BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Fazlur Rahman adalah salah
seorang tokoh pembaharu/pemikir neo modernis yang begitu akrab dengan dunia
Islam bahkan dengan Indonesia, Tokoh reformis asal Pakistan ini, dinilai
memiliki andil besar dan pengaruh yang sangat kuat bagi berseminya wacana Islam
liberal di Indonesia. Hal ini antara lain dapat dirujuk dari kedekatan
Fazlurahman dengan Nur Cholish Madjid (Cak Nur), Syafi’i Ma’arif dan Amien
Ra’is pelopor dari gerakan pembaruan Islam di Indonesia yang berhubungan
langsung dan berguru kepada Rahman, cukup wajar jika pada akhirnya pemikiran
Fazlur Rahman menjadi arus utama (mainstream)
dan begitu mewarnai aliran pemikiran Islam modern di negeri. Dalam
sitting historis Fazlur Rahman, sangat menekankan peranan filsafat sebagai
kegiatan kritis analitis dalam melahirkan gagasan-gagasan yang bebas. Dalam hal
ini filsafat berfungsi menyediakan alat-alat intelektual bagi teologi dalam
menjalankan tugasnya "membangun suatu pandangan dunia (word view) berdasarkan al-Qur'an". Karena Al Qur’an
adalah sumber insipirasi yang tiada pernah kering untuk ditimba mutiara hikmah
yang tersimpan di dalamnya.Ia dalam pandangan Abdullah Darraz (1960:111)
bagaikan intan yang setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa
yang terpancar dari sudut-sudut yang lain yang tidak mustahil jika seseorang
mempersilahkan orang lain memandangnya, maka orang itu akan melihat jauh lebih
banyak dari apa yang orang pertama itu melihatnya. Makna yang tersimpan dalam
redaksi kata-katanya tak pernah berhenti pada satu maksud semata. Sebagaimana
ungkapan Muhammad Arkoun ( 1988:182-183) yang menyatakan bahwa al qur’an
memberikan kemungkinan-kemungkinan arti yang tak terbatas. Kesan yang diberikan
oleh ayat-ayatnya mengenai pemikiran dan penjelasan pada tingkat wujud adalah
mutlak. Dengan demikian ayat selalu terbuka ( untuk interpretasi) baru, tidak
pernah pasti dan tertutup dalam interpretasi tunggal. Oleh karena itu dalam
makalah ini penulis akan menjelaskan
mengenai pendekatan fazlur rahman dalam major themes of the qur’an (tema pokok
al-qur’an).
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana biografi fazlur rahman dan karya-karya fazlur rahman?
2. Bagaimana
gambaran umum fazlur rahman dalam major
themes of the Qur’an (Tema pokok al-qur’an?
3. Bagaimana metode Penafsiran Fazlur Rahman
dalam Major Themes of The Qur’an?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui bagaimana biografi fazlur rahman dan karya-karya fazlur rahman
2. Untuk
mengetahui bagaimana gambaran umum fazlur rahman dalam major themes of the Qur’an (Tema pokok al-qur’an
3. Untuk mengetahui bagaimana metode Penafsiran Fazlur Rahman dalam Major Themes of The Qur’an
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Fazlur Rahman dan Karya-Karya Fazlur Rahman
1.
Biografi Fazlur Rahman
Fazlur
Rahman lahir di Hazara, Pakistan, pada tanggal 21 September 1919 M, dia berasal
dari keluarga yang alim atau tergolong taat beragama, dengan menganut Madzhab
Hanafi seperti pengakuannya sendiri, keluarganya mempraktikkan lbadah
sehari-hari secara teratur. Pada usia sepuluh tahun, ia telah menghafal
Al-Quran. Ayahnya, Mawlana Syihab ad-Din, adalah seorang alumnus Dar al-Ulum,
sekolah menengah terkemuka di Deoband, India. Di sekolah ini, Syihab ad-Din
belajar dari tokoh-tokoh terkemuka seperti Mawlana Mahmud Hasan (w.1920), yang
lebih populer dengan Syekh al-Hind, dan seorang Faqih ternama, Mawlana Rasyid
Ahmad Bangohi (w.1905).
Meskipun
Rahman tidak belajar di Dar al-Ulum, ia menguasai kurikulum Darse Nizami yang
ditawarkan lembaga tersebut dalam kajian privat dengan ayahnya. Hal ini
melengkapi latar belakangnya dalam memahami Islam tradisional, dengan perhatian
khusus pada fiqih, teologi dealektisatav, ilmu kalam, hadist, tafsir, logika (mantiq)
dan filsafat.[1]
Ketika anak benua Indo Pakistan masih belum pecah ke dalam dua Negara mereka,
di sebuah daerah yang kini terbesar di Barat Pakistan. Anak benua ini terkenal
dengan sederet pemikiran liberalnya seperti Syah Waliyullah, Sir Sayyid Amir
Ali dan Muhammad Iqbab, latar belakang ini mempengaruhi Fazlur Rahman menjadi
pemikir radikal dan liberal dalam peta pembaharuan Islam.[2]
Pada
tahun 1933, Rahman dibawa ke India untuk memasuki sekolah modern. Kemudian ia
melanjutkan ke Punjab University, dan lulus menyandang gelar B.A. pada tahun
1940 dalam spesialisasi bahasa Arab. Dua tahun setelah itu, tepatnya tahun 1942
Fazlur Rahman memperoleh gelar Master dalam Sastra Arab dan sedang belajar
untuk memperoleh gelar Doktoral Lahore, ia diajak oleh Ab A’la al Maududi
bergabung dengan Jemaah Islam dengan syarat mau menghentikan studinya, sebab
menurut Maududi semakin banyak Fazlur Rahman belajar, kemampuan-kemampuan
praktisnya akan semakin beku. Hal ini tidak menjadikan Fazlur Rahman berubah
pendirian tetapi menolak ajakan-ajakan tersebut dan tetap memilih untuk melanjutkan
studinya.[3]
Menyadari
bahwa mutu pendidikan tinggi Islam di India ketika itu amat rendah, Fazlur
Rahman akhirnya memutuskan untuk melanjutkan studinya ke Inggris. Keputusan ini
termasuk keputusan yang amat berani, sebab pada waktu itu terdapat anggapan
bahwa, merupakan hal yang sangat aneh jika seorang muslim pergi belajar Islam
ke Eropa dan kalaupun ada yang terlanjur ke sana, maka ia akan amat susah untuk
diterima kembali di Negara asalnya, bahkan lebih jauh tindakan berani seperti
ini kerap pula mengakibatkan penindasan.[4]
keputusan belajar di Eropa didasarkan atas ketidakpuasan terhadap mutu
pendidikan Islam di negeri-negeri Islam sendiri.
Pada
tahun 1946, ia berangkat ke Oxford University, Inggris. Dalam proses
perampungannya di Universitas ini, ia menulis sebuah disertasi tentang
psikologi (London: Oxford Uneversity Press, 1952) di bawah bimbingan Prof.
Simon Van Den Bergh. Belajar di Oxford University, sebagai lembaga pendidikan
yang telah maju di Barat, Rahman berkesempatan mendalami bahasa-bahasa Barat.
Jika ditelusuri dari karya-karyanya, tampak bahwa Rahman, setidaknya, menguasai
bahasa-bahasa Latin, Yunani, Inggris, Perancis, Jerman, Turki, Arab, Persia,
dan Urdu. Penguasaan banyak bahasa ini jelas sangat membantunya dalam upaya
menggali dan memperluas wawasan keilmuannya, terutama dalam studi-studi Islam
melalui penelusuran literatur-literatur keislaman yang ditulis oleh para
Orientalis dalam bahasabahasa yang umumnya Eropa.
Setelah
meraih gelar Doctor of Philosophy (Ph.D) dari Oxford University pada 1950,
Rahman tidak langsung pulang ke negerinya, Pakistan, yang baru saja merdeka
beberapa tahun dan telah memisahkan diri dari India. Rahman agaknya masih cemas
akan fenomena masyarakat negerinya saat itu, yang agak sulit menerima seorang
Sarjana Keislaman yang terdidik di Barat. Karenanya, beberapa tahun ia memilih
mengajar di Eropa yang dimulainya dengan mengajar bahasa Persia dan Filsafat
Islam di Durham University, Inggris, pada tahun 1950-1958.[5]
Fazlur Rahman mulai memperlihatkan tingkat kesarjanannya yang tinggi dengan
menelorkan beberapa karyanya dalam bidang religio filosofis Islam khususnya
pandangan-pandangan religio filosofisnya Ibnu Sina yang amat dikaguminya pada
saat mengajar di Universitas Durham, ia merampungkan karya orisinilnya, Prophecy
in Islam: Philosofy and Ortodoxy[6]
namun baru kemudian di terbitkan di London oleh George Allen dan Unwin, Ltd.
Pada
tahun 1958, sewaktu ia mengajar di McGill University, Kanada. Buku ini
merupakan satu-satunya karya orisinil Fazlur Rahman bahwa selama ini
sarjana-sarjana modern yang mengkaji pemikiran-pemikiran religio filosofis
Islam kurang memperhatikan terhadap masalah-masalah doktrin kenabian.
Selanjutnya, atas berbagai pertimbangan, ia meninggalkan Inggris untuk menjadi
Associated Professor pada bidang studi Islam di Institute of Islamic Studies Mc
Gill University Montreal, Kanada.
Di
awal tahun 60-an, Rahman memulai proyek paling ambisius dalam hidupnya, yang
kemudian menjadi titik tolak dalam karirnya. Pakistan, di bawah Jenderal Ayyub
Khan, mulai memperbaharui usahanya pada pembentukkan politik dan identitas
Negara. Dalam pandangan Khan, salah satu unsur untuk membangun kembali semangat
nasional adalah memperkenalkan transformasi politik dan hukum. Transformasi itu
diharapkan akan membawa Negara kembali pada khittahnya sebagai Negara dengan
visi dan ide Islam. Antusiasme Rahman sendiri terhadap masalah ini bisa di
buktikan dari kenyataan bahwa ia meninggalkan karir akademiknya yang bergengsi
di Kanada demi tantangan yang menghadang di Pakistan. Pada awal Pembentukan
Pusat Lembaga Riset Islam (Central Institute Of Islamic Research), ia semula
manjadi profesor tamu, dan kemudian menjadi direktur selama satu periode
(1961-1968). Di samping sebagai direktur di lembaga ini, Rahman juga bekerja
pada Dewan Penasihat Ideology Islam (Adrisory Couna of Islamic Ideology).
Lembaga reseach yang dikelola Fazlur Rahman dibentuk dengan tugas menafsirkan
Qur’an dalam term-term (istilah-istilah) rasional dan ilmiah untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan suatu masyarakat yang progresif.[7]
Pada
saat itu, posisi penting ini memberinya kesempatan untuk meninjau
berlangsungnya pemerintahan dan kekuasaan dari dekat. Bahkan saat-saat itu
juga, kata Ibrahim Moosa, menjadi pengalaman paling berharga dalam sejarah
hidup seorang Rahman, pada sisi lain, dengan posisi sebagai direktur lembaga
riset, Rahman memprakarsai penerbitan Journal of Islamic Studies, yang hingga
kini masih terbit secara berkala dan merupakan jurnal ilmiah keagamaan bertaraf
Internasional.[8]
Ketika
menafsirkan kembali Islam untuk menjawab tantangantantangan dan
kebutuhan-kebutuhan masa kini tetap gagasan-gagasan pembaharuan yang
dikemukakan Fazlur Rahman selaku direktur Research Islam ataupun sebagai Dewan
Penasihat Ideology Islam yang pada waktunya mewakili sudut pandang kalangan
modernis, selalu mendapat tantangan keras dari kaum tradisionalis dan
fundamentalis ide-ide tentang sunah dan hadist, riba dan bunga bank, zakat,
fatwa mengenai kehalalan binatang sembelihan secara mekanis serta lainnya telah
menimbulkan kontroversi- kontroversi yang berkepanjangan secara berkala
nasional di Pakistan.
Puncak
dari tantangan ini meletus ketika dua bab pertama dari karya pertamanya Islam,
diterjemahkan kedalam bahasa Urdu dan dipublikasikan pada Jurnal Fikr-u Nazr.
Ketegangan ini berlanjut ditambah dengan ketegangan politik antara ulama
tradisional dengan pemerintah di bawah pimpinan Ayyub Khan yang dapat
digolongkan modernis. Akhirnya pada saatsaat inilah Rahman merasa terpaksa
hengkang dari Pakistan.[9]
Akhirnya ia memutuskan untuk hijrah ke Chicago dan sejak 1970 menjabat sebagai
Guru Besar Kajian Islam dalam berbagai aspek pada Departemen of Near Eastern
and Civilization, University of Chicago.[10]
Universitas
ini merupakan tempat terakhirnya bekerja, hingga ia wafat. Selama menjadi
pengajar di Universitas Chicago, dengan posisi sebagai muslim modern, Rahman
telah memberikan banyak kontribusi pada ilmuwan muslim generasinya untuk member
kepercayaan diri, baik melalui publikasi, konsultasi, dakwah, pengkaderan
ilmuwan muda yang datang dari berbagai negara untuk belajar di bawah asuhannya
Ahmad Syafi’i Maarif yang pernah menjadi murid Fazlur Rahman selama empat tahun
di Chicago memberi komentar sehubungan dengan kepindahan bekas gurunya itu ke
Barat. Bila bumi muslim belum peka terhadap himbauan-himbauan, maka bumi lain
yang juga bumi Allah telah menampungnya dan dari sanalah ia menyusun dan
merumuskan pikiranpikirannya tentang Islam sejak 1970, dan kesanalah beberapa
mahasiswa dari negeri muslim belajar Islam dengannya.[11]
Di
Chicago selain mengajar di Universitas tersebut, Rahman juga sering diminta
oleh berbagai pusat studi terkemuka di Barat untuk member kuliah atau
berpartisipasi dalam seminar-seminar internasional yang berkaitan dengan
keislaman.[12]
Fazlur
Rahman merupakan guru besar yang dihormati seorang pendeta Yahudi yang juga
berguru kepadanya. Ia amat respek terhadap gurunya, yang kemudian berkomentar:
"belum pernah saya betemu guru besar dan sebaik ini", meskipun dalam
kuliah-kuliahnya tak jarang melakukan kritik pedas terhadap orang Yahudi.
Wawasan keilmuan Fazlur Rahman yang luas juga tampak di dalam mata kuliah yang
diberikannya, meliputi pemahaman Al- Qur’an, Filsafat Islam, Taswuf, Hukum
Islam, kajian-kajian tentang Al- Ghozali, Ibnu Taimiyah, Syah Wali Allah, Iqbal
dan lainnya. Fazlur Rahman sangat menguasai Islam historis maupun normatif, ia
merupakan sarjana yang berkualitas tinggi dan sekaligus sebagai pemikir Islam
yang serius.
The
Rocky Feller Memorial Chapel, pernah mengundangnya untuk memberikan ceramah
tentang tensi-tensi moral manusia dalam Quran, pada musim semi di tahun 1981,
juga diminta pusat studi-studi Yahudi untuk memberikan kuliah masalah sikap
Islam terhadap Yudaisme pada Universitas Conneticul di Starrs, demikian juga
Universitas PBB pernah mengundangnya uintuk menyampaikan kuliah dalam seminar
Perception of Desirable Society, yang diselenggarakan di Bangkok bersama Prof.
Sherif Mardin.
Aktifitas
Rahman menulis berbagai artikel untuk Jurnal-jurnal ilmiah dan buku-buku
suntingan terus dikerjakan, pernah juga menterjemahkan sebuah buku artikel Nanik
Kemal, pembaharu Turki dari Bahasa Urdu ke dalam bahasa Inggris, berisi
tentang kritik Kemal dan komentar panjangnya terhadap tulisan Ernst Renan. Fazlur
Rahman berhasil pula menyelesaikan penulisan buku The Philosophy of Mulla
Sadra, yang dalam buku ini berusahamemperkenalkan pemikiran-pemikiran
religio filosofis Mulla Sadra, berpijak dari karya monumental itu mengilhami
pula untuk menulis sebuah buku Al-Ashfar al-Arbaah sebagai sumbangan
besar di bidang kajian perkembangan pemikiran religio filosofis pasca
Al-Ghozali. Karya Fazlur Rahman yang kedua dalam periode ini, adalah
sebuah buku dengan judul Major Themes of the Qur’an.
Bersama
Leonard Bider Fazlur Rahman aktif memimpin sebuah proyek penelitian Islam
and Social Change, sebagai hasil penelitian ini tersusunlah sebuah buku
yang terbit tahun 1982 dengan judul Islam and Modernity
Transformation of Intellectual Tradition, buku ini pada mulanya berjudul Islamic
Education and Modernity, karena ia memang berbicara tentang pendidikan
Islam dan perspektif sejarah dengan al-Quran sebagai kriteria penilaian,
kemudian oleh penerbit The University of Chicago Press diubah menjadi Islam
and Modernity.[13]
Pada
tanggal 26 Juli 1988 dalam usianya yang ke-69, Fazlur Rahman menghembuskan
nafas yang terakhir di Chicago, Illinois. Kepergian Sarjana Pemikir
Neo-Modernis ini merupakan sebuah kehilangan bagi dunia intelektual Islam
kontemporer. Rahman meninggalkan karya-karyanya dalam bentuk buku utuh,
artikel-artikel dalam jurnal ilmiah dan buku suntingan, karya-karyanya
kebanyakan berbahasa Inggris dan hanya sebagian kecil yang berbahasa Urdu.
2.
Karya-Karya Fazlur Rahman
Diantara
karya-karya intelektualnya yang sempat ditulisnya berupa buku-buku antara lain
:
1. Avicenna’s
Psychology (1952)
2. Prophecy
in Islam : Philosophy and Orthodoxy (1958)
3. Islamic
Metodology in History (1965)
4. Islam
(1966)
5. The
Philosophy of Mulla Sadra (1975)
6. Major
Themes of the Quran (1980)
7. Islam
and Modernity : Transformation of an Intellectual Traditional (1982)
Sedangkan
dalam bentuk artikel ilmiah, tersebar di banyak jurnal baik jurnal lokal
(Pakistan) dan internasional, serta yang dimuat dalam buku-buku bermutu dan
terkenal. Artikel-artikel yang ditulisnya antara lain :
1. Some
Islamic Issues in the Ayyub Khan
2. Islam:
Challenges and Opportunities
3. Revival
and Reform in Islam: a Study of Islamic Fundamentalism
4. Islam
: Legacy and Contemporary Challenges
5. Islam
in the Contemporary World
6. Roots
of Islamic Neo- Fundamentalism
7. The
Muslim World
8. The
Impact of Modernity on Islam
9. Islamic
Modernism its Scope, Methode an Alternatives
10. Divine
Revelation and the Prophet
11. Interpreting
the Quran
12. The
Quranic Concept of God, the Universe and Man
B. Pendekatan Fazlur Rahman dalam
tema pokok al-qur’an
Al qur’an adalah kitab yang sempurna
didalamnya memuat berbagai segi hubungan manusia dengan Tuhannya, hubungan
manusia dengan diri dan sesamanya dan hubungan manusia dengan alam
disekitarnya. Agaknya tema-tema inilah yang kemudian oleh fazlurrahman
digambarkan dalam bukunya dengan lebih memperjelas tema-tema la qur’an itu
kedalam 8 (delapan) kategori.
1. Tuhan
Salah satu dari kedelapan tema yang
termuat dalam kandungan al qur’an adalah tentang aspek Tuhan. Fazlurrahman
mempertanyakan tentang rasionalitas manusia dalam mengakui setidak-tidaknya
mempercayai adanya wujud Tuhan.[16]
Dalam pandangan beliau sesungguhnya al qur’an tidak “membuktikan” adanya Tuhan
akan tetapi “menunjukkan” cara untuk mengenal Tuhan, melalui alam semesta yang
ada.[17]
Menurut Fazlur rahman Al-qur’an
bukanlah risalah mengenai Tuhan dan sifat-sifat-Nya. Tetapi, sebetulnya ia
adalah hudan karena itu petunjuk bagi manusia agar bisa menemukan cara untuk
mengenal Tuhan. Seperti Alam dengan segala keteraturannya ini tidak mungkin
berjalan dengan sendirinya karena ia mempunyai tempat bergantung, dan tempat
bergantungnya ini pastinya satu. Tidak ada yang bersekutu dengan-Nya dalam
menciptakan alam semesta ini. menurut Al-qur’an orang yang paling keji
adalah orang yang secara formal ataupun aktual menyangkal adanya Tuhan
orang-orang Atheis materialis dan orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.
2. Manusia Sebagai Individu
Sisi lain kandungan al qur’an adalah
manusia sebagai individu, dalam pandangan fazlur rahman asal usul manusia jelas
beda dengan mahluk lainnya. Mengingat dalam diri manusia ada unsur ruh yang
ditiupkan oleh Allah SWT. Sekalipun demikian ia menyangkal adanya dualisme
individual antara jiwa dan raga dalam diri manusia sebagaiman terdapat pada
filsafat yunani, agam kristen dan hinduisme.[18]
Fazlur rahman juga menjelaskan
hakikat tujuan diciptakannya manusia di muka bumi ini yakni sebagai khalifatullah
mengemban amanah Allah SWT sekaligus hambatan dan tantangan yang dihadapinya
dalam mengemban misi suci itu. Tantangan terbesar manusia dalah syaitan karena
ia melambangkan sifat kepicikan (dlaif) dan kesempitan fikir (قطر ). Al qur’an tidak
henti-hentinya menyebutkan kelemahan ini di dalam bentuk dan konteks yang
berbeda. Karena kepicikannya kadang manusia berlaku amat sombong tetapi lekas
putus asa. Tidak ada mahluk lain yang dapat menjadi sombong dan berputus asa
sedemikian gampangnya seperti manusia.[19]
Oleh karena itu manusia yang baik harus memiliki keseimbangan yang dalam al
qur’an disebut sebagai taqwa. Akar perkataan taqwa adalah waqy, berjaga-jaga
atau melindungi diri dari sesuatu dan perkataan taqwa dengan pengertian ini
dipergunakan juga dalam al QS. Al- Thur (52:27) QS. Al-Mu’min (40:45) QS
Al-Insan (76:11.[20]
3. Manusia anggota masyarakat
Selain sebagai individu manusia
dalah mahluk sosial, oleh karena itu al qur’an tdak bisa berdiam diri untuk
tidak mengatur peri kehidupannya dalam bermasyarakat. Bahwa tujuan
diturunkannya al qur’an adalah menegakkan sebuah tatanan masyarakat yang ethis
dan egalitarian. hal ini terlihat di dalam celaannya terhadap disekuilibrum
ekonomi dan ketidak adilan sosial dalam masyarakat makkah waktu itu. Pada
mulanya celaan itu lebih ditujukan kepada dua aspek yang berkaitan dengan pola
hidup bermasyarakat yakni aspek politheisme dan ketimpanbgan sosial ekonomi
yang menibulkan dan menyebebakna perpecahan diantara manusia.[21]
Pada level sosial politik al qur’an
juga ingin menguatkan unit kekeluargaan paling dasar yang terdiri dari orang
tua, anak-anak, kakek,nenek dan masyarakat muslim dengan meniadakan rasa
kesukuan. Kesetiaan kepada aorang tua ditegaskan dalam QS.Al-Baqarah: 83.[22]
øÎ)ur $tRõs{r& t,»sVÏB ûÓÍ_t/ @ÏäÂuó Î) w tbrßç7÷ès? wÎ) ©!$# Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $ZR$|¡ômÎ) Ïur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur ÈûüÅ6»|¡uKø9$#ur (#qä9qè%ur Ĩ$¨Y=Ï9 $YZó¡ãm (#qßJÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4q2¨9$# §NèO óOçFø©9uqs? wÎ) WxÎ=s% öNà6ZÏiB OçFRr&ur cqàÊÌ÷èB ÇÑÌÈ
Artinya: Dan (ingatlah), ketika kami
mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah kamu menyembah selain
Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim,
dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia,
Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji
itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.
Sementara dalam rangka melaksankan
urusan pemerintahan al qur’an menyuruh kaum muslim untuk menegakkan syura
(lembaga konsultatif) Nabi Muhammad SAW sendiri disuruh untuk memutuskan
persoalan-persoalan setelah berkonsultasi dengan pemuka-pemuka masyarakat[23]
jika dalam musyawarah terjadi perselisihan dan berakibat peperangan diantara
kelompok muslim, al qur’an menyerukan agar diangkat seorang penengah jika salah
satu kelompok menolak penengahan ini maka ia harus diperangi.[24]
Hal ini tidak berarti pemberontakan tidak diijinkan oleh al qur’an. Semua Nabi
sesudah nabi Nuh adalah pemberontak terhadap tata nilai masyarakat yang
didalamnya tersebar penyelewengandi atas dunia (fasad fil ardl) yang dapat
diartikan sebagai keadaan yang menurus kepad apengabaian hukum secara politis,
moral, sosial ketika urusan nasional/ internasional tidak dapat dikendalikan
lagi.[25]
4. Kenabian dan Wahyu
Tema lain yang memenuhi isi al
qur’an adalah berita-berit atentang Nabi/rasul dan wahyu. Secar aumum dapat
diaktakan bahwa semua rosul dibangkitkan adlah semata-mata menganjurkan pad
afaham monotheisme bahwa hanya Allah SWt yang Esa dan yang patut disembah,
tuhan-tuhan yang lain adalah palsu belaka.[26]
Menurut al qur’an sebagai manusia
belaka nabi dianggap wajar jika pernah melakukan kesalahan sehingga ia harus
terus menerus berjuang, jika tidak dapat berbuat demikian maka merka itu tidak
dapat menjadi teladan bagi manusia yang lain.[27]
Minimal nabi tak pernah ingin menjadi nabi/ mempersiapkan dirinya menjadi
seorang nabi, jelas sekali bahwa pwngalaman religius yang terjadi secara tak
terduga itulah yang mengantarnya menjadi nabi.[28]
Predikat kenabian bukan hal yang bagi bagi Nabi Muhammad Saw kadangkal ia
dianggap sebgai kahin atau penyair dan tukang sihir[29].
Yang menarik dalam pandangan fazlurrahman adalah ketika ia berpendapat bukan
“malaikat”-lah mahluk yang menyampaikan wahyu kepada nabi Muhammad SAW, al
qur’an tidak pernah menyatakan penyampai wahyu itu sebagai malaikat tetapi
sebagai ruh/utusan spiritual. Allah SWt pernah menurunkan wahyu kepada malaikat
akan tetapi dalam konteks yang berbeda sebagai semangat orang islam/mu’min
untuk berperang melawan musuh Allah SWT.
Nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad SAW
tampaknya berhubungan langsung dengan Allah SWT. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa Nabi-nabi telah memperoleh manfaat dari ruh Allah SWT[30]
barangkali yang dimaksud dengan ruh itu adalah kekuatan, kemmapuan /agensi yang
berkembang di hati Muhammad SAW dan jika diperlukan ia dapat berubah menjadi
operasi wahyu yang actual.[31]
5. Alam Semesta
Sisi lain kandungan al qur’an yang
hanya sedikit disinggung adalah proses kejadian alam (kosmolologi/kosmogini)
Jika al qur’an hnaya sedikit berbicara tentang kosmologi maka sebaliknya ia
seringkali dan berualngkali membuat pernyataan-pernyataan mengenai alam dan
fenomena alam yang kadang dikaitkan dengan Allah, dengan manusia atau kadang
kedua-duanya. Pernyataan ini membersitkan isyarat tentang kekuasaan dan
kebesaran Allah yang tak terhingga dan menyerukan agar manusia beriman
kepada-Nya. Alam semesta beserta kekuasaan dan keteraturannya yang tak
terjangkau akal ini harus dipandang manusia sebagai pertanda kekuasaan Allah
SWT.[32]
Informasi tentang proses kejadian alam ternyata pararel dengan apa yang
disampaikan wahyu, sebagaimana dibuktikan penulis muslim pada abad pertengahan
artinya informasi al qur’an tentang proses kejadian alam semesta adalah ilmiah
adanya[33]
terakhir sekali bahwa alam semesta itu dalam gambaran al qur’an akan mengalami
kehancuran di hari kiamat.[34]
6. Eskatologi
Bagian menarik lain dari alqur’an
adalah persoalan eskatologis (akhirat) yang secara umum menggambarkan
kenikmatan pahala surga dan azab neraka. Ide pokok tentang akhiat adalah
munculnya kesadaran unik manusia tentang suatu pengalaman yang tidak pernah
dialaminya dimasa-masa yang lalu[35]
akhirat adalah saat kebenaran dan tujuan akhir kehidupan /akibat jangka panjang
dari amal perbuatan manusia diatas dunia ini. Semenatra dunia bukanlah “dunia
ini” tetapi ia adalah nilai-nilai yang rendah /keinginan-keinginan rendah yang
tampaknya sedemikian menggoda sehingga setiap saat dikejar oleh hampir semua
manusia dengan mengurbankan tujuan-tujuan yang lebih mulia dan berjangka
panjang[36].
Konsep dasar akhirat sesungguhnya
berujud sikap sarkasme al qur’an terhadap pedagang-pedang makkah yang
bermegah-megahan dg emas, perak dan barang dagang lainnya.yang ditimbang adalah
amal dan bukannya barang-barang tersebut[37].
Hanya saja akhirat ini adalah sebuah ide yang sangat sulit untuk diterima oleh
orang-orag mekkah jahiliyyah yang berpandangan sekularisme dengan alasan bahwa
nnenek moyang dan leluhur mereka dulunya telah mendengar “kisah-kisah” ini jauh
dimasa sebelumnya yang ternyata hal itu hanya khayalan orang-orang zaman dahulu.[38]
Menurut al qur’an akhirat adalah
penting dengan alasan pertama, moral dan keadilan adalah kualitas untuk menilai
amal perbuatan manusia yang itu tidak bisa ditegakkan di alam dunia, kedua,
tujuan hidup harus diejlaskan dengan seterang-terangnya dan ap[a tujuan yang
sesungguhnya dari kehidupan ini. Ketiga, perbantahan perbedaan pendapat dan
konflik anttar manusia mestilah diselesaikan dan tempatnya adalah di hari
akhirat nanti.
7. Setan dan Kejahatan
Adapun tema berikutnya adalah
persoalan syaitan dan kejahatan. Fazlurrahman beranggapan bahwa iblis dan
syaitan adalah personifikasi yang diruju’ al qur’an untuk mewakili kekuatan
jahat yang ada dimuka bumi ini. Sekalipun demikian personifikasi syaitan
sebagai aktor kejahatan masih menimbulkan perdebatan.[39]
Perbedaannya adalah bahwa syaitan kemunculannya bersamaan dengan kisah kejadian
adam, jadi seusia dengan manusia walaupun sebelumnya telah ada dalam bentuk jin.[40]
Sementara jin/iblis diciptakan
sebelum adanya manusia.[41]
Al qur’an menggambarkan syaitan sebagai pembangkang perintah Allah SWT dan
sebagi tandingan manusia, dan bukannya tandingan Allah SWT karena Allah SWT
berada diluar jangkauannya. Jadi secara metafisis syaitan tidak sederajat
dengan Tuhan, sebagaimana halnya Ahriman yang merupakan tandingan Yazdan dalam
agama Zoroaster.[42]
Dalam pandangan fazlurrahman
aktifitas syaitan hanya mampu membingungkan manusia dan memendungi
kesadaran-kesadaran batinnya.[43]
Syaitan tidak punya kekuatan akan tetapi kelicikan dan kelicinannya dengan
menggunakan tipu daya, siasat membujuk dan berkhianat adalah aktifitas sejati
syaitan.[44] Jadi
kekuatan syaitan bertumpu pada kelemahan manusia. Oleh karena itu yang
berbahaya bagi manusia bukanlah faktor syaitan ansich/kekuatan syaitan akan
tetapi sikap manusia itu sendiri yang tidak mengerahkan kekuatannya untuk
melawan bujukan syaitan.[45]
8. Lahirnya Masyarakat muslim
Bagian terakhir dari tema-tema al
qur’an adalah mulai dibangunnya sendi-sendi masyarakat muslim di Madinah.
Keseluruhan bab terakhir ini membahas tentang kritik dan sanggahan beliau
terhadap pendapat snouck Hurgronye , Theodore Noldekke, dan Friedrich Schwallly
yang menyatakan bahwa risalah kenabian Muhammad SAW hanyalah bikinan muhammad
belaka, karena muhammad ketika menyampaikan risalah islam tidak mendapat respon
positif baik dari kalangan yahudi maupun nasrani. Respon negatif ini kemudian
disikapi Nabi dengan menyatakan bahwa islam itu tidak berasal/ menginduk kepada
kebesaran Yahudi ataupun Nasrani akan tetapi kepada Nabi Ibrahim. Satyu hal yang
dalam pandangan Snouck dan orientalis pada umumnya adalah tindakan apologi
belaka.
C. Metode
Penafsiran Fazlur Rahman dalam Major Themes of The Quran
Terdapat beberapa metode penafsiran yang ditawarkan Falur
Rahman salah satunya Double Movement (Gerakan Ganda) yang diaplikasikan
pada bukunya Islam & Modernity pada tahun 1982[46] dengan
elaborasi sebagai berikut :Gerakan pertama, bertolak dari situasi kontemporer
menuju ke arah al-Quran diwahyukan, dalam pengertian bahwa perlu dipahami arti
atau makna dari sesuatu pernyataan dengan cara mengkaji situasi atau problem
historis di mana pernyataan al-Quran tersebut hadir sebagai jawabannya.
Selain itu, terdapat pula metode sosio-historis. Menurut
Fazlur Rahman, tanpa suatu kajian yang sistematis, pandangan dunia al-Quran
akan sulit untuk dimunculkan. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode
interpretasi sistematis, yakni metode yang mengandaikan perlunya penelusuran
sosio-historis serta pembedaan legal spesifik ayat dari ideal moralnya.[47]
Jadi sebelum melangkah pada metode Sintetis-Logis perlu dipaparkan secara jelas
dan sistematis mengenai keadaan sosio-historisnya.
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan
melihat kembali sejarah yang melatarbelakangi turunnya ayat. Maka. Ilmu Asbabu
al-Nuzul muthlak dibutuhkan dalam metode ini, sehingga dapat diketahui atas
dasar dan motif apa suatu ayat diturunkan. Selain itu, pendekatan historis ini
hendaknya diberangi dengan pendekatan sosiologi, yang khusus memotret kondisi
sosial yang terjadi pada masa al-Quran diturunkan.[48]
Oleh karena itu, Rahman terkenal sebagai orang yang kritis terhadap data-data
historis periwayatan. Hal ini dibuktikan dengan gagasannya tentang hermeneutika
hadits-hadits hukum.[49]
Namun, metode ini nampaknya menemui kesulitan manakala
dihadapkan dengan persoalan yang bersifat metafisis dan teologis seperti
tema-tema yang terdapat pada buku Major Themes of The Quran. Rahman
dalam hal ini menegaskan dalam
pendahuluannya: “Except for the
treatment of a few important Themess like the diversity of
religiouscommunities, the possibility and actuality of miracles, and jihād ,
which all showevolution through the Qur’ān, the procedureused for synthesizing
Themess is logical rather than chronological”[50]
“Kecuali dalam pembahasan beberapa tema penting,
misalnya mengenai keanekaragaman masyarakat-masyarakat agama, serta aktualistas
mukjizat-mukjizat, dan jihad-yang kesemuanya menunjukkan evolusi melalui al-Quran-
maka prosedur yang kami pergunakan disini untuk mensintesakan berabagai tema
tersebut bersifat logis dari pada kronologis”[51]
Metode Sintesis-Logis ini merupakan pendekatan yang
membahas suatu tema (metafisis-teologis) dengan cara mengevaluasi ayat-ayat
yang berhubungan dengan tema yang dibahas atau tema-tema yang relevan
dengan tema yang dibahas. Aspek keterpaduan wahyu sangat jelas ditekankan.[52]
Jika ditinjau dari ilmu tafsir konvensional, pendekatan sintesis logis ini
memliki kemiripan dengan metode tafsir Maudhu’i, hanya saja, para
mufassir dengan metode Maudhu’i masih tekungkung dengan satu tema yang
dibahas. Selain itu, rumusannya masih terkesan menarik otonomi teks kedalam
cengkraman tangan mufassir.[53]
Oleh karena itu, Rahman dalam konteks ini nampaknya lebih memilih hermeneutika
Betti (penganut hermeneutika objektivitas) daripada Gaadamer (penganut
hermeneutika subjektivitas).
Salah satu contoh aplikatif metode sintesis logis ini
dapat dilihat ketika Rahman membahas manusia sebagai individu[54]
Rahman memberikan gambaran awal tentang manusia sebagai ciptaan Allah swt.
dengan mengemukakan beberapa ayat yang relevan tentang penciptaannya dari
tanah, yaitu (15:26, 28, 33, 6:2, 7:12), yang kemudian diekstrak menjadi air
mani, yang ketika masuk dalam rahim maka mengalami proses kreatif, seperti
dinyatakan ayat 23:12-14. Kemudian Rahman membedakan penciptaan manusia dengan
makhluk lain, bahwa manusia setelah dibentuk, maka Allah swt meniupkan ruh
kedalam diri manusia, seperti yang disebutkan ayat 15:29, 38:72, 32:9. dan
seterusnya.
Metode tematik ala Rahman sebenarnya berangkat
dari asumsi bahwa ayat-ayat al-Quran saling menafsirkan satu dengan yang lain (Yufassiru
Ba’dhuhu Ba’dhan). Dalam penilaian Rahman, Ulama terdahulu tidak berusaha
menyatukan makna ayat-ayat al-Quran secara sistematis untuk membangun pandangan
dunia al-Quran sehingga mereka dinilai gagal memahami al-Quran secara utuh dan
holistic. Menurut Rahman, salah satu upaya memahi al-Quranm secara utuh dan
komprehenshif dapat dilakukan dengan menggunakan metode tematik (Sintesis
Logis). Menurutnya, alasan penggunaan metode ini antara lain:
1.
Minimnya usaha para mufassir untuk
memahami al-Quran sebagai satu kesatuan. Selain itu, kaum muslimin belum pernah
secara adil membahas masalah-masalah mendasar mengenai metode penafsiran
al-Quran.
2.
Sudut pandang yang berbeda, dengan
pemikiran yang dimiliki sebelumnya, dapat berakibat subjektivitas mufassir yang
berlebihan. Sehingga metode tematik (Maudhu’i) ini diharapkan mampu
mengontrol bias-bias ediologi yang terkesan dipaksakan.[55]
BAB III
KESIMPULAN
1. Rahman
lahir di Hazara, Pakistan, pada tanggal 21 September 1919 M, dia berasal dari
keluarga yang alim atau tergolong taat beragama, dengan menganut Madzhab Hanafi
seperti pengakuannya sendiri, keluarganya mempraktikkan lbadah sehari-hari
secara teratur. Pada usia sepuluh tahun, ia telah menghafal Al-Quran. Ayahnya,
Mawlana Syihab ad-Din, adalah seorang alumnus Dar al-Ulum, sekolah menengah
terkemuka di Deoband, India. Di sekolah ini, Syihab ad-Din belajar dari
tokoh-tokoh terkemuka seperti Mawlana Mahmud Hasan (w.1920), yang lebih populer
dengan Syekh al-Hind, dan seorang Faqih ternama, Mawlana Rasyid Ahmad Bangohi
(w.1905).
2. Al qur’an adalah kitab yang sempurna
didalamnya memuat berbagai segi hubungan manusia dengan Tuhannya, hubungan
manusia dengan diri dan sesamanya dan hubungan manusia dengan alam
disekitarnya. Agaknya tema-tema inilah yang kemudian oleh fazlurrahman
digambarkan dalam bukunya dengan lebih memperjelas tema-tema la qur’an itu
kedalam 8 (delapan) kategori yaitu Tuhan, Manusia sebagai individu, manusia
anggota masyarakat, alam semesta, kenabian dan wahyu, eskatologi, setan dan
kejahatan, lahirnya masyarakat muslim.
3. Terdapat
beberapa metode penafsiran yang ditawarkan Falur Rahman salah satunya Double
Movement (Gerakan Ganda) yang diaplikasikan pada bukunya Islam &
Modernity pada tahun 1982dengan elaborasi sebagai berikut :Gerakan pertama,
bertolak dari situasi kontemporer menuju ke arah al-Quran diwahyukan, dalam
pengertian bahwa perlu dipahami arti atau makna dari sesuatu pernyataan dengan
cara mengkaji situasi atau problem historis di mana pernyataan al-Quran
tersebut hadir sebagai jawabannya. selain itu, terdapat pula metode sosio-historis. Menurut
Fazlur Rahman, tanpa suatu kajian yang sistematis, pandangan dunia al-Quran
akan sulit untuk dimunculkan.
DAFTAR PUSTAKA
Mustaqim,
Abdul. 2011. “Epistemologi Tafsir Kontemporer”. Yogyakarta; Lkis Group
Musahadi.
2009. HAM “Hermeneutika Hadits-hadits Hukum” cet I. Semarang:
Walisongo Press
Rahman, Fazlur. 1983. Major Themes Of the Qur’an, terj. Anas
Mahyudin, Tema Pokok Al-Qur’an, Bandung: Pustaka
Rahman, Fazlur. 1990. Islam dan Tantangan Modernis, Suatu
Pemikiran Hukum Fazlur Rahman. Bandung: Mizan
Rahman, Fazlur. 1984. Islam, terj. Ahsin Muhammad. Bandung:
Pustaka
Rahman, Fazlur. 1990. Metode dan Alternatif neo Modernisme, terj.
Taufiq Adnan Amal. Bandung: Mizan
Rahman, Fazlur. 1985. Islam dan Modernitas Transformasi
Intelektual, terj. Ahsin Mohammad. Bandung: Pustaka
Sibawaihi.
2007. “Hermeneutika Al-Quran
Fazlur Rahman”. Bandung; Jalasutra
Sibawaihi, 2004. Eskatologi Al-Ghazali dan Fazlur Rahman, Studi
Komparatif Epistimologi Klasik-Kontemporer, Yogyakarta: Islamika
Tafsir. 1999. Moral Dalam Al-Qur’an, “Kajian terhadap Pemikiran
Fazlur Rahman”, Tesis, Pascasarjana IAIN Walisongo. Semarang
ebookbrowse.com/major-Themess-of-quran-fazlur-rahman-pdf-d50853662 (diakses pada: Kamis 15-10-2014, Pukul: 10:01)
[1]
Sibawaihi, Eskatologi Al-Ghazali dan Fazlur Rahman, Studi Komparatif
Epistimologi Klasik-Kontemporer, Islamika, Yogyakarta, 2004, hlm. 49.
[2]
Fazlur Rahman, Islam dan Tantangan Modernis, Suatu Pemikiran Hukum Fazlur Rahman,
Mizan, Bandung, 1990, hlm. 79-80.
[3]
Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas Transformasi Intelektual, terj.
Ahsin Mohammad, Pustaka, Bandung, 1985, hlm. 13.
[4]
Sibawaihi, op.cit., hlm. 50.
[7] Fazlur Rahman, Metode
dan Alternatif neo Modernisme, terj. Taufiq Adnan Amal, Mizan, Bandung,
1990, hlm. 13.
[9]
Ibid, hlm. 53.
[10] Fazlur Rahman, op.cit, hlm. 16.
[11]
Fazlur Rahman, Islam, terj. Ahsin Muhammad, Pustaka, Bandung, 1984, hlm.
viii.
[12]
Sibawaihi, op.cit, hlm. 54
[13] Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas Transformasi Intelektual, terj.
Ahsin Mohammad, op.cit., hlm. vi.
[14] Sibawaihi, loc.cit.
[15] Drs. Tafsir, M.Ag., Moral Dalam Al-Qur’an, “Kajian terhadap
Pemikiran Fazlur Rahman”, Tesis, Pascasarjana IAIN Walisongo, Semarang, 1999,
hlm. 116.
[16] Fazlur Rahman, Major Themes Of the Qur’an, terj. Anas Mahyudin, Tema Pokok
Al-Qur’an, Bandung: Pustaka, 1983. Hlm 2
[17] Ibid,.hlm 15
[18] Fazlur Rahman, Tema Pokok
Al-qur’an,…..,hlm 26
[19] Fazlur Rahman, Tema Pokok
Al-qur’an,…..,hlm 38-41
[20] Fazlur Rahman, Tema Pokok
Al-qur’an,…..,hlm 38-41
[21] Fazlur Rahman, Tema Pokok
Al-qur’an,…..,hlm 55
[22] Fazlur Rahman, Tema Pokok
Al-qur’an,…..,hlm 61
[23] Fazlur Rahman, Tema Pokok
Al-qur’an,…..,hlm 63
[24] Fazlur Rahman, Tema Pokok
Al-qur’an,…..,hlm 64
[25] Fazlur Rahman, Tema Pokok
Al-qur’an,…..,hlm 65
[26] Fazlur Rahman, Tema Pokok
Al-qur’an,…..,hlm 65
[27] Fazlur Rahman, Tema Pokok
Al-qur’an,…..,hlm 130
[28] Fazlur Rahman, Tema Pokok
Al-qur’an,…..,hlm 132
[29] Fazlur Rahman, Tema Pokok
Al-qur’an,…..,hlm 136-137
[30] Fazlur Rahman, Tema Pokok
Al-qur’an,…..,hlm 139
[31] Fazlur Rahman, Tema Pokok
Al-qur’an,…..,hlm 142
[32] Fazlur Rahman, Tema Pokok
Al-qur’an,…..,hlm 101
[33] Fazlur Rahman, Tema Pokok
Al-qur’an,…..,hlm 105
[34] Fazlur Rahman, Tema Pokok
Al-qur’an,…..,hlm 114
[35] Fazlur Rahman, Tema Pokok
Al-qur’an,…..,hlm 154
[36] Fazlur Rahman, Tema Pokok
Al-qur’an,…..,hlm 157
[37] Fazlur Rahman, Tema Pokok
Al-qur’an,…..,hlm 158
[38] Fazlur Rahman, Tema Pokok
Al-qur’an,…..,hlm 168
[39] Fazlur Rahman, Tema Pokok
Al-qur’an,…..,hlm 178-189
[40] Fazlur Rahman, Tema Pokok
Al-qur’an,…..,hlm 181
[41] Fazlur Rahman, Tema Pokok
Al-qur’an,…..,hlm 180
[42] Fazlur Rahman, Tema Pokok
Al-qur’an,…..,hlm 181
[43] Fazlur Rahman, Tema Pokok
Al-qur’an,…..,hlm 182
[44] Fazlur Rahman,
Tema Pokok Al-qur’an,…..,hlm 183
[45] Fazlur Rahman,
Tema Pokok Al-qur’an,…..,hlm 185
[50] ebookbrowse.com/major-Themess-of-quran-fazlur-rahman-pdf-d50853662 (diakses pada: Kamis 15-10-2014, Pukul: 10:01)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar