Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Minggu, 13 Mei 2018

MAKALAH MENGANALISIS PROBLEMATIKA YANG DIHADAPI PERATURAN MENTERI AGAMA (PMA) NOMOR 42 TAHUN 2014.


MAKALAH MENGANALISIS PROBLEMATIKA YANG DIHADAPI PERATURAN MENTERI AGAMA (PMA) NOMOR 42 TAHUN 2014.
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Diberlakukannya Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 42 Tahun 2014 tentang pencabutan Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2008 tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasahmerupakan respon pemerintah terhadap pendidikan di madrasah yang terus berkembang.Kebijakan ini ditetapkan, salah satunya agar pendidikan nasional berfungsi sebagaimana mestinya. Yaitu, mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Selanjutnya, kebijakan ini juga merupakan salah satu pedoman yang harus diperhatikan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.Yaitu, yang bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.Dalam hal ini, tujuan pendidikan nasional tersebut akan dicapai melaui penentuan kriteria kemampuan lulusan yang mencakup ranah sikap, pengetahuan dan keterampilan, serta penentuan ruang lingkup materi.
Oleh karena itu, kebijakan pendidikan mempunyai posisi yang sangat pentingdan sangat menentukan kemana arah pendidikan itu sendiri. Karena,kebijakan tersebut merupakan pedoman untuk bertindak, rambu-rambu tindakan, dan  acuan untuk membuat keputusan. Bertindak seenaknya dalam menentukan kebijakan pendidikan akan sangat berpengaruh pada mutu pendidikan dari tingkat satuan pendidikan bahkan sampai tingkat nasional. Agar hal-hal negatif dapat diminimalisir, maka diperlukan pemahaman yang mendalam tentang kebijakan pendidikan itu sendiri dan kebijaksanaan dalam menerapkannya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI)?
2.      Bagaimana dampak dari Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 42 Tahun 2014 terhadap madrasah di Indonesia?
3.      Bagaimana problematika yang dihadapi Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 42 Tahun 2014?
4.      Bagaimana solusi atas problematika yang dihadapi Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 42 Tahun 2014?
C.    Tujuan Pembahasan
1.      Menjelaskan perngertian Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi.
2.      Menjelaskan dampak dari Peraturan Menteri Agama (PMA) nomor 42 Tahun 2014 terhadap madrasah di Indonesia.
3.      Menganalisis problematika yang dihadapi Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 42 Tahun 2014.
4.      Memaparkan solusi atas problematika yang dihadapi Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 42 Tahun 2014.
PEMBAHASAN

Salah satu alasan tetap diberlakukannya kurikulum 2013 Pada Madrasah untuk Mapel PAI dan Bahasa Arab dikarenakan Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2008 yang mengatur tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi Mata Pelajaran PAI dan Bahasa Arab telah dicabut dengan adanya Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 42 Tahun 2014.
Sebagai pengganti dari Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2008 yang telah dicabut tersebut, Kementerian Agama kemudian menerbitkan KMA Nomor 165 Tahun 2014 Tentang Pedoman Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran PAI dan Bahasa Arab.
Kemunculan KMA Nomor 165 Tahun 2014 ini sebenarnya sudah cukup lama, yakni seiring dengan pemberlakuan kurikulum 2013 pada madrasah, namun kemunculannya tidak disertai dengan lampiran KMA tersebut. Padahal lampiran KMA ini merupakan hal yang penting, karena pada lampiran inilah terdapat isi dari KMA tersebut. Akhirnya, setelah hal ini dikomunikasikan dengan Direktorat Madrasah file lampiran KMA Nomor 165 Tahun 2014 sudah siap untuk dipublikasikan.
KMA sudah ada, lampiran sudah siap untuk dipublikasikan, tapi keadaan berkata lain. Terbitnya surat Mendikbud kepada kepala sekolah dan madrasah yang menyatakan diberhentikanya kurikulum 2013 bagi sekolah yang baru melaksanakan kurikulum 2013 selama satu semester dan kemudian lebih ditegaskan lagi dengan adanya Permendikbud Nomor 160 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013, maka publikasi KMA Nomor 165 Tahun 2014 tertunda.
Selanjutnya, seiring diterbitkanya KMA Nomor 207 Tahun 2014 yang menegaskan bahwa kurikulum pada madrasah (MI,MTs dan MA) tetap menggunakan kurikulum 2013 untuk mapel PAI dan Bahasa Arab, dan kembali menggunakan kurikulum 2006 (KTSP) untuk mapel umum, maka akhirnya KMA Nomor 165 Tahun 2014 Tentang Pedoman Kurikulum Madrasah 2013 PAI Dan Bahasa Arab beserta Lampirannya sudah siap untuk dipublikasikan.[1]
Berdasarkan uraian tersebut setidaknya terdapat tiga kebijakan yang dikeluarkan oleh Kemenag yang berhubungan dengan SKL dan SI. Pertama, PMA Nomor 42 Tahun 2014 Tentang Pencabutan PMA Nomor 2 Tahun 2008 Tentang SKL dan SI PAI dan Bahasa Arab di Madrasah.Kedua, KMA Nomor 165 Tahun 2014 Tentang Pedoman Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran PAI dan Bahasa Arab. Ketiga, KMA Nomor 207 Tahun 2014 Tentang Kurikulum Madrasah.
PMA Nomor 42 Tahun 2014 Tentang Pencabutan PMA Nomor 2 Tahun 2008 terdiri dari dua pasal. Pasal 1, PMA Nomor 2 Tahun 2008 Tentang SKL dan SI PAI dan Bahasa Arab di Madrasah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 2, peraturan menteri ini berlaku pada tanggal diundangkan. Dengan keluarnya PMA Nomor 42 Tahun 2014 maka PMA Nomor 2 Tahun 2008 tidak berlaku dan digantikan dengan KMA Nomor 165 Tahun 2014 Tentang Pedoman Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran PAI dan Bahasa Arab.
Kebijakan tersebut mencabut kebijakan yang sama sebelumnya yaitu kebijakan tentang SKL dan SI dan dinyatakan tidak berlaku. Hal ini merupakan perhatian pemerintah, dalam hal ini Kemenag,terhadap pendidikan yang terus berkembang sehingga perlu adanya perbaikan dan penyesuaian. SKL dan SI pada kebijakan sebelumnya dinilai sudah tidak sesuai dan perlu ada perbaikan. Kebijakan yang berkaitan dengan SKL dan SI di Madrasah yang sebelumnya tercantum dalam PMA Nomor 2 Tahun 2008 digantikan dengan KMA Nomor 165 Tahun 2014.
Dalam KMA Nomor 165 Tahun 2014 memutuskan tiga ketetapan. 1) menetapkan Pedoman Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran PAI dan Bahasa Arab sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari keputusan ini. 2) Pedoman kurikulum Madrasah 13 Mata Pelajaran PAI dan Bahasa Arab sebagaiamana dimaksud dalam diktum kesatu berlaku secara nasional pada Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah atau Madrasah Aliyah Kejuruan. 3) Keputusan menteri Agama ini mulai berlaku pada tahun pelajaran 2014/2015.
Adapun isi lampiran dari KMA Nomor 165 Tahun 2014 ini dalah sebagai berikut:
A.    Bab I Pendahuluan, berisi Latar Belakang, Maksud dan Tujuan, Sasaran Ruang Lingkup, dan Pengertian Umum.
B.     Bab II Struktur Kurikulum, berisi Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar Kurikulum 2013 di Madrasah, dan Mata Pelajaran Madrasah.
C.     Bab III Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah, berisi Pendahuluan, Kompetensi Lulusan Madrasah Ibtidaiyah, Kompetensi Lulusan Madrasah Tsanawiyah, dan Kompetensi Lulusan Madrasah Aliyah.
D.    Bab IV Standar Isi Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah, berisi Kelompok Mata Pelajaran PAI dan Bahasa Arab, Kelompok Mata Pelajaran Peminatan, Mata Pelajaran Pemilihan Lintas Kelompok Peminatan, dan Tujuan dan Ruang Lingkup Mata Pelajaran.
E.     Bab V Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) Tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA), mata pelajaran al-Qur’an Hadis, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam, dan Bahasa Arab.
F.      Bab VI Standar Proses Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah, berisi Pandangan tentang Pembelajaran, Proses Pembelajaran Terjadi secara Internal pada Diri Peserta Didik, Pembelajaran Langsung dan Tidak Langsung, dan Perencanaan Pembelajaran.
G.    Bab VII Standar Penilaian Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah, berisi Pengertian Dasar, Prinsip dan Pendekatan Penilaian, Ruang Lingkup, Teknik, dan Instrumen Penilaian, Mekanisme dan Prosedur Penilaian, dan Pelaksanaan dan Pelaporan Penilaian.
Kebijakan tersebut memaparkan secara jelas hal-hal yang berkaitan dengan SKL dan SI. Mulai dari latar belakang ditetapkan SKL dan SI, bagaimana SKL dan SI pada setiap mata pelajaran di madrasah, pada setiap jenjang pendidikan di madrasah, standar prosesnya, sampai dengan penilaiannya. Keputusan inilah yang menjadi pedoman mengenai kualifikasi lulusan dan standar isimata pelajaran PAI dan Bahasa Arab di madrasah, Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasaah Aliyah.
Sedangkan KMA Nomor 207 Tahun 2014 memutuskan delapan ketetapan. 1) Menetapkan KTSP 2006 dan Kurikulum 2013 pada Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah atau Aliyah Kejuruan. 2) KTSP 2006 sebagaimana dimaksud dalam diktum kesatu meliputi mata pelajaran umum. 3) Kurikulum 2013 sebagaimana dimaksud dalarn  diktum kesatu meliputi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab. 4) Kurikulurn Tingkat Satuan Pendidikan 2006 dan Kurikulum 2013 sebagaimana dimaksud dalam diktum kedua dan diktum ketiga berlaku secara nasional pada Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah/Madrasah Aliyah Kejuruan dimulai pada semester dua tahun   pelajaran 2014/2015. 5) Kurikulum 2013 dapat dilaksanakan oleh Satuan Pendidikan Madrasah yang telah melakukan pendampingan Kurikulum 2013. 6) Kurikulum 2013 dilatihkan kepada kepala satuan pendidikan, pendidik, tenaga kependidikan, dan pengawas satuan  pendidikan. 7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Kurikulum Madrasah ditetapkan oleh Direktur Jenderal  Pendidikan Islam. 8) Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Berdasarkan kebijakan ini, di Madrasah menggunakan tiga kebijakan sekaligus. Mata pelajaran PAI dan Bahadasa Arab dan mata pelajaran umum dipisah dan dibedakan pedomannya. Keputusan ini ditetapkan pada tanggal 31 Desember 2014, sekarang, November 2015, setelah saya konfirmasi kepada teman saya Bapak Nurhasin dan Bapak M. Asrori selaku tenanga pendidik di madrasah, KTSP 2006, K-13 untuk mata pelajaran umum, dan K-13 untuk mata pelajaran PAI dan Bahasa Arab masi digunakan.
Apapun itu, pendidikan memang selalu berkembang dan harus ada perbaikan dan penyesuaian sebagai respon dari perkembangan tersebut. Kebijakan yang terus mengalami perbaikan dan penyesuaian merupakan bentuk perhatian pemerintah terhadap pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang mendalam tentang kebijakan pendidikan itu sendiri dan kebijaksanaan dalam menerapkannya.
A.    Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI)
1.      Pengertian Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI)
a.      Pengertian Standar Kompetensi Lulusan  (SKL)
Standar Kompensi Lulusan terdiri dari tiga suku kata, yaitu, standar, kompetensi dan lulusan. Standar memiliki pengertian ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan, sesuatu yang dianggap tetap nilainya sehingga dapat dipakai sebagai ukuran nilai, baku. Sedangkan kompetensi adalah kewenangan atau kekuasaan untuk menentukan memutuskan sesuatu, kemampuan menguasai gramatika suatu bahasa secara abstrak atau batiniah. Dan lulusan ialah yang sudah lulus dari ujian, tamatan.[2]
Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa standar kompetensi lulusan merupakan ukuran baku yang menjadi patokan mengenai kemampuan apa saja yang harus dimiliki oleh seorang tamatan. Dalam konteks pendidikan, seorang peserta didik Madrasah Ibtidaiyah jika lulus dan menjadi tamatan, maka, harus mengusai baca-tulis dengan baik, misalnya.
Lebih lanjut di dalam Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 165 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab pada Madrasah, dijelaskan bahwa Standar Kompetensi Lulusan (SKL) adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Standar Kompetensi Lulusan digunakan sebagai acuan utama pengembangan standar isi, standar proses, standar penilaian pendidikan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan.
Standar Kompetensi Lulusan terdiri atas kriteria kualifikasi kemampuan peserta didik yang diharapkan dapat dicapai setelah menyelesaikan masa belajarnya di satuan pendidikan pada jenjang Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah. Untuk mengetahui hal tersebut perlu dilakukan monitoring dan evaluasi. Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk mengetahui ketercapaian dan kesesuaian antara Standar Kompetensi Lulusan dan lulusan dari masing-masing satuan pendidikan dan kurikulum yang digunakan pada satuan pendidikan tertentu perlu dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala dan berkelanjutan dalam setiap periode. Hasil yang diperoleh dari monitoring dan evaluasi digunakan sebagai bahan masukan bagi penyempurnaan Standar Kompetensi Lulusan di masa yang akan datang.
Adapun standar kompetensi lulusan di madrasah menurut Lampiran Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 165 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 adalah sebagai berikut.
Tabel 1
Kompetensi Lulusan Madrasah Ibtidaiyah
Madrasah Ibtidaiyah
Dimensi
Kualifikasi Kemampuan
Sikap
Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam di lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain.
Pengetahuan
Memiliki pengetahuan faktual dan konseptual berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni,dan budaya dalam wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian di lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain.
Keterampilan
Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang produktif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang ditugaskan kepadanya.

Tabel 2
Kompetensi Lulusan Madrasah Tsanawiyah
Madrasah Tsanawiyah
Dimensi
Kualifikasi Kemampuan
Sikap
Memiliki perilaku yang mencerminkan sikaporang beriman, berakhlak mulia, berilmu,percaya diri, dan bertanggung jawab dalamberinteraksi secara efektif denganlingkungan sosial dan alam dalamjangkauan pergaulan dan keberadaannya.
Pengetahuan
Memiliki pengetahuan faktual, konseptual,dan prosedural dalam ilmu pengetahuan,teknologi, seni, dan budaya denganwawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkaitfenomena dan kejadian yang tampak mata.
Keterampilan
Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang dipelajari disekolah dan sumber lain sejenis.

Tabel 3
Kompetensi Lulusan Madrasah Aliyah
Madrasah Aliyah
Dimensi
Kualifikasi Kemampuan
Sikap
Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
Pengetahuan
Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab serta dampak fenomena dan kejadian.
Keterampilan
Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sebagai pengembangan dari yang dipelajari di sekolah secara mandiri.
Standar Kompetensi Lulusan diterdapat pada Kurikulum 2013 dan Kurikulum 2006 memiliki pererbedan. Bisa dikatakan, SKL pada Kurikulum 2013 merupakan tidak lanjut/perbaikan dari Kurikulum 2006. SKL pada kurikulum 2006 yang mulanya menekankan pada aspek konitif diperbaharui dalam Kurikulum 2013 menjadi adanya peningkatan dan keseimbangan softskilldan hardskillyang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan dan pengetahuan.
b.      Pengertian Standar Isi (SI)
Standar Isi terdiri dari dua kata, yaitu, standar dan isi. Standar memiliki pengertian ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan, sesuatu yang dianggap tetap nilainya sehingga dapat dipakai sebagai ukuran nilai, baku. Sedangakan isi adalah sesuatu yang ada (termuat, terkandung, dan sebagainya) di dalam suatu benda, apa yang tertulis di dalamnya (buku, surat, dan sebagainya), inti atau bagian yang pokok dari suatu wejangan (pidato, pembicaraan, dan sebagainya).[3]
Di dalam Lampiran Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 165 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab pada Madrasah, disebutkan bahwah Standar Isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi pesertadidik yang harus dipenuhi atau dicapai pada suatu satuan pendidikandalam jenjang dan jenis pendidikan tertentu dirumuskan dalam Standar Isiuntuk setiap mata pelajaran.
Standar Isi disesuaikan dengan substansi tujuan pendidikan nasional dalamdomain sikap spritual dan sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan.Oleh karena itu, Standar Isi dikembangkan untuk menentukan kriteriaruang lingkup dan tingkat kompetensi yang sesuai dengan kompetensilulusan yang dirumuskan pada Standar Kompetensi Lulusan, yakni sikap,pengetahuan, dan keterampilan.
Karakteristik, kesesuaian, kecukupan, keluasan dan kedalaman materiditentukan sesuai dengan karakteristik kompetensi beserta prosespemerolehan kompetensi tersebut. Ketiga kompetensi tersebut memilikiproses pemerolehan yang berbeda. Sikap dibentuk melalui aktivitasaktivitas:menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, danmengamalkan.
Pengetahuan dimiliki melalui aktivitas-aktivitas: mengetahui, memahami,menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Keterampilandiperoleh melalui aktivitas-aktivitas: mengamati, menanya, mencoba,menalar, menyaji, dan mencipta. Karakteristik kompetensi besertaperbedaan proses perolehannya mempengaruhi Standar Isi.
Mengenai Standar Isi, kompetensi yang mulanya diturunkan dari mata pelajaran berubah menjadi mata pelajaran dikembangkan dari kompetensi. Dengan demikian hasil lulusan semakin sesuai untuk menjawab kebutuhan masyarakat, karena kopetensi dirumuskan berdasar pertanyaan, lulusan seperti apa yang dibutuhkan masyarakat?, kompetensi apa saja yang diperlukan agar bisa bertahan pada zaman sekarang ini?, dan sebagainya. Baru kemudian mata pelajaran disesuikan, dikembangkan, dan diterapkan untuk mencapai kompetensi tersebut. Hal ini berbanding terbalik dengan perumusan kompetensi yang ada pada kurikulum sebelumnya.
B.     Dampak dari Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 42 Tahun 2014 terhadap Madrasah di Indonesia
Dampak adalah pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif maupun negatif. Dalam hal ini, dampak yang dimaksud adalah akibat dari ditetapkannya PMA Nomor 42 Tahun 2014 tersebut. Peraturan tersebut tentunya tidak berdampak kepada lembaga sekolah  dan yang berada di dalamnya saja, tetapi masyarakat dan pemerintahpun terkena dampak dari peraturan ini.
Ditetapkannya peraturan ini pihak sekolah mempunyai pedoman untuk menyelenggarakan aktivitas pendidikannya. Peraturan ini memberikan gambaran yang jelas mengenai SKL, SI, proses pelaksanaan, dan evaluasinya. Peraturan ini memudahkan lembaga sekolah untuk bertindak dan menentukan kebijakan untuk melaksanakan kegiatan pendidikannya.
Peraturan ini menuntut kepala sekolah untuk melakukan supervisi terhadap aktivitas yang terjadi pada sekolah. Memberikan arahan dan bantuan kepada guru yang mengalami kesulitan, memberi semangat  atau pujian terhadap guru yang berprestasi agar materi bisa tersampaikan dengan baik dan SKL tercapai.
Peraturan ini sangat menuntut kemampuan guru yang mumpuni khususnya dan mencapai SKL. Secara tidak langsung peraturan ini menuntut para guru untuk terus belajar, mengembangkan kompetensi, memperbaharui pengetahuan, dan lain-lain.
Masyarakatpun seharusnya dimudahkan dengan adanya peraturan ini, masyarakat khususnya orang tua, diberikan informasi tentang kompetensi apa yang didapat stelah anaknya lulus pada jenjang pendidikan tertentu. Sehingga, ketika terdapat tidak kesesuaian dalam proses pembelajaran masyarakat bisa memberikan koreksi dan saran agar SKL tercapai dengan baik.
Begitu juga dengan pemerintah, dalam hal ini Kemenag, selaku pembuat peraturan haru bertanggung jawab dengan aturan tersebut. Istilahnya jika seseorang melakukan sesuatu makan harus mempertanggujawabkan tidakan tersebut. Jika terjadi kekurangan dalam penerapannya, seperti banyak guru yang belum memahami, dan lain-lain, maka pemerintah harus membenahi masalah-masalah tersebut.
Apapun itu, peraturan ini diterapkan dengan harapan pendidikan di Indonesia khususnya madrasah menajadi lebih baik. Walaupun dalam pelaksanaanya masih terjadi kekurangan disana-sini, namun, setidaknya peraturan ini menunjukkan adanya perhatian pemerintah terhadap pendidikan di Indonesia.
C.    Problematika yang berhubungan dengan Permenag Tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi
1.      Masalah Sikap
Sebanyak 84% murid di Indonesia mengalami kekerasan di sekolah. Demikian pernyataan Plan, sebuah kelompok yang menangani seputar hak anak dalam laporannya yang berjudul PromotingEqualityandSafetyinSchools.
“Studi ini mengumpulkan data dari murid yang berusia antara 12-17 tahun, lelaki dan perempuan, juga termasuk orangtua, guru, dan kepala sekolah. Survei ini dilakukan di lima negara, yakni Kamboja, Indonesia, Vietnam, Pakistan, dan Nepal. Hasil penelitian ini menyimpulkan, tujuh dari 10 siswa di Asia pernah mengalami kekerasan di sekolah,” demikian dikutip dari laporan Time, Selasa (3/3) soal kekerasan siswa di sekolahnya.
Dari penelitian terungkap, sekitar 84% siswa responden di Indonesia pernah mengalami kekerasan yang dilakukan oleh teman sebayanya. Di peringkat kelima atau terbawah adalah Pakistan, dengan tingkat persentase sebesar 43 persen.
Studi ini mengungkap beberapa efek negatif dari kekerasan antarmurid. Diketahui, jenis kekerasan paling banyak terjadi adalah kekerasan emosional, diikuti dengan kekerasan fisik. Untuk kekerasan fisik, lebih banyak dialami oleh murid lelaki dibanding perempuan. Secara keseluruhan, pandangan regresif (mundur) terhadap gender adalah kontributor paling signifikan untuk kekerasan di sekolah. Dalam arti, cara pandang atau tidak menghormati gender tertentu. Indonesia menunjukkan jumlah kekerasan di kalangan siswa dengan bias gender paling parah di antara negara-negara lain.
Di Jakarta, kasus terbaru yang menyeruak dan menyentuh nurani adalah kasus tewasnya A, siswa kelas 2 SDN 07 Pagi Kebayoran Lama Utara, Jakarta Selatan. A tewas setelah dianiaya temannya, R, pertengahan September 2015 lalu. Kedua anak ini sama-sama masih berusia 8 tahun. Perkelahian keduanya terjadi saat diadakan lomba mewarnai di sekolah tersebut.
Kasus lain yang juga menyentak perhatian adalah kasus bullying terhadap seorang siswi kelas V SD Trisula Perwari Bukittinggi, Sumatera Barat, oleh beberapa temannya. Yang membuat geleng-geleng kepala, seorang anak yang melakukan pemukulan itu mengaku memukul karena sakit hati kepada korban. Kejadian berlangsung pada 18 September 2015 lalu.
Satu lagi kasus bullying di lingkungan sekolah terjadi di Binjai, Sumatera Utara. Korbannya seorang siswi sebuah SMP Negeri 4 di Kota Binjai, Sumatera Utara. Siswi bernisial IMS ini terekam dalam sebuah video yang diunggah ke media sosial Facebook pada Sabtu (5/9/2015).[4]
Masalah yang telah dipaparkan di atas memang tidak terjadi pada lingkup madrasah, tapi bukan tidak mungkin masalah tersebut tidak terjadi di lingkup madrasah. Tapi, masalah tesebut merupakan gambaran yang terjadi dalam lingkungan pendidikan di Indonesia yang perlu mendapatkan perhatian. Sehingga masalah seperti ini dan masalah-masalah lain dapat ditemukan solusinya, diatasi masalahnya, dan diterapkan tindakan pencegahannya.
Sekolah yang seharusnya menjadi tempat yang aman, tempat untuk menimba ilmu, tempat pendewasaan, mengasah keterampilan sekarang tidak sepenuhnya sperti itu. Sekarang sekolah juga menjadi tempat munculnya konflik terutama bagi peserta didik yang belajar di dalamnya, baik satu sekolah ataupun antar sekolah. Disebutkan dalam masalah di atas bahwa terjadi pembunuhan di lingkungan sekolah, bullying, kekerasan fisik dan emosional, tindakan tidak senonoh, dan lain sebagainya.
Masalah-masalah tersebut sangat berbanding terbalik dengan standar kompetensi sikap yang seharusnya dimiliki oleh peserta didik di sekolah. Yaitu, memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial. Atau masalah-masalah tersebut coba untuk diatasi dengan perumusan SKL, penjabaran SI, penerapan standar proses, dan standar evaluasi dalam kurikulum 2013 ini.
2.      Masalah Pengetahuan
Apakah semua peseta didik di madrasah ketika lulus dapat melaksanakan sholat dengan benar?, mengetahui keutamaan sholat?, mengetahu perihal zakat?,dan lain sebagainya. Tidak semua lulusan mengetahui jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini. Pengetahuan yang dimiliki sebagian peserta didik seperti angin lalu,masuk lewat telinga kiri keluar lewat telinga kanan. Peserta didik tidak begitu memahami akan pentingnya pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Kebanyakan para peserta didik mempelajari apa yang di ajarkan di sekolah hanya sebatas pengetahuan untuk menjawab soal-soal ujian.
Selanjutnya ada sebuah contoh masalah berikut ini, program Studi perguruan tinggi (Prodi PT) seharusnya dapat membidik profesi, sehingga PT tidak menambahkan angka pengangguran berijazah strata satu (S-I). Direktur Eksekutif Pusat Layanan Pengkajian dan Implementasi Sistem Manajemen Mutu Pendidikan Tinggi, Willy Susilo mengatakan, perguruan tinggi dalam mendirikan prodi tidak sekedar menjadi tempat investasi dan komersialisasi, tetapi harus bisa membidik profesi mahasiswa setelah lulus.
Menurut Willy, berdasarkan kenyataan lapangan, masih banyak PT yang lebih cenderung berlomba-lomba menyelenggarakan pendidikan dengan fokus pada target kelulusan dan indeks perstasi kumulatif (IPK) tanpa membidik profesi, sehingga banyak sekali lulusan yang harus menjadi pengganggur satu tahun bahkan selamanya karena tidak memiliki soft skill untuk bersaing di perusahan. Jadi tidak mengherankan jika perusahan lebih cenderung memilih tenaga kerja asing daripada lulusan dalam negeri.[5]
Berdasarkan msalah tersebut dapat dikatakan bahwa suatu lembaga pendidikan lebih mengedepankan pengetahuan dalam bentuk nilai dibandingkan dengan ranah keterampila dan ranah sikap. Mendewakan nilai sehingga ranah sikap dan keterampilan dikesekiankan. Tidak hanya di sekolah, di masyarakatpun pengetahuan dan nilai dipandang lebih unggul dari yang lain. Sehingga terjadi fenomena seperti yang dikatakan Bapak Dr. M. Walid, M.A (Kajur Prodi PGMI UIN Maliki Malang tahun 2015), lulusan madrasah yang patuh, sopan, santun, ramah, menghormati yang lebih tua tetapi memiliki nilai yang jelek akan kalah dengan lulusan yang nakal tetapi memiliki nilai yang bagus.
Selanjutnya, ada masalah lagi, orang tua yang memiliki anak kelahiran tahun 1999 ke atas, sama sekali tak ada salahnya untuk lebih mengawasi arus informasi yang diterima oleh anak, khususnya dari internet. Pasalnya, sebuah penelitian dari regulator komunikasi Inggris, Ofcom, menemukan, hanya 50 persen anak-anak berusia 12-15 tahun yang melakukan pertimbangan salah dan benar setelah menggunakan mesin pencarian di internet. Sisanya, 20 persen anak berusia 12-15 tahun praktis menyerap alias benar-benar percaya terhadap semua hasil pencarian tersebut.[6]
Hal ini sangat miris sekali mengingat informasi yang ada di dalam internet tidak semuanya dapat dipertanggungjawabkan apa. Pengetahuan yang didapatkan anak-anak tidak utuh atau bahkan tidak sesuai. Cotoh sederhana (seorang anak pada usia tersebut yang langsung mempercayai informasi dari internet), mencari informasi terntang hukum memakan daging babi, anak tersebut Islam, kemudian mendapatkan informasi daging babi itu halal maka akan sangat fatal akibatnya.
Masalah-masalah di atas merupakan masalah yang masih harus dibenahi dan dicarikan solusi secara terus-menerus. Agar standar kualifikasi pengetauan siswa, yaitu, memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan dapat terpenuhi.
3.      Masalah Keterampilan
Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang produktif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang ditugaskan kepadanya. Hal ini merupakan standar kompetansi sikap yang harus dimiliki oleh pesera didik pada tingkat MI. Kenyataanya sering dijumpai tugas-tugas yang diberikan kepada peserta didik, terutama pekerjaan rumah (PR), bukan peserta didik yang mengerjakan tugas tersebut. Orang tua, kakak, atau tetangga yang mengerjakan tugas tersebut, peserta didik hanya trimodadi, tanpa ada tindak lanjut.
Selanjutnya, ada masalah, kelompok Kerja Guru Pendidikan Agama Islam (KKG PAI) Kabupaten Ciamis prihatin. Saat ini banyak siswa yang lulus sekolah dasar tapi belum bisa membaca al-Quran. Masalah itu merupakan salah satu indikasi krisis pendidikan agama di lingkungan masyarakat. Berdasarkan survei yang dilakukan Masjid Istiqlal, kurang dari 1 persen penduduk Indonesia beragama muslim yang memahami dan hafal al-Quran. Data itu diungkapkan pengurus Masjid Istiqlal saat seminar keagamaan di IslamicCenter kemarin (21/1/2015).[7]
Dari hasil survei ini nampak jelas bahwa kompetensi siswa dalam membaca, menulis, dan memahami al-Qur’an belum tercapai. Bukan hanya di MI saja, bahkan di MTs dan MA banyak lulusannya yang belum mencapai standar kompetensi dalam hal ini.
4.      Masalah Standar Isi
Dunia pendidikan dasar di Kota Malang, digegerkan dengan munculnya kalimat yang memperbolehkan seorang ibu menjadi pelacur, demi memenuhi tanggung jawabnya menghidupi anak-anaknya. Kalimat kurang patut untuk pelajar tingkat sekolah dasar ini, termuat dalam Buku Kerja Siswa Insan Bermartabat, untuk semester 1, kelas V sekolah dasar.
Dalam buku tersebut, tepatnya pada halaman 34, termuat penjelasan tentang tindakan bertanggungjawab, beserta contoh-contohnya. Pada awal kalimat, hingga memasuki contoh-contoh bentuk tanggung jawab yang pertama, memang tidak ada masalah. Tetapi, saat masuk pada poin dua tentang tanggungjawab kepada keluarga, termuat kalimat yang tidak patut untuk anak usia sekolah dasar.
Kalimat di contoh poin kedua tersebut adalah, "Seorang ibu hidup dengan tiga anak, karena suaminya meninggal dia harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup anak-anaknya, walaupun harus menjadi pelacur sekalipun, karena demi memberikan kehidupan dan tanggung jawab atas ketiga anaknya.”[8]
Masalah ini menunjukkan bahwa pihak penerbit kurang memahami tengtang peserta didik sehingga kata-kata yang bukan seharusnya dikonsumsi oleh peserta didik sekolah dasar tercantum di dalam buku tersebut. Standar Isi dalam suatu buku yang menjadi sumber belajar siswa seharusnya diperhatikan agar mudah dipahami siswa dan memebrikan damapak yang positif. Selain itu pihak sekolah seharusnya menyeleksi buku-buku yang akan di berikan sebagai media pembelajaran bagi peserta didik.
Selnajutnya, dunia pendidikan Indonesia kembali kecolongan. Pasalnya ditemukan buku untuk siswa madrasah ibtidaiyah (setingkat Sekolah Dasar) kelas II yang mengajarkan tata cara shalat berjamaah yang membolehkan banci menjadi imam shalat.
Isu ini mencuat setelah seorang orang tua siswa di Sumatera Utara, Rika Rahma Dewi, memposting salah satu halaman dari buku tersebut di jejaring sosialnya. Lewat akun Facebooknya, Rika menyebutkan bahwa konten dalam halaman yang dia sebarkan sudah menyalahi ajaran Islam di mana banci dianggap legal dengan membolehkannya menjadi imam shalat.[9]
Pada masalah ini, tentang seorang banci yang diperbolehkan menjadi iman sholat di cantumkan tanpa ada penjelasan lebih lanjut. Jika seorang guru tidak jeli akan hal ini maka pengetahuan peserta didik akan setengah-setengah. Dampaknya, peserta didik akan salah memahami permasalahn ini.
Masalah lain mengenai Standar Isi yang berhubungan dengan buku yang digunakan siswa, baik itu buku LKS atau buku-buku yang lain. Di sebuah sekolah di daerah saya LKS dan buku-buku yang diberikan kepada siswa berasal dari penerbit yang kurang kredibel karena mahalnya buku-buku yang berasal dari penerbit yang baik. Awalnya pihak sekolah mewajibkan buku yang berasal dari penerbit yang baik untuk dijadikan sebagai sumber belajar dan mengasah kemampuan siswa. Karena buku tersebut memiliki harga yang relatif mahal, hanya tiga sampai empat orang saja yang membeli buku tersebut, perkelas, sisanya puluhan peserta didik tidak memiliki buku. Alternatifnya adalah menggunakan buku-buku yang berasal dari penerbit yang kurang baik tadi agar semua peserta didik memiliki buku pedoman untuk belajar dan memiiki lembar kerja untuk dikerjakan. Dampak baiknya semua peserta didik memiliki buku dan bisa belajar dengan buku tersebut, dampak negatifnya buku berasal dari penerbit yang kurang baik, dikhawatirkan ada kata, informasi, atau tulisan yang kurang sesuai yang terdapat dalam buku tersebut.


5.      Masalah Kompetansi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD)
Tabel 4
KI dan KD al-Qur’an Hadis Kelas I Semester Ganjil
KOMPETENSIINTI
KOMPETENSIDASAR
1.      Menerimadanmenjalankan ajaranagamayang dianutnya.
1.1     Menyadaribahwamembacaal-Qur’an harus dengan benar dan baiksesuaikaidahilmutajwid
1.2     MenerimaQ.S.al-Fatihah(1),an-
Nas(114),al-Falaq(113),al-ikhlas
(112),danal-Lahab(111)sebagai
firmanAllahswt.
2.      Memilikiperilakujujur,disiplin,tanggungjawab,santun,peduli,danpercaya diridalamberinteraksidengankeluarga,teman,danguru.
2.1     Terbiasa membaca al-Qur’an denganbenardanbaiksesuai kaidahilmutajwiddalam kehidupansehari-hari
2.2     Terbiasa mengamalkankandungan
Q.S.al-Fatihah(1),an-Nas(114),
al-Falaq(113),al-Ikhlas(112),dan al-Lahab(111)dalamkehidupan sehari-hari
3.      Memahamipengetahuan faktualdengancara mengamati(mendengar, melihat,membaca)dan menanyaberdasarkanrasa ingintahutentangdirinya,makhlukciptaanTuhan dankegiatannya,dan benda-bendayang dijumpainyadirumahdan dimadrasah.
3.1     Mengetahuihuruf-hurufhijaiyah dantandabacanya(fathah,kasrah, dandamah)
3.2     MengenalQ.S.al-Fatihah(1),an-
Nas(114),al-Falaq(113),al-Ikhlas(112),danal-Lahab(111)
4.      Menyajikanpengetahuan
faktualdalambahasayang jelasdanlogis,dalamkarya yangestetis,dalamgerakan yangmencerminkananak sehat,dandalamtindakan yangmencerminkan perilaku anakberiman dan berakhlakmulia.
4.1     Membacahuruf-hurufhijaiyah
sesuaimakhrajdantandabacanya (fathah,kasrah,dandamah)
4.2      MenghafalkanQ.S.al-Fatihah(1),an-Nas(114),al-Falaq(113),al-Ikhlas(112),danal-Lahab(111)secarabenar
Dari tabel tersebut, KI 3 memahami pengetahuan pada KD 3.2 terlulis mengenal Q.S. al-Fatihah dan seterusnya. Kata mengenal dalam hal ini seolah memberitahukan bahwa al-Qur’an baru diajarkan pada tingkatan ini. Hali ini seperti tidak memandang adanya sekolah PAUD atau Taman Kanak-kanak (TK). Padahal di TK sudah diajarakan mengenai surat-surat pendek ini. Hal ini saya temukan ketika saya mengantarkan keponakan saya bersekolah di TK bulan Januari 2015 kemarin, walaupun makhraj huruf dan bacaan tajwidnya kurang sesuai.
Jika kata mengenal ini ditujukan kepadapeserta didik yang masuk ke sekolah dasar tanpa memalui sekolah PAUD atau TK maka perilaku orang tua peserta didik patut dipertanyakan. Perilaku mereka tidak sesuai dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan nasional Bab IV  (hak dan kewajiban warga negara, orang tua, masyarakat, dan pemerintah) Bagian Kedua Pasal7 angka 2 (orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya) dan Bab XV (peran serta masyarakat dalam pendidikan) Bagian Kesatu Pasal 54 angka 1 (peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organsasi kemasyarakatan).
Tabel 5
KI dan KD Fikih Kelas VIII Semester Genap
KOMPETENSIINTI
KOMPETENSIDASAR
1.Menghargaidanmenghayati ajaranagama yang
dianutnya
1.1         Menghayatinilai-nilaiibadah
hajidanumrah
1.2         Menyakini hikmahbersedekah, hibah,danmemberikan hadiah
1.3         Meyakinimanfaat mengonsumsimakananyang halalantayyiban
2.Menghargaidanmenghayati perilakujujur,disiplin,tanggungjawab,peduli (toleransi,gotongroyong),santun,percayadiri,dalam berinteraksisecaraefektifdenganlingkungansosialdanalamdalamjangkauan
pergaulandan keberadaannya
2.1         Membiasakansikap tanggungjawabsebagai
implementasidaripemahaman tentangibadahhajidanumrah
2.2         Membiasakansikappeduli sebagaiimplementasidaripemahamantentang sedekah, hibah,danhadiah
2.3         Membiasakansikapselektifdan hati-hatisebagaiimplementasi
daripemahamantentang makanandanminumanyang halaldanbaik
3.Memahamidan menerapkanpengetahuan (faktual,konseptual,dan prosedural) berdasarkan rasaingintahunyatentang ilmupengetahuan, teknologi,seni,budaya terkaitfenomenadan kejadiantampakmata
3.1         Memahamitatacara melaksanakanhajidanumrah
3.2         Memahamiketentuansedekah,
hibah,danhadiah
3.3         Menganalisisketentuanhalal-harammakanandanminuman
4.Mengolah,menyaji,dan menalar  dalam ranah konkret(menggunakan, mengurai,merangkai, memodifikasi,dan membuat)danranah abstrak(menulis,membaca, menghitung,menggambar,
danmengarang)sesuai denganyangdipelajaridisekolahdansumberlainyangsamadalam sudut pandang/teori
4.1         Mendemonstrasikantatacara
hajidanumrah
4.2         Mensimulasikantatacara sedekah,hibah,dan hadiah
4.3         Membuatpetakonsep mengenaiketentuan makanan danminumanyanghalaldan baik
Materi tetang haji seperti ini merupakan materi yang penting, namun tidak setiap hari haji ada dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Haji diwajibkan bagia yang mampu sekali seumur hidup. Bercermin dari hal ini, maka pengkajian materi harus dilakukan sehingga bisa memprioritaskan materi yang terpenting dari yang penting.
Tabel 6
KI dan KD SKI Kelas X Semester Ganjil
KOMPETENSI INTI
KOMPETENSI DASAR
1.      Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
1.1  Meyakini   bahwa  setiap muslim memiliki kewajiban berdakwah terhadap masyarakat
1.2  Meyakini bahwa berdakwah adalah kewajiban setiap muslim
1.3  Menghayati nilai-nilai hijrah yangdilakukan oleh Rasulullah SAW. dan parasahabat
1.4  1.4 Menghayati nilai-nilai positif yang dimilikioleh masyarakat Madinah
1.5  Menghayati nilai-nilai perjuangandakwah Rasulullah SAW. pada periodeMadinah
1.6  Menghayati sikap istiqamahperjuangan  as-sabiqunal awwalun dalamberdakwah bersama Rasulullah SAW.
1.7  Menghayati nilai-nilai jihad yanglakukukan oleh Rasullah SAW.dan parasahabat dalam Fathu Makkah
2.      Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai) santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia
2.1  Memiliki semangat melakukan perubahan ke arah yang baik sebagai impelementasi dari hikmah memahami kondisi masyarakat Mekah sebelum Islam.
2.2  Memiliki semangat berdakwah sebagai implementasi dari pemahaman strategi dakwah Rasulullah SAW. di Mekah.
2.3  Memiliki semangat hijrah ke arah yang lebih baik sebagai implementasi dari hikmah memahami peristiwa hijrah
2.4  Membiasakan hidup tolong menolong sebagai impelementasi dari memahami kondisi masyarakat Madinah sebelum Islam
2.5  Membiasakan hidup rukun dan tolong menolong sebagai implemantasi dari memahami hubungan kaum Anshar danMuhajirin di Madinah
2.6  Meneladani sifat mulia dari para sahabat-sahabat as-sabiqunalawwalun
2.7  semangat menegakkan  kebenaran sebagai implementasi dari pemahaman peristiwa Fathu Makkah
3.      Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, tehnologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah
3.1  Memahami kondisi masyarakatMekah sebelum Islam
3.2  Memahami substansi dan strategi dakwah Rasulullah SAW. periode Mekah
3.3  Menganalisis  faktor-faktor penyebabhijrah Rasulullah SAW.
3.4  Memahami  kondisi Masyarakat Madinahsebelum Islam
3.5  Memahami subtansi dan strategi dakwah Rasulullah  saw. periode Madinah
3.6  Memahami sifat/kepribadian dan peran  para sahabat as-sabiqunal awwalun
3.7  Mengidentifikasi faktor-faktor keberhasilan Fathu Makkah tahun 9 Hijriyah
4.      Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan
4.1  Menceritakan kondisi masyarakat Mekah sebelum Islam
4.2  Menyajikan dalam peta konsep mengenaifaktor-faktor keberhasilan dakwah Rasulullah SAW. periode Mekah
4.3  Memetakan faktor-faktor penyebab hijrahnya Rasulullah SAW.
4.4  Menceritakan kondisi masyarakatMadinah sebelum Islam
4.5  Mempresentasikan hubungan antarakaum Anshor dan Muhajirin
4.6  Menceritakan sikap-sikap utama dari as- sabiqunal awwalun
4.7  Membuat peta konsep mengenai kunci keberhasilan Fathu Makkah
Untuk materi SKI selama ini penyampaian materi hanya sebatas apa yang ada di buku yang menjadi pedoman dalam proses belajar mengajar. Pengembangan materi dan penyajian tentang ibrah dari peritiwa sejarah tersebut belum begitu mendalam. Oleh karena itu seorang guru agar berpengetahuan luas sehingga bisa memberikan pengetahuan yang utuh terhadap siswa
Mengenai KI dan KD saya berpendapat bahwa KI dan KD ini adalah kompetensi minimal yang harus dicapai oeleh peserta didik dalam satuan mata pelajaran. Jadi, jika seorang guru mampu mengembangkan kompetensi ini ketahapan yang lebih tinggi, kenapa tidak, sebaliknya seorang guru juga harus berusaha keras agar peserta didik tidak berada di bawah standar minimal ini setelah melakukan proses belajar mengajar. Mengenai KI dan KD ini memang sangat membutuhkan keterlibatan guru dan kemampuan guru agar standar minimal tersebut tercapai.
D.    Solusi Problematika yang Berhubungan dengan Permenag Tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi
Mempertahankan hasil pendidikan yang telah dicapai, mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten dan mampu bersaing, dan melakukan perubahan dan penyesuaian sehingga terwujud pendidikan yang lebih demokratis, serta lebih memperhatikan kebutuhan peserta didik dan masyarakat. Hal-hal inilah yang ingin dicapai ketika kebijakan tentang pendidikan ditetapkan. Karena, kebijakan tersebut merupakan keputusan formal pemerintah yang memberikan panduan kepada pelaku pendidikan mengenai tindakan, sikap, atau keputusan yang akan diterapkan.
Kebijakan dipandang sebagai pedoman untuk bertindak, pembatas prilaku, dan bantuan bagi pengambil keputusan.[10] Dengan begitu, kebijakan memiliki konsep dan asas yang menjadi pedoman untuk bertindak. Kebijakan mengandung pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai haluan untuk mencapai sasaran. Oleh karena itu kebijakan itu sendirilah merupakan salah satu acuan untuk mencari solusi atas masalah yang terjadi.
Adapun solusi atas masalah yang telah dipaparkan diatas adalah sebagai berikut:
1.      Memperhatikan Undang-undang yang Telah Ditetapkan Pemerintah Republik Indonesia
Setiap bangsa memiliki sitem pendidikan nasional. Sistem pendidikan nasional masing-masing bangsa berdasarkan pada dan dijiwai oleh kebudayaanya. Kebudayaan tersebut sarat dengan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang melalui sejarah sehingga mewarnai gerak hidup suatu bangsa.[11] Oleh sebab itu, menjadikan undang-undang ini untuk mencari solusi atas suatu masalah adalah perlu untuk dilakukan.
Adapun undang-undang yang harus diperhatikan antara lain.
a.       Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-undang ini patut menjadi perhatian semua yang terlibat dalam pendidikan di Indonesia. Pembuat undang-undang, kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat harus memperhatikan undang-undang ini demi terwujudnya pendidikan yang berkualitas.
b.      Memperhatikan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
Dalam undang tersebut dikemukakan bahwa, profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
1)      Memiliki bakar, minat, panggilan jiwa dan idealisme.
2)      Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia.
3)      Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas.
4)      Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.
5)      Memiliki tanggung jawab atai pelaksanaan bidang keprofesionalan.
6)      Memperoleh pekerjaan sesuai dengan prestasi kerja.
7)      Memiliki kesempatan untuk mengembangakan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.
8)      Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
9)      Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan.
c.       PMA Nomor 42 Tahun 2014 Tentang Pencabutan PMA Nomor 2 Tahun 2008 Tentang SKL dan SI PAI dan Bahasa Arab di Madrasah.
d.      KMA Nomor 165 Tahun 2014 Tentang Pedoman Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran PAI dan Bahasa Arab.
Masalah yang dihadapi berkaitan dengan kurikulum 2013 di madrasah?. KMA ini penting untuk dijadikan sebagai alternatif pemecahan masalah yang dihadapi. Ringkasnya, jika masalah muncul berkaitan dengan KMA ini, maka KMA ini harus dikritisi terlebih dahulu baru kemudian yang lain.
2.      Seorang Pendidik Harus Terus Mengembangkan Dirinya
Dari beberapa sumber, dapat diidentifikasikan beberapa indikator yang dapat dijadikan ukuran karakteristik guru yang dinilai kompeten secara profesional, yaitu: 1) mampu mengembangkan tanggung jawab dengan baik. 2) melaksanakan peran dan fungsinya dengan tepat. 3) mampu bekerja untuk mewujudkan tujuan pendidikan di sekolah. 4) mampu menjalankan peran dan fungsinya dalam pembelajaran di kelas.
Tanggung jawab seorang guru antara lain. 1) tanggung jawab moral. 2) tanggung jawab dalam bidang pendidikan disekolah. 3) tanggung jawab dalam bidang kemasyarakatan. 4) tanggung jawab dalam bidang keilmuan. Adapun peran dan fungsi guru adalah sebagai berikut. 1) sebagai pendidik dan pengajar. 2) sebagai anggota masyarakat. 3) sebagai pemimpin. 4) sebagai administrator. 5) sebagai pengelola pembelajaran.[12]
3.      Pemerintah Harus Terus Berbenah dan Membenahi Pendidikan di Indonesia
a.       Dikotomi Pendidikan Idonesia
Pendidikan di Indonesia dikelola oleh dua kementarian, yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mengelola pendidikan umum dan Kementerian Agama yang mengelola madrasah. Berulangkali terdapat usulan penyatuan sistem pendidikan, tetapi Kementerian Agama berpendapat, pembagian dua wewenang ini merupakan kebijakan yang sudah baik.
“Ketika madrasah digabung pasti otonomi daerah. Iki arep dadi opo?. Pendidikan agama yang dikelola pusat saja rongorongannya luar biasa banyaknya. Hingga sekarang, kita belum mampu mengatasi keragaman pendapatan dan friksi paham keagamaan, siapa yang akan mengawal itu,” kata Nur Kholis Setiawan kepada NU Online baru-baru ini.
Ia menambahkan, meskipun saat ini ada keterbatasan anggaran pendidikan di bawah Kemenag, yang alokasinya jauh dibawah Kemendikbud, tetapi mengelola pendidikan agama bukan sekedar soal uang.[13]
Pernyataan tersebut di atas menjelaskan bahwa pengelolaan pendidikan Indonesia di bawah satu lembaga sangat sulit untuk dilakuan, maka pemerintah harus bertindak tegas. Salah satunya dengan bersikap adil mengenai pembiayaan pendidikan yang selama ini berat sebelah.
b.      Pemerataan Pendidikan
Indonesia timur juga Indonesia, bukan kebetulan Papua menjadi provinsi dengan buta angka huruf tertinggi, diikuti oleh NTB. Ketika presentase penduduk usia 15-44 tahun yang buta huruf di Indonesia pada tahun 2012 hanya sekitar 2,01 persen, di Papua presentasenya mencapai 33,33 persen, lebih rendah 16 kali lipat rata-rata nasional. Bukan kebetulan juga jika tiga propinsi di Indonesia dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terendah, Papua (65,36), NTB (66,23), dan NTT (67,75). Cukup jauh dari rata-rata IPM nasional pada 2011 sebsesar 72,77. Ketimpangan pendidikan ini jelas bukan kebetulan karena sudah terjadi selama bertahun-tahun.[14]
Pemerintah itu harus cepat bergerak untuk meningkatkan mutu pendidikan di daerah-daerah terpencil ataupun daerah-daerah perbatasan. Karena pemerintah memang berkewajiban memberikan pendidikan bagi semua penduduk Indonesia pada usia wajib belajar tanpa terkecuali, dimanapun, dan kapanpun.
4.      Lembaga Pendidikan dan Semua Pihak Harus Bekerjasama untuk Kemajuan Pendidikan Indonesia
Semua elemen bangsa ini harus bekerjasama untuk kemajuan pendidikan Indonesia. Keluarga, masyarakat, TPQ, Pondok Pesantren, dan lain sebagainya harus bersinergi agar menjadi satu kesatuan yang utuh. Selama ini ada sekolah-sekolah yang bersaing dengansekolah lain dengan cara mencari kelemahan kemudian mempublikasikannya sehingga sekolah tersebut tidak diminati, singkatya dengan cara menjatuhkan sekolah lawan. Hal-hal seperti ini seharusnya tidak terjadi, persaingan yang baik adalah terus meperbaiki diri pada masing-masing sekolah agar sekolah tersebut bisa terus eksis kedepannya.
Berkaitan dengan solusi ini, contoh yang paling tepat adalah yang dicontohkan berikut ini, selama ini dan tidak bisa dipungkiri bahwa di sekolah kompetensi yang paling asah adalahkompetensi kognitif, maka keluarga dan masyarakat bisa membantu peserta didik mengembangakan kemampuan sikap dan keterampilan. Jika, disekolah, peserta didik tidak menguasai baca-tulis al-Qura’an, maka pihak keluarga bisa memasukkan anaknya ke TPQ agar anaknya bisa baca-tulis al-Qur’an, dan lain-lain masih banyak contoh yang menunjukkan bahwa pendidikan adalah tanggung jawab sekolah, warga negara, masyarakat, orang tua, dan pemerintah.
5.      Ihtiar, Tawakal, dan Do’a
Ikhtiar sangat perlu dilakukan untuk memajukan pendidikan Indonesia. Ikhtiar adalah alat, syarat untuk mencapai maksud dan daya upaya. Dalam mencapai kemajuan pendidikan di Indonesia usaha, daya upaya, alat dan sebagainya harus dilibatkan agar terbentuk jalan yang menuju kekemajuan tersebut. Pembuatan kebijakan, perubahan kurikulum, pelatian dan seminar, terjadinya dikotomi pendidikan, dan lain-lain, merupakan bentuk ikhtiar yang dilakukan untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia ini.
Setelah ikhtiar, selanjutnya adalah tawakal. Setelah mengihktiarkan apa yang menjadi permasalahan pendidikan di Indonesia baru kita meminta kepada Allah SWT. agar apa yang telah diupayakan menjadi kendaraan untuk mencapai tujuan, kalaupun belum berhasil, banyak solusi-solusi lain yang bisa dijadikan alternatif untuk mencapai kembali tujuan pendidikan Indonesia tersebut.
Orang yang beriman adalah orang yang senantiasa berusaha dan berdo’a kepada Allah untuk dirinya dan orang lain, dan bagi kebaikan dunia akhirat.[15] Sebagaimana yang firman Allah SWT.
Oßg÷YÏBur`¨BãAqà)tƒ!$oY­/u$oYÏ?#uäÎû$u÷R9$#ZpuZ|¡ymÎûurÍotÅzFy$#ZpuZ|¡ym$oYÏ%urz>#xtãÍ$¨Z9$#ÇËÉÊÈ
Artinya: dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.(QS. Al-baqarah 201).[16]

Mintalah kepada Allah, berdo’a kepada-Nya, agar apa yang telah diusahakan bisa membuahkan hasil. Jangan memisahkan antara urusan agama dengan urusan dunia, libatkan Allah SWT. pada setiap kegiatan agar mendapatkan kebahagian di dunia dan di akhirat.
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Sedangkan Standar Isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Dampak dari ditetapkannya PMA Nomor 42 Tahun 2014 ada yang positif dan negatif. Peraturan ini tentunya tidak berdampak kepada lembaga sekolah dan yang berada di dalamnya saja, tetapi masyarakat dan pemerintahpun terkena dampak dari peraturan ini.
Selanjutnya, masalah yang dibahas dalam masalah ini adalah sebagai berikut. 1) masalah sikap. 2) masalah pengetahuan. 3.masalah keterampilan. 4) masalah Standar Isi. 5) Masalah Kompetansi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD).
Adapun solusi atas masalah tersebut yaitu. 1) memperhatikan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2. seorang pendidik harus terus mengembangkan dirinya. 3) Memperhatikan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. 4) pemerintah harus terus berbenah dan membenahi pendidikan di indonesia. 5) lembaga pendidikan dan semua pihak harus bekerjasama untuk kemajuan pendidikan indonesia. 6) ihtiar, tawakal, dan do’a.

DAFTAR PUSTAKA

Abdima, Lativi. 2015. KMA Nomor 165 Tahun 2014 Tentang Pedoman Kurikulum Madrasah 2013 PAI dan Bahasa Arab Beserta Lampiranya. http:www.abdimadrasah.com. Diakses 29 September 2015 jam 07:43.
Agi. September 2015. Duh! Ternyata 84% Siswa Indonesia Pernah Dibully di Sekolahnya. http:www.tabloidnova.com. Diakses 30 November 2015 jam 23:20.
Agmasari, Silvita. November 2015. Orang Tua Waspada, Anak-anak Zaman sekarang Percaya Internet. http:kompas.com. diakses 1 Desember 00:49.
Fatima Bona, Maria. November 2015. Perguruan Tinggi Terlalu Fokus IPK dan Melupakan Persiapan Profesi. http:www.beritasatu.com. Diakses 1 Desember 2015 jam 00:09.
Fitriani Fatimah, Karina. Maret 2015. Banci Alias Bencong, Posisinya dalam Islam. http:inilah.com. Diakses 30 November jam 11:02.
KMA Nomor 165 Tahun 2014 Tentang Pedoman Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran PAI dan Bahasa Arab.
KMA Nomor 207 Tahun 2014 Tentang Kurikulum Madrasah.
Mulyasa, E. 2008. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Cet. 3. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Niam, Mukafi. November 2015. Kenapa Kemenag Tentang Penyatuan Madrasah dan Sekolah? Ini Alasannya. http:www.nu.or.id. Diakses 1 Desember 2015 jam 00:39.
Pidarta,Made. 2007. Landasan Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
PMA Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah.
PMA Nomor 42 Tahun 2014 Tentang Pencabutan PMA Nomor 2 Tahun 2008 Tentang SKL dan SI PAI dan Bahasa Arab di Madrasah.
Pongtuluran, Aris. 1995. Kebijakan Organisasi dan Pengambilan Keputusan Manajerial. Jakarta: LPMP.
T.t. 2012. The Holly Qur’an al-Fatih. Jakarta: PT. Insan Media Pustaka.
T.t. Januari 2015. Siswa SD Belum Bisa Baca al-Qur’an. http:www.radartasikmalaya.com. Diakses 1 Desember 2015 jam 00:20.
Uditomo, Purwo. 2013. Besar Janji daripada Bukti; Kebijakan dan Praktik Pendidikan Indonesia di Era Transisi Demokrasi. Cet. 1. Bogor: Dompet Dhuafa Makmal Pendidikan.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Yuswantoro. November 2015. MirisBuku SD Ini Berisi Kalimat yang Memperbolehkan Jadi Pelacur. http:sindonews.com. Diakses 1 Desember 2015 jam 00:33.
Zuhaili, Wahba. 1997. Al-Qur’an dalam Melaksanakan Hukum dan Peraadaban Manusia, Terj. M. Lukman Hakiem dan M. Fuad Hariri. Cet. 1. Selangor: Al Baz Publishing.




[1] Lativi Abdima, KMA Nomor 165 Tahun 2014 Tentang Pedoman Kurikulum Madrasah 2013 PAI dan Bahasa Arab Beserta Lampiranya (http:http:www.abdimadrasah.com, 2015), diakses 29 September 2015 jam 07:43.
[2]Kamus Besar Bahasa Indonesia (aplikasi KBBI v1.1, http:ebsoft.web.id).
[3]Kamus Besar Bahasa Indonesia (aplikasi KBBI v1.1, http:ebsoft.web.id).
[4] Agi, Duh! Ternyata 84% Siswa Indonesia Pernah Dibully di Sekolahnya(http:www.tabloidnova.com,  September 2015) diakses 30 November 2015 jam 23:20.
[5] Maria Fatima Bona, Perguruan Tinggi Terlalu Fokus IPK dan Melupakan Persiapan Profesi (http:www.beritasatu.com, November 2015), diakses 1 Desember 2015 jam 00:09.
[6] Silvita Agmasari, Orang Tua Waspada, Anak-anak Zaman sekarang Percaya Internet(http:kompas.com, November 2015), diakses 1 Desember 00:49.
[7]Siswa SD Belum Bisa Baca al-Qur’an (http:www.radartasikmalaya.com, Januari 2015), diakses 1 Desember 2015 jam 00:20.
[8] Yuswantoro,  Miris, Buku SD Ini Berisi Kalimat yang Memperbolehkan Jadi Pelacur (http:sindonews.com, November 2015), diakses 1 Desember 2015 jam 00:33.
[9] Karina Fitriani Fatimah, Banci Alias Bencong, Posisinya dalam Islam(http:inilah.com, Maret 2015), diakses 30 November 11:02.
[10] Aris Pongtuluran, Kebijakan Organisasi dan Pengambilan Keputusan Manajerial (Jakarta: LPMP, 1995), hlm. 7.
[11] Made Pidarta, Landasan Pendidikan (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007), hlm. 262.
[12] E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru (Cet. 3; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 17-19.
[13] Mukafi Niam, Kenapa Kemenag Tentang Penyatuan Madrasah dan Sekolah? Ini Alasannya (http:no.or.id, November 2015), diakses 1 Desember 2015 jam 00:39.
[14] Purwo Uditomo, Besar Janji daripada Bukti; Kebijakan dan Praktik Pendidikan Indonesia di Era Transisi Demokrasi (Cet. 1; Bogor: Dompet Dhuafa Makmal Pendidikan, 2013), hlm. 23.
[15] Wahba Zuhaili, Al-Qur’an dalam Melaksanakan Hukum dan Peraadaban Manusia, Terj. M. Lukman Hakiem dan M. Fuad Hariri (Cet. 1; Selangor: Al Baz Publishing, 1997), hlm. 67.
[16]The Holly Qur’an al-Fatih(Jakarta: PT. Insan Media Pustaka, 2012), hlm. 31.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar