BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan
pada hakikatnya muncul sejak diciptakannya manusia,karena manusia itulah yang
menjadi obyek pendidikan di sampingia juga sebagai subyek. Manusia sangat membutuhkanpendidikan
karena ia tidak bisa berkembang dan mengembangkan potensinya secara sempurna
apabila tidak ada pendidikan. Pendidikan menempati posisi yang sangat sentral
dan strategis dalam membangun kehidupan sosial dan memposisikan manusia dalam kehidupan
secara tepat. Dalam sejarah, pendidikan Islam sebagai suatu sub sistem dari
sistem pendidikan pada umumnya baru dikenal sesudah diutusnya Rasulullah Muhammad
SAW.
Sejarah
pendidikan Islam itu sendiri adalah ilmu yang membahas tentang berbagai aspek
dan komponen pendidikan yang pernah terjadi dan dilakukan oleh umat Islam
dengan berpedoman pada ajaran Islam sebagaimana terdapat di dalam al-Qur’an dan
al-Sunnah serta sumber-sumber lainnya yang tidak bertentangan dengan al-Qur’an
dan al-Sunnah tersebut.[1]
Pengertian tersebut memberitahukan bahwa sistem pendidikan Islam mengacu kepada
nilai-nilai Islam. Fondasi pendidikan Islam terletak pada sikap atau pandangan
terhadap hidup itu sendiri, dimana Islam menganggap hidup bukan suatu akhir
dari segalanya tetapi alasan untuk mencapai tujuan-tujuan spritual setelah
hidup.
Rasulullah
Muhammad SAW. sebagai pembawa ajaran Islam, sangat mementingkan masalah
pendidikan. Terbukti dengan adanya kegiatan pendidikan yang berjalan sesuai
dengan situasi dan kondisi pada waktu beliau mengajarkan Islam. Pendidikan yang
diterapkan Rasulullah Muhammada SAW. pada waktu itu sudah memiliki visi, misi,
tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar, guru, murid, sarana prasarana,
pembiayaan, dan evaluasi. Pendidikan pada era Rasulullah Muhammad SAW. tersebut
merupakan pendidikan yang berhasil menghasilkan tokoh-tokoh yang memiliki nama
besar, mampu menjaga dan mewariskan ajarannya, yaitu Islam, sehingga bertumbuhkembang
dan terus hidup sampai saat ini, dan memberikan konsep dan praktik pendidikan
yang masih relevan dengan era sekarang.
Pada
era Rasulullah SAW. pendidikan Islam dilaksanakan pada dua periode yaitu
periode Makkah dan periode Madinah. Periode Makkah sebagai fase awal pembinaan
pendidikan Islam dan berpusat di Makkah, sedangkan periode Madinah sebagai fase
lanjutan pembinaan pendidikan Islam dan Madinah sebagai pusat kegiatan
pendidikannya.
PEMBAHASAN
A. Masyarakat Arab Sebelum Islam
1.
Pengertian
Jahiliah
Kata jahiliah sering disandingkan dengan bangsa Arab sebelum
datangnya agama Islam, yaitu “bangsa Arab jahiliah”, yang banyak mengartikan
bangsa Arab jahiliah dengan bangsa Arab yang bodoh atau bangsa Arab yang tanpa
ilmu. Pengertian tersebut tentu tidak tepat, karena tidak semua bangsa Arab
jahiliah bodoh dan tak berilmu, banyak di antara mereka yang pintar dan cerdas.
Menurut Ahmad Amin, jahiliah bukanlah jahl yang berarti
“tiada ilmu”, namun jahl dalam pengertian safah, ghadab, dan anfah
(sedai, berang, dan tolol). Jadi lebih tepatnya, jahiliah yang dimaksud
adalah jahliyah (bodoh) dalam hal menerima kebenaran ajaran agama yang
lurus dan benar, yaitu orang-orang Arab sebelum Islam yang membangkang kepada
kebenaran. Mereka terus melawan kebenaran, sekalipun telah diketahui bahwa itu
benar.[2]
Dengan kata lain orang-orang jahiliah adalah orang yang menutup
mata dari kebanaran yang telah diketahui dan berbuat tindakan yang berlawanan
dengan kebenaran tersebut. Seperti orang yang tahu bahwa mencuri, menipu, dan
perbuatan dosa yang lain adalah suatu tidakan dosa tetapi tetap melakukan
perbuatan tersebut dengan berbagai macam alasan. Tidak hanya sampai di situ,
seseorang yang sedang mencari ilmu tetapi dia malas belajar, seseorang tersebut
juga bisa dikatakan termasuk orang-orang jahiliah.
2.
Kehidupan Ekonomi
dan Sosial
Tanah Arab
merupakan tanah yang tandus dan kering karena sebagian besar terdiri dari
padang sahara, keadaan ini membuat perdagangan menjadi penopang ekonomi mereka.
Masyarakat Quraisy berdagang sepanjang tahun, saat musim dingin mereka mengirim
kafilah dagang ke Yaman, dan saat musim panas kafilah dagang mereka menuju
Syiria.[3]
Aktivitas
perdagangan paling ramai di kota Mekah terjadi saat musim “Pasar Ukaz”, yang
berlangsung pada bulan Zulqaidah, Zulhijjah, dan Muharram.[4]Begitu
pula di bulan Rajab, karena pada bulan ini banyak yang mengerjakan umrah.
Bulan-bulan tersebut terkenal dengan nama “asyhurulhurum” atau
bulan-bulan yang terlarang, termasukdi dalamnya terdapat larangan berperang di
bulan tersebut.[5]
Mekkah memiliki
peranan yang besar dalam perdagangan ketika negeri Yaman di selatan berpindah
ke Mekkah karena dijajah oleh bangsa Habsyi dan Persia sehingga perniagaan laut
dikuasai oleh penjajah. Perpindahan bangsa Yaman ke Mekkah sangat menguntungkan
penduduk Mekkah, karena bangsa yaman sangat piawai dan berpengalaman luas dalam
bidang perdagangan. Bangsa arab yang nomaden umumnya bekerja sebagai
penggembala. Mereka ini juga kadangkala menjadi pengawal para kafila dagang
yang umumnya dari penduduk perkotaan. Sementara Arab bagian selatan, pesisir
atau perkotaan umumnya mereka lebih banyak bergerak di bidang perdagangan
(niaga). Perdagangan ini mereka lakukan sampai ke negeri India, Indonesia dan
Cina.[6]
Berdasarkan
keadaan geografisnya sangat sulit bagi bangsa Arab untuk bercocok tanam dalam
memenuhi kebutuhan ekonomi mereka, sehingga berdagang menjadi alternatif
terbaik untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Aktivitas perdagangan menjadi
kegiatan keseharian mereka, hal ini menunnjukkan bahwa bangsa arab pada waktu
itu merupakan bangsa yang cerdas, karena dalam berdagang membutuhkan banyak
keterampilan, seperti manajemen, komunikasi, membaca peluang, matetika,
inovasi, dan laia-lain.
Sementara dalam
bersosial bangsa mereka sangat setia kepada kawan, berpegangkepada janji,
menghormati tamu, tolong menolong antara anggota kabilah dan di sisi lain
mereka merendahkan derajat wanita, suka bermusuhan atau berperang lantaran
masalah kecil.[7]
Dengan kata lain terdapat sikap yang baik dan sikap yang buruk ketika mereka
bersosial. Loyalitas terhadap golongan sangat tinggi, hal ini baik disatu sisi
dan merupakan pemicu konflik di sisi yang lain.
Bangsa Arab sebelum Islam merupakan bangsa yang cerdas, hal ini
terbukti dengan adanya khitabah (retorika) yang sangat maju. Di samping
sebagai penyair, bangsa arab jahiliahpun sangat fasih berpidato dengan bahasa yang
sangat indah dan penuh dengan semangat. Seorang penyair atau ahli pidato
mendapat pengakuan dan derajat yang tinggi di dalam kehidupan bermasyarakat.
Selain itu juga terdapatMajlisal-Adab dan SauquUkaz,
di majlis inilah mereka mendeklamasikan sajak, bertanding pidato, tukar menukar
berita dan sebagainya. Terkenallah dalam kalangan mereka “nadi quraisy” dan
“darun nadwah” yang berdiri disamping Ka’bah.[8]
B. Gambaran tentang Nabi Muhammad SAW
Rasulullah Muhammad SAW merupakan orang yang paling
mulia yang pernah ada di muka dunia ini. Beliauadalah orang yang memiliki banyak keterampilan
sebagai pemimpin, sebagai pedagang, bahkan sebagai guru sekalipun. Beliau
merupakan sosok guru ideal yang pernah ada di dunia ini. Beliau adalah generasi
terbaik manusia, hal ini sesuai dengan hadis yang berbunyi.
عن أبي هريرة رضي الله عنه، أن رسول لله صلى الله عليه وسلم، بعثت من خير
قرون بني آدم، قرنا فقرنا، حتى كنت من القرن الذي كنت فيه. (البخاري: ۳۵۵۷).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa
Rasulullah bersabda, “Aku diutus dari generasi terbaik anak Adam, generasi demi
generasi, sampai aku berada pada generasi yang aku padanya.” (HR. Bukhari,
3557).[9]
Michael H.
Hart, dalam bukunya The 100, menetapkan Muhammad sebagai tokoh paling
berpengaruh sepanjang sejarah manusia. Menurut Hart, Muhammad adalah
satu-satunya orang yang berhasil meraih keberhasilan luar biasa baik dalam hal
agama maupun hal duniawi. Dia memimpin bangsa yang awalnya terbelakang dan
terpecah belah, menjadi bangsa maju yang bahkan sanggup mengalahkan pasukan
Romawi di medan pertempuran.[10]
Secara
esensial, kelahiran Nabi Muhammad pada masyarakat Arab adalah terjadinya
kristalisasi pengalaman baru dalam dimensi ketuhanan yang mempengaruhi segala
aspek kehidupan masyarakat, termasuk hukum-hukum yang digunakan pada masa itu.
Keberhasilan Nabi Muhammad SAW. dalam memenangkan kepercayaan bangsa Arab pada
waktu itu denganwaktu yang relatif singkat dan kemampuannya dalam memodifikasi
jalan hidup orang-orang Arab, menjadikan sebagian dari nilai budaya Arab
pra-Islam, untuk beberapa hal diubah dan diteruskan ke dalam tatanan moral
Islam. Secara geneologis, ia merupakan keturunan suku Quraisy, suku yang
terkuat dan berpengaruh di Arab. Secara silsilah, Philip K. Hitti menguraikan
sebagai berikut.[11]
Rasulullah
Muhammad SAW. lahir pada Tahun Gajah, yaitu tahun 570 M, yang merupakan tahun
gagalnya Abrahah menyerang Mekkah. Muhammad lahir di kota Mekkah, di bagian
Selatan Jazirah Arab, suatu tempat yang ketika itu merupakan daerah paling
terbelakang di dunia, jauh dari pusat perdagangan, seni, maupun ilmu pengetahuan.
Ayahnya, Abdullah, meninggal dalam perjalanan dagang di Madinah, yang ketika
itu bernama Yastrib, ketika Muhammad masih dalam kandungan. Ia meninggalkan
harta lima ekor unta, sekawanan biri-biri dan seorang budak perempuan bernama
Ummu Aiman yang kemudian mengasuh Nabi.
Pada
saat Muhammad berusia enam tahun, ibunya Aminah binti Wahab mengajaknya ke
Yatsrib untuk mengunjungi keluarganya serta mengunjungi makam ayahnya. Namun
dalam perjalanan pulang, ibunya jatuh sakit. Setelah beberapa hari, Aminah
meninggal dunia di Abwa' yang terletak tidak jauh dari Yatsrib, dan dikuburkan
di sana. Setelah ibunya meninggal, Muhammad dijaga oleh kakeknya, 'Abd
al-Muththalib. Setelah kakeknya meninggal, ia dijaga oleh pamannya, Abu Thalib.
Ketika inilah ia diminta menggembala kambing-kambingnya di sekitar Mekkah dan
kerap menemani pamannya dalam urusan dagangnya ke negeri Syam (Suriah, Lebanon,
dan Palestina).[12]
Secara
historis, perjalanan Nabi Muhammad SAW. Sebagai pembawa misi risalah langit,
terbagi menjadi tiga periode, pertama, periode prakerasulan; kedua, periode
kerasulan; ketiga, pascakerasulan. Tahap kedua ini ditandai dengan dua
kondisi demografis-sosiologis Arab, yakni pada masa Makkiyah dan masa
Madaniyah. Kelahiran Nabi Muhammad SAW. identik dengan latar belakang kondisi
masyarakat Arab, khususnya orang-orang Mekkah pada saat itu. Kehidupan masyarakat
Arab secara sosiopolitis mencerminkan derajat kehidupan yang rendah.
Perbudakan, mabuk, perzinaan, eksploitasi ekonomi, dan perang antarsuku menjadi
karakter mereka. Sedangkan dari aspek agama, orang-orang Arab adalah penyembah
berhala. Kondisi inilah yang yang ingin diubah oleh Nabi SAW., apa dan
bagaimana seharusnya membangun kehidupan masyarakat Arab?. Akhirnya atas
petunjuk dari Allah SWT. Nabi SAW. melakukan perubahan yang sangat dahsyat
terhadap masyarakan Arab pada waktu itu.[13]
Nabi
Muhammad SAW menerima wahyu yang pertama di Gua Hira diMakkah pada tahun 610 M.
dalam wahyu itu termaktub ayat Alquran yangartinya: “Bacalah (ya Muhammad)
dengan nama tuhanmu yang telah menjadikan(semesta alam). Dia menjadikan manusia
dari segumpal darah. Bacalah, dantuhanmu maha pemurah. Yang mengajarkan dengan
pena. Mengajarkan kepadamanusia apa yang belum diketahuinya.
Kemudian
disusul oleh wahyu yang kedua termaktub ayat Alquran yangartinya: Hai orang
yang berkemul (berselimut). Bangunlah, lalu berilahperingatan! dan Tuhanmu
agungkanlah! dan pakaianmu bersihkanlah. Danperbuatan dosa tinggalkanlah. dan
janganlah kamu member (dengan maksud)memperoleh (balasan) yang lebih banyak.
dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.
Dengan
turunnya wahyu itu Nabi Muhammad SAW telah diberi tugas olehAllah, supaya
bangun melemparkan kain selimut dan menyingsingkan lengan bajuuntuk member
peringatan dan pengajaran kepada seluruh umat manusia, sebagaitugas suci, tugas
mendidik dan mengajarkan Islam.kemudian kedua wahyu itudiikuti oleh wahyu-wahyu
yang lain. Semuanya itu disampaikan dan diajarkanoleh Nabi, mula-mula kepada
karib kerabatnya dan teman sejawatnya dengansembunyi-sembunyi.Setelah banyak
orang memeluk Islam, lalu Nabi menyediakan rumah al-Arqam bin Abil Arqam untuk
tempat pertemuan sahabat-sahabat dan pengikutpengikutnya.di tempat itulah
pendiikan Islam pertama dalam sejarah pendidianIslam. Disanalah Nabi
mengajarkan dasar-dasar atau pokok-pokok agama Islamkepada sahabat-sahabatnya
dan membacakan wahyu-wahyu (ayat-ayat) Alqurankepada para pengikutnya serta
Nabi menerima tamu dan orang-orang yang hendakmemeluk agama Islam atau
menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan agamaIslam. Bahkan di sanalah Nabi
beribadah (sholat) bersama sahabat-sahabatnya.[14]
C. Pendidikan Era Rasulullah SAW
Secara khusus pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam dibagi ke
dalam lima periode, yaitu:
1.
Periode
pembinaan pendidikan Islam, yang berlangsung pada zaman nabiMuhammad SAW.
2.
Periode
pertumbuhan pendidikan Islam, yang berlangsung sejak MuhammadSAW., wafat sampai
akhir Bani Umayyah, yang ditandai denganberkembangnya ilmu-ilmu naqliah.
3.
Periode
kejayaan (puncak perkembangan) pendidikan Islam, yang berlangsungsejak
permulaan Daulah Abbasiyah sampai dengan jatuhnyaBagdad, yang diwarnai oleh
berkembangnya ilmu akliah dan timbulnyamadrasah, serta memuncaknya perkembangan
kebudayaan Islam.
4.
Periode
kemunduran pendidikan Islam, yaitu sejak jatuhnya Bagdad sampaijatuhnya Mesir
ke tangan Napoleon, yang ditandai dengan runtuhnyasendisendi kebudayaan Islam
dan berpindahnya pusat-pusat pengembangankebudayaan ke dunia Barat.
5.
Periode
pembaruan pendidikan Islam, yang berlangsung sejak pendudukanMesir oleh
Napoleon sampai masa kini, yang ditandai gejala-gejala kebangkitankembali umat
dan kebudayaan Islam.[15]
Adapun pada era Rasulullah SAW. pendidikan agama Islam dibagi
kedalam dua periode, yaitu periode Mekkah dan Madinah. Kedua periode tersebut
akan dijelaskan sebagai berikut.
1.
Pendidikan di
Mekkah
a.
Visi, Misi, dan
Tujuan Pendidikan
Visi
pendidikan pada era Rasulullah SAW di Mekkah atau sebelum hijrah adalah “unggul
dalam bidang akidah dan akhlak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Hal ini sejalan
dengan ayat al-Qur’an yang turun di Mekkah yang berkaitan dengan pengetahuan
dasar mengenai sifat dan perbuatan Allah, misalnya surat al-A’raaf dan
surat al-Ikhlash. Selain itu, ayat-ayat yangturun di Mekkah juga
berisi keterangan mengenai dasar-dasar ahlak islamiah, misalnya surat al-Ma’un
dan surat al-Takatsur.[16]
Sejalan
dengan visi tersebut, maka misi pendidikan yang berlangsung di Mekkah dapat
dikemukakan sebagai berikut.
1)
Memperkuat dan
memperkukuh status dan kepribadian Muhammad sebagai Nabi dan Rasulullah SAW
yang memiliki akidah dan keyakinan yang kukuh terhadap pertolongan Allah SWT,
berbudi pekerti mulia, dan memiliki komitmen yang tinggi untuk menegakkan
kebenaran di muka bumi.
2)
Memberikan
bimbingan kepada Nabi SAW dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan
pengemban misi kebenaran.
3)
Memberikan
peringatan dan bimbingan ahlak mulia kepada kepada keluarga, kerabat dekat Nabi
SAW.[17]
Adapun
tujuan pendidikan di Mekkah adalah membentuk manusia yang beriman, bertakwa,
dan berahlak mulia, sebagai landasan bagi mereka dalam menjalani kehidupannya
dalam bidang sosial, ekonomi, politik, dan budaya.[18]
Visi,
misi, dan tujuan pendidikan Nabi SAW. di Mekkah ini sangat meninitik beratkan
kepada bagaiman Nabi SAW memiliki pengaruh dan diakui dikalangan masyarakat
pada waktu itu, disamping memperbaiki akhlak orang-orang pada waktu itu.
b.
Kurikulum
Pendidikan
Kurikulum
pendidikan di Mekkah berisi materi pengajaran berkaitan dengan akidah dan ahlak
mulia dalam arti yang luas. Yakni akidah yang dapat mengubah keyakian dan pola
pikir masyarakat yang semula mempertuhankan benda-benda yang tidak berdaya
sebagai tempat memohon sesuatu, menjadi orang yang meyakini Allah SWT yang
memiliki berbagai sifat kesempurnaan dan jauh dari sifat-sifat kekurangan dan
sebagai pencipta segala sesuatu yang ada di alam jagat raya untuk kepentingan
manusia.[19]
Dengan kata lain materi yang diajarkan adalah tauhid atau mengenai keesaan
Allah SWT.
c.
Peserta Didik
Peserta
didik di mekkah bermula dari keluarga terdekat Nabi SAW selanjutnya diikuti
oleh keluarga agak jauh dan masyarakat pada umumnya.[20]
Dimulai dari Nabi mendidik isterinya Khadijah, Ali ibn Abi Thalib, Zait ibn
Haritsah, Abu Bakar al-Siddiq, dan pendidikan Nabi SAW terus berkembang di
kalangan kerabat dan sahabat yang dikenal dengan sebutan assabiquna
al-awwalun.
d.
Tenaga Pendidik
Artinya:
Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka
sendiri, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan (jiwa) mereka
dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya,
mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS. al-Jumu’ah: 2)[21]
Ayat
tersebut berisi fungsi Rasulullah SAW, yaitu yatlu (membacakan), yu’alimu
(mengajarkan), dan yuzakki (menyucikan). [22]
Lebih lanjut Quraisy Shihab mengatakan Rasulullah adalah penerima al-Qur’an,
bertugas menyampaikan petunjuk tersebut, menyucikan, dan mengajarkan manusia.
Menyucikan dapat diartikan sebagai mendidik, sedangkan mengajar adalah
memberikan pengetahuan kepada anak didik yang berkaitan dengan metafisika serta
fisika.[23]
Dengan kata lain guru yang mengajar pada periode ini adalah Rasulullah SAW.
dengan bimbingan langsung dari Allah SWT.
e.
Metode dan
Pendekatan Pembelajaran
Artinya: Wahai orang yang berkemul (berselimut).
Bangunlah, lalu berilah peringatan. Dan agungkanlah Tuhanmu. Dan bersihkanlah
pakaianmu. Dan tinggalkanlah segala (perbuatan) yang keji. Dan janganlah engkau
(Muhammad)memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.Dan
karena Tuhanmu, bersabarlah. (QS. al-Muddassir: 1-7).[24]
Dengan
turunnya ayat tersebut Rasulullah SAW mulai melakukan tugas sebagai pengajar
dan pendidik dengan dasar niat semata-mata ikhlas karena Allah disertai sikap
sabar. Pertama-tama, beliau melakukannya secara diam-diam di lingkungan sendiri
dan kalangan rekannya. Setelah beberapa lama pendidikan tersebut dijalankan
secara individual, turunlah perintah agar menjalankan pendidikan secara
terbuka.[25]
Adapun
metode pengajaran yang digunakan sangat sesuai dengan fitrah manusia, yakni
sebagai makhluk yang memiliki berbagai kecenderungan, kekurangan, dan
kelebihan. Untuk itu Nabi SAW menggunakan metode ceramah, musyawarah, tanya
jawab, bimbingan, teladan, demonstrasi, bercerita, hafalan, penugasan, dan
bermain peran. Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan fitrah, yakni
memberikan ajaran sesuai dengan kemampuan intelektual dan kecerdasan peserta
didik, latar belakang profesinya serta kondisi dan situasi yang menyertainya.[26]
Dengan kata lain, metode yang berorientasi pada karakter atau corak dari
peserta didik, sehingga materi yang disampaikan memiliki peluang yang sangat
besar untuk diserap oleh peserta didik.
f.
Lembaga
Pendidikan
Rumah
merupakan tempat pendidikan awal yang diperkenalkan ketika Islam mulai
berkembang di Mekkah. Nabi SAW menggunakan rumah Arqam bin Abi al-Arqam al-Safa
sebagai tempat pertemuan dan pengajaran dengan para sahabat. Di rumah tersebut
Nabi SAW mengajarkan wahyu yang telah diterimanya, Nabi SAW membimbing merekan
menghafal, menghayati, dan mengamalkan ayat-ayat suci yang diturunkan
kepadanya. Di samping menggunakan rumah, selama di Mekkah Nabi SAW juga
menggunakan tempat-tempat lain sebagai kegiatan pendidikan, antara lain di
sekitar Masjidil Haram dan di Aqabah.[27]Lembaga
pendidikan pada era ini sudah ada walaupun masih sangat sederhana sekali,
lingkungan yang tidak mendukung menyebabkan lembaga pendidikan sangat sulit
untuk berkembang.
g.
Biaya dan
Fasilitas Pendidikan
Sumber
pembiayaan pendidikan dan dakwah selama di Mekkah berasal dari bantuan dan
dukungan yang diberikan pamannya Abu Thalib, bantuan harta benda dan material
yang diberikan oleh istrinya Khadijah, dan sahabat dekat NAbi SAW seperti Abu
Bakar, Ali bin Abi Thalib, dan al-Arqam.[28]
h.
Evaluasi dan
Lulusan Pendidikan
Para
pengikut Nabi SAW yang hijrah dari Mekkah menuju Madinah dapat dikatakan
sebagai peserta didik yang lulus dalam menghadapi ujian. Hal yang demikian di
dasarkan pada alasan bahwa orang-orang yang menunjukkan keimanan yang kukuh dan
kecintaan kepada ajaran Islam. Mereka telah menunjukkan ketabahan dan kerelaan
berkorban demi masa depan Islam dan umat. Mereka yang hijrah adalah mereka yang
rela meninggalkan kampong halaman yang telah mereka tempati berabad-abad,
meninggalkan harta benda dan lainnya. Sikap para pengikut Nabi SAW yang
demikian baik itu merupakan hasil didikan Rasulullah SAW.[29]Evaluasi
atau penilaian seperti pemberianrapor, KHS, atau ijazah sepertisaat ini belum
ada saat itu. Evaluasi pada era tersebut tidak dalam bentuk tes lisan atau
penguasaan materi yang diajarkan, tetapi terletak pada pengamalan materi yang
telah diajarkanoleh Rasulullah Muhammad SAW.
2.
Pendidikan di
Madinah
a.
Visi, Misi, dan
Tujuan Pendidikan
Visi
pendidika di Madinak adalah “unggul dalam bidang keagamaan, moral, sosial
ekonomi, dan kemasyarakatan, serta penerapannya dalam kehidupan.” Visi ini
sejalan dengan ayat al-Qur’an yang turun di Madinah yang menggunakan kata-kata
yang membangkitkan semangat untuk menerapkan nilai-nilai ajaran agama dalam
kehidupan sehari-hari, misalnya QS. al-Taubah: 13-14. Selain itu, secara silih
berganti, terdapat juga ayat-ayat yang menerangkan akhlak dan suluk
(cara beribadah) yang harus diikuti oleh setiap muslim dalam kehidupannya
sehari-hari, misalnya QS. al-Nur: 27. Selain ayat-ayat yang mengajak berdialog
dengan orang-prang mukmin, banyak juga ayat yang ditujukan kepada orang-orang
munafik, ahli kitab, dan orang-orang musyrik. Ayat-ayat tersebut mengajak
mereka ke jalan yang benar, misalnya QS. Ali Imran:64.[30]
Sejalan
denga visi tersebut, maka pendidikan di Madinah memiliki misi:
1)
Memberikan
bimbingan kepada kaun muslimin menuju jalan yang diridhai Allah SWT.
2)
Mendorong kaum
muslimin untuk berjihad di jalan Allah.
3)
Memberikan
didikan ahlak yang sesuai dengan keadaan mereka dalam bermacam-macam situasi
(kalah, menang, bahagia, takut, sengsara, aman).
4)
Mengajak
kelompok di luar Islam (Yahudi dan Nasrani) agar mematuhi dan menjalankan
agamanya dengan saleh, sehingga merekan dapat hidup tertib dan berdampingan
dengan umat Islam.
5)
Menyesuaikan
didikan dan dakwah dengan keadaan masyarakat saat itu.[31]
Dengan
demikian, maka tujuan pendidikan yang diselenggarakan di Madinah adalah
membentuk masyarakat yang memiliki kesadaran dan tanggung jawab yang besar
dalam mewujudkan cita-cita Islam. Yakni mewujudkan masyarakat yang diridhai
Allah SWT dengan cara menjalankan syariat Islam seutuhnya. Atas dasar tujuan
ini, maka pendidikan Islam berperan mewujudkan sistem dan tatanan kehidupan
masyarakat yang bersendikan ajaran dan nilai-nilai Islam sebagaimana yang
terdapat dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW, yang dalam pelaksanaannya
disesuaikan dengan situasi kondisi.[32]
Visi,
misi, tujuan pendidikan pada era ini menitik beratkan untuk menjalankan ajaran
Islam dan mendakwahkannya, disamping memberi perhatian kepada kehidupan sosial
masyarakat pada waktu itu, sehingga tercipta kehidupan masyarakat yang harmonis
dan kondusif.
b.
Kurikulum
Pendidikan
Kurikulum
pendidikan di Madinah selain berisi materi pengajaran yang berkaitan dengan
akidah dan akhlak, juga pendidikan persaudaraan antar kaum muslimin, pendidikan
kesejahteraan sosial dan kesejahteraan keluarga kaum kerabat, pendidikan
anak-anak, pendidikan tauhid, pendidikan shalat, pendidikan adab sopan santun,
pendidikan kepribadian, dan pendidikan pertahanan dan keamanan.[33]
Dengan kata lain, materi yang diajarkan pada era ini adalah materi yang berisi
tentang bagaimana membangun suatu masyarakat atau bisa dikatakan negara.
c.
Peserta Didik
Peserta
didik di Madinah jauh lebih banyak dibandingkan peseta didik di Mekkah. Hal ini
terjadi, karena ketika di Madinah, Nabi SAW memiliki otoritas yang lebih luas,
bai sebagai kepala agama, maupun kepala negara. Syaikh Ahmad Farid dalam
bukunya Min A’lam al-Salaf, menyebutkan ada sejumlah sahabat sebanyak 60
orang. Di antaranya Abu Bakar, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Aisyah,
Abu Hurairah, Abu Dzar al-Ghifari, Zaid bin Tsabit, Anas bin Malik, Abdullah
bin Umar, Abdullah bin Amr.[34]
d.
Tenaga Pendidik
Yang
menjadi pendidik di Madinah saat itu adalah Nabi SAW sendiri yang pada tahap
selanjutnya dibatu oleh para sahabat terkemuka sebagaimana tersebut di atas.
Dari para sahabat ini kemudian berguru para tabi’in dan selanjutnya menjadi
ulama. Nabi SAW lebih lanjut memberikan tuntunan dan kriteria bagi setiap
pendidik. Seorang pendidik hendaknya memiliki kompetensi akademik, kompetensi
pedagogic, kompetensi kepribadian dan akhlak mulia, kompetensi sosial, selain itu
seorang guru harus tampil bersih dan rapi, juga senantiasa menjaga kesehatan.[35]
Rasulullah Muhammad SAW tetap menjadi pendidik utama pada era ini dan dibantu
oleh para sahabat nabi yang memang memiliki kecakapan untuk menjadi seorang
guru.
e.
Metode dan Pendekatan
Pembelajaran
Pada
dasarnya metode pengajaran dan pendidikan yang dilakukan di Madinah sama dengan
di Mekkah, yaitu dengan menggunakan metode sesuai dengan fittah manusia. Adapun
pedekatannya yang digunakan juga sama dengan yang digunakan di Mekkah yaitu
pendekatan fitrah. Dengan metode dan pendekatan ini pendidikan berlangsung
dalam suasana yang menggembirakan dan menyenangkan. Hal ini sejalan dengan
salah satu ucapan Nabi SAW “yassiru wala tu’asiru, basysyiru waa laa
tunadzdziru.” Hasilnya Nabi SAW berhasil mencetak kader pemimpin umat yang
memiliki komitmen kuat bagi perjuangan Islam dan kepribadian yang tangguh dan
mulia.[36]
Metode yang digunakan adalah metode yang sama dengan yang digunakan pada
periode mekkah, yaitu metode yang
berorientasi pada karakter atau corak dari peserta didik, sehingga materi yang
disampaikan memiliki peluang yang sangat besar untuk diserap oleh peserta
didik.
f.
Lembaga
Pendidikan
Lingkungan
yang kondusif memungkinkan untuk mendirikan suatu badan/organisasi yang
bertujuan untuk melakukan suatu penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu
usaha, yang sering disebut dengan lembaga. Sehingga lembaga pada era ini sudah
sangat berkembang dibandingkan pada era Mekkah. Adapun lembaga-lembaga
pendidikan pada era Madinah ini yaitu.
1)
Masjid
Setelah
hijrah ke Madinah, pendidikan kaum muslimin berpusat di masjid-masjid. Masjid
Quba merupakan masjid pertama yang dijadikan Nabi SAW sebagai institusi
pendidikan. Semaki luas wilayah Islam, semakin banyak masjid yang didirikan. Diantaranya
Masjid Nabawi, Majidil Haram, Masjid Kufah, Masjid Basrah, dan lain-lain. Di
masjid Nabi SAW memberikan pengajaran dan khutbah dalam bentuk halaqah di
mana para sahabat duduk mengelilingi beliau untuk mendengar dan melalkukan
tanya jawab berkaitan dengan urusan agama dalam kehidupan sehari-hari.[37]
2)
AlSuffah
Merupakan
ruangan atau bangunan yang bersambung dengan masjid. Suffah dapat
dilihat sebagai sebuah sekolah karena kegiatan pengajaran dan pembelajaran
dilakukan secara teratur dan sistematik. Contohnya masjid Nabawi yang mempunyai
suffah digunakan untuk majlis ilmu. Lembaga ini juga menjadi semacam
asrama bagi para sahabat yang tidak atau belum mempunyai tempat tinggal
permanen. Mereka yang tinggal di suffah ini disebut ahlalsuffah.[38]
3)
Kuttab
Kuttab
didirikan oleh bangsa arab sebelum kedatangan Islam dan bertujuan memberikan
pendidikan kepada anak-anak, namun demikian, lembaga pendidikan tersebut tidak
mendapat perhatian dari masyarakat arab, terbukti karena sebelum kedatangan
Islam, hanya 17 orang Quraisy yang tahu membaca dan menulis. Mengajar
keterampilan mengajar dan menulis dilakukan oleh guru-guru yang mengajar secara
sukarela. Nabi SAW juga pernah memerintahkan tawanan perang badar yang mampu
membaca dan menulis mengajar 10 orang anak-anak muslim sebagai syarat
membebaskan diri dari tawanan.[39]
g.
Biaya dan
Fasilitas Pendidikan
Setelah
menjadi seorang Rasul, Muhammad SAW lebih sibuk berdakwah dan mendidik daripada
berdagang. Nabi SAW lebih banyak menggunakan harta kekayaannya di jalan Allah
seperti untuk menyantuni fakir miskin dan anak yatim, serta proyek-proyek
sosial lainnya.[40]
Rasulullah memberikan hampir semua hartanya untuk perjuangan Islam, begitu para
keluarga dan sahabat beliau. Tidak sampai di situ, orang-orang yang masuk Islam
dan harta rampasan perang juga berperan dalam membiayai pendidikan Islam pada
waktu itu.
h.
Evaluasi dan
Lulusan Pendidikan
Pendidikan
di Madinah adalah sebagai pendidikan permulaan dan pengembangan yang
dilaksanakan sudah sedikit lebih maju dan berkembang dibandingkan pendidikan
pendidikan yang diselenggarakan di Mekkah. Evaluasi dan pemberian ijazah
sebagaimana yang ada saat ini belum ada di madinah saat itu. Namun kepada
sahabat yang dinyatakan sudah menguasai materi pelajaran yang diberikan oleh
Nabi SAW, diberikan hak untuk mengajar di berbagai wilayah kekuasaan Islam.
Substansi
evaluasi dan lulusan sesungguhnya sudah ada di madinah. evaluasi tersebut tidak
dalam bentuk verbal atau penguasaan materi pelajaran, tetapi lebih ditekankan
pada pengamalan ajaran yang disampaikan oleh Nabi SAW. Para sahabat yang hijrah
dari Mekkah ke Madinah dapat dikatakan sebagai orang yang telah lulus dalam mrnghadapi
ujian. Hal yang demikian didasarkan pada alasan bahwa orang-orang yang ikut
hijrah ke Madinah adalah orang-orang yang menunjukkan keimanan yang kukuh dan
kecintaan kepada ajaran Islam. Mereka telah menunjukkan kerelaan dan ketabahan
demi masa depan umat Islam. Merekan yang hijrah adalah mereka yang rela
meninggalkan kampong halaman yang telah mereka tempati berabad-abad,
meninggalkan harta benda, dan lainnya. Sikap para pengikut Nabi SAW yang
demikian itu merupakan hasil didikan Nabi SAW.[41]
Meskipun
sudah lebih maju dibandingkan periode Mekkah, evaluasi atau penilaian pada
periode madinah seperti pemberianrapor, KHS, atau ijazah sepertisaat ini juga
belum ada saat itu. Evaluasi pada periode ini sama seperti periode Mekkah,
penilian diberikan tidak dalam bentuk tes
lisan atau penguasaan materi yang diajarkan, tetapi terletak pada pengamalan
materi yang telah diajarkanoleh Rasulullah Muhammad SAW., dan perbedaanya
terletak pada pemberian tugas mengajar oleh Nabi SAW. kepada sahabat yang sudah
layak untuk mengajar.
D. Metode yang Dikembangkan Oleh Nabi SAW
1.
Dalam bidang
keimanan: melalui Tanya jawab dengan penghayatan yangmendalam dan di dukung
oleh bukti-bukti yang rational dan ilmiah.
2.
Materi ibadah:
disampaikan dengan metode demonstrasi dan peneladanan sehingga mudah didikuti
masyarakat.
3.
Bidang akhlak:
Nabi menitikberatkan pada metode peneladanan. Nabi tampildalam kehidupan
sebagai orang yang memiliki kemuliaan dan keagungan baikdalam ucapan maupun
perbuatan.[42]
Adapun cara pengajaran/penyampaian
Ilmunya, maka ada empat orangAbdullah yang besar sekali jasanya dalam
mengajarkan ilmu-ilmu agama kepadamuridnya, yaitu :
1.
Abdullah bin
Umar di Madinah
2.
Abdullah bin
Mas’ud di Kufah
3.
Abdullah bin
Abbas di Makkah
4.
Abdullah bin
Amr bin al-Ash di Mesir.
Sahabat-sahabat itu tidak menghafal
semua perkataan Nabi dan tidak melihatsemua perbuatannya. Dia hanya menghafal
setengahnya. Maka oleh karena itu,kadang-kadang hadits yang diajarkan oleh
ulama di Madinah belum tentu samadengan hadits yang diajarkan ulama di Makkah.
Oleh sebab itu, para pelajar harusbelajar di luar negerinya untuk melanjutkan
studi. Misalnya, pelajar Mesirmelawat ke Madinah, pelajar Madinah melawat ke
Kufah dan lain-lain.Yang dimaksud di sini adalah pengajaran ilmu Alquran dan
sunnahnya. Padaawalnya saat permulaan turunnya al-Qqur’an Nabi mengajarkan
Islam secarasembunyi-sembunyi. Mereka berkumpul membaca Alquran dan
memahamikandungan setiap ayat yang diturunkan Allah dengan jalan bertadarus.
Pengajaran al-Qur’an tersebut
berlangsung terus sampai Nabi Muhammad SAW. bersama pada sahabatnya hijrah ke
Madinah. Sejalan dengan itu, berpindahlahpusat pengajaran al-Qur’an ke Madinah.
Penghafalan dan penulisan Alquranberjalan terus sampai masa akhir turunnya.
Dengan demikian al-Qur’an menjadibagian dari kehidupan mereka. Selanjutnya
untuk memantapkan al-Qur’an dalamhafalannya, Nabi Muhammad SAW.sering
mengadakan ulangan terhadap hafalan-hafalan mereka.
al-Qur’an adalah dasar pengajaran,
fondasi semua kebiasaan yang akandimiliki kelak. Sebabnya ialah segala yang
diajarkan pada masa mudaseseorang, berakar lebih dalam dari pada yang
lainnya.Sedangkan pada masa Khulafaur Rasyidin, cara pengajaran danpenyampaian
ilmunya masih sama pada masa Nabi Muhammad SAW. yaitumeneruskan jejak Nabi
namun sudah terlihat perkembangan-perkembanganyang dilakukan.
E. Analisis
Sejarah
pendidikan Islam sejatinya adalah merupakan sejarah Islam itu sendiri, karena
di dalam sejarah Islam sudah termuat sejarah pendidikan Islam itu sendiri.
Dalam sejarahnya, pendidikan Islam mengajararkan pokok-pokok ajaran Islam yang
bersumber dari al-Qur’an dan al-Sunnah sesuai dengan pengertian sejarah
pendidikan Islam yangmembahas tentang berbagai aspek dan komponen pendidikan
yang dilakukan oleh umat Islam dengan berpedoman pada al-Qur’an dan al-Sunnah
serta sumber-sumber lain yang tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan al-Sunnah
tersebut.
Pendidikan
Islam berawal ketika Nabi Muhammad Rasulullah SAW. diutus oleh Allah SWT. untuk
menyebarkan agama Islam. Penyebaran ajaran Islam menjadi titik awal sejarah pendidikan
agama Islam yang dibagi kedalam dua periode, yaitu periode Mekkah dan Madinah.
Pada
periode Makkah, Nabi Muhammad SAW. lebih memfokuskan pada pembinaan moral dan
akhlak serta tauhid masyarakat Arab yang bermukim di Makkah dengan berbagai
macam metide dan pendekatan. Pada periodede Madinah Nabi Muhammad SAW. menitikberatkan
pembinaan di bidang sosial, pada periode inilah pendidikan Islam mulai
berkembang pesat.
Al-Qur’an
dan al-Sunnah merupakan hal yang fundamental dalam pendidikan Agama Islam
karena dua hal ini merupakan sumber dari ajaran Islam disamping sumber-sumber
lain yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan tempat utama dimana
pembelajaran dilaksanakan dalam Islam adalah masjid, lembaga pendidikan Islam tidak
dapat dipisahkan dari masjid yang umumnya dibiayai dari shadaqah yang berasal
dari umat Islam.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sejarah pendidikan Islam dimulai ketika Islam mulai didakwakan oleh
Nabi SAW. era ini disebut dengan sejarah pendidikan Islam periode Rasulullah
SAW. pada periode ini terbagi menjadi dua, yaitu sejarah pendidikan Islam
periode Mekkah dan periode Madinah.Periode Makkah sebagai fase awal pembinaan
pendidikan Islam dan berpusat di Makkah, sedangkan periode Madinah sebagai fase
lanjutan pembinaan pendidikan Islam dan Madinah sebagai pusat kegiatan
pendidikannya.
Pendidikan zaman Rasulullah baik di Mekkah dan di Madinah sudah
berjalan sesuai dengan situasi dan kondisi. Dalam pendidikan periode Mekkah dan
Madinah sudah memiliki komponen-komponen pendidikan, antara lain; visi, misi,
dan tujuan pendidikan, kurikulum pendidikan, tenaga pendidik, metode dan
pendekatan pembelajaran, lembaga pendidikan, dan evaluasi dan lulusan
pendidikan.
Pendidikan zaman Rasulullah sudah berjalan dengan baik, terbukti
dengan adanya lulusan atau hasil didikan Rasulullah yang keilmuannya masih bisa
dirasakan kemanfaatannya sampai sekarang ini. Selain itu konsep pendidikan yang
ditawarkan oleh Rasulullah masih sangan
relevan dengan zaman sekarang.
Pendidikan yang dijalankan oleh Rasulullah SAW. yang amat hebat
adalah terjadinya perubahan sosial, perubahan yang sangat fundamental dari era
kebobrokan moral menuju moralitas yang beradab berdasarkan asas-asas yang
dibawah oleh Rasulullah SAW. di bawah bimbingan wahyu dari Allah SWT.
DAFTAR
PUSTAKA
Amin, Samsul Munir. 2013. Sejarah Peradaban Islam.Jakarta:
Amzah.
Arief, Armai. 2005. SejarahPertumbuhandan Perkembangan Lembaga
Pendidikan Islam Klasik. Bandung: Penerbit Angkasa.
Az-Zubaidi, Imam. 2014. Ringkasan Shahih Bukhari, terj. Arif Rahman
Hakim. Solo: Insan Kamil.
Fadjar, Abdullah. 1991.Peradaban dan Pendidikan Islam.
Jakarta: Rajawali Pers.
Fahmi, Asma Hasan. 1979.Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam.
Jakarta: Bulan Bintang
Hart, Michael. 2007. 100 Tokoh Paling Berpengaruh Sepanjang Masa.
Batam: Karisma Publising Group. (http:wikipedia.org), diakses tanggal 14 April
2015 jam 03:43 WIB.
Hasjmy, A. 1955. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Bulan
Bintang.
Langgulung, Hasan. 1988.Asas-asas Pendidikan Islam. Jakarta:
Pustaka Husna.
Muhammad
(http:wikipedia.org), diakses tanggal 14 April 2015 jam 03:43 WIB.
Nata, Abudin. 2011. Sejarah
Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
__________. 2005. Pendidikan Islam Perspektif Hadits.
Ciputat: UIN Jakarta Press.
Shihab, Quraisy. 1996. Membumikan al-Qur’an. Bandung: Mizan.
Supriyadi, Dedi, 2008. SejarahPeradabanIslam. Bandung:
Pustaka Setia.
Syalabi, A. 1992. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta:
Pustaka al-Husna.
The Holly Qur’an Al Fatih.
2012. Jakarta: PT Insan Media Pustaka.
Yunus, Mahmud. 1992. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT.
Hidakarya Agung.
Zuhairini,dkk.2008. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi
Aksara.
[1] Abudin Nata, Sejarah
Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 24.
[2] Samsul Munir
Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, 2013), hlm. 62.
[3] Samsul Munir
Amin, Sejarah Peradaban…, hlm. 59.
[4] A. Hasjmy, Sejarah
Kebudayaan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1955), hlm.21.
[5] A. Syalabi, Sejarah
dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1992), hlm. 47.
[6] A. Syalabi, Sejarah
dan…, hlm. 53.
[7] Samsul Munir
Amin, Sejarah Peradaban…, hlm. 59.
[8] Samsul Munir
Amin, Sejarah Peradaban…, hlm. 61.
[9] Imam
az-Zubaidi, Ringkasan Shahih Bukhari, terj. Arif Rahman Hakim (Solo:
Insan Kamil, 2014), hlm. 641.
[10] Michael Hart. 100
Tokoh Paling Berpengaruh Sepanjang Masa (Batam: Karisma Publising Group,
2007), (http:Wikipedia.org), diakses tanggal 14 April 2015 jam 03:43 WIB.
[11] Dedi
Supriyadi, SejarahPeradabanIslam (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm.
59.
[13] Dedi
Supriyadi, SejarahPeradaban…, hlm. 62.
[14]
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Hidakarya
Agung,1992), hlm. 6.
[15]
Zuhairini,dkk, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2008),
hlm. 13.
[16] Abudin Nata, Sejarah
Pendidikan…, hlm. 79.
[17] Abudin Nata, Sejarah
Pendidikan…, hlm. 79-80.
[18] Abudin Nata, Sejarah
Pendidikan…, hlm. 80.
[19] Abudin Nata, Sejarah
Pendidikan…, hlm. 81.
[20] Abudin Nata, Sejarah
Pendidikan…, hlm. 83.
[22] Abudin Nata, Sejarah
Pendidikan…, hlm. 85.
[23] Quraisy
Shihab, Membumikan al-Qur’an(Bandung: Mizan, 1996), hlm. 172.
[25] Abudin Nata, Sejarah
Pendidikan…, hlm. 86.
[26] Abudin Nata, Sejarah
Pendidikan…, hlm. 86.
[27] Abudin Nata, Sejarah
Pendidikan…, hlm. 87-88.
[28] Abudin Nata, Sejarah
Pendidikan…, hlm. 88.
[29] Abudin Nata, Sejarah
Pendidikan…, hlm. 88-89.
[30] Abudin Nata, Sejarah
Pendidikan…, hlm. 91-92.
[31] Abudin Nata, Sejarah
Pendidikan…, hlm. 92.
[32] Abudin Nata, Sejarah
Pendidikan…, hlm. 93.
[33] Abudin Nata, Sejarah
Pendidikan…, hlm. 94.
[34] Abudin Nata, Sejarah
Pendidikan…, hlm. 95.
[35] Abudin Nata, Sejarah
Pendidikan…, hlm. 95-96.
[36] Abudin Nata, Sejarah
Pendidikan…, hlm. 96-97.
[37] Abudin Nata, Sejarah
Pendidikan…, hlm. 97.
[38] Abudin Nata, Sejarah
Pendidikan…, hlm. 98.
[39] Abudin Nata, Sejarah
Pendidikan…, hlm. 98.
[40] Abudin Nata, Sejarah
Pendidikan…, hlm. 98.
[41] Abudin Nata, Sejarah
Pendidikan…, hlm. 101-102.
[42]Armai
Arief, SejarahPertumbuhandan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Klasik
(Bandung: Penerbit Angkasa,2005), hlm. 135-136.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar