Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Senin, 14 Mei 2018

MAKALAH PENDIDIKAN ANTI KORUPSI


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Korupsi adalah bentuk perbuatan yang dilakukan seseorang yang dengan atau karena melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain atau badan, yang dilakukan dengan menyalahgunakan jabatan atau kedudukan yang didudukinya. Umumnya, korupsi dilakukan secara rahasia dan bias dilakukan oleh lebih dari satu orang. Salah satu faktor penyebabnya ialah lemahnya pendidikan agama yang dimiliki seseorang (pejabat).Oleh karena itu, perlu adanya pendidikan anti korupsi sebagai tindakan preventif (upaya pencegahan) terhadap korupsi.
Tujuan dari pendidikan anti-korupsi adalah untuk membangun nilai-nilai dan mengembangkan kapasitas yang diperlukan untuk membentuk posisi sipil anak didik dalam melawan korupsi.Pendidikan anti korupsi bisa dilaksanakan (diterapkan) baik secara formal maupun informal.Ditingkat formal, unsur-unsur pendidikan anti korupsi dapat dimasukkan kedalam kurikulum diinsersikan/diintegrasikan ke dalam matapelajaran.
Di lembaga pendidikan Islam, model pendidikan anti korupsi ditampilkan dalam Pendidikan Agama Islam (PAI).Pendidikan anti korupsi yang dimaksud disini adalah program pendidikan anti korupsi yang secara konsepsional disisipkan pada mata pelajaran yang sudah ada disekolah dalam bentuk perluasan tema yang sudah ada dalam kurikulum dengan menggunakan pendekatan kontekstual pada pembelajaran anti korupsi, yaitu dengan model pendidikan anti korupsi integratif-inklusif dalam Pendidikan Agama Islam.
Dalam gerakan pencegahan dan pemberantasan korupsi, ada dua model yang dapat dilakukan oleh sekolah dalam mengembangkan kurikulum pendidikan anti korupsi yang integratif-inklusif pada Pendidikan Agama Islam.Pertama, proses pendidikan harus menumbuhkan kepedulian sosial-normatif, membangun penalaran objektif, dan mengembangkan perspektif universal pada individu.Kedua, pendidikan harus mengarah pada penyemaian strategis, yaitu kualitas pribadi individu yang konsekuen dan kokoh dalam keterlibatan peran sosialnya.
Dalam makalah ini, penyusun akan membahas mengenai Studi al-Qur’an dengan judul “Pendidikan Anti Korupsi” yang mana penyusun akan membahas tentang korupsi dari sudut pandang al-Qur’an tentangpengertiankorupsi, bagaimana pendidikan pencegahannya, dan bagaimana pendidikan anti korupsi di lembaga pendidikan Islam.
Banyak sekali kekurangan dalam makalah ini, oleh karenanya penyusun makalah sangat mengharapkan kepada seluruh pembaca dalam memberikan kritikan dan saran yang membangun guna menyempurnakan makalah ini.

B.       Rumusan Masalah
1.      Apa definisi korupsi dan bagaimana upaya pencegahan serta pemberantasannya?
2.      Bagaimana pendidikan anti korupsi sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi?
3.      Bagaimana pendidikan anti korupsi di lembaga pendidikan Islam?

C.      Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui dan memahami definisi serta upaya pemberantasan korupsi.
2.      Untuk mengetahui dan memahami pendidikan anti korupsi sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
3.      Untuk mengetahui dan memahami pendidikan anti korupsi di lembaga pendidikan Islam.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Korupsi
Kata korupsi berasal dari bahasa Inggris, yaitu corruption, artinya penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan dan sebagainya, untuk kepentingan pribadi atau orang lain.[1]Dalam Kamus Ilmiah Populer kata korupsi mempunyai arti sebagai kecurangan; penyelewengan/ penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan diri; pemalsuan.[2]
Sedangkan menurut JW. Schoorl, korupsi adalah penggunaan kekuasaan negara untuk memperoleh penghasilan, keuntungan, atau prestise perorangan, atau untuk memberi keuntungan bagi sekelompok orang atau suatu kelas sosial dengan cara yang bertentangan dengan UU atau dengan norma akhlak yang tinggi.
Secara harfiah, korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat, dan merusak. Jika membicarakan korupsi, maka akan menemukan kenyataan semacam itu karena korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan yang busuk, jabatan dalam instansi ataupun aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, serta penempatan keluarga atau golongan kedalam kedinasan dibawah kekuasaan jabatanya. Dengan demikian, secara harfiah dapat ditarik kesimpulan bahwa sesungguhnya istilah korupsi memiliki arti yang sangat luas.
a.       Korupsi, penyelewengan atau penggelapan (uang Negara atau perusahaan dan sebagainya) untuk kepentingan pribadi dan orang lain.
b.      Korupsi: busuk; rusak; suka memakai barang atau uang yang dipercayakan kepadanya; dapat disogok (melalui kekuasaanya untuk kepentingan pribadi).
Adapun menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam Kamus Hukum, yang dimaksud corruptie adalah korupsi; perbuatan curang; tindak pidana yang merugikan keuangan Negara.Korupsi sudah berlangsung lama, sejak zaman Mesir Kuno, Babilonia, Roma sampai abad pertengahan dan sampai sekarang.Korupsi terjadi di berbagai Negara, tak terkecuali di Negara-negara maju sekalipun.[3]

B.     Pandangan Al-Qur’an Terhadap Korupsi
1.      Ayat Tentang Korupsi
Adapun ayat-ayat yang berkenaan dengan masalah-masalah KKN antara lain:
1)      Surat al-Baqarah: 188
È
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui”. (Al-Baqarah: 188)

2)      Surat al-Imron: 161è“Tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, Maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya”.(al-Imron: 161)

2.      Kosakata
v  Surat al-Baqarah: 188
1)      Kata al-bathil  (اَلْبَاطِلُ)adalah isim fa’il dari kata kerja batala yang berarti hilang, rusak, rugi, dan batal, menunjukkan sifat suatu, orang atau pekerjaan, atau barang, artinya adalah yang batil, yang hilang, yang rusak, atau yang rugi.
Dari makna-makana tersebut dapat disimpulkan bahwa al-bathil adalah suatu perbuatan atau cara yang dilakukan oleh seseorang, yang tidak mengikuti aturan atau hukum yang telah ditentukan oleh agama Islam, seperti melakukan korupsi, kolusi, suap, riba dan lain-lain baik untuk kepentingan perorangan, keluarga, maupun untuk kelompok, yang dapat menghilangkan hak orang lain, atau dapat mendatangkan kerugian bagi masyarakat atau negara.[4]
2)      Kata tudluu (تُدْلُوْا) diambil dari kata dalwun (دَلْوٌ) yang berarti ember, artinya adalah mengulurkan ember ke dalam sumur untuk memperoleh air.
Di dalam Al-Qur’an kata itu misalnya terdapat dalam Surah Yusuf: 19, yaitu satu kafilah yang singgah di tempat itu mengulurkan embernya kedalam sebuah sumur untuk memperoleh air, tetapi yang diperolehnya adalah seorang anak laki-laki, yang kelak menjadi nabi, yaitu nabi Yusuf.

v  Surat Al-‘Imran: 161
1)      Kata yaglul (يَغْلُلْ) kata dasarnya adalah al-gall, yang berarti curang, atau mengambil sesuatu dengan cara sembunyi-sembunyi. Asalnya terambil dari kata agalall-jazir, ketika tukang dagingmenguliti binatang sembelihan, dia mencuri daging dari binatang tersebut dan menyembunyikannya disela-sela kulit yang dilipatnya. Dari kata ini muncul ungkapan al-gillu fis-sudur artinya menyembunyikan kebenaran di hati. Penghianatan dengan cara mengambil harta rampasan perang disebut al-gulul.[5]

3.      Tafsir Ayat Korupsi
1)      Al-Baqarah: 188
Menurut Al-Qurtubi, bahwa dalam ayat 188 Surah Al-Baqarah tersebut Allah melarang untuk memakan harta orang lain dengan jalan yang bathil. Termasuk dalam larangn ini adalah larangan makan hasil judi, tipuan, rampasan, dan paksaan untuk mengambil hak orang lain, yang tidak atas kerelaan pemiliknya, atau yang diharamkan oleh syariat meskipun atas kerelaan pemiliknya, seperti pemberian/imbalan dalam perbuatan zina, atau perbuatan zalim, hasil tenung, harga minuman yang memabukkan (miras), harga penjualan babi, dan lain-lain.[6]
            Selanjutnya Al-Qurtubimengatakan, bahwa orang yang mengambil harta orang lain, yang tidak atas cara yang dibenarkan oleh syar’I, maka ia telah memakannya dengan cara yang batil. Termasuk kategori dalam memakan yang batil adalah qadi (halim) memutuskan perkara sedangkan ia mengetahui yang dilakukannya itu batil. Maka yang haram tidak menjadi halal karena keputusan hakim, karena ia memutuskan perkara yang zahir (yang tampak). Hal ini sesuai dengan hadist Nabi dari Ummu Salamah:
إنّما انا بشر وإنّكم تختصمون إلّى، ولعلّ بعضكم أن يكون الحن بحجّته من بعض فأقضي له بنحو ما أسمع، فمن قضيت له من حقّ أخيه شيئا يأخذه، فإنّما أقطع له قطعة من النّار، فليحملها أو يذرها. (رواه مالك وأحمد والبخاري ومسلم وغيرهم عن أم سلمة).
Sesungguhnya aku adalah manusia dan kamu datang membawa sesuatu perkara untuk aku selesaikan. Barangkali di antara kamu ada yang lebih pintar berbicara sehingga aku memenangkannya, berdasarkan alasan-alasan yang aku dengar. Maka siapa yang mendapat keputusan hukum dari aku untuk memperoleh bagian dari harta saudaranya (yang bukan haknya) kemudian ia mengambil harta itu, maka ini berarti aku memberikan sepotong api neraka kepadanya, maka hendaklah ia membawanya atau meninggalkannya. (Riwayat Malik, al-Bukhari, Muslim, dan lain-lain dari Ummu salamah).
            Menurut Al-Maraghi, bahwa larangan Allah agar “janganlah kamu memakan harta diantara kamu”, maksudnya janganlah sebagian dari kamu memakan harta sebagian yang lainnya, adalah mengingatkan bahwa menghormati harta orang lain selainmu berarti menghormati dan menjaga hartamu. Sama halnya dengan merusak harta orang selainmu adalah sebagai tindak pidana terhadap masyarakat (umat) yang engkau adalah salah satu dari anggota masyarakat itu. Selanjutnya menurut Al-Maraghi, banyak hal yang dilarang dalam ayat ini, antara lain: makan riba, karena riba adalah memakan harta orang lain tanpa imbalan dari pemilik harta yang memberikannya. Juga termasuk yang dilarang adalah harta yang diberikan kepada hakim (Pejabat) sebagai suap dan lain-lain.[7]
            Sedangkan menurut M. Quraish Shihab, bahwa makna ayat: “Dan janganlah kamu makan harta diantara kamu”, yakni janganlah memperoleh dan menggunakannya. Harta yang dimiliki oleh si A hari ini, dapat menjadi milik si B esok. Harta seharusnya memiliki fungsi sosial sehingga sebagian di antara apa yang dimiliki si A seharusnya dimiliki pula si B, baik melalui zakat maupun sedekah. Ketika si A menganggap harta yang dimiliki si B nerupakan hartanya juga, maka ia tidak akan merugikan si B, karena itu berarti merugikan dirinya sendiri.[8]
            Selanjutnya dalam surat Al-Baqarah ayat: 188 tersebut, dijelaskan bahwa Allah melarang untuk menyuap hakim dengan maksud untuk mendapatkan sebagaian harta orang lain dengan cara yang batil, seperti menyogok, sebagaimana dikatakan oleh M. Qurais Shihab, bahwa salah satu yang terlarang dan sering dilakukan dalam masyarakat adalah menyogok (memberi suap).
            Sementara ulama memahami penutup ayat ini sebagai isyarat tentang bolehnya memberi sesuatu kepada yang berwenang bila pemberian itu tidak bertujuan dosa, tetapi bertujuan mengambil hak pemberi sendiri.Dalam hal ini, yang berdosa adalah yang menerima bukan yang memberi.Demikian tulis al-Biqa’I dalam tafsirnya. Hemat penulis (Quraish Shihab), isyarat yang dimaksud tidak jelas bahkan tidak benar, walau ada ulama lain yang membenarkan ide tersebut seperti as-San’ani dalam buku hadisnya, Sulubus-salam.
            Sehubungan dengan penafsiran tersebut, Ibnu Katsir mengatakan, bahwa Ali bin Abi Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas mengenai seseorang yang menguasai harta kekayaan, namun tidak memiliki bukti kepemilikannya. Lalu dia memanipulasi harta itu dan mengadukannya kepada hakim, sedang dia mengetahui bahwa dirinya berdosa karena memakan barang haram.Sebagian ulama salaf mengatakan, “janganlah mengaukan suatu persoalan, sedang kamu mengetahui bahwa kamu berbuat zalim”.Hal itu dilarang berdasarkan ayat dan hadits riwayat Malik, Ahmad, al-bukhari, Muslim dan selain mereka dari Ummu Salamah sebagaimana telah disebutkan sebelumnya.
            Ayat dan hadits tersebut menunjukkan, bahwa ketetapan hakim tidak dapat menghalalkan perkara haram yang berkarakter haram dan dia tidak mengharamkan perkara halal yang berkarakter haram, karena dia hanya berpegang teguh kepada zahirnya saja.Jika sesuai, maka itulah yang dikehendaki dan jika tidak sesuai, maka hakim tetap memperoleh pahala dan bagi yang menipu adalah dosanya. Oleh karena itu Allah SWT berfirman: “Dan janganlah kamu memakan harta di antara kamu dengan batil….sedang kamu mengetahuinya”. Yakni mengetahui kebatilan perkara yang kamu sembunyikan di dalam alasan-alasan yang kamu ajukan.
            Berhubungan dengan surat Al-Baqarah ayat: 188 yang telah ditafsirkan yang pada intinya adalah mengharamkan pemilikan harta dengan cara yang dilarang oleh syariat, seperti menipu, korupsi, menyogok dan lain-lain, maka dalam ayat 29 dan 30 surat an-Nisa’ disebutkan:Ž
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.(an-Nisa’: 29)
Dan Barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, Maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka.yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”. (An-Nisa’: 30)
            Dalam ayat 29 tersebut Allah melarang dengan tegas untuk mengambil harta orang lain dengan jalan batil, yaitu dengan cara yang dilarang oleh agama Islam, seperti memakan atau mengambil milik orang lain dengan cara melakukan korupsi, memakan riba, menyalahgunakan jabatan, atau amanat untuk memperoleh suap, menipu, dan lain-lain, kecuali melalui perniagaan atas dasar kerelaan bersama.Kemudian dlam ayat 30 Allah memberi ancaman, bahwa orang yang melanggar larangan tersebut akan dimasukkan kedalam neraka.

2)      Al-Imran: 161
Menurut Ibnu Kasir mengatakan bahwa firman Allah: “Barang siapa berkhianat, niscaya pada hari kiamat dia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu. Kemudian setiap orang akan diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya dan mereka tidak dizalimi”, ini merupakan larangan keras dan ancaman yang tegas terhadap orang yang berkhianat (melakukan korupsi).
Dalam hadits Rasulullah SAW. Banyak pula menyebutkan larangan berkhianat (korupsi) dan suap, antara lain:
a.       Sabda Rasulullah SAW
أعظم الغلول عند الله ذراع من الأرض، تجدون الرّجلين جارين في الأرض، أو في الدّار فيقطع أحدهما من حظّ صاحبه ذراعا، فإذا قطعه طوّقه من سبع أرضين يوم القيامة. (رواه أحمد عن أبي مالك الأشجعى).
Korupsi yang paling besar menurut pandangan Allah aialah sejengkal tanah. Kamu melihat dua orang yang tanahnya atau rumahnya berbatasan. Kemudian salah seorang dari keduanya mengambil sejengkal dari milik saudaranya itu. Maka jika ia mengambilnya, akan dikalungkan kepadanya dari tujuh lapis bumi pada hari kiamat”. (Riwayat Ahmad dari Abu Malik al-Asyja’i)

b.      Sabda Rosulullah SAW.
لعن الله الرّاشى ووالمرتشى في الحكم. (رواه أحمد والتّرمذى والحاكم عن أبى هريرة)
Allah mengutuk orang orang yang menyogok dan orang yang disogok dalam memutuskan perkara. (Riwayat Ahmad, At-Tirmizi dan al-Hakim dari Abu Hurairah).
            Menurut M. Quraish Shihab: kata yagula yang diterjemahkan “berkhianat”, oleh sementara ulama dipahami dalam arti “bergegas mengambil sesuatu yang berharga dari rampasan perang”. Karena itu, mereka memahaminya terbatas pada rampasan perang. Tetapi penggunaannya dalam bahasa, kata tersebut memiliki pengertian khianat secara umum, baik pengkhianatan dalam amanah yang diserahkan masyarakat, maupun pribadi kepada pribadi.
            Jadi, menurut M. Quraish Shihab, makna berkhianat dalam Al-‘Imron: 161 tersebut bukan hanya berarti khianat pada harta rampasan perang, tetapi pengertiannya adalah khianat secara umum. Orang berkhianat dalam peperangan dengan menyembunyikan harta rampasan adalah sebagai koruptor menurut hadits yang telah disebutkan. Dengan demikian, maka setiap orang yang berkhianat, seperti menyalahgunakan jabatan, menerima suap untuk meluluskan yang batil, atau mengangkat keluarganya untuk suatu jabatan, padahal keluarganya itu tidak memiliki kapabilitas, tidak propofesional, dan tidak memiliki moral yang baik, semuanya itu tergolong khianat, yaitu khianat kepada masyarakat dan negara. Orang yang khianat bisa muncul dari perilaku korupsi atau pada pemberi suap dan orang yang disuap.

C.    Dampak Negatif Korupsi
Adapun dampak negatif dari Korupsi adalah sebagai berikut:
1.      Menghancurkan wibawa hukum. Orang yang salah dapat lolos dari hukuman, sedangkan yang belum jelas kesalahannya dapat meringkuk dalam tahanan. Pencuri berat hukumannya daripada pencuri uang rakyat (koruptor) yang merugikan negara dan masyarakat, karena dia memiliki uang yang banyak untuk menyuap.
2.      Menurunnya etos kerja. Para pemmpin dan pejabat yang mangkal di pemerintahan adalah mereka yang tidak mempunyai etos kerja yang baik sehingga mengakibatkan menurunnya etos kerja. Bagi mereka uang segala-galanya.
3.      Menurunnya kualitas. Seorang yang pandai dapat tersingkirkan oleh orang yang bodoh tetapi berkantong tebal. Seorang profesional dapat terdepak oleh mereka yang belum berpengalaman tetapi ber-backing kuat, karena nepotisme dan banyak duit.
4.      Kesenjangan sosial dan ekonomi. Karena uang negara hanya beredar di kalangan kelas elit dari pada konglomerat, yang berakibat tidak terdistribusikannya uang secara merata, maka lahirlah fenomena di atas.

D.    Pendidikan Anti Korupsi di Lembaga Pendidikan Islam
Dalam prakteknya, korupsi sangat sukar bahkan hampir tidak mungkin dapat diberantas, oleh karena sangat sulit memberikan pembuktian-pembuktian yang eksak. Disamping itu, sangat sulit mendekteksinya dengan dasar-dasar hukum yang pasti.Namun akses perbuatan korupsi merupakan bahaya latent yang harus diwaspadai baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri.
Salah satu cara atau langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat adalah memberikan informasi  serta perlunya edukasi akan nilai anti korupsi yang disampaikan melalui jalur pendidikan, sebab pendidikan merupakan satu instrumen perubahan yang mengedepankan cara damai, menjauhkan diri dari tarik menarik politik pragmatis, relative sepi dari caci maki dan hujatan sosial, berawal dari pembangkitan kesadaran kritis serta sangat potensial untuk bermuara pada pemberdayaan dan transformasi masyarakat berdasarkan model penguatan inisiatif manusiawi dan nuraniah untuk suatu agenda perubahan sosial.
Education is a mirror society, pendidikan adalah cermin masyarakat. Artinya, kegagalan pendidikan berarti kegagalan dalam masyarakat.Demikian pula sebaliknya, keberhasilan pendidikan mencerminkan keberhasilan masyarakat. Pendidikan yang berkualitas akan menciptakan masyarakat yang berkualitas pula.
Ada satu hal yang tidak kalah penting dalam pemberantasan korupsi, yakni pencegahan pencegahan korupsi.Pencegahan menjadi bagian penting dalam program pemberantasan korupsi.Oleh sebab itu, pencegahan korupsi harus diajarkan disetiap jenjang pendidikan.
Mengapa demikian?sebab, pertama, korupsi hanya dapat dihapuskan dari kehidupan kita secara berangsur-angsur. Kedua, pendidikan untuk membasmi korupsi sebaiknya berupa persilangan (intersection) antara pendidikan watak dan pendidikan kewarganegaraan.Ketiga, pendidikan untuk mengurangi korupsi harus berupa pendidikan nilai, yaitu pendidikan untuk mendorong setiap generasi menyusun kembali sistem nilai yang diwarisi.
Sangat mungkin korupsi dihapus melalui sector pendidikan, apabila kita bersungguh-sungguh bertekad memberantas korupsi dari berbagai aspek kehidupan, bukan hanya pada tingkat lembaga atau organisasi–organisasi yang besar, tetapi juga pada tingkat interaktif sesame manusia termasuk dalam proses belajar dari generasi muda.
Supaya pendidikan anti korupsi tumbuh sejak dini, keterlibatan pendidikan formal dalam upaya pencegahan korupsi sebenarnya bukanlah hal baru.Justru memiliki kedudukan strategis-antisipatif.Upaya pencegahan budaya korupsi dimasyarakat terlebih dahulu dapat dilakukan dengan mencegah berkembangnya mental korupsi pada anak bangsa Indonesia melalui pendidikan. Semangat anti korupsi yang patut menjadi kajian adalah penanaman pola piker, sikap, dan perilaku anti korupsi melalui sekolah, karena sekolah adalah proses pembudayaan.
Pendidikan anti korupsi adalah perpaduan antara pendidikan nilai dan pendidikan karakter.Sebuah karakter yang dibangun diatas landasan kejujuran, integritas dan keluhuran. Pendidikan anti korupsi bagi anak-anak perlu ditanamkan sejak usia dini sebab mereka juga mempunyai potensi berlaku negatif. Misalnya mengambil barang milik orang lain tanpa member tahu pemiliknya.
Secara psikologis, sifat ini dimiliki tiap anak.Hanya terealisasinya memerlukan syarat-syarat tertentu. Jika sejak usia dini anak tidak dididik dengan baik, sifat negatif itu akan muncul. Secara akademik dan psikologis hal itu dibenarkan, tetapi jika dibiarkan akan berakibat fatal.
Yang perlu diingat adalah bahwa pendidikan selalu membawa implikasi individual dan sosial.Secara individual, pendidikan adalah sarana untuk mengembangkan potensi, baik potensi jasmani, rohani, maupun akal.Pendidikan yang baik pastilah dapat mengembangkan potensi manusia tersebut secara bertahap menuju kebaikan dan kesempurnaan.
Secara sosial, pendidikan merupakan proses pewarisan kebudayaan, berupa nilai-nilai perilaku dan teknologi. Semua itu diharapkan dapat diwariskan kepada generasi muda agar kebudayaan masyarakat senantiasa terpelihara dan berkembang.Tentu saja pewarisan budaya tidak dalam konotasi yang pasif, tetapi berupaya untuk melahirkan generasi yang mampu berkreasi untuk mengembangkan kebudayaan agar lebih maju dan berkembang kearah yang lebih positif.Secara singkat, dunia pendidikan memiliki tugas mulia untuk mencetak generasi-generasi bangsa yang anti korupsi. Penanaman nilai-nilai anti korupsi sangat mungkin dan efektif apabila dilakukan dilembaga pendidikan dimana anak-anak masih berada dalam usia dini.
Dalam masa ini, anak sedang berproses membentuk karakter (character building).Pendidikan anti korupsi dapat digunakan untuk menanaman kejujuran dan semangat tidak menyerah untuk mencapai kebaikan dan kesuksesan.Sikap anti korupsi perlu ditanamkan kepadfa anak-anak sejak usia dini. Harapanya, setelah mereka dewasa (terutama jika menjadi pejabat) tidak akan menyelewengkan uang rakyat atau uang negara. Mereka tidak akan berlaku materialistik, hedonistik, ataupun melakukan hal-hal lain yang tidak terpuji.
Sektor pendidikan formal di Indonesia, dapat berperan dalam memenuhi kebutuhan pencegahan korupsi. Langkah preventif Pencegahan tersebut secara tidak langsung dapat dilakukan melalui dua pendekatan (approach), yaitu:
1.    Menjadikan peserta didik menjadi target
2.    Menggunakan pemberdayaan peserta didik untuk menekan lingkungan agar tidak permissive to corruption.
Gerakan anti korupsi perlu ditanamkan sejak dini kepada anak didik, agar generasi muda penerus bangsa tumbuh menjadi SDM berkualitas serta memiliki moral yang terpuji.Inilah yang biasanya disebut dengan “memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya”.
Pendidikan Islam, mencoba menampilkan model pendidikan anti korupsi dalam Pendidikan Agama Islam (PAI). Pendidikan anti korupsi yang dimaksud disini adalah program pendidikan anti korupsi yang secara konsepsional disisipkan pada mata pelajaran yang sudah ada disekolah dalam bentuk perluasan tema yang sudah ada dalam kurikulum dengan menggunakan pendekatan kontekstual pada pembelajaran anti korupsi, yaitu dengan model pendidikan anti korupsi integratif-inklusif dalam Pendidikan Agama Islam.
Untuk berpartisipasi dalam gerakan pencegahan dan pemberantasan korupsi ada dua model yang dapat dilakukan oleh sekolah dalam mengembangkan kurikulum pendidikan anti korupsi yang integratif-inklusif pada Pendidikan Agama Islam.
1.    Proses pendidikan harus menumbuhkan kepedulian sosial-normatif, membangun penalaran objektif, dan mengembangkan perspektif universal pada individu.
Bagaimana cara mensosialisasikan anti koruspi pada anak sejak dini? Salah satu jawabanya adalah mengajarkan sikap jujur dan bertanggung jawab kepada diri sendiri.Orang tua atau guru harus menjadi teladan bagi anak atau siswanya.
Dalam pembelajaran, diperlukan prinsip modeling. Artinya, siswa atau anak dengan mudah akan melakukan suatu perilaku tertentu melalui proses peniruan pada sang model. Model ini bias siapapun, apakah itu orang tua, guru, maupun orang-orang yang dikaguminya.
Pendidikan harus mampu menjadi benteng moral.Sikap-sikap yang seharusnya ditanamkan adalah nilai-nilai anti korupsi seperti jujur dan bertanggung jawab.Sikap jujur dan bertanggung jawab dapat dikembangkan melalui kegiatan-kegiatan yang beragam.Seperti mengajak siswa membayar zakat, sedekah, infak dan lain sebagainya.Dengan cara tersebut, akan melatih mereka menjadi manusia yang materialistik dan hedonistik, yang membuat hidupnya hanya ingin menumpuk harta, termasuk dengan cara yang tidak halal.
Pendidikan Islam anti korupsi, tidak cukup hanya sampai disini.Pemberantasan korupsi harus memiliki basis teologis. Sebagaimana kesepakatan dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, yakni Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama yang mengeluarkan fatwa bahwa korupsi adalah syirik yang tidak akan diampuni oleh Allah SWT.Tanpa basis teologis demikian, dosa korupsi dapat diputihkan dengan sedekah dan ibadah tertentu, apalagi jika dilakukan dalam situasi darurat.
Selama ini, korupsi dipandang sebagai dosa kecil yang masih bias diampuni, apalagi jika hasil korupsinya disisihkan untuk ibadah atau sedekah bagi fakir miskin dan anak yatim. Kelak diakhirat, timbangan pahala sedekah dari hasil korupsi bias lebih berat dari sanksi dosanya. Jika demikian, para koruptor dan penjahat politik bias mendapat ampunan dan masuk surge.
Nilai nilai ajaran Islam juga perlu ditekankan dan dikontekstualisasikan secara lebih dan ekstra.Misalnya saja dengan mensosialisasikan hadist-hadist anti korupsi seperti hadist tentang menjaga amanah. Sebagaimana yang diketahui bersama bahwa semua tindakan korupsi dimulai dari penyalahgunaan amanah (abuse of trust), yang menjalar menjadi penyalahgunaan  kekuasaan atau wewenang (abuse of power), baik dalam urusan individu maupun publik. Amanah diyakini sebagai benteng anti korupsi yang sangat kuat. Jika benteng amanah telah rusak, maka yang lain pun akan rusak. Rasulallah SAW bersabda tentang pentingnya jujur dan menjaga amanah:
Sulaiman Abu Rabi’ telah menceritakan hadist kepada kami, Ismail Ibnu Ja’far telah menceritakan hadist kepada kami, Nafi’ Ibnu Malik Ibnu Abi Amir, yaitu Abi Suhail, telah menceritaka hadist kepada kami dari Bapaknya dari Abi Hurairah dari Nabi bersabda: “ Tanda-tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara berdusta, jika berjanji ingkar, jika dipercaya berhianat.” (HR. Bukhari).
Hadits ini sangat tegas dan lugas bahwa kejujuran, keterbukaan, dan tanggung jawab adalah tanda-tanda pokok keimanan yang harus dipelihara.Tanpa ketiga hal tersebut, walaupun telah memperbanyak ibadah ritual, seseorang layak disebut munafik.Betapa banyak orang yang berjanji ketika kampanye politik, bersumpah ketika hendak memangku sebuah jabatan, berpidato berapi-api dalam sambutan pelantikan, tetapi semuanya hanya tinggal janji, sumpah palsu dan omong kosong.Kursi kekuasaan seringkali membuat orang lupa pada janji dan sumpah jabatan yang disaksikan orang banyak serta disaksikan oleh Allah SWT.Harta berlimpah seringkali membutakan mata, menulikan telinga, dan menumpulkan akal budi, sehingga kepercayaan public yang dibangun sejak lama pun dikorbankan.
Tindakan korupsi sangat bertentangan dengan prinsip amanah dan kejujuran yang diajarkan dalam agama. Lebih jelas lagi, Rasulallah SAW berpesan tentang akibat pelanggaran atau penyalahgunaan amanah, yaitu sebuah kerusakan total sistem kehidupan masyarakat. Pernyataan Rasulallah SAW ini terbukti ketika banyak pejabat pemegang amanah menyeleweng, semua sistem sosial kemasyarakatan lambat laun menjadi rusak.


Dari Abu Hurairah ra, ia berkata bahwa Rasulallah SAW bersabda:
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: فَإِذَا ضُيِّعَتِ اْلاَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ, فَقَالَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا؟ قَالَ: اِذَا وُسِّدَا اْلاَمْرُ إِلَى غَيْرِ اَهْلِهِ, فَانْتَظِرِا لسَّاعَةِ.
Artinya: Dari Abu Hirairah ra., ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Jika amanah disia-siakan, maka tunggulah kehancuran. Kemudian dinyatakan: “bagaimana maksud amanah disia-siakan itu? Rasul menjawab: “Jika suatu perkara (amanat/ pekerjaan) diserahkan pada orang yang tidak ahli (profesional), maka tunggulah saat kehancuran.” (HR. Bukhari).
Dari hadist diatas, hubungan antara amanah dan keahlian sangatlah erat.  Jika keduanya hilang, maka kehancuran akan mengancam. Dan salah satu faktor yang dapat merusak amanah dan profesionalitas adalah suap.Seseorang yang sebelum menjabat, mungkin tantangan berlaku jujur mungkin tidak berat.Namun ketika sudah menjabat/ menduduki jabatan tertentu, tawaran suap sulit dihindari.Disinilah amanah seorang pejabat diuji.
Dalam hadist lain, Rasulallah SAW menegaskan hubungan iman dengan amanah dan kaitan ketat amanah dengan pemenuhan janji.
“Tidak beriman (tidak sempurna iman) orang yang tidak menjaga amanah dan tidak beragama (tidak sempurna agama) seseorang yang tidak menepati janjinya.” (HR. Ahmad)
Hadist diatas menjelaskan bahwa iman harus dibuktikan dengan sikap amanah dalam interaksi sosial.
Tanpa sikap amanah, iman menjadi rusak sehingga rasa aman menjadi hilang.Lebih jelasnya, jika kecurangan dan korupsi disemua lini, iman dan amanah sudah tidak ada, maka keamanan menjadi problem yang sulit dikendalikan.Akhirnya, kejahatan merajalela dan hukumpun tidak berdaya, karena jika amanah telah tiada, maka hukum dan keadilan dapat diperjualbelikan.Selanjutnya, rusaklah tata kehidupan masyarakat dan sendi-sendi bangsa negara.
Selain hal-hal tersebut diatas, pendidikan Islam juga harus mensosialisasikan hadist-hadist tentang korupsi.Dalam kitab-kitab hadist, beberapa istilah yang sering diidentikan atau memiliki kedekatan arti dengan korupsi ialah ghulul dan risywah.
Ghulul adalah bentuk korupsi yang sangat popular.Ghulul merupakan istilah yang paling banyak digunakan oleh Rasulallah SAW dalam hadist-hadist yang terkait dengan perilaku korupsi atau penggelapan harta publik.Ghulul adalah isim masdar dari kata ghalla-yaghullu-ghallan wa ghullun. Artinya Akhdzu asy-syai’ wa dassahu fi mata’ihi (mengambil sesuatu dan menyembunyikanya dalam hartanya).[9]
Ibnu Hajar al-Asqalani mendefinisikan ghulul dengan “ma ya’khudzu min al-ghanimati khafiyyatan qabla al-qismah” (apa saja yang diambil dari barang rampasan perang secara sembunyi-sembunyi sebelum pembagian). Ada juga pendapat yang hampir sama bahwa ghulul dimaknai “akhudzu asy-syai’ wa dassahu fi mata’ihi” (penghianatan dalam hal harta rampasan perang).
Semula, ghulul merupakan istilah yang khusus bagi penggelapan harta rampasan perang sebelum dibagikan secara transparan.Definisi diatas menunjukan bahwa ghulul terjadi pada penggelapan harta rampasan perang. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT:“Tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang.Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, Maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.”(QS. Ali Imran:161)
Meskipun demikian, melihat beberapa hadist lainya, ghulul juga gterjadi pada kasus pegawai/pejabat yang mengambil sesuatu diluar haknya yang diatur secara resmi. Pejabat yang menerima hadiah dari pihak tertentu terkait dengan tugasnya, dan orang yang mengambil tanah orang lain yang bukan haknya.
Dengan melihat unsur-unsur yang melingkupinya, cakupan makna ghulul dapat diperluas dan dikembangkan hingga ke istilah korupsi dalam berbagai bentuknya yang makin canggih modus operasinya dan menjadi duri dalam kehidupan masyarakat.Hadist-hadist tentang ghulul berikut dinilai wewakili kajian tematik tentang korupsi.
Ali bin Abdillah telah menceritakan hadist kepada kami. Sufyan telah menceritakan kepada kami. Dari Amr dari Salim bin Abi Al-Ja’di, dari Abdullah bin Umar berkata, bahwa pada rombongan Rasulallah SAW, ada seorang yang bernama Kirkirah yang mati di medan perang. Rasulallah SAW bersabda: “dia masuk neraka.” Para sahabat pun bergegas menyelidiki perbekalan perangnya. Mereka mendapatkan mantel yang ia korup dari harta rampasan perang. (HR. Bukhari).[10]
Dari Zuhair bin Harb, dari Hisyam bin Al-Qasim, dari Ikrimah bin Amr ia berkata simak al-Hanafi Abu Zumail telah bercerita kepadaku. Ia berkata Abdullah bin Abbas telah menceritakan kepadaku. Umar bin Khattab menceritakan kepadaku bahwa ia berkata, ketika terjadi perang khaibar, beberapa sahabat Nabi bersabda: “si Fulan mati syahid, si Fulan mati syahid.” Hingga mereka berpapasan dengan seseorang. Mereka pun berkata: “si Fulan mati syahid.” (HR. Muslim)
Kemudian Rasulallah SAW bersabsa: Tidak begitu. Sungguh aku melihatnya didalam neraka, karena burdah (selimut atau aba’ah) mantel yang ia korup dari harta rampasan perang. Lalu Rasulallah SAW berkata: “Wahai Ibnu al-Khattab, “Berangkatlah, dan samapaikan kepada manusia bahwa tidak akan masuk surge selain orang-orang yang beriman.” (HR. Muslim)
Dua hadist diatas, menjelaskan tentang peristiwa ghulul/ korupsi dimedan perang khaibar. Seorang yang pejuang berani kemudian mati, belum dapat dipastikan bahwa ia mati syahid dan masuk surge. Setelah diinvestigasi (dilacak) secara cermat dan jujur, ternyata orang tersebut  terlibat ghulul, mengambil selimut atau mantel dan itu menjadikanya mati sia-sia kemudian masuk neraka. Dalam konteks kekinian, seorang pejabat atau pegawai public (terkait urusan orang banyak) yang telah berjuang mati-matian dalam tugasnya, tetapi jika ditemukan kasus-kasus terkait “ketidakbersihan” dan kecurangan.
Istilah lain yang serupa dengan korupsi tetapi tak sama adalah risywah/suap menyuap. Jika ghulul dilakukan oleh satu pihak yang aktif, risywah dilakukan oleh dua pihak yang sama-sama aktif dan sama-sama berkepentingan. Al-Jurnani mendefinisikan rasywah sebagai ma yu’tha li ibthali haqqin aw li ihqaqi bathilin (apa saja yang diberikan untuk membatalkan atau menyalahkan yang benar dan membenarkan yang batal atau salah).
Orang yang menyuap disebut dengan ar-rasyi dan yang meminta atau menerima suap disebut dengan al-murtasyi.Risywah sangatlah berbahaya bagi kehidupan masyarakat, karena dapat merusak sistem yang adil dan dapat memutarbalikan fakta dan kebenaran.Risywah dapat mengahambat nilai profesionalitas, merusak martabat pihak lain, dan menurunkan standar kualitas.Betapa tidak, masyarakat menjadi tidak jujur dalam menilai sesuatu, menyebabkan biaya tinggi dan dapat mempengaruhi keputusan seseorang.Dalam kehidupan politik, suap sering dikenal sebagai money politics (politik uang).Artinya, dengan menggunakan kekuatan uang (dan sejenisnya) keputusan atau pilihan seseorang dapat berubah.Suap seringkali digunakan untuk mengurangi hukuman seseorang, bahkan membebaskanya dari tuntutan hukum.
Hadist-hadist tentang risywah, antara lain:
Affan telah menceritakan bahwa Abu Awanah telah menceritakan kepada kami, ia berkata Umar bin Abi Salamah telah menceritakan hadist kepada kami, dari Bapaknya, dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulallah SAW bersabda: “Allah SWT melaknat orang yang menyuap dan orang yang disuap terkait masalah hukum/kebijakan.”
Hadist ini menjelaskan bahwa Allah SWT melaknat orang yang menyuap dan menerima suap dalam masalah hukum atau kebijakan.  Dalam riwayat lain disebutkan kata “fi al-hukm”, sehingga cakupan maknanya lebih luas kesemua aspek. Rasulallah SAW bersabda: “ Laknat Allah untuk orang yang memberi suap dan yang menerima suap.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majjah)
Hadist ini semakin menegaskan bahwa Allah SWT sangat murka kepada para penyuap dan penerima suap dalam semua hal.Dari Tsauban, ia berkata bahwa Rasulallah SAW melaknat penyuap, penerima suap, dan perantaranya, yaitu orang yang menghubungkan antara keduanya.
Riwayat hadist ini ada tambahan kata ar-ra’isy, yaitu orang yang menjadi perantara antara penyuap dan yang disuap. Tentu hadist ini menunjukan bahwa semua orang yang terlibat aktif dalam proses suap menyuap mendapat laknat dari Allah SWT dan Rasul-Nya.
Menanamkan nilai-nilai keislaman yang anti korupsi, baik dari Al-Qur’an maupun sejarah Islam, dalam proses pemberantasan korupsi akan lebih efektif dan mengena. Karena nilai-nilai tersebut terkandung dalam kitab tuntunan yang diyakini kebenaranya oleh seluruh umat Islam.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam Kamus Hukum, yang dimaksud corruptie adalah korupsi; perbuatan curang; tindak pidana yang merugikan keuangan Negara.
Baharuddin Lopa, mengutip pendapat dari David M. Chalmers, menguraikan arti istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang berhubungan dengan manipulasi dibidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang kepentingan umum.
Pendidikan antikorupsi harus dikenalkan pada anak sejak awal anak mulai dikenalkan nilai-nilai anti korupsi.Tujuan dari pendidikan anti-korupsi adalah untuk membangun nilai-nilai dan mengembangkan kapasitas yang diperlukan untuk membentuk posisi sipil murid dalam melawan korupsi.
Sektor pendidikan formal di Indonesia, dapat berperan dalam memenuhi kebutuhan pencegahan korupsi. Langkah preventif Pencegahan tersebut secara tidak langsung dapat dilakukan melalui dua pendekatan (approach), yaitu:
1.      Menjadikan peserta didik menjadi target
2.      Menggunakan pemberdayaan peserta didik untuk menekan lingkungan agar tidak permissive to corruption.
Pendidikan Islam, dalam lembaga pendidikan Islam mencoba menampilkan model pendidikan anti korupsi dalam Pendidikan Agama Islam (PAI). Pendidikan anti korupsi yang dimaksud disini adalah program pendidikan anti korupsi yang secara konsepsional disisipkan pada mata pelajaran yang sudah ada disekolah dalam bentuk perluasan tema yang sudah ada dalam kurikulum dengan menggunakan pendekatan kontekstual pada pembelajaran anti korupsi, yaitu dengan model pendidikan anti korupsi integratif-inklusif dalam Pendidikan Agama Islam.



DAFTAR RUJUKAN
Kementrian Agama RI, Pembangunan Ekonomi Umat (Tafsir Al-Qur’an Tematik), (Jakarta: Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, 2012).

Pius A Partanto& M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 2001).

Anshori LAL, Pendidikan Islam Transformatif, (Jakarta: Referensi, 2012).

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2000).




[1]Kementrian Agama RI, Pembangunan Ekonomi Umat (Tafsir Al-Qur’an Tematik), (Jakarta: Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, 2012), hal. 114
[2]Pius A Partanto & M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 2001), hal. 375
[3]Anshori LAL, Pendidikan Islam Transformatif, (Jakarta: Referensi, 2012), hal. 115
[4]Kementrian Agama RI, Pembangunan Ekonomi Umat (Tafsir Al-Qur’an Tematik),..., hal. 121
[5]Kementrian Agama RI, Pembangunan Ekonomi Umat (Tafsir Al-Qur’an Tematik),..., hal. 121
[6]Kementrian Agama RI, Pembangunan Ekonomi Umat (Tafsir Al-Qur’an Tematik),...,hal. 122
[7]Kementrian Agama RI, Pembangunan Ekonomi Umat (Tafsir Al-Qur’an Tematik),...,hal. 123
[8]M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2000), cet. 1, jilid 1, hal. 387
[9]Anshori LAL, Pendidikan Islam Transformatif,…,ibid, hal. 125
[10]Anshori LAL, Pendidikan Islam Transformatif,…,ibid, hal. 127

Tidak ada komentar:

Posting Komentar