Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Senin, 14 Mei 2018

MAKALAH SEJARAH PERADABAN SOSIAL BANGSA ARAB JAHILIYAH


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pendidikan pada hakikatnya muncul sejak diciptakannya manusia,karena manusia itulah yang menjadi obyek pendidikan di sampingia juga sebagai subyek. Manusia sangat membutuhkanpendidikan karena ia tidak bisa berkembang dan mengembangkan potensinya secara sempurna apabila tidak ada pendidikan. Pendidikan menempati posisi yang sangat sentral dan strategis dalam membangun kehidupan sosial dan memposisikan manusia dalam kehidupan secara tepat. Dalam sejarah, pendidikan Islam sebagai suatu sub sistem dari sistem pendidikan pada umumnya baru dikenal sesudah diutusnya Rasulullah Muhammad SAW.
Sejarah pendidikan Islam itu sendiri adalah ilmu yang membahas tentang berbagai aspek dan komponen pendidikan yang pernah terjadi dan dilakukan oleh umat Islam dengan berpedoman pada ajaran Islam sebagaimana terdapat di dalam al-Qur’an dan al-Sunnah serta sumber-sumber lainnya yang tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan al-Sunnah tersebut.[1] Pengertian tersebut memberitahukan bahwa sistem pendidikan Islam mengacu kepada nilai-nilai Islam. Fondasi pendidikan Islam terletak pada sikap atau pandangan terhadap hidup itu sendiri, dimana Islam menganggap hidup bukan suatu akhir dari segalanya tetapi alasan untuk mencapai tujuan-tujuan spritual setelah hidup.
Rasulullah Muhammad SAW. sebagai pembawa ajaran Islam, sangat mementingkan masalah pendidikan. Terbukti dengan adanya kegiatan pendidikan yang berjalan sesuai dengan situasi dan kondisi pada waktu beliau mengajarkan Islam. Pendidikan yang diterapkan Rasulullah Muhammada SAW. pada waktu itu sudah memiliki visi, misi, tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar, guru, murid, sarana prasarana, pembiayaan, dan evaluasi. Pendidikan pada era Rasulullah Muhammad SAW. tersebut merupakan pendidikan yang berhasil menghasilkan tokoh-tokoh yang memiliki nama besar, mampu menjaga dan mewariskan ajarannya, yaitu Islam, sehingga bertumbuhkembang dan terus hidup sampai saat ini, dan memberikan konsep dan praktik pendidikan yang masih relevan dengan era sekarang.
Pada era Rasulullah SAW. pendidikan Islam dilaksanakan pada dua periode yaitu periode Makkah dan periode Madinah. Periode Makkah sebagai fase awal pembinaan pendidikan Islam dan berpusat di Makkah, sedangkan periode Madinah sebagai fase lanjutan pembinaan pendidikan Islam dan Madinah sebagai pusat kegiatan pendidikannya.

PEMBAHASAN

A.    Masyarakat Arab Sebelum Islam
1.      Pengertian Jahiliah
Kata jahiliah sering disandingkan dengan bangsa Arab sebelum datangnya agama Islam, yaitu “bangsa Arab jahiliah”, yang banyak mengartikan bangsa Arab jahiliah dengan bangsa Arab yang bodoh atau bangsa Arab yang tanpa ilmu. Pengertian tersebut tentu tidak tepat, karena tidak semua bangsa Arab jahiliah bodoh dan tak berilmu, banyak di antara mereka yang pintar dan cerdas.
Menurut Ahmad Amin, jahiliah bukanlah jahl yang berarti “tiada ilmu”, namun jahl dalam pengertian safah, ghadab, dan anfah (sedai, berang, dan tolol). Jadi lebih tepatnya, jahiliah yang dimaksud adalah jahliyah (bodoh) dalam hal menerima kebenaran ajaran agama yang lurus dan benar, yaitu orang-orang Arab sebelum Islam yang membangkang kepada kebenaran. Mereka terus melawan kebenaran, sekalipun telah diketahui bahwa itu benar.[2]
Dengan kata lain orang-orang jahiliah adalah orang yang menutup mata dari kebanaran yang telah diketahui dan berbuat tindakan yang berlawanan dengan kebenaran tersebut. Seperti orang yang tahu bahwa mencuri, menipu, dan perbuatan dosa yang lain adalah suatu tidakan dosa tetapi tetap melakukan perbuatan tersebut dengan berbagai macam alasan. Tidak hanya sampai di situ, seseorang yang sedang mencari ilmu tetapi dia malas belajar, seseorang tersebut juga bisa dikatakan termasuk orang-orang jahiliah.
2.      Kehidupan Ekonomi dan Sosial
Tanah Arab merupakan tanah yang tandus dan kering karena sebagian besar terdiri dari padang sahara, keadaan ini membuat perdagangan menjadi penopang ekonomi mereka. Masyarakat Quraisy berdagang sepanjang tahun, saat musim dingin mereka mengirim kafilah dagang ke Yaman, dan saat musim panas kafilah dagang mereka menuju Syiria.[3]
Aktivitas perdagangan paling ramai di kota Mekah terjadi saat musim “Pasar Ukaz”, yang berlangsung pada bulan Zulqaidah, Zulhijjah, dan Muharram.[4]Begitu pula di bulan Rajab, karena pada bulan ini banyak yang mengerjakan umrah. Bulan-bulan tersebut terkenal dengan nama “asyhurulhurum” atau bulan-bulan yang terlarang, termasukdi dalamnya terdapat larangan berperang di bulan tersebut.[5]
Mekkah memiliki peranan yang besar dalam perdagangan ketika negeri Yaman di selatan berpindah ke Mekkah karena dijajah oleh bangsa Habsyi dan Persia sehingga perniagaan laut dikuasai oleh penjajah. Perpindahan bangsa Yaman ke Mekkah sangat menguntungkan penduduk Mekkah, karena bangsa yaman sangat piawai dan berpengalaman luas dalam bidang perdagangan. Bangsa arab yang nomaden umumnya bekerja sebagai penggembala. Mereka ini juga kadangkala menjadi pengawal para kafila dagang yang umumnya dari penduduk perkotaan. Sementara Arab bagian selatan, pesisir atau perkotaan umumnya mereka lebih banyak bergerak di bidang perdagangan (niaga). Perdagangan ini mereka lakukan sampai ke negeri India, Indonesia dan Cina.[6]
Berdasarkan keadaan geografisnya sangat sulit bagi bangsa Arab untuk bercocok tanam dalam memenuhi kebutuhan ekonomi mereka, sehingga berdagang menjadi alternatif terbaik untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Aktivitas perdagangan menjadi kegiatan keseharian mereka, hal ini menunnjukkan bahwa bangsa arab pada waktu itu merupakan bangsa yang cerdas, karena dalam berdagang membutuhkan banyak keterampilan, seperti manajemen, komunikasi, membaca peluang, matetika, inovasi, dan laia-lain.
Sementara dalam bersosial bangsa mereka sangat setia kepada kawan, berpegangkepada janji, menghormati tamu, tolong menolong antara anggota kabilah dan di sisi lain mereka merendahkan derajat wanita, suka bermusuhan atau berperang lantaran masalah kecil.[7] Dengan kata lain terdapat sikap yang baik dan sikap yang buruk ketika mereka bersosial. Loyalitas terhadap golongan sangat tinggi, hal ini baik disatu sisi dan merupakan pemicu konflik di sisi yang lain.
3.      Kehidupan Intelektual
Bangsa Arab sebelum Islam merupakan bangsa yang cerdas, hal ini terbukti dengan adanya khitabah (retorika) yang sangat maju. Di samping sebagai penyair, bangsa arab jahiliahpun sangat fasih berpidato dengan bahasa yang sangat indah dan penuh dengan semangat. Seorang penyair atau ahli pidato mendapat pengakuan dan derajat yang tinggi di dalam kehidupan bermasyarakat.
Selain itu juga terdapatMajlisal-Adab dan SauquUkaz, di majlis inilah mereka mendeklamasikan sajak, bertanding pidato, tukar menukar berita dan sebagainya. Terkenallah dalam kalangan mereka “nadi quraisy” dan “darun nadwah” yang berdiri disamping Ka’bah.[8]
B.     Gambaran tentang Nabi Muhammad SAW
Rasulullah Muhammad SAW merupakan orang yang paling mulia yang pernah ada di muka dunia ini. Beliauadalah orang yang memiliki banyak keterampilan sebagai pemimpin, sebagai pedagang, bahkan sebagai guru sekalipun. Beliau merupakan sosok guru ideal yang pernah ada di dunia ini. Beliau adalah generasi terbaik manusia, hal ini sesuai dengan hadis yang berbunyi.
عن أبي هريرة رضي الله عنه، أن رسول لله صلى الله عليه وسلم، بعثت من خير قرون بني آدم، قرنا فقرنا، حتى كنت من القرن الذي كنت فيه. (البخاري: ۳۵۵۷).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda, “Aku diutus dari generasi terbaik anak Adam, generasi demi generasi, sampai aku berada pada generasi yang aku padanya.” (HR. Bukhari, 3557).[9]

Michael H. Hart, dalam bukunya The 100, menetapkan Muhammad sebagai tokoh paling berpengaruh sepanjang sejarah manusia. Menurut Hart, Muhammad adalah satu-satunya orang yang berhasil meraih keberhasilan luar biasa baik dalam hal agama maupun hal duniawi. Dia memimpin bangsa yang awalnya terbelakang dan terpecah belah, menjadi bangsa maju yang bahkan sanggup mengalahkan pasukan Romawi di medan pertempuran.[10]
Secara esensial, kelahiran Nabi Muhammad pada masyarakat Arab adalah terjadinya kristalisasi pengalaman baru dalam dimensi ketuhanan yang mempengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat, termasuk hukum-hukum yang digunakan pada masa itu. Keberhasilan Nabi Muhammad SAW. dalam memenangkan kepercayaan bangsa Arab pada waktu itu denganwaktu yang relatif singkat dan kemampuannya dalam memodifikasi jalan hidup orang-orang Arab, menjadikan sebagian dari nilai budaya Arab pra-Islam, untuk beberapa hal diubah dan diteruskan ke dalam tatanan moral Islam. Secara geneologis, ia merupakan keturunan suku Quraisy, suku yang terkuat dan berpengaruh di Arab. Secara silsilah, Philip K. Hitti menguraikan sebagai berikut.[11]
Rasulullah Muhammad SAW. lahir pada Tahun Gajah, yaitu tahun 570 M, yang merupakan tahun gagalnya Abrahah menyerang Mekkah. Muhammad lahir di kota Mekkah, di bagian Selatan Jazirah Arab, suatu tempat yang ketika itu merupakan daerah paling terbelakang di dunia, jauh dari pusat perdagangan, seni, maupun ilmu pengetahuan. Ayahnya, Abdullah, meninggal dalam perjalanan dagang di Madinah, yang ketika itu bernama Yastrib, ketika Muhammad masih dalam kandungan. Ia meninggalkan harta lima ekor unta, sekawanan biri-biri dan seorang budak perempuan bernama Ummu Aiman yang kemudian mengasuh Nabi.
Pada saat Muhammad berusia enam tahun, ibunya Aminah binti Wahab mengajaknya ke Yatsrib untuk mengunjungi keluarganya serta mengunjungi makam ayahnya. Namun dalam perjalanan pulang, ibunya jatuh sakit. Setelah beberapa hari, Aminah meninggal dunia di Abwa' yang terletak tidak jauh dari Yatsrib, dan dikuburkan di sana. Setelah ibunya meninggal, Muhammad dijaga oleh kakeknya, 'Abd al-Muththalib. Setelah kakeknya meninggal, ia dijaga oleh pamannya, Abu Thalib. Ketika inilah ia diminta menggembala kambing-kambingnya di sekitar Mekkah dan kerap menemani pamannya dalam urusan dagangnya ke negeri Syam (Suriah, Lebanon, dan Palestina).[12]
Secara historis, perjalanan Nabi Muhammad SAW. Sebagai pembawa misi risalah langit, terbagi menjadi tiga periode, pertama, periode prakerasulan; kedua, periode kerasulan; ketiga, pascakerasulan. Tahap kedua ini ditandai dengan dua kondisi demografis-sosiologis Arab, yakni pada masa Makkiyah dan masa Madaniyah. Kelahiran Nabi Muhammad SAW. identik dengan latar belakang kondisi masyarakat Arab, khususnya orang-orang Mekkah pada saat itu. Kehidupan masyarakat Arab secara sosiopolitis mencerminkan derajat kehidupan yang rendah. Perbudakan, mabuk, perzinaan, eksploitasi ekonomi, dan perang antarsuku menjadi karakter mereka. Sedangkan dari aspek agama, orang-orang Arab adalah penyembah berhala. Kondisi inilah yang yang ingin diubah oleh Nabi SAW., apa dan bagaimana seharusnya membangun kehidupan masyarakat Arab?. Akhirnya atas petunjuk dari Allah SWT. Nabi SAW. melakukan perubahan yang sangat dahsyat terhadap masyarakan Arab pada waktu itu.[13]
Nabi Muhammad SAW menerima wahyu yang pertama di Gua Hira diMakkah pada tahun 610 M. dalam wahyu itu termaktub ayat Alquran yangartinya: “Bacalah (ya Muhammad) dengan nama tuhanmu yang telah menjadikan(semesta alam). Dia menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dantuhanmu maha pemurah. Yang mengajarkan dengan pena. Mengajarkan kepadamanusia apa yang belum diketahuinya.
Kemudian disusul oleh wahyu yang kedua termaktub ayat Alquran yangartinya: Hai orang yang berkemul (berselimut). Bangunlah, lalu berilahperingatan! dan Tuhanmu agungkanlah! dan pakaianmu bersihkanlah. Danperbuatan dosa tinggalkanlah. dan janganlah kamu member (dengan maksud)memperoleh (balasan) yang lebih banyak. dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.
Dengan turunnya wahyu itu Nabi Muhammad SAW telah diberi tugas olehAllah, supaya bangun melemparkan kain selimut dan menyingsingkan lengan bajuuntuk member peringatan dan pengajaran kepada seluruh umat manusia, sebagaitugas suci, tugas mendidik dan mengajarkan Islam.kemudian kedua wahyu itudiikuti oleh wahyu-wahyu yang lain. Semuanya itu disampaikan dan diajarkanoleh Nabi, mula-mula kepada karib kerabatnya dan teman sejawatnya dengansembunyi-sembunyi.Setelah banyak orang memeluk Islam, lalu Nabi menyediakan rumah al-Arqam bin Abil Arqam untuk tempat pertemuan sahabat-sahabat dan pengikutpengikutnya.di tempat itulah pendiikan Islam pertama dalam sejarah pendidianIslam. Disanalah Nabi mengajarkan dasar-dasar atau pokok-pokok agama Islamkepada sahabat-sahabatnya dan membacakan wahyu-wahyu (ayat-ayat) Alqurankepada para pengikutnya serta Nabi menerima tamu dan orang-orang yang hendakmemeluk agama Islam atau menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan agamaIslam. Bahkan di sanalah Nabi beribadah (sholat) bersama sahabat-sahabatnya.[14]
C.    Pendidikan Era Rasulullah SAW
Secara khusus pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam dibagi ke dalam lima periode, yaitu:
1.      Periode pembinaan pendidikan Islam, yang berlangsung pada zaman nabiMuhammad SAW.
2.      Periode pertumbuhan pendidikan Islam, yang berlangsung sejak MuhammadSAW., wafat sampai akhir Bani Umayyah, yang ditandai denganberkembangnya ilmu-ilmu naqliah.
3.      Periode kejayaan (puncak perkembangan) pendidikan Islam, yang berlangsungsejak permulaan Daulah Abbasiyah sampai dengan jatuhnyaBagdad, yang diwarnai oleh berkembangnya ilmu akliah dan timbulnyamadrasah, serta memuncaknya perkembangan kebudayaan Islam.
4.      Periode kemunduran pendidikan Islam, yaitu sejak jatuhnya Bagdad sampaijatuhnya Mesir ke tangan Napoleon, yang ditandai dengan runtuhnyasendisendi kebudayaan Islam dan berpindahnya pusat-pusat pengembangankebudayaan ke dunia Barat.
5.      Periode pembaruan pendidikan Islam, yang berlangsung sejak pendudukanMesir oleh Napoleon sampai masa kini, yang ditandai gejala-gejala kebangkitankembali umat dan kebudayaan Islam.[15]
Adapun pada era Rasulullah SAW. pendidikan agama Islam dibagi kedalam dua periode, yaitu periode Mekkah dan Madinah. Kedua periode tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.
1.      Pendidikan di Mekkah
a.      Visi, Misi, dan Tujuan Pendidikan
Visi pendidikan pada era Rasulullah SAW di Mekkah atau sebelum hijrah adalah “unggul dalam bidang akidah dan akhlak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Hal ini sejalan dengan ayat al-Qur’an yang turun di Mekkah yang berkaitan dengan pengetahuan dasar mengenai sifat dan perbuatan Allah, misalnya surat al-A’raaf dan surat al-Ikhlash. Selain itu, ayat-ayat yangturun di Mekkah juga berisi keterangan mengenai dasar-dasar ahlak islamiah, misalnya surat al-Ma’un dan surat al-Takatsur.[16]
Sejalan dengan visi tersebut, maka misi pendidikan yang berlangsung di Mekkah dapat dikemukakan sebagai berikut.
1)      Memperkuat dan memperkukuh status dan kepribadian Muhammad sebagai Nabi dan Rasulullah SAW yang memiliki akidah dan keyakinan yang kukuh terhadap pertolongan Allah SWT, berbudi pekerti mulia, dan memiliki komitmen yang tinggi untuk menegakkan kebenaran di muka bumi.
2)      Memberikan bimbingan kepada Nabi SAW dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan pengemban misi kebenaran.
3)      Memberikan peringatan dan bimbingan ahlak mulia kepada kepada keluarga, kerabat dekat Nabi SAW.[17]
Adapun tujuan pendidikan di Mekkah adalah membentuk manusia yang beriman, bertakwa, dan berahlak mulia, sebagai landasan bagi mereka dalam menjalani kehidupannya dalam bidang sosial, ekonomi, politik, dan budaya.[18]
Visi, misi, dan tujuan pendidikan Nabi SAW. di Mekkah ini sangat meninitik beratkan kepada bagaiman Nabi SAW memiliki pengaruh dan diakui dikalangan masyarakat pada waktu itu, disamping memperbaiki akhlak orang-orang pada waktu itu.
b.      Kurikulum Pendidikan
Kurikulum pendidikan di Mekkah berisi materi pengajaran berkaitan dengan akidah dan ahlak mulia dalam arti yang luas. Yakni akidah yang dapat mengubah keyakian dan pola pikir masyarakat yang semula mempertuhankan benda-benda yang tidak berdaya sebagai tempat memohon sesuatu, menjadi orang yang meyakini Allah SWT yang memiliki berbagai sifat kesempurnaan dan jauh dari sifat-sifat kekurangan dan sebagai pencipta segala sesuatu yang ada di alam jagat raya untuk kepentingan manusia.[19] Dengan kata lain materi yang diajarkan adalah tauhid atau mengenai keesaan Allah SWT.
c.       Peserta Didik
Peserta didik di mekkah bermula dari keluarga terdekat Nabi SAW selanjutnya diikuti oleh keluarga agak jauh dan masyarakat pada umumnya.[20] Dimulai dari Nabi mendidik isterinya Khadijah, Ali ibn Abi Thalib, Zait ibn Haritsah, Abu Bakar al-Siddiq, dan pendidikan Nabi SAW terus berkembang di kalangan kerabat dan sahabat yang dikenal dengan sebutan assabiquna al-awwalun.

d.      Tenaga Pendidik
Artinya: Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan (jiwa) mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS. al-Jumu’ah: 2)[21]

Ayat tersebut berisi fungsi Rasulullah SAW, yaitu yatlu (membacakan), yu’alimu (mengajarkan), dan yuzakki (menyucikan). [22] Lebih lanjut Quraisy Shihab mengatakan Rasulullah adalah penerima al-Qur’an, bertugas menyampaikan petunjuk tersebut, menyucikan, dan mengajarkan manusia. Menyucikan dapat diartikan sebagai mendidik, sedangkan mengajar adalah memberikan pengetahuan kepada anak didik yang berkaitan dengan metafisika serta fisika.[23] Dengan kata lain guru yang mengajar pada periode ini adalah Rasulullah SAW. dengan bimbingan langsung dari Allah SWT.
e.       Metode dan Pendekatan Pembelajaran
Artinya:  Wahai orang yang berkemul (berselimut). Bangunlah, lalu berilah peringatan. Dan agungkanlah Tuhanmu. Dan bersihkanlah pakaianmu. Dan tinggalkanlah segala (perbuatan) yang keji. Dan janganlah engkau (Muhammad)memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.Dan karena Tuhanmu, bersabarlah. (QS. al-Muddassir: 1-7).[24]

Dengan turunnya ayat tersebut Rasulullah SAW mulai melakukan tugas sebagai pengajar dan pendidik dengan dasar niat semata-mata ikhlas karena Allah disertai sikap sabar. Pertama-tama, beliau melakukannya secara diam-diam di lingkungan sendiri dan kalangan rekannya. Setelah beberapa lama pendidikan tersebut dijalankan secara individual, turunlah perintah agar menjalankan pendidikan secara terbuka.[25]
Adapun metode pengajaran yang digunakan sangat sesuai dengan fitrah manusia, yakni sebagai makhluk yang memiliki berbagai kecenderungan, kekurangan, dan kelebihan. Untuk itu Nabi SAW menggunakan metode ceramah, musyawarah, tanya jawab, bimbingan, teladan, demonstrasi, bercerita, hafalan, penugasan, dan bermain peran. Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan fitrah, yakni memberikan ajaran sesuai dengan kemampuan intelektual dan kecerdasan peserta didik, latar belakang profesinya serta kondisi dan situasi yang menyertainya.[26] Dengan kata lain, metode yang berorientasi pada karakter atau corak dari peserta didik, sehingga materi yang disampaikan memiliki peluang yang sangat besar untuk diserap oleh peserta didik.
f.       Lembaga Pendidikan
Rumah merupakan tempat pendidikan awal yang diperkenalkan ketika Islam mulai berkembang di Mekkah. Nabi SAW menggunakan rumah Arqam bin Abi al-Arqam al-Safa sebagai tempat pertemuan dan pengajaran dengan para sahabat. Di rumah tersebut Nabi SAW mengajarkan wahyu yang telah diterimanya, Nabi SAW membimbing merekan menghafal, menghayati, dan mengamalkan ayat-ayat suci yang diturunkan kepadanya. Di samping menggunakan rumah, selama di Mekkah Nabi SAW juga menggunakan tempat-tempat lain sebagai kegiatan pendidikan, antara lain di sekitar Masjidil Haram dan di Aqabah.[27]Lembaga pendidikan pada era ini sudah ada walaupun masih sangat sederhana sekali, lingkungan yang tidak mendukung menyebabkan lembaga pendidikan sangat sulit untuk berkembang.
g.      Biaya dan Fasilitas Pendidikan
Sumber pembiayaan pendidikan dan dakwah selama di Mekkah berasal dari bantuan dan dukungan yang diberikan pamannya Abu Thalib, bantuan harta benda dan material yang diberikan oleh istrinya Khadijah, dan sahabat dekat NAbi SAW seperti Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib, dan al-Arqam.[28]
h.      Evaluasi dan Lulusan Pendidikan
Para pengikut Nabi SAW yang hijrah dari Mekkah menuju Madinah dapat dikatakan sebagai peserta didik yang lulus dalam menghadapi ujian. Hal yang demikian di dasarkan pada alasan bahwa orang-orang yang menunjukkan keimanan yang kukuh dan kecintaan kepada ajaran Islam. Mereka telah menunjukkan ketabahan dan kerelaan berkorban demi masa depan Islam dan umat. Mereka yang hijrah adalah mereka yang rela meninggalkan kampong halaman yang telah mereka tempati berabad-abad, meninggalkan harta benda dan lainnya. Sikap para pengikut Nabi SAW yang demikian baik itu merupakan hasil didikan Rasulullah SAW.[29]Evaluasi atau penilaian seperti pemberianrapor, KHS, atau ijazah sepertisaat ini belum ada saat itu. Evaluasi pada era tersebut tidak dalam bentuk tes lisan atau penguasaan materi yang diajarkan, tetapi terletak pada pengamalan materi yang telah diajarkanoleh Rasulullah Muhammad SAW.
2.      Pendidikan di Madinah
a.      Visi, Misi, dan Tujuan Pendidikan
Visi pendidika di Madinak adalah “unggul dalam bidang keagamaan, moral, sosial ekonomi, dan kemasyarakatan, serta penerapannya dalam kehidupan.” Visi ini sejalan dengan ayat al-Qur’an yang turun di Madinah yang menggunakan kata-kata yang membangkitkan semangat untuk menerapkan nilai-nilai ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari, misalnya QS. al-Taubah: 13-14. Selain itu, secara silih berganti, terdapat juga ayat-ayat yang menerangkan akhlak dan suluk (cara beribadah) yang harus diikuti oleh setiap muslim dalam kehidupannya sehari-hari, misalnya QS. al-Nur: 27. Selain ayat-ayat yang mengajak berdialog dengan orang-prang mukmin, banyak juga ayat yang ditujukan kepada orang-orang munafik, ahli kitab, dan orang-orang musyrik. Ayat-ayat tersebut mengajak mereka ke jalan yang benar, misalnya QS. Ali Imran:64.[30]
Sejalan denga visi tersebut, maka pendidikan di Madinah memiliki misi:
1)      Memberikan bimbingan kepada kaun muslimin menuju jalan yang diridhai Allah SWT.
2)      Mendorong kaum muslimin untuk berjihad di jalan Allah.
3)      Memberikan didikan ahlak yang sesuai dengan keadaan mereka dalam bermacam-macam situasi (kalah, menang, bahagia, takut, sengsara, aman).
4)      Mengajak kelompok di luar Islam (Yahudi dan Nasrani) agar mematuhi dan menjalankan agamanya dengan saleh, sehingga merekan dapat hidup tertib dan berdampingan dengan umat Islam.
5)      Menyesuaikan didikan dan dakwah dengan keadaan masyarakat saat itu.[31]
Dengan demikian, maka tujuan pendidikan yang diselenggarakan di Madinah adalah membentuk masyarakat yang memiliki kesadaran dan tanggung jawab yang besar dalam mewujudkan cita-cita Islam. Yakni mewujudkan masyarakat yang diridhai Allah SWT dengan cara menjalankan syariat Islam seutuhnya. Atas dasar tujuan ini, maka pendidikan Islam berperan mewujudkan sistem dan tatanan kehidupan masyarakat yang bersendikan ajaran dan nilai-nilai Islam sebagaimana yang terdapat dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW, yang dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan situasi kondisi.[32]
Visi, misi, tujuan pendidikan pada era ini menitik beratkan untuk menjalankan ajaran Islam dan mendakwahkannya, disamping memberi perhatian kepada kehidupan sosial masyarakat pada waktu itu, sehingga tercipta kehidupan masyarakat yang harmonis dan kondusif.
b.      Kurikulum Pendidikan
Kurikulum pendidikan di Madinah selain berisi materi pengajaran yang berkaitan dengan akidah dan akhlak, juga pendidikan persaudaraan antar kaum muslimin, pendidikan kesejahteraan sosial dan kesejahteraan keluarga kaum kerabat, pendidikan anak-anak, pendidikan tauhid, pendidikan shalat, pendidikan adab sopan santun, pendidikan kepribadian, dan pendidikan pertahanan dan keamanan.[33] Dengan kata lain, materi yang diajarkan pada era ini adalah materi yang berisi tentang bagaimana membangun suatu masyarakat atau bisa dikatakan negara.
c.       Peserta Didik
Peserta didik di Madinah jauh lebih banyak dibandingkan peseta didik di Mekkah. Hal ini terjadi, karena ketika di Madinah, Nabi SAW memiliki otoritas yang lebih luas, bai sebagai kepala agama, maupun kepala negara. Syaikh Ahmad Farid dalam bukunya Min A’lam al-Salaf, menyebutkan ada sejumlah sahabat sebanyak 60 orang. Di antaranya Abu Bakar, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Aisyah, Abu Hurairah, Abu Dzar al-Ghifari, Zaid bin Tsabit, Anas bin Malik, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Amr.[34]


d.      Tenaga Pendidik
Yang menjadi pendidik di Madinah saat itu adalah Nabi SAW sendiri yang pada tahap selanjutnya dibatu oleh para sahabat terkemuka sebagaimana tersebut di atas. Dari para sahabat ini kemudian berguru para tabi’in dan selanjutnya menjadi ulama. Nabi SAW lebih lanjut memberikan tuntunan dan kriteria bagi setiap pendidik. Seorang pendidik hendaknya memiliki kompetensi akademik, kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian dan akhlak mulia, kompetensi sosial, selain itu seorang guru harus tampil bersih dan rapi, juga senantiasa menjaga kesehatan.[35] Rasulullah Muhammad SAW tetap menjadi pendidik utama pada era ini dan dibantu oleh para sahabat nabi yang memang memiliki kecakapan untuk menjadi seorang guru.
e.       Metode dan Pendekatan Pembelajaran
Pada dasarnya metode pengajaran dan pendidikan yang dilakukan di Madinah sama dengan di Mekkah, yaitu dengan menggunakan metode sesuai dengan fittah manusia. Adapun pedekatannya yang digunakan juga sama dengan yang digunakan di Mekkah yaitu pendekatan fitrah. Dengan metode dan pendekatan ini pendidikan berlangsung dalam suasana yang menggembirakan dan menyenangkan. Hal ini sejalan dengan salah satu ucapan Nabi SAW “yassiru wala tu’asiru, basysyiru waa laa tunadzdziru.” Hasilnya Nabi SAW berhasil mencetak kader pemimpin umat yang memiliki komitmen kuat bagi perjuangan Islam dan kepribadian yang tangguh dan mulia.[36] Metode yang digunakan adalah metode yang sama dengan yang digunakan pada periode mekkah, yaitu  metode yang berorientasi pada karakter atau corak dari peserta didik, sehingga materi yang disampaikan memiliki peluang yang sangat besar untuk diserap oleh peserta didik.
f.       Lembaga Pendidikan
Lingkungan yang kondusif memungkinkan untuk mendirikan suatu badan/organisasi yang bertujuan untuk melakukan suatu penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha, yang sering disebut dengan lembaga. Sehingga lembaga pada era ini sudah sangat berkembang dibandingkan pada era Mekkah. Adapun lembaga-lembaga pendidikan pada era Madinah ini yaitu.
1)      Masjid
Setelah hijrah ke Madinah, pendidikan kaum muslimin berpusat di masjid-masjid. Masjid Quba merupakan masjid pertama yang dijadikan Nabi SAW sebagai institusi pendidikan. Semaki luas wilayah Islam, semakin banyak masjid yang didirikan. Diantaranya Masjid Nabawi, Majidil Haram, Masjid Kufah, Masjid Basrah, dan lain-lain. Di masjid Nabi SAW memberikan pengajaran dan khutbah dalam bentuk halaqah di mana para sahabat duduk mengelilingi beliau untuk mendengar dan melalkukan tanya jawab berkaitan dengan urusan agama dalam kehidupan sehari-hari.[37]
2)      AlSuffah
Merupakan ruangan atau bangunan yang bersambung dengan masjid. Suffah dapat dilihat sebagai sebuah sekolah karena kegiatan pengajaran dan pembelajaran dilakukan secara teratur dan sistematik. Contohnya masjid Nabawi yang mempunyai suffah digunakan untuk majlis ilmu. Lembaga ini juga menjadi semacam asrama bagi para sahabat yang tidak atau belum mempunyai tempat tinggal permanen. Mereka yang tinggal di suffah ini disebut ahlalsuffah.[38]


3)      Kuttab
Kuttab didirikan oleh bangsa arab sebelum kedatangan Islam dan bertujuan memberikan pendidikan kepada anak-anak, namun demikian, lembaga pendidikan tersebut tidak mendapat perhatian dari masyarakat arab, terbukti karena sebelum kedatangan Islam, hanya 17 orang Quraisy yang tahu membaca dan menulis. Mengajar keterampilan mengajar dan menulis dilakukan oleh guru-guru yang mengajar secara sukarela. Nabi SAW juga pernah memerintahkan tawanan perang badar yang mampu membaca dan menulis mengajar 10 orang anak-anak muslim sebagai syarat membebaskan diri dari tawanan.[39]
g.      Biaya dan Fasilitas Pendidikan
Setelah menjadi seorang Rasul, Muhammad SAW lebih sibuk berdakwah dan mendidik daripada berdagang. Nabi SAW lebih banyak menggunakan harta kekayaannya di jalan Allah seperti untuk menyantuni fakir miskin dan anak yatim, serta proyek-proyek sosial lainnya.[40] Rasulullah memberikan hampir semua hartanya untuk perjuangan Islam, begitu para keluarga dan sahabat beliau. Tidak sampai di situ, orang-orang yang masuk Islam dan harta rampasan perang juga berperan dalam membiayai pendidikan Islam pada waktu itu.
h.      Evaluasi dan Lulusan Pendidikan
Pendidikan di Madinah adalah sebagai pendidikan permulaan dan pengembangan yang dilaksanakan sudah sedikit lebih maju dan berkembang dibandingkan pendidikan pendidikan yang diselenggarakan di Mekkah. Evaluasi dan pemberian ijazah sebagaimana yang ada saat ini belum ada di madinah saat itu. Namun kepada sahabat yang dinyatakan sudah menguasai materi pelajaran yang diberikan oleh Nabi SAW, diberikan hak untuk mengajar di berbagai wilayah kekuasaan Islam.
Substansi evaluasi dan lulusan sesungguhnya sudah ada di madinah. evaluasi tersebut tidak dalam bentuk verbal atau penguasaan materi pelajaran, tetapi lebih ditekankan pada pengamalan ajaran yang disampaikan oleh Nabi SAW. Para sahabat yang hijrah dari Mekkah ke Madinah dapat dikatakan sebagai orang yang telah lulus dalam mrnghadapi ujian. Hal yang demikian didasarkan pada alasan bahwa orang-orang yang ikut hijrah ke Madinah adalah orang-orang yang menunjukkan keimanan yang kukuh dan kecintaan kepada ajaran Islam. Mereka telah menunjukkan kerelaan dan ketabahan demi masa depan umat Islam. Merekan yang hijrah adalah mereka yang rela meninggalkan kampong halaman yang telah mereka tempati berabad-abad, meninggalkan harta benda, dan lainnya. Sikap para pengikut Nabi SAW yang demikian itu merupakan hasil didikan Nabi SAW.[41]
Meskipun sudah lebih maju dibandingkan periode Mekkah, evaluasi atau penilaian pada periode madinah seperti pemberianrapor, KHS, atau ijazah sepertisaat ini juga belum ada saat itu. Evaluasi pada periode ini sama seperti periode Mekkah, penilian diberikan  tidak dalam bentuk tes lisan atau penguasaan materi yang diajarkan, tetapi terletak pada pengamalan materi yang telah diajarkanoleh Rasulullah Muhammad SAW., dan perbedaanya terletak pada pemberian tugas mengajar oleh Nabi SAW. kepada sahabat yang sudah layak untuk mengajar.
D.    Metode yang Dikembangkan Oleh Nabi SAW
1.      Dalam bidang keimanan: melalui Tanya jawab dengan penghayatan yangmendalam dan di dukung oleh bukti-bukti yang rational dan ilmiah.
2.      Materi ibadah: disampaikan dengan metode demonstrasi dan peneladanan sehingga mudah didikuti masyarakat.
3.      Bidang akhlak: Nabi menitikberatkan pada metode peneladanan. Nabi tampildalam kehidupan sebagai orang yang memiliki kemuliaan dan keagungan baikdalam ucapan maupun perbuatan.[42]
Adapun cara pengajaran/penyampaian Ilmunya, maka ada empat orangAbdullah yang besar sekali jasanya dalam mengajarkan ilmu-ilmu agama kepadamuridnya, yaitu :
1.      Abdullah bin Umar di Madinah
2.      Abdullah bin Mas’ud di Kufah
3.      Abdullah bin Abbas di Makkah
4.      Abdullah bin Amr bin al-Ash di Mesir.
Sahabat-sahabat itu tidak menghafal semua perkataan Nabi dan tidak melihatsemua perbuatannya. Dia hanya menghafal setengahnya. Maka oleh karena itu,kadang-kadang hadits yang diajarkan oleh ulama di Madinah belum tentu samadengan hadits yang diajarkan ulama di Makkah. Oleh sebab itu, para pelajar harusbelajar di luar negerinya untuk melanjutkan studi. Misalnya, pelajar Mesirmelawat ke Madinah, pelajar Madinah melawat ke Kufah dan lain-lain.Yang dimaksud di sini adalah pengajaran ilmu Alquran dan sunnahnya. Padaawalnya saat permulaan turunnya al-Qqur’an Nabi mengajarkan Islam secarasembunyi-sembunyi. Mereka berkumpul membaca Alquran dan memahamikandungan setiap ayat yang diturunkan Allah dengan jalan bertadarus.
Pengajaran al-Qur’an tersebut berlangsung terus sampai Nabi Muhammad SAW. bersama pada sahabatnya hijrah ke Madinah. Sejalan dengan itu, berpindahlahpusat pengajaran al-Qur’an ke Madinah. Penghafalan dan penulisan Alquranberjalan terus sampai masa akhir turunnya. Dengan demikian al-Qur’an menjadibagian dari kehidupan mereka. Selanjutnya untuk memantapkan al-Qur’an dalamhafalannya, Nabi Muhammad SAW.sering mengadakan ulangan terhadap hafalan-hafalan mereka.
al-Qur’an adalah dasar pengajaran, fondasi semua kebiasaan yang akandimiliki kelak. Sebabnya ialah segala yang diajarkan pada masa mudaseseorang, berakar lebih dalam dari pada yang lainnya.Sedangkan pada masa Khulafaur Rasyidin, cara pengajaran danpenyampaian ilmunya masih sama pada masa Nabi Muhammad SAW. yaitumeneruskan jejak Nabi namun sudah terlihat perkembangan-perkembanganyang dilakukan.
E.     Analisis
Sejarah pendidikan Islam sejatinya adalah merupakan sejarah Islam itu sendiri, karena di dalam sejarah Islam sudah termuat sejarah pendidikan Islam itu sendiri. Dalam sejarahnya, pendidikan Islam mengajararkan pokok-pokok ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Sunnah sesuai dengan pengertian sejarah pendidikan Islam yangmembahas tentang berbagai aspek dan komponen pendidikan yang dilakukan oleh umat Islam dengan berpedoman pada al-Qur’an dan al-Sunnah serta sumber-sumber lain yang tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan al-Sunnah tersebut.
Pendidikan Islam berawal ketika Nabi Muhammad Rasulullah SAW. diutus oleh Allah SWT. untuk menyebarkan agama Islam. Penyebaran ajaran Islam menjadi titik awal sejarah pendidikan agama Islam yang dibagi kedalam dua periode, yaitu periode Mekkah dan Madinah.
Pada periode Makkah, Nabi Muhammad SAW. lebih memfokuskan pada pembinaan moral dan akhlak serta tauhid masyarakat Arab yang bermukim di Makkah dengan berbagai macam metide dan pendekatan. Pada periodede Madinah Nabi Muhammad SAW. menitikberatkan pembinaan di bidang sosial, pada periode inilah pendidikan Islam mulai berkembang pesat.
Al-Qur’an dan al-Sunnah merupakan hal yang fundamental dalam pendidikan Agama Islam karena dua hal ini merupakan sumber dari ajaran Islam disamping sumber-sumber lain yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan tempat utama dimana pembelajaran dilaksanakan dalam Islam adalah masjid, lembaga pendidikan Islam tidak dapat dipisahkan dari masjid yang umumnya dibiayai dari shadaqah yang berasal dari umat Islam.
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Sejarah pendidikan Islam dimulai ketika Islam mulai didakwakan oleh Nabi SAW. era ini disebut dengan sejarah pendidikan Islam periode Rasulullah SAW. pada periode ini terbagi menjadi dua, yaitu sejarah pendidikan Islam periode Mekkah dan periode Madinah.Periode Makkah sebagai fase awal pembinaan pendidikan Islam dan berpusat di Makkah, sedangkan periode Madinah sebagai fase lanjutan pembinaan pendidikan Islam dan Madinah sebagai pusat kegiatan pendidikannya.
Pendidikan zaman Rasulullah baik di Mekkah dan di Madinah sudah berjalan sesuai dengan situasi dan kondisi. Dalam pendidikan periode Mekkah dan Madinah sudah memiliki komponen-komponen pendidikan, antara lain; visi, misi, dan tujuan pendidikan, kurikulum pendidikan, tenaga pendidik, metode dan pendekatan pembelajaran, lembaga pendidikan, dan evaluasi dan lulusan pendidikan.
Pendidikan zaman Rasulullah sudah berjalan dengan baik, terbukti dengan adanya lulusan atau hasil didikan Rasulullah yang keilmuannya masih bisa dirasakan kemanfaatannya sampai sekarang ini. Selain itu konsep pendidikan yang ditawarkan oleh Rasulullah  masih sangan relevan dengan zaman sekarang.
Pendidikan yang dijalankan oleh Rasulullah SAW. yang amat hebat adalah terjadinya perubahan sosial, perubahan yang sangat fundamental dari era kebobrokan moral menuju moralitas yang beradab berdasarkan asas-asas yang dibawah oleh Rasulullah SAW. di bawah bimbingan wahyu dari Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Samsul Munir. 2013. Sejarah Peradaban Islam.Jakarta: Amzah.
Arief, Armai. 2005. SejarahPertumbuhandan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Klasik. Bandung: Penerbit Angkasa.
Az-Zubaidi, Imam. 2014. Ringkasan Shahih Bukhari, terj. Arif Rahman Hakim. Solo: Insan Kamil.
Fadjar, Abdullah. 1991.Peradaban dan Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
Fahmi, Asma Hasan. 1979.Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang
Hart, Michael. 2007. 100 Tokoh Paling Berpengaruh Sepanjang Masa. Batam: Karisma Publising Group. (http:wikipedia.org), diakses tanggal 14 April 2015 jam 03:43 WIB.
Hasjmy, A. 1955. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Langgulung, Hasan. 1988.Asas-asas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Husna.
Muhammad (http:wikipedia.org), diakses tanggal 14 April 2015 jam 03:43 WIB.
Nata,  Abudin. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
__________. 2005. Pendidikan Islam Perspektif Hadits. Ciputat: UIN Jakarta Press.
Shihab, Quraisy. 1996. Membumikan al-Qur’an. Bandung: Mizan.
Supriyadi, Dedi, 2008. SejarahPeradabanIslam. Bandung: Pustaka Setia.
Syalabi, A. 1992. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Pustaka al-Husna.
The Holly Qur’an Al Fatih. 2012. Jakarta: PT Insan Media Pustaka.
Yunus, Mahmud. 1992. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Hidakarya Agung.
Zuhairini,dkk.2008. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.



[1] Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 24.
[2] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, 2013), hlm. 62.
[3] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban…, hlm. 59.
[4] A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1955), hlm.21.
[5] A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1992), hlm. 47.
[6] A. Syalabi, Sejarah dan…, hlm. 53.
[7] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban…, hlm. 59.
[8] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban…, hlm. 61.
[9] Imam az-Zubaidi, Ringkasan Shahih Bukhari, terj. Arif Rahman Hakim (Solo: Insan Kamil, 2014), hlm. 641.
[10] Michael Hart. 100 Tokoh Paling Berpengaruh Sepanjang Masa (Batam: Karisma Publising Group, 2007), (http:Wikipedia.org), diakses tanggal 14 April 2015 jam 03:43 WIB.
[11] Dedi Supriyadi, SejarahPeradabanIslam (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 59.
[12]Muhammad (http:wikipedia.org), diakses tanggal 14 April 2015 jam 03:43 WIB.
[13] Dedi Supriyadi, SejarahPeradaban…, hlm. 62.
[14] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung,1992), hlm. 6.
[15] Zuhairini,dkk, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 13.
[16] Abudin Nata, Sejarah Pendidikan…, hlm. 79.
[17] Abudin Nata, Sejarah Pendidikan…, hlm. 79-80.
[18] Abudin Nata, Sejarah Pendidikan…, hlm. 80.
[19] Abudin Nata, Sejarah Pendidikan…, hlm. 81.
[20] Abudin Nata, Sejarah Pendidikan…, hlm. 83.
[21]TheHollyQur’anal-Fatih (Jakarta: PT Insan Media Pustaka, 2012), hlm. 553.
[22] Abudin Nata, Sejarah Pendidikan…, hlm. 85.
[23] Quraisy Shihab, Membumikan al-Qur’an(Bandung: Mizan, 1996), hlm. 172.
[24]The Holly Qur’an Al Fatih…, hlm. 575.
[25] Abudin Nata, Sejarah Pendidikan…, hlm. 86.
[26] Abudin Nata, Sejarah Pendidikan…, hlm. 86.
[27] Abudin Nata, Sejarah Pendidikan…, hlm. 87-88.
[28] Abudin Nata, Sejarah Pendidikan…, hlm. 88.
[29] Abudin Nata, Sejarah Pendidikan…, hlm. 88-89.
[30] Abudin Nata, Sejarah Pendidikan…, hlm. 91-92.
[31] Abudin Nata, Sejarah Pendidikan…, hlm. 92.
[32] Abudin Nata, Sejarah Pendidikan…, hlm. 93.
[33] Abudin Nata, Sejarah Pendidikan…, hlm. 94.
[34] Abudin Nata, Sejarah Pendidikan…, hlm. 95.
[35] Abudin Nata, Sejarah Pendidikan…, hlm. 95-96.
[36] Abudin Nata, Sejarah Pendidikan…, hlm. 96-97.
[37] Abudin Nata, Sejarah Pendidikan…, hlm. 97.
[38] Abudin Nata, Sejarah Pendidikan…, hlm. 98.
[39] Abudin Nata, Sejarah Pendidikan…, hlm. 98.
[40] Abudin Nata, Sejarah Pendidikan…, hlm. 98.
[41] Abudin Nata, Sejarah Pendidikan…, hlm. 101-102.
[42]Armai Arief, SejarahPertumbuhandan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Klasik (Bandung: Penerbit Angkasa,2005), hlm. 135-136.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar