapat berubah.[2]
Dengan kata lain, gender membicarakan laki-laki dan perempuan dari sudut
pandangnon biologis tentang bagaimana seharusnya laki-laki atau perempuan
berperilaku maupun bersikap.
Membicarakan
kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, bukanberarti memposisikan keduanya
untuk diperlakukan secara sama. Perlakuan yang sama atara laki-laki dan
perempuandalam semua hal justruakan menimbulkan bias jender. Laki-laki dan
perempuan diciptakan memiliki peran dan fungsinya masing-masing.
Dari
uraian di atas dalam makalah ini akan membahas tentang kesetaraan jender
menurut Nasaruddin Umar.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
biografi Nasaruddin Umar?
2.
Bagaimana
argumen kesetaraan gender perspektif Al-Qur’an menurut Nasaruddin Umar?
C.
Tujuan
Pembahasan
1.
Mendeskripsikan
tentang biografi Nasaruddin Umar.
2.
Menjelaskan
tentang argumen kesetaraan gender menurut Nasaruddin Umar.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Biografi
Nasaruddin Umar
1.
Profil
Nasaruddin Umar
Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA, dilahirkan di Ujung-Bone, Bone,
Sulawesi Selatan, pada tanggal 23 Juni 1959, dilahirkan dari pasangan Andi
Muhammad Umar dan Andi Bunga Tungke. Sekarang beliau menetap di Jl. Ampera 1
No. 10 Ragunan, Pasarminggu, Jakarta Selatan, Menjabat sebagai Wakil Menteri
Agama RI.Memiliki seorang istri yang bernama Dra.Helmi Halimatul Udhma dan tiga
oaring anak; Andi Nizar Nasaruddin Umar, Andi Rizal Nasaruddin Umar, dan Cantik
Najda Nasaruddin Umar.[3]
2.
Pengalaman
Pendidikan
a.
SDN 6 tahun, di
Ujung-Bone 1970
b.
Madrasah
Ibtida'iyah 6 tahun, di Pesantren As'adiyah Sengkang, 1971.
c.
PGA 4 Thn, di
pesantren As'adiyah Sengkang, 1974
d.
PGA 6 Thn, di
Pesantren As'adiyah Sengkang 1976
e.
Sarjana Muda ,
Fakultas Syari'ah IAIN Alauddin Ujung Pandang, 1980
f.
Sarjana Lengkap
(Sarjana Teladan) Fakultas Syari'ah IAIN Alauddin Ujung Pandang, 1984
g.
Program S2
(tanpa tesis) IAIN syarif Hidayatullah Jakarta, 1990-1992.
h.
Program S3
(alumni Terbaik) IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan disertasi
tentang" Perspektif Jender Dalam al-qur'an, 1993-1998.
i.
Visiting Student
di Mc Gill University canada, 1993-1994
j.
Visiting
Student di Leiden University Belanda, 1994/1995
k.
Mengikuti
Sandwich program di Paris University Perancis, 1995
l.
Pernah
melakukan penelitian kepustakaan di beberapa perguruan tinggi di Kanada,
Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Belanda, Belgia, Italia, Ankara, Istanbul,
Srilanka, Korea Selatan, saudi Arabia, Mesir, Abu Dhabi, Yordania, Palestina,
dan Singapore, Kualalumpur, Manila.
m.
Pengukuhan Guru
Besar dalam bidang Tafsir pada Fakultas Ushuluddin IAIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 12 Januari 2002.[4]
3.
Karya Ilmiah
a.
"Pengertian
Dosa Mernurut hukum Positif dan hukum Islam" (Risalah Sarjana Muda), 1980.
b.
"Islam dan
Nasionalisme Indonesia, Analisa tentang Integrasi Syari'ah Islam dalam
Pembinaan Hukum Nasional", (Skripsi), 1984.
c.
"Perspektif
Jender Dalam Islam", (Disertasi), 1998.
d.
"Fiqh
Ibadah", (Diktat), Fakultas Syari'ah IAIN Alauddin Ujung Pandang, Sulawasi
Selatan, 1987.
e.
"Tema-tema
Pokok Al-Qur'an" (diktat) Yayasan Wakaf Paramadina Jakarta, 1994.
f.
"Antropolgi
Jilbab dalam Perspektif Feminis dan Penafsiran Islam" (diktat), Yayasan
Wakaf Paramadina Jakarta, 1995.
g.
"Pengantar
Ulumul Qur'an" (Diktat), Fakultas Ushuluddin IAIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 1996.
h.
"Pengantar
Ulumul Qur'an", Baiyul Qur'an Jakarta, 1996.
i.
"Pandangan
Ali Syariati terhadap Poligami' Dalam Bunga Rampai Pemikiran Ali Syariati,
Jakarta; Pustaka Hidayah, 1999.
j.
Editor dan
pemberi kata pengantar dalam buku " Konsep Negara dalam Islam"
(Karangan Dr.H. Abd. Muin Salim) Jakarta, Rajawali Press, 1994.
k.
Editor dalam
buku "Fiqh Siyasah" (Karangan Dr.J. Suyuthi Pulungan, MA), Jakarta;
Penerbit Rajawali Press, 1994.
l.
Editor dan Pemberi
kata pengantar dalam buku "Konsep Maqashid Syari'ah" (KaranganDr.
Asafri Jayabakri), Jakarta, Rajawali Press, 1996.
m.
Editor dan
Pemberi kata pengantar dalam buku "Ajaran dan Teladan para Sufi"
(Karangan Drs. H.M. Laily Mansur, LPH.), Srigunting Jakarta, 1996.
n.
"Perbandingan
antar aliran; Perbuatan manusia", dalam "Sejarah Pemikiran
Islam", (Amin Nurdin dan Afifi Fauzi Abbas, (Ed.), Jakarta; Pt. Pustaka
Anatara, 1996.
o.
Kata Pengantar
dalam Surah Al-Fatihah bagi Orang Modern" (karangan Anand Krishna), PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 1998.
p.
Kata pengantar
dalam "99 Nama Allah Bagi orang Modern" (karangan Anand Krishna), PT.
Gramedia Pustaka Utama, 1999.
q.
"Argumentasi
Kesetaraan Jender (Perspektif Al-Qur'an), yayasan Wakaf Paramadina Jakarta 1999.
r.
"Kodrat
Perempuan Dalam Islam", diterbitkan kerjasama dengan kajian agama dan
Jender (LKAJ), Solidaritas Perempuan, dan The Asia Foundation, Desember 1999.
s.
"Kata
Pengantar" Dalam "Surat-surat terakhir bagi orang Modern, sebuah
aspirasi Spiritual" (karangan Anand Krishna), PT. Gramedia Utama Pustaka,
Jakarta, 2000.
t.
"Kodrat
Perempuan Dalam Islam"(buku Pertama serial Perempuan), PT. Fikahati Aneska,
Jakarta, Cet. I, 2000.
u.
"Paradigma
Bari Teologi Perempuan"(Buku Kedua serial Perempuan), PT. Fikahati aneska,
Jakarta, Cet.I, 2000.
v.
"Bias
Jender dalam penafsiran Kitab Suci"(Buku Ketiga serial Perempuan), PT.
Fikahati Aneska, Jakarta ,Cet.I, 2000.
w.
"Sifat-Sifat
Allah Dalam kualitas Maskulin dan Feminim" Dalam komaruddin Hidayat, et,al
"Agama di Tengah Kemelut", Media Cita, Jakarta, 2001.
x.
"Ibadah
Mahdlah: Kiat-kiat Khusuk dalam sholat" dalam Komaruddin Hidayat, et.al,
"Agama di Tengah Kemelut", Media Cita, Jakarta, 2001.
y.
"Tafsir
Untuk Kaum Tertindas" dalam Komaruddin Hidayat, et,al, "Agama di
Tengah Kemelut", Media Cita Jakarta, 2001.
z.
"Qur'an
Untuk Perempuan" Jaringan Islam Liberal dan Teater Utan Kayu, Jakarta,
2002.
aa.
Menulis
beberapa entri di dalam Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Al-Qur'an, dan
Ensiklopedi Islam Untuk Pelajar, Penerbit PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta.[5]
B.
Argumen Kesetaraan
Jender Perspektif Al-Qur’an menurut Nasaruddin Umar
1.
Pengertian
Jender
Kata “jender” dalam bahasa Indonesia dipinjam dari bahasa Inggris “gender”.
Kalau dilihat dalam kamus,tidak secara jelas dibedakan pengertian kata gender
dengan seks. Ungkapan gender sering diartikandan/atau dipertentangkan dengan
seks, yang secara biologis didefinisikan dalam kategori pria danwanita. Secara
umum, keduanya bisa diterjemahkan sebagai “jenis kelamin”, tetapi konotasi
keduanyaberbeda. Seks lebih menunjuk kepada pengertian biologis, sedangkan
gender pada makna sosial.[6]
Menurut Nasaruddin Umar definisi jender adalah suatu konsep yang digunakan
untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi sosial
budaya.Jender dalam arti ini mendefinisikan laki-laki dan perempuan dari sudut
non-biologis.[7]
Mansour Fakih menjelaskan bahwa untuk memahami konsep gender harus
dibedakankata “gender” dengan kata “seks” (jenis kelamin). Pengertian jenis
kelamin merupakan penafsiran ataupembagian dua jenis manusia yang ditentukan
secara biologis, pada jenis kelamin tertentu dan tidak
bisadipertukarkan.Sebagai contoh, yang namanya manusia jenis laki-laki adalah
manusia yang memilikipenis, jakala (kala menjing), dan memproduksi sperma,
sedangkan perempuan memiliki alat reproduksiseperti rahim dan saluran untuk
melahirkan, memproduksi telur, memiliki vagina, dan mempunyai
alatmenyusui.Alat-alat tersebut secara biologis melekat pada manusia jenis
laki-laki dan perempuan, tidakbisa dipertukarkan secara permanen, tidak bisa
berubah, dan secara kodrati merupakan ketentuan Tuhan.[8]
Dengan kata lain, seks secara umum digunakan untuk mengidentifikasi
perbedaan laki-laki danperempuan dari segi anatomi biologi. Artinya, istilah
tersebut lebih banyak berkonsentrasi pada aspekbiologi seseorang, meliputi
perbedaan komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik,reproduksi, dan
karakteristik biologis lainnya.[9]Sementara
itu, pengertian gender sebagaimanadiungkapkan oleh Mansour Fakih adalah suatu
sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupunperempuan yang dikonstruksi secara
sosial maupun kultural.Misalnya, perempuan itu dikenal lemahlembut, cantik,
emosional, dan keibuan, sedangkan laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan,
dan perkasa.Sifat-sifat tersebut sebenarnya dapat dipertukarkan, artinya ada
laki-laki yang memiliki sifat emosional,lemah lembut, dan keibuan dan ada juga
perempuan yang kuat, rasional, dan perkasa.[10]
Oleh karena itu, studi jender lebih menekankan perkembangan aspek
maskulinitas (masculinity atau rujuliyah) atau feminimitas (femininity
ataunisa’iyah) seseoramg.sedangkan studi seks lebih menitikberatkan
padaperkembangan aspek biologis dan komposisi kimia dalam tubuh laki-laki (maleness
atau dzukuriyah) danperempuan (femaleness atau umutsah).[11]
2.
Identitas
Jender
Ketika seorang anak dilahirkan, maka pada saat itu anak sudah dapat
dikenali, apakah seorang anak laki-laki atau seorang anak perempuan,
berdasarkan alat jenis kelamin yang dimilikinya. Begitu seorang anak
dilahirkan, maka pada saat itu ia memperoleh tugas dan beban jender (genderassigment) dari lingkungan
budaya masyarakatnya.
Dalam masayarakat lintas budaya pola penentuan beban jender lebih
banyak mengacu kepada faktor biologis atau jenis kelamin.Peninjauan kembali
beban jender yang dinilai kurang adil merupakan tugas berat bagi
manusia.Identifikasi beban jender lebih dari sekedar pengenalan alat kelamin,
tetapi menyangkut nilai-nilai fundamental yang telah membudaya di dalam
masyarakat.[12]
3.
Implikasi
Perbedaan Biologis terhadap Perilaku Manusia
Perbedaan anatomi biologis dan komposisi kimia dalam tubuh manusia
oleh para ilmuwan dianggap berpengaruh pada perkembangan emosional dan kapasitas
intelektual masing-masing manusia. Seperti pemdapat Unger yang dukutip oleh
Nasaruddin Umar, mengidentifikasi perbedaan emosional dan intelektual antara
laki-laki dan perempuan sebagai berikut:
Laki-laki
|
Perempuan
|
·
Agresif
·
Independen
·
Tidak terlalu emosional
·
Tidak mudah terpengaruh
·
Tidak mudah goyah oleh krisis
·
Lebih aktif
·
Kompetitif
·
Logis
·
Lebih terus terang
·
Tidak mudah tersinggung
·
Lebih ambisi
·
Lebih merasa merdeka
·
Pemikiran lebih unggul
·
Lebih bebas berbicara
|
·
Tidak terlalu agresif
·
Tidak terlalu independen
·
Lebih emosional
·
Mudah terpengaruh
·
Mudah goyah terhadap krisis
·
Lebih pasif
·
Kurang kompetitif
·
Kurang logis
·
Kurang terus terang
·
Mudah tersinggung
·
Kurang ambisi
·
Kurang merasa merdeka
·
Pemikiran kurang unggul
·
Kurang bebas berbicara[13]
|
4.
Identitas Jender
dalam Al-Qur’an
a.
Pengertian Al-Rijal
1)
Dalam Arti
Jender Laki-laki
Surat
Al-Nisa’ ayat 34
Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin
bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka
(laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki)
Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh,
ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada,
oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu
khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat
tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka
janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.Sesungguhnya Allah Maha
Tinggi lagi Maha besar.
Laki-laki
yang menjadi pelindung (protector, maintainersmenurut terjemah Abdullah
yusuf Ali) atau pemimpin (menurut departemen Agama RI) ialah laki-laki yang
mempunyai keutamaan. Sesuai dengan sebab nuzul ayat ini, keutamaan
laki-laki dihubungkan dengan tanggung jawabnya sebagai kepala rumah tangga.[14]
2) Dalam Arti Orang, Baik Laki-laki maupun
Perempuan
Surat Al-Ahzab ayat 234
Artinya: Di antara orang-orang mukmin itu
ada orang-orang yang menepati apa yang Telah mereka janjikan kepada Allah; Maka
di antara mereka ada yang gugur. dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-
nunggu dan mereka tidak merobah (janjinya).
Kedua kata rijaldalam
ayat tersebut tidak hanya menunjukkan laki-laki tetapi jenis manusia, baik
laki-laki maupun perempuan.Dalam tafsir Jalalayn kata tersebut
ditafsirkan dengan orang-orang yang tetap bersama Nabi.Yaitu para sahabat Nabi
(laki-laki dan perempuan) yang tetap konsisten menyertai perjuangan Nabi,
terutama di masa-masa genting.Menurut Ibnu Katsir ayat ini turun setelah baru
saja perang uhud selesai dengan kekalahan dan pengorbanan yang diderita pasukan
Muslim.[15]
3) Dalam Arti Nabi atau Rasul
Surat Al-Anbiya ayat 7
Artinya: Kami tiada mengutus Rasul Rasul
sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang-laki-laki yang kami beri
wahyu kepada mereka, Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu,
jika kamu tiada Mengetahui.
Yang
dimaksdu rijalan dalam ayat ini adalah Nabi atau Rasul yang ditugaskan
untuk menyampaikan petunjuk-petunjuk Allah.Menurut Ibnu Katsir dalam ayat ini
adalah penegasan kepada jenis manusia sebagai Nabi atau Rasul.[16]
4Dalam Arti Tokoh Masyarakat
Artinya: Dan datanglah dari ujung kota,
seorang laki-laki dengan bergegas-gegas ia berkata: "Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan
itu".
Yang
dimaksud dengan kata rojulundalam ayat ini menurut tafsir Jalalayn adalah
seorang tokoh yang amat disegani diantara kaumnya, yaitu Habib al-Najjar.[17]
5) Dalam Arti Budak
Surat Zumar ayat 29
Artinya: Allah membuat perumpamaan (yaitu)
seorang laki-laki (budak) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat
yang dalam perselisihan dan seorang budak yang menjadi milik penuh dari seorang
laki-laki (saja); Adakah kedua budak itu sama halnya? segala puji bagi Allah
tetapi kebanyakan mereka tidak Mengetahui.
Yang
dimaksud rijalandalam ayat ini menurut al-Maraghi adalah hamba yang
dimiliki oleh (‘abdun mamlukun), pendapat yang sama juga telah
disampaikan oleh Ibnu Katsir dan Katsimi.[18]
b.
Pengertian
Al-Nisa’
1) Dalam Arti Jender Perempuan
Surat Al-Nisa’ ayat 7
Artinya: Bagi orang laki-laki ada hak
bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita
ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik
sedikit atau banyak menurut bahagian yang Telah ditetapkan.
Kata
an-nisa’ menunjukkan jender perempuan.Porsi pembagian hak dalam ayat ini tidak
semata-mata ditentukan oleh realitas biologis sebagai perempuan atau laki-laki,
melainkan berkaitan erat dengan realitas jender yang ditentukan oleh realitas
budaya yang bersangkutan.[19]
2) Dalam Arti Isteri-isteri
Surat Al-Baqarah ayat 222
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang
haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu
hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu
mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka Telah suci, Maka
campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang
mensucikan diri.
Dalam contoh
di atas kata nisa’ berarti isteri-isteri, sebagaimana halnya kata mar’ah
sebagai mufrad dari bentuk kata nisa’, hampir seluruhnya berarti
isteri.[20]
5. Prinsip-prinsip Kesetaraan Gender
a. Laki-laki dan Perempuan Sama sebagai Hamba
Salah satu penciptaan tujuan penciptaan manusia adalah
untuk menyembah kepada Tuhan.Dalam kapasitas menusia sebagai hamba, tidak ada
perbedaan antara laki-laki dan perempuan.Keduanya mempunyai potensi dan peluang
untuk menjadi hamba ideal.Hamba ideal dalam al Qur’an bisa diistilahkan dengan
orang-orang yang bertaqwa (muttaqun), dan untuk mencapai itu tidak
dikenal adanya perbedaan jenis kelamin, suku bangsa atau kelompok etnis
tertentu.Al Qur’an menegaskan bahwa hamba yang paling ideal adalah muttaqun.[21]
b. Laki-laki dan Perempuan Sama sebagai
Khalifah
Maksud dan tujuan penciptaan manusia di muka bumi ini
adalah disamping untuk menjadi hamba (‘abid) yang tunduk dan patuh serta
mengabdi kepada Allah SWT., juga untuk menjadi khalifah di bumi.
Laki-laki dan perempuan sama-sama mengemban fungsi
yang sama sebagai khalifah, yang akan mempertanggungjawabkab tugas-tugas
kekhalifahannya di bumi, sebagai mana halnya merekan harus bertanggung jawab
sebagai hamba Tuhan.[22]
c. Laki-laki dan Perempuan Menerima Perjanjian
Primodial
Laki-laki dan perempuan sama-sama mengemban amanah dan
menerima perjanjian primodial dengan Tuhan. Seperti diketahuai, menjelang
seorang anak manusia keluar dari Rahim ibunya, ia terlebih dahulu harus
menerima perjanjian dengan Tuhannya.
Menurut Fakhr al-Razi, tidak ada seorangpun anak
manusia lahir di muka bumi yang tidak berikrar akan keberadaan Tuhan, dan ikrar merekan disaksikan oleh para malaikat.
Tidak ada seorangpun yang mengatakan “tidak”. Dalam Islam, tanggung jawab
individual dan kemandirian berlangsung sejak dini, yaitu semenjak dalam
kandungan. Sejak awal sejarah manusia dalam Islam tidak dikenal adanya
diskriminasi antara jenis kelamin. Laki laki dan perempuan sama-sama menyatakan
ikrar ketuhanan yang sama.[23]
d. Adam dan Hawa Terlibat Secara Aktif dalam
Drama Kosmis
Cerita tentang keadaan adam dan pasangannya Hawa di
surga sampai keluar ke bumi, selalu menekankan kedua belah pihak secara aktif
dengan menggunakan kata ganti huma, yakni kata ganti untuk adam dan Hawa.
Keduanya diciptakan di surga dan memanfaatkan
fasilitas surge, keduanya mendapat kualitas godaan yang sama dari setan,
sama-sama memakan buah kuldi dan keduanya menerima akibat jatuh ke bumi,
sama-sama memohon ampun dan sama-sama di ampuni Tuhan, setelah di bumi keduanya
mengembangkan keturunan dan saling melengkapi dan saling membutuhkan.[24]
e. Laki-laki dan Perempuan Berpotensi Meraih
Prestasi
Konsep kesetaraan jender yang ideal yang memberikan
ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang spiritual maupun urusan
karier professional, tidak mesti dimonopoli oleh satu jenis kelamin saja.
Laki-laki dan perempuan memperolah kesmpatan yang sama meraih prestasi optimal.
Namun, dalam kenyataan masyarakat, konsep ideal ini membutuhkan tahapan-tahapan
dan sosialisasi, karena masih terdapat sejumlah kendala, terutama budaya yang
sulit diselesaikan.
Salah satu obsesi al Qur’an ialah terwujudnya keadilan
di dalam masyarakat.Keadilan dalam al Qur’an mencakup segala segi kehidupan
umat manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.Karena
itu al Qur’an tidak mentoleriri segala sesuatu bentuk penindasan, baik
berdasarkan kelompok etnis, warna kulit suku bangsa, dan kepercayaan, maupun
yang berdasarkan jenis kelamin. Jika terdapat sesuatu hasil pemahaman yang bersifat
menindas atau menyalahi nilai-nilai luhur kemanusiaan, akan hasil pemahaman
tersebut terbuka untuk diperdebatkan.
6. Metode Tafsir
Metode tafsir paling dominan dalam sejarah
intelektual dunia Islam ialah metode tahlili, suatu metode penafsiran
yang menganalisis secara kronologis dan memaparkan berbagai aspek yang
terkandung di dalam ayat al Qur’an.Metode ini lazim juga disebut dengan metode tajzi’I,
karena pembahasannya berdasarkan bagian-bagian tertentu dari al
Qur’an.Sebagai metode yang digunakan oleh jumhur ulama, maka metode ini diminan
sekali pengaruhnya di dalam masyarakat.
Berbeda dengan metode tematis (maudlui)
yang didefinisikan oleh Quraish Shihab sebagai “tafsir yang menetapkan suatu
topic tertentu, dengan jalan menghimpun seluruh atau sebagian ayat-ayat, dari
beberapa surah, yang berbicara tentang topik tersebut, untuk kemudian dikaitkan
satu dengan yang lainnya, sehingga pada akhirnya diambil kesimpulan secara
menyeluruh tentang masalah tersebut menurut pandangan al Qur’an. Metode ini
lebih memungkinkan memusatkan perhatian kepada apa kata-kata ayat-ayat al-Quran
secara umum tentang suatu tema. Dalam menganalisa suatu kasus, penganut teori
ini juga tetap memperhatikan kepada apa kata-kata ayat al Qur’an secara umum
tentang suatu tema. Dalam menganalisa suatu kasus, teori penganut ini juga
meperhatikan keberadaan teks, hanya saja tidak terfokus pada sebuah teks dalam
satu kelompok ayat, tetapi semua ayat yang membicarakan kasus tersebut
dianalisa secara seksama, termasuk mengenai sebab turun ayat tersebut, lalu
menetapkan suatu kesimpulan.[25]
7. Konstruksi Keberadaan Perempuan dalam Islam
Mayoritas intelektual dan
sejarahwan,terutama dari kalangan Islâm,memandang posisi perempuan padamasa
pra-Islam, sebagai sebuahgambaran kehidupan yang sangat buram dan
memprihatinkan.Perempuan dipandangsebagai makhluk tidak berharga,[26]menjadi
bagian dari laki-laki(subordinatif).Keberadaannya seringmenimbulkan masalah,
tidak memilikiindependensi diri, hak-haknya ditindasdan dirampas, tubuhnya
dapat diperjualbelikanatau diwariskan, dan diletakkandalam posisi marginal
serta pandanganpandanganyang menyedihkan lainnya.[27]
Setelah Islam datang, secarabertahap Islam
mengembalikan hak-hakperempuan sebagai manusia merdeka.Perempuan boleh menjadi
saksi danberhak atas sejumlah warisan, meskipunkeduanya hanya bernilai setengah
darikesaksian atau jumlah warisan yangberhak diterima laki-laki, dan boleh
jadidianggap tidak adil dalam kontekssekarang.Namun pada prinsipnya jikadilihat
pada konteks ketika perintahtersebut diturunkan, ini mencerminkansemangat
keadilan.Artinya secara frontalajaran Islam menentang tradisi jahiliyah yang
berkaitan dengan perempuan.Ini merupakan gerakan emansipatif yang tiada tara
pada masanya di saat perempuan terpuruk dalam kegelapan.
Sejarah menunjukan secara jelas bagaimana
perempuan pada masa-masa Islâm diturunkan mendapat penghargaan tinggi, justru
terutama dari Nabi Muhammad, figur panutan dari seluruh umat Islam.[28]
Menurut Asghar Ali Engineer, adalah suatu revolusi besar di mana NabiMuhammad
SAW. Telah memrakarsai melakukan perubahan dalam masyarakat Mekah secara
menyeluruh.Secara bertahap Islâm menjadi agama yang sangat mapan dengan ritualisasi
yang sangat tinggi.[29]
Secara historis, perempuan telahmemainkan
peranan yang sangat strategis pada masa awal maupun pertumbuhan dan
perkembangan Islâm, baik dalam urusan domestik maupun publik. Ini dibuktikan
antara lain melalui peran perempuan dalam membantu perjuangan Rasulullah
seperti di medanperang. Khadijah, istri Nabi yang sangat setia, misalnya,
menghibahkan banyak harta bendanya untuk perjuangan Islam; Arwa ibn Abd
al-Muthalib yang meminta anak laki-lakinya agar membantu Nabi dan memberi apa
saja yang dimintanya; dan Ummu Syurayk yang telah membujuk perempuan-perempuan
Mekah secara diam-diam melakukan konversi dari agama pagan ke Islâm.[30]
8. Perbedaan Gender Melahirkan Ketidakadilan
Perbedaan gender sesungguhnya tidaklah
menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender
inequalities). Namun yang menjadi persoalan ternyata perbedaan gender telah
melahirkan berbagai ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki dan terutama bagi
kaum perempuan. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur di mana baik
kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut.
Ketidakadilan gender termanifestasikan
dalam pelbagai bentuk ketidakadilanyakni: marginalisasi atau proses pemiskinan
ekonomi, subordinasi atau anggapantidak penting dalam keputusan publik,
pembentukan sterotipe atau melalui pelabelannegatif, kekerasan (violence),
beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (burden),serta sosialisasi ideologi
nilai peran gender.[31]
Dalam pergaulan sehari-hari dalam
masyarakat yang menganut perbedaangender, ada nilai tatakrama dan norma hukum
yang membedakan peran laki-laki danperempuan. Setiap orang seolah-olah dituntut
mempunyai perasaan gender (gender feeling) dalam pergaulan, sehingga
jika seseorang menyalahi nilai, norma danperasaan tersebut maka yang
bersangkutan akan menghadapi risiko di dalammasyarakat.
Dominasi laki-laki dalam masyarakat bukan
hanya karena mereka jantan, lebih dari itu karena mereka mempunyai banyak akses
kepada kekuasaan untuk memperoleh status.Mereka misalnya mengontrol
lembaga-lembaga legislatif, dominan di lembaga-lembaga hukum dan peradilan,
pemilik sumber-sumber produksi, menguasai organisasi keagamaan, organisasi
profesi dan lembaga-lembaga pendidikan tinggi.
Sementara perempuan ditempatkan pada posisi
inferior.Peran mereka terbatas sehingga akses untuk memperoleh kekuasaan juga
terbatas, akibatnya perempuan mendapatkan status lebih rendah dari
laki-laki.Sebagai ibu atau sebagai istri mereka memperoleh kesempatan yang
terbatas untuk berkarya di luar rumah.Penghasilan mereka sangat tergantung pada
kerelaan laki-laki, meskipun bersama dengan anggota keluarganya merasakan
perlindungan yang diperoleh dari suaminya, hak-hak yang diperolehnya jauh lebih
terbatas daripada hak-hak yang dimiliki suaminya.[32]
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada
dasarnya peran gender tidak datang dan berdiri dengan sendirinya, melainkan
terkait dengan identitas dan berbagai karakteristik yang diasumsikan masyarakat
kepada laki-laki dan perempuan. Sebab terjadinya ketimpangan status antara
laki-laki dan perempuan lebih dari sekedar perbedaan fisik biologis tetapi
segenap nilai sosial budaya yang hidup dalam masyarakat turut memberikan andil.
9. Bias
Kesetaraan
Hubungan Perempuan dan Laki-laki
Menurut Budhy Munawar Rachman, terjadinya
penindasan terhadap kaumperempuan salah satunya disebabkan tema patriarkhi
(kekuasaan kaum laki-laki),yang hal ini menjadi agenda yang paling besar
digugat oleh kaum feminisme Islam. Karena patriarhki dari sudut feminisme
dianggap sebagai asal usul dari seluruh kecenderungan misoginis (kebencian
terhadap kaum perempuan) yang mendasaripenulisan-penulisan teks keagamaan yang
bias kepentingan laki-laki.[33]
Kekerasan terhadap perempuan selalu terjadi
di antaranya disebabkanbeberapa faktor yaitu:
a. Ideologi patriarkhi dan budaya patriarkhi.
Di mana laki-laki superior (penguasaperempuan) dan perempuan inferior.
b. Faktor struktur hukum yang meliputi
substansi hukum (berisi semua peraturanperundang-undangan) baik tertulis maupun
tidak tertulis yang berlaku bagilembaga tinggi negara maupun warga negara,
struktur hukum (penegak hukum,polisi, jaksa, hakim, pengacara dan prosedur
penegakannya), budaya hokum.
c. Faktor interpretasi agama dan budaya.[34]
Konsep patriarki berbeda dengan
patrilinial. Patrilinial diartikan sebagaibudaya di mana masyarakatnya
mengikuti garis laki-laki seperti anak bergarisketurunan ayah, contohnya Habsah
Khalik; Khalik adalah nama ayah dari Habsah.Sementara patriarki memiliki makna
lain yang secara harfiah berarti “kekuasaanbapak” (role of the father)
atau “partiakh” yang ditujukan untuk pelabelan sebuah“keluarga yang
dikuasai oleh kaum laki-laki”. Secara terminologi kata patriarkidigunakan untuk
pemahaman kekuasaan laki-laki, hubungan kekuasaan dengan apalaki-laki menguasai
perempuan, serta sistem yang membuat perempuan tetapdikuasai melalui
bermacam-macam cara.[35]
Lebih lanjut menurut Budhy secara etimologis
konsep tersebut berkaitandengan sistem sosial, dimana sang ayah menguasai semua
anggota keluarganya,harta miliknya serta sumber-sumber ekonomi. Ia juga yang
membuat semuakeputusan penting keluarga. Sistem berdasarkan patriarkhi ini
biasanyamengasingkan perempuan di rumah, dengan demikian laki-laki lebih bisa
menguasaikaum perempuan.Sementara itu pengasingan perempuan di rumah
menjadikanperempuan tidak tidak mandiri secara ekonomis, dan selanjutnya
tergantung secarapsikologis.Norma-norma moral, sosial dan hukum pun lebih
banyak memberi hakkepada kaum laki-laki daripada kaum perempuan, justru karena
alasan bahwa kaumlaki-laki memang lebih bernilai secara publik daripada
perempuan.Dalamperkembangannya patriarkhi ini sekarang telah menjadi istilah
terhadap semua sistemkekeluargaan maupun sosial, politik dan keagamaan yang
merendahkan, bahkanmenindas kaum perempuan mulai dari lingkungan rumah tangga
hingga masyarakat.[36]
Sementara
itu menurut Ritzer dan Goodman, ada empat tema yang menandaiteori ketimpangan gender.Pertama,
laki-laki dan perempuan diletakkan dalammasyarakat tak hanya secara berbeda,
tetapi juga timpang. Secara spesifik, perempunmemperoleh sumber daya material,
status sosial, kekuasaan dan peluang untukmengaktualisasikan diri lebih sedikit
daripada yang diperoleh laki-laki yangmembagi-bagi posisi sosial mereka
berdasarkan kelas, ras, pekerjaan, suku, agama,pendidikan, kebangsaan atau
berdasarkan faktor sosial penting lainnya. Kedua,ketimpangan gender
berasal dari organisasi masyarakat, bukan dari perbedaanbiologis atau
kepribadian penting antara laki-laki dan perempuan.Ketiga, meskimanusia
secara individual memiliki perbedaan ciri dan karakter satu sama lain,namun
tidak ada pola perbedaan alamiah signifikan yang membedakan laki-laki
danperempuan. Pengakuan akan ketimpangan gender berarti secara
langsungmenyatakan bahwa perempuan secara situasional kurang berkuasa dibanding
lakilakiuntuk memenuhi kebutuhan mereka bersama laki-laki dalam
rangkapengaktualisasian diri. Keempat, semua teori ketimpangan gender
menganggap laki-laki maupun perempuan akan menanggapi situasi dan struktur
sosial yang semakinmengarah ke persamaan derajat (egalitarian) dengan
mudah dan secara ilmiah.Dengan kata lain, mereka berkeyakinan akan adanya
peluang untuk mengubahsituasi.[37]
Menurut Nasaruddin Umar, Islam memang
mengakui adanya perbedaan(distincion) antara laki-laki dan perempuan,
tetapi bukan pembedaan(discrimination). Perbedaan tersebut didasarkan
atas kondisi fisik-biologisperempuan yang ditakdirkan berbeda dengan laki-laki,
namun perbedaan tersebuttidak dimaksudkan untuk memuliakan yang satu dan
merendahkan yang lainnya.
Ajaran Islam tidak secara skematis
membedakan faktor-faktor perbedaanlaki-laki dan perempuan, tetapi lebih
memandang kedua insan tersebut secara utuh.Antara satu dengan lainnya secara
biologis dan sosio kultural saling memerlukan dandengan demikiann antara satu
dengan yang lain masing-masing mempunyai peran.Boleh jadi dalam satu peran
dapat dilakukan oleh keduanya, seperti perkerjaankantoran, tetapi dalam peran-peran
tertentu hanya dapat dijalankan oleh satu jenis,seperti; hamil, melahirkan,
menyusui anak, yang peran ini hanya dapat diperankanoleh wanita. Di lain pihak
ada peran-peran tertentu yang secara manusiawi lebihtepat diperankan oleh kaum
laki-laki seperti pekerjaan yang memerlukan tenaga dan otot lebih besar.[38]
Dengan demikian dalam perspektif
normativitas Islam, hubungan antara laki-lakidan perempuan adalah setara.Tinggi
rendahnya kualitas seseorang hanyaterletak pada tinggi-rendahnya kualitas pengabdian
dan ketakwaannya kepada AllahSWT. Allah memberikan penghargaan yang sama dan
setimpal kepada manusiadengan tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan
atas semua amal yangdikerjakannya.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Prof.
Dr. H. Nasaruddin Umar adalahsalahsatutokoh Islam Indonesia kelahiran
Ujung-Bone, Sulawesi Selatan.Banyakkaryailmiahtentang Islam yang
telahdiciptakansebagaisumbangan yang takternilaiuntukdunia Islam Indonesia,
jugabanyakpenghargaan yang telahdiperolehataskerjadankarya yang beliauciptakan.
Ungkapan
gender seringdiartikandan/ataudipertentangkandenganseks, yang
secarabiologisdidefinisikandalamkategoripriadanwanita. Secaraumum,
keduanyabisaditerjemahkansebagai “jeniskelamin”,
tetapikonotasikeduanyaberbeda.Sekslebihmenunjukkepadapengertianbiologis,
sedangkan gender padamaknasosial.MenurutNasaruddin Umar
definisijenderadalahsuatukonsep yang
digunakanuntukmengidentifikasiperbedaanlaki-lakidanperempuandarisegisosialbudaya.
Jenderdalamartiinimendefinisikanlaki-lakidanperempuandarisudut non-biologis.
Ajaran Islam
tidaksecaraskematismembedakanfaktor-faktorperbedaanlaki-lakidanperempuan,
tetapilebihmemandangkeduainsantersebutsecarautuh.Antarasatudenganlainnyasecarabiologisdansosiokulturalsalingmemerlukandandengandemikiannantarasatudengan
yang lainmasing-masingmempunyaiperan.
Hubunganantaralaki-lakidanperempuanadalahsetara.Tinggirendahnyakualitasseseoranghanyaterletakpadatinggi-rendahnyakualitaspengabdiandanketakwaannyakepada
Allah SWT. Allah memberikanpenghargaan yang samadansetimpalkepadamanusiadengantidakmembedakanantaralaki-lakidanperempuanatassemuaamal
yang dikerjakannya.
DAFTAR PUSTAKA
Adam
Kuperdan Jessica Kuper, 2000, EnsiklopediaIlmu-ilmuSosial,Terj.HarisMumender,
Jakarta; PT Raja GrafindoPersada.
Agustina,Nurul,
Islam, 1995, Perempuandan Negara, Islamika, No. 6.
Bashin,
Kamala, 1996, What is Patriarchy, Diterjemahkan “MenggugatPatriarki”olehNursyahbaniKatjasungkana,
Yogyakarta: YayasanBentangBudaya.
Engineer,Asghar
Ali, 1992, MenemukanKembaliVisiProfetisNabĂ®: TentangGagasanPembebasandalamKitabSuci,
Ulumul Qur’an, No. 4, Vol. III.
Fakih,
Mansour, 2001, Analisis Gender danTransformasiSosial, Yogyakarta:
PustakaPelajar.
George
Ritzer and Douglas J. Goodman, Modern Sociological Theory.
Harun,
Salman, 1999, Mutiara Al-Qur’an: AktualisasiPesan Al-Qur’an dalamKehidupan,
Jakarta: Logos.
Hasyim,Syafiq,
2001, Hal-hal yang TakTerpikirkan: TentangIsu-isuKeperempuanandalam Islam,
Bandung: Mizan.
Muawanah,Elfi,
2006, MenujuKesetaraan Gender, Malang: KutubMinar.
Rachman,BudhyMunawar,
Islam PluralisWacanaKesetaraanKaumBeriman, Jakarta: Paramadina
Turabi,
Hassan, On The Position of Women in Islam and in Islamic Society,
http:www.islamfortoday.com, diaksestanggal 10 oktober 2014 jam 07:57 WIB.
Umar,Nasaruddin,
1999, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an, Jakarta:
Paramadina.
_____,
1999, KodratPerempuandalam Islam, Jakarta: LembagaKajian Agama dan
Gender.
_____,
2012, ProfilProf. Dr. H. NasaruddinUmar, MA,
www.nasaruddinumar.net, diaksestanggal 20 November 2014 jam 19:47 WIB.
Unger,
Rhoda K., 1979, Female and Male Psychological Perspectives, New York.
[1]Nasaruddin
Umar, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an
(Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 34.
[2]
Mansuor Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 8-9.
[3]Nasaruddin
Umar, ProfilProf. Dr. H. NasaruddinUmar, MA
(www.nasaruddinumar.net, 2012) diakses
tanggal 20 November 2014 jam 19:47 WIB.
[4]Nasaruddin
Umar, ProfilProf. Dr. H. NasaruddinUmar, MA
(www.nasaruddinumar.net, 2012) diakses
tanggal 20 November 2014 jam 19:47 WIB.
[5]Nasaruddin
Umar, ProfilProf. Dr. H. NasaruddinUmar, MA
(www.nasaruddinumar.net, 2012) diakses
tanggal 20 November 2014 jam 19:47 WIB.
[6]Adam Kuper dan
Jessica Kuper, Ensiklopedia Ilmu-ilmu Sosial, Terj.Haris Mumender
(Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 391.
[7]Nasaruddin
Umar, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an
(Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 35.
[8] Mansour Fakih,
Analisis Gender dan Transformasi Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2001), hlm. 7-8.
[9]Nasaruddin
Umar, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an
(Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 35.
[10] Mansour Fakih,
Analisis Gender dan Transformasi Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2001), hlm. 8-9.
[11]Nasaruddin
Umar, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an
(Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 35-36.
[12]Nasaruddin
Umar, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an
(Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 37.
[13]Rhoda K. Unger,
Female and Male Psychological Perspectives (New York, 1979), hlm. 30.
[14]Nasaruddin
Umar, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an
(Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 150.
[15]Nasaruddin
Umar, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an
(Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 153-154.
[16]Nasaruddin
Umar, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an
(Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 154.
[17]Nasaruddin
Umar, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an
(Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 155-156.
[18]Nasaruddin
Umar, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an
(Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 157.
[19]Nasaruddin
Umar, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an
(Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 160.
[20]Nasaruddin
Umar, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an
(Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 162.
[21]Nasaruddin Umar,
ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an (Jakarta:
Paramadina, 1999), hlm.248.
[22]Nasaruddin
Umar, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an
(Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 252-253.
[23]Nasaruddin
Umar, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an
(Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 254.
[24]Nasaruddin
Umar, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an
(Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 260-262.
[25]Nasaruddin
Umar, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an
(Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 281-282.
[26] Salman Harun, Mutiara
Al-Qur’an: Aktualisasi Pesan Al-Qur’an dalam Kehidupan (Jakarta: Logos,
1999), hlm. 129
[27]Syafiq Hasyim, Hal-hal
yang Tak Terpikirkan: Tentang Isu-isu Keperempuanan dalam Islam (Bandung:
Mizan, 2001), hlm. 18-19
[28] Nurul
Agustina, Islam, Perempuan dan Negara, (Islamika, No. 6, tahun 1995),
hlm. 91
[29]
Asghar Ali Engineer, Menemukan Kembali Visi Profetis NabĂ®: Tentang Gagasan
Pembebasan dalam Kitab Suci, Ulumul Qur’an,(No. 4, Vol. III, tahun
1992), hlm. 65
[30] Hassan Turabi,
On The Position of Women in Islam and in Islamic Society,
http:www.islamfortoday.com, diakses tanggal 10 oktober 2014 jam 07:57 WIB.
[31] Mansour Fakih,
Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1997), hlm. 5-6.
[32]Nasaruddin
Umar, ArgumenKesetaraanGender; PerspektifAl-Qur’an
(Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 75.
[33] Budhy Munawar
Rachman, Islam Pluralis Wacana Kesetaraan Kaum Beriman (Jakarta:
Paramadina), hlm. 394.
[34] Elfi Muawanah,
Menuju Kesetaraan Gender, (Malang: Kutub Minar, 2006), hlm. 144.
[35] Kamala Bashin,
What is Patriarchy, Diterjemahkan “Menggugat Patriarki” oleh Nursyahbani
Katjasungkana, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1996), hlm. 29.
[36] Budhy Munawar
Rachman, Islam Pluralis Wacana Kesetaraan Kaum Beriman (Jakarta:
Paramadina), hlm. 394.
[37]George Ritzer
and Douglas J. Goodman, Modern Sociological Theory, hlm. 420
[38]Nasaruddin
Umar, Kodrat Perempuan dalam Islam(Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan
Gender, 1999), hlm. 23.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar