Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Senin, 14 Mei 2018

MAKALAH PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Salah satu upaya membina dan membangun generasi muda yang tangguh diantaranya adalah melalui pendidikan, baik yang diberikan dalam lingkungan keluarga, melalui pendidikan formal di sekolah, maupun pendidikan dalam lingkungan masyarakat. Oleh karena itu sekolah sebagai lembaga pendidikan formal harus ditentukan oleh adanya pelaksanaan kurikulum sekolah itu. Keberhasilan sumber daya manusia dalam segi pendidikan sangat dipengaruhi oleh adanya pemahaman seluruh personal di sekolah itu dalam melaksanakan kurikulum.
Kurikulum pendidikan yang selalu berubah dan berkembang sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang mana seluruh komponen bangsa ikut memberikan dorongan bagi penyelenggara pendidikan untuk selalu melakukan proses perbaikan, modifikasi, dan evaluasi pada kurikulum yang digunakan.
Di dalam proses pengendalian mutu pendidikan, kurikulum merupakan perangkat yang sangat penting karena menjadi dasar untuk menjamin kompetensi keluaran dari proses pendidikan. Kurikulum harus selalu diubah secara periodik untuk menyesuaikan dengan dinamika kebutuhan pengguna dari waktu ke waktu.  

B. Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian dari pendekatan kurikulum ?
2.      Apa saja pendekatan-pendekatan dalam pengembangan kurikulum PAI ?

.   BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pendekatan Pengembangan Kurikulum PAI
Kurikulum merupakan suatu alat yang dipakai untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing masing satuan pendidikan. Sejalan dengan ketentuan tersebut, perlu ditambahkan bahwa pendidikan nasional berakar pada kebudayaan nasional dan pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan undang Undang Dasar 1945.[1]
Kurikulum informal terdiri atas kegiatan yang direncanakan, namun tidak langsung berhubungan dengan kelas atau mata pelajaran tertentu dan kurikulum itu dipertimbangkan sebagai pelengkap bagi kurikulum formal. Kurikulum formal mengikuti rencana kurikulum itu sendiri dan rencana pengajaran yang keduanya ini akan menjadi fokus pembicaraan kita, yaitu apakah pengembangan kurikulum itu? Pengembangan kurikulum adalah proses yang mengaitkan satu komponen kurikulum lainnya untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik.[2]
Pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis agar memperoleh kurikulum yang lebih baik. [3]
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian, pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum.[4]
Ditinjau dari tipologi-tipologi filsafat pendidikan Islam sebagaimana uraian sebelumnya, maka tipologi perennial-esensialis salafi dan perennial-esensialis mazhabi lebih cenderung kepada pendekatan subjek akademis dan dalam beberapa hal juga pendekatan teknologis. Demikian pula, tipologi perennial-esensialis kontektual falsitikatif juga cenderung menggunakan pendekaran subjek akademis dan dalam beberapa hal lebih berorientasi pada pendekatan teknologis dan pendekatan humanistis. Tipologi modernis lebih berorientasi pada pendekatan humanistis. Sedangkan tipologi rekonstruksi sosial lebih berorientasi pada pendekatan rekonstruksi sosial.[5]
1.      Pendekatan Berdasarkan Teori Kurikulum
Di dalam teori kurikulum setidak-tidaknya terdapat empat pendekatan yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum, yaitu: pendekatan subjek akademis; pendekatan humanistis; pendekatan teknologis/kompetensi; dan pendekatan rekontruksi sosial.[6]


a.      Pendekatan Subjek Akademis
Kurikulum disajikan dalam bagian-bagian ilmu pengetahuan, mata pelajaran yang di intregasikan. Ciri-ciri ini berhubungan dengan maksud, metode, organisasi dan evaluasi. Pendekatan subjek akademis dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu masing-masing. Para ahli akademis terus mencoba mengembangkan sebuah kurikulum yang akan melengkapi peserta didik untuk masuk ke dunia pengetahuan, dengan  konsep dasar dan metode untuk mengamati, hubungan antara sesama, analisis data, dan penarikan kesimpulan. Pengembangan kurikulum subjek akademis dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk persiapan pengembangan disiplin ilmu.[7]
Pendidikan agama Islam di sekolah meliputi aspek Al-quran/Hadist, keimanan, akhlak, ibadah muamalah, dan tarih sejarah umat Islam. Di madrasah, aspek-aspek tersebut dijadikan sub-sub mata pelajaran PAI meliputi : Al-quran Hadits, Fiqih, Aqidah Akhlaq, dan sejarah. Kelemahan pendekatan ini adalah kegagalan dalam memberikan perhatian kepada yang lainnya, dan melihat bagaimana isi dan disiplin dapat membawa mereka pada permasalahan kehidupan modern yang kompleks, yang tidak dapat dijawab oleh hanya satu ilmu saja.












Akhlak merupakan aspek sikap hidup atau keperibadian hidup manusia, dalam arti bagaimna system norma yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT (ibadah dalam arti khas) dan hubungan manusia dengan manusia (muamalah) itu menjadi sikap hidup dan keperibadian hidup manusia dalam menjalani kehidupan (politik, ekonomi, social, pendidikan, kekeluargaan, kebudayaan/seni, iptek, olahraga/kesehatan dan lain-lain) yang dilandasi oleh akidah yang kokoh. Sedangkan tarikh (sejarah-kebudayaan) Islam merupakan perkembangan perjalanan hidup manusia muslim dari masa kemasa dalam usaha bersyari’ah, beribadah dan bermuamalah) dan berakhlak serta dalam mengembangkan system kehidupan yang dilandasi oleh akidah
Pendekatan subjek akademis dalam menyusun kurikulum PAI dilakukan dengan berdasarkan sistematis disiplin ilmu misalnya, untuk aspek keimanan atau mata pelajaran akidah menggunakan sistematisasi ilmu tauhid, aspek/mata pelajaran Alquran menggunakan sistematis ilmu Alquran atau ilmu tafsir, akhlak menggunakan sistematis ilmu akhlak, ibadah/syariah/muamalah menggunakan sistematis ilmu fiqih, dan tarikh/sejarah menggunakan sistematis ilmu sejarah (kebudayaan) Islam. Masing-masing aspek/mata pelajaran memiliki karakteristik tersendiri yang dapat membangun disiplin ilmu lebih lanjut bagi para peserta didik yang memiliki minat dibidangnya. Namun demikian, dalam pembinaannya harus memperhatikan dalam aspek/mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya.
b.      Pendekatan Humanistis
Pendekatan Humanistis dalam pengembangan kurikulum bertolak dari ide "memanusiakan manusia". Penciptaan konteks yang akan memberi peluang manusia untuk menjadi lebih human, untuk memprtinggi harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar pengembangan program pendidikan[8]
Kurikulum Humanistis dikembangkan oleh para ahli pendidikan Humanistis. Kurikulum ini berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi yaitu John Dewey. Aliran ini lebih memberikan tempat utama kepada siswa. Kurikulum Humanistis ini, guru diharapkan dapat membangun hubungan emosional yang baik dengan peserta didiknya. Oleh karena itu, peran guru yang diharapkan adalah sebagai berikut:
1.      Mendengar pandangan realitas peserta didik secara komprehensif.
2.      Menghormati individu peserta didik.
3.      Tampil alamiah, otentik, tidak dibuat-buat
Dalam pendekatan Humanistis ini, peserta didik diajar untuk membedakan hasil berdasarkan maknanya. Kurikulum ini melihat kegiatan sebagai sebuah manfaat untuk peserta dimasa depan. Sesuai dengan prinsip yang dianut, kurikulum ini menekankan integritas, yaitu kesatuan perilaku bukan saja yang bersifat intelektual tetapi juga emosional dan tindakan. Beberapa acuan dalam kurikulum ini antara lain :
1.      Integrasi semua domain afeksi peserta didik, yaitu emosi, sikap, nilai-nilai, dan domain kognisi, yaitu kemampuan dan pengetahuan.
2.      Kesadaran dan kepentingan.
3.      Respon terhadap ukuran tertentu, seperti kedalaman suatu keterampilan.
Kurikulum Humanistis memiliki kelemahan, antara lain:
1.      Keterlibatan emosional tidak selamanya berdampak positif bagi perkembangan individual peserta didik.
2.      Meskipun kurikulum ini sangat menekankan individu tapi kenyataannya terdapat keseragaman peserta didik.
3.      Kurikulum ini kurang memperhatikan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan.
4.      Dalam kurikulum ini prisip-prinsip psikologis yang ada kurang terhubungkan.
c.       Pendekatan Teknologis
Pendekatan teknologi dalam menyusun kurikulum agama islam bertolak dari analisis kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu. Materi yang diajarkan, kriteria evaluasi sukses, dan strategi belajarnya ditetapkan sesuai dengan analisis tugas (job analysis) tersebut. Kurikulum berbasis kompetensi yang sedang digalakkan disekolah/ madrasah termasuk dalam kategori pendekatan teknologis
Dalam pengembangan kurikulum PAI, pendekatan tersebut hanya bisa digunakan untuk pembelajaran PAI yang menekankan pada know how cara menjalankan tugas-tugas tertentu. Misalnya cara menjalankan shalat, haji, puasa, zakat, mengkafani mayat, shalat jenazah dan seterusnya. Pembelajaran dikatakan menggunakan pendekatan teknologis, bilamana ia menggunakan pendekatan sistem dalam menganalisis masalah belajar, merencanakan, mengelola, melaksanakan dan menilainya, Di samping itu, pendekatan teknologis ingin mengejar kemanfaatan tertentu, sehingga proses dan rencana produknya (hasilnya) diprogram sedemikian rupa, agar pencapaian hasil pembelajaranya (tujuan) dapat dievaluasi dan diukur dengan jelas dan terkontrol. Dari rencana proses pembelajaran sampai mencapai hasil tersebut diharapkan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Pendekatan teknologis ini sudah barang tentu memiliki keterbatasan-keterbatasan, antara lain: ia terbatas pada hal-hal yang bisa dirancang sebelumnya, baik yang menyangkut proses pembelajaran maupun produknya. Karena adanya keterbatasan tersebut, maka dalam pembelajaran pendidikan agama islam tidak selamanya dapat menggunakan pendekatan teknologis. Jika dalam sebuah pembelajaran PAI menyangkut perencanaan dan proses bisa dengan pendekatan teknologis akan tetapi ketika harus mengevaluasi tentang keimanan peserta didik atas materi rukun iman misalnya, maka pendekatan teknologis tidak bisa digunakan, karena evaluasi ini sulit untuk diukur.
Berikut contoh pendekatan teknologis dalam pengembangan kurikulum PAI.  Sebagaiman tertuang dalam kurikulum Standar kompetensi:
1.      Mampu mempraktikkan wudlu dan mengenal shalat fardhu.
2.      Kompetensi dasar: Melaksanakan wudlu.
3.      Hasil belajar:
a)    Mampu menjelaskan tatacara wudlu
b)   Mampu menghafal niat wudlu.
c)    Mampu menyebutkan sunah-sunah wudlu.
d)   Mampu mempraktikan wudlu

d.      Pendekatan Rekrontruksi Sosial
Kurikulum ini sangat memperhatikan hubungan kurikulum dengan sosial masyarakat dan politik perkembangan ekonomi. Kurikulum ini bertujuan untuk menghadapkan peserta didik pada berbagai permasalahan manusia dan kemanusian. Permasalahan yang muncul tidak harus pengetahuan sosial saja, tetapi di setiap disiplin ilmu termasuk ekonomi, kimia, matematika dan lain-lain. Kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional. Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama. Melalui interaksi ini siswa berusaha memecahkan problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan masyrakat yang lebih baik.
Kegiatan yang dilakukan dalam kurikulum rekonstruksi sosial antara lain melibatkan:
1.      Survey kritis terhadap suatu masyarakat.
2.      Studi yang melihat hubungan antara ekonomi lokal dengan ekonomi nasional atau internasional.
3.      Study pengaruh sejarah dan kecenderungan situasi ekonomi lokal.
4.      Uji coba kaitan praktek politik dengan perekonomian.
5.      Berbagai pertimbangan perubahan politik.
6.      Pembatasan kebutuhan masyarakat pada umumnya.[9]
Pembelajaran yang dilakukan dalam kurikulum rekonstruksi sosial harus memenuhi 3 kriteria berikut, yaitu: nyata, membutuhkan tindakan dan harus mengajarkan nilai. Evaluasi dalam kurikulum rekontruksi sosial mencakup spektrum luas, yaitu kemampuan peserta didik dalam menyampaikan permasalahan, kemungkinan pemecahan masalah, pendefinisian kembali pandangan mereka dan kemauan mengambil tindakan. [10]

2.      Pendekatan Kurikulum Berdasarkan Cakupan Pengembangannya
Para Pengembang telah menemukan beberapa pendekatan dalam pengembangan kurikulum. Berikut ini adalah pendekatan-pendekatan yang dikembangkan para pengembang.  Dr. Abdullah Idi, M.Ed dalam bukunya Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, menambahkan 3 (tiga) pendekatan pengembangan kurikulum, yaitu :
a.      Pendekatan Berorientasi pada Tujuan
Pendekatan ini menempatkan rumusan atau penempatan tujuan yang hendak dicapai dalam posisi sentral, sebab tujuan adalah pemberi arah dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.
Kelebihan pendekatan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada tujuan adalah:
1.      Tujuan yang ingin dicapai jelas bagi penyusun kurikulum.
2.      Tujuan yang jelas akan memberikan arah yang jelas pula dalam menetapkan materi pelajaran, metode, jenis kegiatan dan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan.
3.      Tujuan-tujuan yang jelas itu juga akan memberikan arah dalam mengadakan penilaian terhadap hasil yang dicapai.
4.      Hasil penelitian yang terarah itu akan membantu penyusun kurikulum di dalam mengadakan perbaikan-perbaikan yang diperlukan. [11]
b.      Pendekatan dengan Pola Organisasi Bahan
Pendekatan ini dapat dilihat dari pola pendekatan:
1.      Pendekatan pola Subject Matter Curriculum
Pendekatan ini penekanannya pada berbagai matapelajaran secara terpisah-pisah, misalnya: sejarah, ilmu bumi, biologi, matematika dan sebagainya. Matapelajaran ini tidak berhubungan satu sama lain).
2.      Pendekatan pola Correlated Curriculum
Pendekatan ini adalah pendekatan dengan pola mengelompokkan beberapa matapelajaran (bahan) yang sering dan bisa secara dekat berhubungan. Misalnya, bidang studi IPA, IPS dan sebagainya.
Pendekatan ini dapat ditinjau dari berbagai aspek (segi), yaitu:
a.       Pendekatan Struktur: Contoh: IPS, terdiri atas Sejarah, Ekonomi, Sosiologi.
b.      Pendekatan Fungsional: Pendekatan ini berdasarkan pada masalah yang berarti dalam kehidupan sehari-hari.
c.       Pendekatan tempat atau daerah: Atas dasar pembicaraan suatu tempat tertentu sebagai pokok pembicaraan.
3.      Pendekatan pola Integrated Curriculum
Pendekatan ini berdasarkan kepada keseluruhan hal yang mempunyai arti tertentu, Misalnya: pohon; sebatang pohon ini bukan merupakan sejumlah bagian-bagian pohon yang terkumpul, akan tetapi merupakan sesuatu yang memiliki arti tertentu yang utuh, yaitu pohon.
c.       Pendekatan Akuntabilitas (Accountability)
Accountability atau pertanggungjawaban lembaga pendidikan tentang pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat akhir-akhir ini menjadi hal yang penting dalam dunia pendidikan. Akuntabilitas yang sistematis pertama kali diperkenalkan Frederick Tylor dalam bidang industri pada permulaan abad ini. Pendekatannya yang dikenal sebagai scientific management atau manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas spesifik yang harus diselesaikan pekerja dalam waktu tertentu. Tiap pekerja bertanggung jawab atas penyelesaian tugas itu.[12]
Dilihat dari cakupan Pengembangannya Menurut Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.Pd., ada dua pendekatan yang bisa diterapkan dalam pengembangan kurikulum, yaitu :
a.      Pendekatan Top Down
Dikatakan pendekatan top down atau pendekatan administratif, yaitu pendekatan dengan sistem komando dari atas ke bawah. Oleh karena dimulai dari atas itulah, pendekatan ini juga dinamakan line staff mode. Dilihat dari cakupan pengembangannya, pendekatan top down bisa dilakukan baik untuk menyusun kurikulum yang benar-benar baru (curriculum construction) ataupun untuk penyempurnaan kurikulum yang sudah ada (curriculum improvement). Prosedur kerja atau proses pengembangan kurikulum model ini dilakukan kira-kira sebagai berikut:
Langkah pertama, dimulai dengan pembentukan tim pengarah oleh pejabat pendidikan. Langkah kedua, adalah menyusun tim atau kelompok kerja untuk menjabarkan kebujakan atau rumusan-rumusan yang telah disusun oleh tim pengarah. Langkah Ketiga, apabila kurikulum sudah selesai disusun oleh tim atau kelompok kerja, selanjutnya hasilnya diserahkan kepada tim perumus untuk dikaji dan diberi catatan-catatan atau direvisi. Langkah Keempat, para administrator selanjutnya memerintahkan kepada setiap sekolah untuk mengimplementasikan kurikulum yang telah tersusun itu. [13]
b.      Pendekatan Grass Roots
Dalam model grass roots atau pengembangan kurikulum yang diawali oleh inisiatif dari bawah lalu disebartluaskan pada tingkat atau skala yang lebih luas, dengan istilah singkat sering dinamakan pengembangan kurikulum dari bawah ke atas. Oleh karena sifatnya yang demikian, maka pendekatan ini lebih banyak digunakan dalam penyempurnaan kurikulum (curriculum improvement), walaupun dalam skala yang terbatas mungkin juga digunakan dalam pengembangan kurikulum baru (curriculum construction).
Ada beberapa langkah penyempurnaan kurikulum yang dapat dilakukan manakala menggunakan pendekatan grass roots ini.
Pertama, menyadari adanya masalah. Berawal dari keresahan guru tentang kurikulum yang berlaku. Kedua, mengadakan refleksi. Refleksi dilakukan dengan mengkaji literature yang relevan misalnya dengan membaca buku, jurnal hasil penelitian yang relevan dengan masalah yang kita hadapi atau mengkaji sumber informasi lain. Ketiga, mengajukan hipotesis atau jawaban sementara. Guru memetakan berbagai kemungkinan munculnya masalah dan cara penanggulangannya. Keempat, menentukan hipotesis yang sangat mungkin dekat dan dapat dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan. Kelima, mengimplementasikan perencanaan dan mengevaluasinya secara terus-menerus hingga terpecahkan masalah yang dihadapi. Dalam pelaksanaannya kita bisa berkolaborasi atau meminta pendapat teman sejawat. Keenam, membuat dan menyusun laporan hasil pelaksanaan pengembangan melalui grass roots. Langkah ini sangat penting untuk dilakukan sebagai bahan publikasi dan diseminasi, sehingga memungkinkan dapat dimanfaatkan dan diterapkan oleh orang lain yang pada gilirannya hasil pengembangan dapat tersebar.
3.      Pendekatan Kurikulum Berdasarkan Aspek Perencanaan
Dilihat dari aspek perencanaannya, menurut Zainal Arifin ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum. Menurut penulis, pendekatan yang dikemukakan oleh Zainal Arifin sudah merangkum pendapat para ahli lainnya, yaitu:
1.      Pendekatan Kompetensi (Competency Approach)
Kompetensi adalah jalinan terpadu yang unik antara pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam pola berpikir dan pola bertindak. Pendekatan kompetensi menitikberatkan pada semua ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Ciri-ciri pendekatan kompetensi adalah berpikir teratur dan sistematik, sasaran penilaian lebiih difokuskan pada tingkat penguasaan, dan kemampuan memperbarui diri (regenerative capability)

Prosedur menggunakan pendekatan ini adalah (a) menetapkan standar kompetensi lulusan yang harus dikuasai oleh para lulusan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan, (b) memerinci perangkat kompetensi yang harap dimiliki oleh para lulusan, (c) menetapkan bentuk dan kuantitas pengalaman belajar melalui bidang studi atau suatu pelajaran (jika perlu menciptakan mata pelajaran baru) dan kegiatan-kegiatan pendukung lainnya yang relevan, (d) mengembangkan silabus, (e) mengembangkan skenario pembelajaran, (f) mengembangkan perangkat lunak pembelajaran, dan (g) mengembangkan sistem penilaian.
Bukti penguasaan kompetensi tidak cukup dengan kemampuan lisan saja, melainkan harus diperagakan dalam bentuk pelaksanaan perbuatan yang nyata dan konkret. Dalam penilaian penguasaan kompetensi, ada tiga hal penting yang harus diperhatikan guru, yaitu sebagai berikut.
Pertama, sasaran penilaian tidak hanya terfokus pada kemampuan tertulis dan lisan saja, tetapi juga tingkat untuk kerjapelaksanaan tugas yang telah ditetapkan. Kedua, kriteria penilaian adalah persyaratan minimal pelaksanaan tugas-tugas. kriteria  ini dijabarkan langsung dari hakikat dan tuntutan tugas yang dapat dikerjakan peserta didik, bukan dari prestasi rata-rata kelompok atau dari patokan mutlak yang tidak jelas rujukannya. Ketiga, sasaran utama adalah penguasaan kemampuan dan bukan pada cara atau waktu pencapaiannya.
Pada pengembangan kurikulum harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menilai penguasaan kemampuannya atas bahan yang dapat disajikan bahkan sebelum bahan tersebut dikerjakan. Ciri pendekatan kompetensi yang tidak kalah pentingnya adalah penjaringan dan pengolahan informasi balikan secara teratur untuk melakukan perbaikan secara berkesinambungan sehingga kurikulum memiliki mekanisme untuk memperbaiki diri baik tingkat lembaga maupun tingkat nasional.
Dalam pembentukan kompetensi perlu diusahakan untuk melibatkan peserta didik seoptimal mungkin, dengan memberikan kesempatan dan mengikutsertakan mereka untuk turut ambil bagian dalam proses pembelajaran.[14]
2.      Pendekatan Sistem (System Approach)
Sistem adalah totalitas atau keseluruhan komponen yang saling berfungsi, berinteraksi, berinterelasi dan interdependensi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Komponen sistem ada yang sederhana sehingga dapat ditetapkan terlebih dahulu, tetapi ada juga yang kompleks sehingga belum dapat ditetapkan.
Pendekatan sistem  digunakan juga sebagai suatu sistem berfikir, bahkan sistem pendekatan ini dikembangkan dalam upaya pembaharuan pendidikan. [15] Inti pendekatan sistem yang berupa proses adalah merumuskan masalah, mengidentifikasi strategi pemecahan masalah, dan evaluasi. Misalnya, model Instructional Development Institute (IDI) yang dikembangkan oleh University Consortium on Instructional Development and Technology (UCIDT) memiliki langkah-langkah sebagai berikut.[16]
a.       Merumuskan masalah, yang meliputi:
1)      Menentukan masalah: analisis kebutuhan, menentukan prioritas, merumuskan masalah
2)      Menganalisis latar; ciri-ciri peserta didik, kondisi (hambatan), sumber-sumber
3)       Mengatur pengelolaan: analisis tugas, tanggung jawab, dan penjadwalan.
b.       Mengidentifikasi strategi pemecahan masalah, yang meliputi:
1)      Menentukan tujuan pembelajaran: tujuan akhir dan tujuan antara;
2)      Menentukan strategi: pendekatan, metode, media, dan sumber belajar;
3)       Membuat prototype: bahan-bahan, pembelajaran, dan bahan-bahan evaluasi.
c.        Melaksanakan evaluasi, yang meliputi:
1)      Uji coba prototype: melakukan uji coba, mengumpulkan data dan evaluasi
2)      Analisis hasil uji coba: tujuan pembelajaran, metode, dan teknik evaluasi.
3)      Penyempurnaan langkah-langkah terdahulu: review, menetapkan, melaksanakan.

3.      Pendekatan Klarifikasi Nilai (Value Clarificatioa Approach)
Klarifikasi nilai adalah langkah pengambilan keputusan tentang prioritas atas keyakinan sendiri berdasarkan pertimbangan yang rasional, logis, sesuai dengan perasaannya dan perasaan orang lain serta aturan yang berlaku.
Ciri-ciri pengembangan kurikulum berdasarkan pendekatan klarifikasi nilai, antara lain: (a) peran guru kurang dominan dalam pembelajaran, (b) guru sedikit memberikan informasi dan lebih banyak mendengarkan penjelasan dari peserta didik, (c) guru lebih sering menggunakan metode tanya jawab, (d) tidak banyak kritik dan destruktif, (e) kurang menekankan faktor kegagalan dan lebih menerima kesalahan-kesalahan, (f) menanggapi dan menghayati pekerjaan peserta didik, (g) merumuskan tujuan dengan jelas, sehingga struktur kegiatan dapat dipahami oleh peserta didik, (h) dalam batas tertentu peserta didik diberi kebebasan untuk bekerja dan bertanggung jawab, (i) peserta didik bebas mengungkapkan apa yang mereka rasakan, (j) adanya keseimbangan antara tugas kelompok dengan tugas perseorangan, (k) belajar bersifat individual, (l) evaluasi bukan berfokus pada prestasi akademik, tetapi juga proses pertukaran pengalaman, dan (m) peserta didik menemukan sistem nilainya sendiri.
Secara umum, tujuan klarifikasi nilai adalah untuk (a) mengembangkan hubungan pribadi di antara peserta didik secara lebih baik yang mungkin di antara mereka terjadi konflik nilai atau untuk mengambil keputusan pada masa mendatang, dan (b) melengkapi kebutuhan peserta didik, baik kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani. Secara khusus, tujuan dan kegunaan pendekatan klarifikasi nilai adalah (a) mengukur dan mengetahui tingkat kesadaran peserta didik tentang suatu nilai, (b) menyadarkan peserta didik tentang nilai-nilai yang dimiliki, baik tingkat maupun sifat. Jika nilai yang dimiliki peserta didik sifatnya negative, maka tugas guru adalah meluruskan atau mengarahkannya menjadi sifat yang positif, (c) menanamkan nilai kepada peserta didik melalui contoh nyata atau keteladanan dan cara-cara yang rasional, yang dapat diterima peserta didik sebagai milik pribadinya, (d) melatih dan membina peserta didik tentang bagaimana cara menilai, menerima, dan mengambil keputusan terhadap suatu nilai umum.[17]

5.      Pendekatan yang Berpusat pada Masalah (Problem-Centered Approach)
Pengembangan kurikulum dengan pendekatan ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi berbagai masalah kurikulum secara khusus. Para guru diminta berbagai informasi tentang masalah-masalah, keinginan atau harapan, dan kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi dalam mata pelajaran, seperti perbaikan cara penampilan, penggunaan multimetode dan media dalam pembelajaran, serta sistem penilaian. Untuk memperlajari masalah dan keinginan dari guru tersebut, pengembang kurikulum perlu melakukan penelitian yang tidak bersifat evaluatif melainkan bersifat stimulatif dan mendorong guru untuk memberikan informasi yang objektif semata-mata demi kepentingan pengembangan kurikulum yang lebih baik. Melalui pendekatan ini, guru merasa sangat dihargai karena pendapat atau saran mereka didengar bahkan dijadikan pertimbangan dalam pengembangan kurikulum. Pengembang kurikulum harus duduk bersama guru untuk membahas silabus yang berlaku dan mencari alternatif pemecahannya.
6.       Pendekatan Terpadu
Pendekatan ini bertitik tolak dari suatu keseluruhan atau satu kesatuan yang bermakna dan berstruktur. Keseluruhan bukanlah penjumlahan dari bagian-bagian, melinkan suatu totalitas yang berada dan berfungsi dalam suatu struktur tertentu. Dalam organisasi kurikulum dikenal dengan kurikulum terpadu dengan sistem penyampaian melalui pembelajaran unit.




BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Pengembangan kurikulum adalah proses yang mengaitkan satu komponen kurikulum lainnya untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik.
Berdasarkan teori kurikulum, Ada 4 macam pendekatan dalam pengembangan kurikulum, yakni pendekatan subjek akademis, pendekatan humanistis, pendekatan teknologis dan pendekatan konstruksi sosial.
Berdasarkan cakupan pengembangannya, lamdasan pengembangan kurikulum terdiri dari  5 yaitu : yaitu pendekatan berorientasi pada tujuan, pendekatan dengan pola organisasi bahan dan pendekatan akuntabilitas.  pendekatan top down (administrative/dari atas ke bawah) dan pendekatan grass roots (dari bawah ke atas).
Berdasarkan Aspek Perencanaannya, pendekatan pengembangan kurikulum terdiri dari pendekatan kompetensi (competency Approach), pendekatan sistem ( system Approach), pendekatan klarifikasi nilai, (value clarification Approach), pendekatan comprehensive Approach), pendekatan yang berpusat pada masalah ( problem- centered Approach),  dan pendekatan terpadu.


DAFTAR PUSTAKA

Subandijah, 1986, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta, Grafindo.

Idi, Abdullah, 2007 Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Jogjakarta,  Ar-Ruzz Media.

Sanjaya, Wina, 2010, Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), Jakarta,  Kencana.

Noeng, Muhadjir, 2000,  Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori Pendidikan Pelaku Sosial Kreatif, Yogyakarta, Rake Sarasin.

Depdikbud.Kurikulum 1978.1979.

Muhaimin, 2010, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, Jakarta,  PT. Raja Grafindo Persada.

Nasution. 1993, Pengembangan Kurikulum, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti.

Arifin Zainal, 2011, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, Bandung, PT Remaja Rosdakarya.


Hamalik oemar, 2007, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, Bandung, Remaja Rosdakarya.

E mulyasa, 2009, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta, PT Bumi aksara


[1] Depdikbud.Kurikulum 1978.1979. hlm 37
[2] Subandijah. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum.(Jakarta: Grafindo,1986) hlm.37
[3] Idi, Abdullah. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik.(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007) hlm.20
[4] Sanjaya, Wina.Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).(Jakarta: Kencana, 2010) hlm.77
[5]Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi. ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2010)  hlm.139-140
[6] Noeng, Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori Pendidikan Pelaku Sosial Kreatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000). Hlm 139
[7] Ibid,
[8]  ibid
[9] ibid
[10] Subandijah., Pengembangan dan Inovasi Kurikulum.(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993) hlm.28
[11] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik.(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hlm.200-201
[12] Nasution.Pengembangan Kurikulum.(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993) hlm.50
[13] Sanjaya, Wina.Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).(Jakarta: Kencana, 2010) hlm.78-81
[14] .E mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta : PT Bumi aksara), 2009, hlm 185
[15] Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2007) hlm 38

[16] Arifin Zainal, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya), 2011, hal 118-119



[17], ibid hlm 120



Tidak ada komentar:

Posting Komentar