MAKALAH
MENGANALISIS PROBLEMATIKA YANG DIHADAPI PERATURAN MENTERI AGAMA (PMA)
NOMOR 42 TAHUN 2014.
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Diberlakukannya
Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 42 Tahun 2014 tentang pencabutan Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2008 tentang Standar
Kompetensi Lulusan dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di
Madrasahmerupakan respon pemerintah terhadap pendidikan di madrasah yang
terus berkembang.Kebijakan ini ditetapkan, salah satunya agar pendidikan
nasional berfungsi sebagaimana mestinya. Yaitu, mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Selanjutnya, kebijakan ini
juga merupakan salah satu pedoman yang harus diperhatikan untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional.Yaitu, yang bertujuan mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.Dalam hal ini, tujuan pendidikan nasional
tersebut akan dicapai melaui penentuan kriteria kemampuan lulusan yang mencakup
ranah sikap, pengetahuan dan keterampilan, serta penentuan ruang lingkup
materi.
Oleh karena itu,
kebijakan pendidikan mempunyai posisi yang sangat pentingdan sangat menentukan
kemana arah pendidikan itu sendiri. Karena,kebijakan tersebut merupakan pedoman
untuk bertindak, rambu-rambu tindakan, dan
acuan untuk membuat keputusan. Bertindak seenaknya dalam menentukan
kebijakan pendidikan akan sangat berpengaruh pada mutu pendidikan dari tingkat
satuan pendidikan bahkan sampai tingkat nasional. Agar hal-hal negatif dapat
diminimalisir, maka diperlukan pemahaman yang mendalam tentang kebijakan
pendidikan itu sendiri dan kebijaksanaan dalam menerapkannya.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana pengertian Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
dan Standar Isi (SI)?
2.
Bagaimana dampak dari Peraturan Menteri Agama
(PMA) Nomor 42 Tahun 2014 terhadap madrasah di Indonesia?
3.
Bagaimana problematika yang dihadapi Peraturan
Menteri Agama (PMA) Nomor 42 Tahun 2014?
4.
Bagaimana solusi atas problematika yang dihadapi
Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 42 Tahun 2014?
C. Tujuan
Pembahasan
1.
Menjelaskan perngertian Standar Kompetensi
Lulusan dan Standar Isi.
2.
Menjelaskan dampak dari Peraturan Menteri Agama
(PMA) nomor 42 Tahun 2014 terhadap madrasah di Indonesia.
3.
Menganalisis problematika yang dihadapi
Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 42 Tahun 2014.
4.
Memaparkan solusi atas problematika yang dihadapi
Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 42 Tahun 2014.
PEMBAHASAN
Salah satu alasan tetap diberlakukannya
kurikulum 2013 Pada Madrasah untuk Mapel PAI dan Bahasa Arab dikarenakan
Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2008 yang mengatur tentang Standar
Kompetensi Lulusan dan Standar Isi Mata Pelajaran PAI dan Bahasa Arab telah
dicabut dengan adanya Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 42 Tahun 2014.
Sebagai pengganti dari Peraturan Menteri Agama
Nomor 2 Tahun 2008 yang telah dicabut tersebut, Kementerian Agama kemudian menerbitkan
KMA Nomor 165 Tahun 2014 Tentang Pedoman Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran
PAI dan Bahasa Arab.
Kemunculan KMA Nomor 165 Tahun 2014 ini
sebenarnya sudah cukup lama, yakni seiring dengan pemberlakuan kurikulum 2013
pada madrasah, namun kemunculannya tidak disertai dengan lampiran KMA tersebut.
Padahal lampiran KMA ini merupakan hal yang penting, karena pada lampiran
inilah terdapat isi dari KMA tersebut. Akhirnya, setelah hal ini
dikomunikasikan dengan Direktorat Madrasah file lampiran KMA Nomor 165 Tahun
2014 sudah siap untuk dipublikasikan.
KMA sudah ada, lampiran sudah siap untuk
dipublikasikan, tapi keadaan berkata lain. Terbitnya surat Mendikbud kepada
kepala sekolah dan madrasah yang menyatakan diberhentikanya kurikulum 2013 bagi
sekolah yang baru melaksanakan kurikulum 2013 selama satu semester dan kemudian
lebih ditegaskan lagi dengan adanya Permendikbud Nomor 160 Tahun 2014 tentang
Pemberlakuan Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013, maka publikasi KMA Nomor 165
Tahun 2014 tertunda.
Selanjutnya, seiring diterbitkanya KMA Nomor
207 Tahun 2014 yang menegaskan bahwa kurikulum pada madrasah (MI,MTs dan MA)
tetap menggunakan kurikulum 2013 untuk mapel PAI dan Bahasa Arab, dan kembali
menggunakan kurikulum 2006 (KTSP) untuk mapel umum, maka akhirnya KMA Nomor 165
Tahun 2014 Tentang Pedoman Kurikulum Madrasah 2013 PAI Dan Bahasa Arab beserta
Lampirannya sudah siap untuk dipublikasikan.[1]
Berdasarkan uraian tersebut setidaknya terdapat
tiga kebijakan yang dikeluarkan oleh Kemenag yang berhubungan dengan SKL dan
SI. Pertama, PMA Nomor 42 Tahun 2014 Tentang Pencabutan PMA Nomor 2
Tahun 2008 Tentang SKL dan SI PAI dan Bahasa Arab di Madrasah.Kedua, KMA
Nomor 165 Tahun 2014 Tentang Pedoman Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran PAI
dan Bahasa Arab. Ketiga, KMA Nomor 207 Tahun 2014 Tentang Kurikulum
Madrasah.
PMA
Nomor 42 Tahun 2014 Tentang Pencabutan PMA Nomor 2 Tahun 2008 terdiri dari dua
pasal. Pasal 1, PMA Nomor 2 Tahun 2008 Tentang SKL dan SI PAI dan Bahasa Arab
di Madrasah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 2, peraturan menteri
ini berlaku pada tanggal diundangkan. Dengan keluarnya PMA Nomor 42 Tahun 2014
maka PMA Nomor 2 Tahun 2008 tidak berlaku dan digantikan dengan KMA Nomor 165
Tahun 2014 Tentang Pedoman Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran PAI dan
Bahasa Arab.
Kebijakan tersebut mencabut kebijakan yang sama
sebelumnya yaitu kebijakan tentang SKL dan SI dan dinyatakan tidak berlaku. Hal
ini merupakan perhatian pemerintah, dalam hal ini Kemenag,terhadap pendidikan
yang terus berkembang sehingga perlu adanya perbaikan dan penyesuaian. SKL dan
SI pada kebijakan sebelumnya dinilai sudah tidak sesuai dan perlu ada
perbaikan. Kebijakan yang berkaitan dengan SKL dan SI di Madrasah yang
sebelumnya tercantum dalam PMA Nomor 2 Tahun 2008 digantikan dengan KMA Nomor
165 Tahun 2014.
Dalam
KMA Nomor 165 Tahun 2014 memutuskan tiga ketetapan. 1) menetapkan Pedoman
Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran PAI dan Bahasa Arab sebagaimana
tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari keputusan
ini. 2) Pedoman kurikulum Madrasah 13 Mata Pelajaran PAI dan Bahasa Arab
sebagaiamana dimaksud dalam diktum kesatu berlaku secara nasional pada Madrasah
Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah atau Madrasah Aliyah
Kejuruan. 3) Keputusan menteri Agama ini mulai berlaku pada tahun pelajaran
2014/2015.
Adapun
isi lampiran dari KMA Nomor 165 Tahun 2014 ini dalah sebagai berikut:
A.
Bab I Pendahuluan, berisi Latar Belakang,
Maksud dan Tujuan, Sasaran Ruang Lingkup, dan Pengertian Umum.
B.
Bab II Struktur Kurikulum, berisi Kompetensi
Inti, Kompetensi Dasar Kurikulum 2013 di Madrasah, dan Mata Pelajaran Madrasah.
C.
Bab III Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan
Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah,
berisi Pendahuluan, Kompetensi Lulusan Madrasah Ibtidaiyah, Kompetensi Lulusan
Madrasah Tsanawiyah, dan Kompetensi Lulusan Madrasah Aliyah.
D.
Bab IV Standar Isi Pendidikan Agama Islam dan
Bahasa Arab di Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah, berisi Kelompok Mata
Pelajaran PAI dan Bahasa Arab, Kelompok Mata Pelajaran Peminatan, Mata
Pelajaran Pemilihan Lintas Kelompok Peminatan, dan Tujuan dan Ruang Lingkup
Mata Pelajaran.
E.
Bab V Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar
(KD) Tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah
Aliyah (MA), mata pelajaran al-Qur’an Hadis, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah
Kebudayaan Islam, dan Bahasa Arab.
F.
Bab VI Standar Proses Pendidikan Agama Islam
dan Bahasa Arab di Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah, berisi Pandangan
tentang Pembelajaran, Proses Pembelajaran Terjadi secara Internal pada Diri
Peserta Didik, Pembelajaran Langsung dan Tidak Langsung, dan Perencanaan
Pembelajaran.
G.
Bab VII Standar Penilaian Pendidikan Agama
Islam dan Bahasa Arab di Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah, berisi
Pengertian Dasar, Prinsip dan Pendekatan Penilaian, Ruang Lingkup, Teknik, dan
Instrumen Penilaian, Mekanisme dan Prosedur Penilaian, dan Pelaksanaan dan
Pelaporan Penilaian.
Kebijakan tersebut memaparkan secara jelas
hal-hal yang berkaitan dengan SKL dan SI. Mulai dari latar belakang ditetapkan
SKL dan SI, bagaimana SKL dan SI pada setiap mata pelajaran di madrasah, pada
setiap jenjang pendidikan di madrasah, standar prosesnya, sampai dengan
penilaiannya. Keputusan inilah yang menjadi pedoman mengenai kualifikasi
lulusan dan standar isimata pelajaran PAI dan Bahasa Arab di madrasah, Madrasah
Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasaah Aliyah.
Sedangkan KMA Nomor 207 Tahun 2014 memutuskan
delapan ketetapan. 1) Menetapkan KTSP 2006 dan Kurikulum 2013 pada Madrasah
Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah atau Aliyah Kejuruan. 2) KTSP 2006
sebagaimana dimaksud dalam diktum kesatu meliputi mata pelajaran umum. 3)
Kurikulum 2013 sebagaimana dimaksud dalarn
diktum kesatu meliputi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa
Arab. 4) Kurikulurn Tingkat Satuan Pendidikan 2006 dan Kurikulum 2013
sebagaimana dimaksud dalam diktum kedua dan diktum ketiga berlaku secara
nasional pada Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah
Aliyah/Madrasah Aliyah Kejuruan dimulai pada semester dua tahun pelajaran 2014/2015. 5) Kurikulum 2013 dapat
dilaksanakan oleh Satuan Pendidikan Madrasah yang telah melakukan pendampingan
Kurikulum 2013. 6) Kurikulum 2013 dilatihkan kepada kepala satuan pendidikan,
pendidik, tenaga kependidikan, dan pengawas satuan pendidikan. 7) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pelaksanaan Kurikulum Madrasah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Islam. 8) Keputusan ini mulai
berlaku pada tanggal ditetapkan.
Berdasarkan kebijakan ini, di Madrasah
menggunakan tiga kebijakan sekaligus. Mata pelajaran PAI dan Bahadasa Arab dan
mata pelajaran umum dipisah dan dibedakan pedomannya. Keputusan ini ditetapkan
pada tanggal 31 Desember 2014, sekarang, November 2015, setelah saya konfirmasi
kepada teman saya Bapak Nurhasin dan Bapak M. Asrori selaku tenanga pendidik di
madrasah, KTSP 2006, K-13 untuk mata pelajaran umum, dan K-13 untuk mata
pelajaran PAI dan Bahasa Arab masi digunakan.
Apapun itu, pendidikan memang selalu berkembang
dan harus ada perbaikan dan penyesuaian sebagai respon dari perkembangan
tersebut. Kebijakan yang terus mengalami perbaikan dan penyesuaian merupakan
bentuk perhatian pemerintah terhadap pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu,
diperlukan pemahaman yang mendalam tentang kebijakan pendidikan itu sendiri dan
kebijaksanaan dalam menerapkannya.
A.
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar
Isi (SI)
1. Pengertian
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI)
a.
Pengertian Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
Standar Kompensi Lulusan terdiri dari tiga suku
kata, yaitu, standar, kompetensi dan lulusan. Standar memiliki pengertian
ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan, sesuatu yang dianggap tetap
nilainya sehingga dapat dipakai sebagai ukuran nilai, baku. Sedangkan
kompetensi adalah kewenangan atau kekuasaan untuk menentukan memutuskan
sesuatu, kemampuan menguasai gramatika suatu bahasa secara abstrak atau
batiniah. Dan lulusan ialah yang sudah lulus dari ujian, tamatan.[2]
Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa
standar kompetensi lulusan merupakan ukuran baku yang menjadi patokan mengenai
kemampuan apa saja yang harus dimiliki oleh seorang tamatan. Dalam konteks
pendidikan, seorang peserta didik Madrasah Ibtidaiyah jika lulus dan menjadi
tamatan, maka, harus mengusai baca-tulis dengan baik, misalnya.
Lebih lanjut di dalam Keputusan Menteri Agama
Republik Indonesia Nomor 165 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Mata Pelajaran
Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab pada Madrasah, dijelaskan bahwa Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan
yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Standar Kompetensi Lulusan
digunakan sebagai acuan utama pengembangan standar isi, standar proses, standar
penilaian pendidikan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana
dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan.
Standar Kompetensi Lulusan terdiri atas
kriteria kualifikasi kemampuan peserta didik yang diharapkan dapat dicapai
setelah menyelesaikan masa belajarnya di satuan pendidikan pada jenjang
Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah. Untuk mengetahui
hal tersebut perlu dilakukan monitoring dan evaluasi. Monitoring dan evaluasi
dilakukan untuk mengetahui ketercapaian dan kesesuaian antara Standar
Kompetensi Lulusan dan lulusan dari masing-masing satuan pendidikan dan
kurikulum yang digunakan pada satuan pendidikan tertentu perlu dilakukan
monitoring dan evaluasi secara berkala dan berkelanjutan dalam setiap periode.
Hasil yang diperoleh dari monitoring dan evaluasi digunakan sebagai bahan
masukan bagi penyempurnaan Standar Kompetensi Lulusan di masa yang akan datang.
Adapun standar kompetensi lulusan di madrasah
menurut Lampiran Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 165 Tahun
2014 Tentang Kurikulum 2013 adalah sebagai berikut.
Tabel 1
Kompetensi Lulusan Madrasah Ibtidaiyah
Madrasah
Ibtidaiyah
|
|
Dimensi
|
Kualifikasi Kemampuan
|
Sikap
|
Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap
orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab
dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam di
lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain.
|
Pengetahuan
|
Memiliki pengetahuan faktual dan konseptual
berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni,dan
budaya dalam wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban
terkait fenomena dan kejadian di lingkungan rumah, sekolah, dan tempat
bermain.
|
Keterampilan
|
Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang
produktif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang
ditugaskan kepadanya.
|
Tabel 2
Kompetensi Lulusan Madrasah Tsanawiyah
Madrasah
Tsanawiyah
|
|
Dimensi
|
Kualifikasi Kemampuan
|
Sikap
|
Memiliki perilaku yang mencerminkan
sikaporang beriman, berakhlak mulia, berilmu,percaya diri, dan bertanggung
jawab dalamberinteraksi secara efektif denganlingkungan sosial dan alam
dalamjangkauan pergaulan dan keberadaannya.
|
Pengetahuan
|
Memiliki pengetahuan faktual, konseptual,dan
prosedural dalam ilmu pengetahuan,teknologi, seni, dan budaya denganwawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkaitfenomena dan
kejadian yang tampak mata.
|
Keterampilan
|
Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang
efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang dipelajari
disekolah dan sumber lain sejenis.
|
Tabel 3
Kompetensi Lulusan Madrasah Aliyah
Madrasah
Aliyah
|
|
Dimensi
|
Kualifikasi Kemampuan
|
Sikap
|
Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap
orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab
dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta
dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
|
Pengetahuan
|
Memiliki pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural, dan metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan
budaya dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban
terkait penyebab serta dampak fenomena dan kejadian.
|
Keterampilan
|
Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang
efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sebagai pengembangan dari
yang dipelajari di sekolah secara mandiri.
|
Standar Kompetensi Lulusan diterdapat pada
Kurikulum 2013 dan Kurikulum 2006 memiliki pererbedan. Bisa dikatakan, SKL pada
Kurikulum 2013 merupakan tidak lanjut/perbaikan dari Kurikulum 2006. SKL pada
kurikulum 2006 yang mulanya menekankan pada aspek konitif diperbaharui dalam
Kurikulum 2013 menjadi adanya peningkatan dan keseimbangan softskilldan hardskillyang
meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan dan pengetahuan.
b.
Pengertian Standar Isi (SI)
Standar Isi terdiri dari dua kata, yaitu,
standar dan isi. Standar memiliki pengertian ukuran tertentu yang dipakai sebagai
patokan, sesuatu yang dianggap tetap nilainya sehingga dapat dipakai sebagai
ukuran nilai, baku. Sedangakan isi adalah sesuatu yang ada (termuat,
terkandung, dan sebagainya) di dalam suatu benda, apa yang tertulis di dalamnya
(buku, surat, dan sebagainya), inti atau bagian yang pokok dari suatu wejangan
(pidato, pembicaraan, dan sebagainya).[3]
Di dalam Lampiran Keputusan Menteri Agama
Republik Indonesia Nomor 165 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Mata Pelajaran
Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab pada Madrasah, disebutkan bahwah Standar
Isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk
mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Ruang
lingkup materi dan tingkat kompetensi pesertadidik yang harus dipenuhi atau
dicapai pada suatu satuan pendidikandalam jenjang dan jenis pendidikan tertentu
dirumuskan dalam Standar Isiuntuk setiap mata pelajaran.
Standar Isi disesuaikan dengan substansi tujuan
pendidikan nasional dalamdomain sikap spritual dan sikap sosial, pengetahuan,
dan keterampilan.Oleh karena itu, Standar Isi dikembangkan untuk menentukan
kriteriaruang lingkup dan tingkat kompetensi yang sesuai dengan
kompetensilulusan yang dirumuskan pada Standar Kompetensi Lulusan, yakni
sikap,pengetahuan, dan keterampilan.
Karakteristik, kesesuaian, kecukupan, keluasan
dan kedalaman materiditentukan sesuai dengan karakteristik kompetensi beserta
prosespemerolehan kompetensi tersebut. Ketiga kompetensi tersebut
memilikiproses pemerolehan yang berbeda. Sikap dibentuk melalui
aktivitasaktivitas:menerima, menjalankan, menghargai, menghayati,
danmengamalkan.
Pengetahuan dimiliki melalui
aktivitas-aktivitas: mengetahui, memahami,menerapkan, menganalisis,
mengevaluasi, dan mencipta. Keterampilandiperoleh melalui aktivitas-aktivitas:
mengamati, menanya, mencoba,menalar, menyaji, dan mencipta. Karakteristik
kompetensi besertaperbedaan proses perolehannya mempengaruhi Standar Isi.
Mengenai Standar Isi, kompetensi yang mulanya
diturunkan dari mata pelajaran berubah menjadi mata pelajaran dikembangkan dari
kompetensi. Dengan demikian hasil lulusan semakin sesuai untuk menjawab kebutuhan
masyarakat, karena kopetensi dirumuskan berdasar pertanyaan, lulusan seperti
apa yang dibutuhkan masyarakat?, kompetensi apa saja yang diperlukan agar bisa
bertahan pada zaman sekarang ini?, dan sebagainya. Baru kemudian mata pelajaran
disesuikan, dikembangkan, dan diterapkan untuk mencapai kompetensi tersebut.
Hal ini berbanding terbalik dengan perumusan kompetensi yang ada pada kurikulum
sebelumnya.
B. Dampak
dari Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 42 Tahun 2014 terhadap Madrasah di
Indonesia
Dampak adalah pengaruh
yang mendatangkan akibat baik positif maupun negatif. Dalam hal ini, dampak
yang dimaksud adalah akibat dari ditetapkannya PMA Nomor 42 Tahun 2014
tersebut. Peraturan tersebut tentunya tidak berdampak kepada lembaga
sekolah dan yang berada di dalamnya
saja, tetapi masyarakat dan pemerintahpun terkena dampak dari peraturan ini.
Ditetapkannya peraturan
ini pihak sekolah mempunyai pedoman untuk menyelenggarakan aktivitas
pendidikannya. Peraturan ini memberikan gambaran yang jelas mengenai SKL, SI,
proses pelaksanaan, dan evaluasinya. Peraturan ini memudahkan lembaga sekolah
untuk bertindak dan menentukan kebijakan untuk melaksanakan kegiatan
pendidikannya.
Peraturan ini menuntut
kepala sekolah untuk melakukan supervisi terhadap aktivitas yang terjadi pada
sekolah. Memberikan arahan dan bantuan kepada guru yang mengalami kesulitan,
memberi semangat atau pujian terhadap
guru yang berprestasi agar materi bisa tersampaikan dengan baik dan SKL
tercapai.
Peraturan ini sangat
menuntut kemampuan guru yang mumpuni khususnya dan mencapai SKL. Secara tidak
langsung peraturan ini menuntut para guru untuk terus belajar, mengembangkan
kompetensi, memperbaharui pengetahuan, dan lain-lain.
Masyarakatpun
seharusnya dimudahkan dengan adanya peraturan ini, masyarakat khususnya orang
tua, diberikan informasi tentang kompetensi apa yang didapat stelah anaknya
lulus pada jenjang pendidikan tertentu. Sehingga, ketika terdapat tidak
kesesuaian dalam proses pembelajaran masyarakat bisa memberikan koreksi dan
saran agar SKL tercapai dengan baik.
Begitu juga dengan
pemerintah, dalam hal ini Kemenag, selaku pembuat peraturan haru bertanggung
jawab dengan aturan tersebut. Istilahnya jika seseorang melakukan sesuatu makan
harus mempertanggujawabkan tidakan tersebut. Jika terjadi kekurangan dalam
penerapannya, seperti banyak guru yang belum memahami, dan lain-lain, maka
pemerintah harus membenahi masalah-masalah tersebut.
Apapun itu, peraturan
ini diterapkan dengan harapan pendidikan di Indonesia khususnya madrasah
menajadi lebih baik. Walaupun dalam pelaksanaanya masih terjadi kekurangan
disana-sini, namun, setidaknya peraturan ini menunjukkan adanya perhatian
pemerintah terhadap pendidikan di Indonesia.
C.
Problematika yang berhubungan dengan Permenag
Tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi
1. Masalah
Sikap
Sebanyak
84% murid di Indonesia mengalami kekerasan di sekolah. Demikian pernyataan
Plan, sebuah kelompok yang menangani seputar hak anak dalam laporannya yang
berjudul PromotingEqualityandSafetyinSchools.
“Studi
ini mengumpulkan data dari murid yang berusia antara 12-17 tahun, lelaki dan
perempuan, juga termasuk orangtua, guru, dan kepala sekolah. Survei ini
dilakukan di lima negara, yakni Kamboja, Indonesia, Vietnam, Pakistan, dan
Nepal. Hasil penelitian ini menyimpulkan, tujuh dari 10 siswa di Asia pernah
mengalami kekerasan di sekolah,” demikian dikutip dari laporan Time, Selasa
(3/3) soal kekerasan siswa di sekolahnya.
Dari
penelitian terungkap, sekitar 84% siswa responden di Indonesia pernah mengalami
kekerasan yang dilakukan oleh teman sebayanya. Di peringkat kelima atau
terbawah adalah Pakistan, dengan tingkat persentase sebesar 43 persen.
Studi
ini mengungkap beberapa efek negatif dari kekerasan antarmurid. Diketahui,
jenis kekerasan paling banyak terjadi adalah kekerasan emosional, diikuti
dengan kekerasan fisik. Untuk kekerasan fisik, lebih banyak dialami oleh murid
lelaki dibanding perempuan. Secara keseluruhan, pandangan regresif (mundur)
terhadap gender adalah kontributor paling signifikan untuk kekerasan di
sekolah. Dalam arti, cara pandang atau tidak menghormati gender tertentu.
Indonesia menunjukkan jumlah kekerasan di kalangan siswa dengan bias gender
paling parah di antara negara-negara lain.
Di
Jakarta, kasus terbaru yang menyeruak dan menyentuh nurani adalah kasus
tewasnya A, siswa kelas 2 SDN 07 Pagi Kebayoran Lama Utara, Jakarta Selatan. A
tewas setelah dianiaya temannya, R, pertengahan September 2015 lalu. Kedua anak
ini sama-sama masih berusia 8 tahun. Perkelahian keduanya terjadi saat diadakan
lomba mewarnai di sekolah tersebut.
Kasus
lain yang juga menyentak perhatian adalah kasus bullying terhadap
seorang siswi kelas V SD Trisula Perwari Bukittinggi, Sumatera Barat, oleh
beberapa temannya. Yang membuat geleng-geleng kepala, seorang anak yang melakukan
pemukulan itu mengaku memukul karena sakit hati kepada korban. Kejadian
berlangsung pada 18 September 2015 lalu.
Satu
lagi kasus bullying di lingkungan sekolah terjadi di Binjai, Sumatera
Utara. Korbannya seorang siswi sebuah SMP Negeri 4 di Kota Binjai, Sumatera
Utara. Siswi bernisial IMS ini terekam dalam sebuah video yang diunggah ke
media sosial Facebook pada Sabtu (5/9/2015).[4]
Masalah
yang telah dipaparkan di atas memang tidak terjadi pada lingkup madrasah, tapi
bukan tidak mungkin masalah tersebut tidak terjadi di lingkup madrasah. Tapi,
masalah tesebut merupakan gambaran yang terjadi dalam lingkungan pendidikan di
Indonesia yang perlu mendapatkan perhatian. Sehingga masalah seperti ini dan
masalah-masalah lain dapat ditemukan solusinya, diatasi masalahnya, dan
diterapkan tindakan pencegahannya.
Sekolah
yang seharusnya menjadi tempat yang aman, tempat untuk menimba ilmu, tempat
pendewasaan, mengasah keterampilan sekarang tidak sepenuhnya sperti itu.
Sekarang sekolah juga menjadi tempat munculnya konflik terutama bagi peserta
didik yang belajar di dalamnya, baik satu sekolah ataupun antar sekolah.
Disebutkan dalam masalah di atas bahwa terjadi pembunuhan di lingkungan
sekolah, bullying, kekerasan fisik dan emosional, tindakan tidak
senonoh, dan lain sebagainya.
Masalah-masalah
tersebut sangat berbanding terbalik dengan standar kompetensi sikap yang
seharusnya dimiliki oleh peserta didik di sekolah. Yaitu, memiliki perilaku
yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri,
dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan
sosial. Atau masalah-masalah tersebut coba untuk diatasi dengan perumusan SKL,
penjabaran SI, penerapan standar proses, dan standar evaluasi dalam kurikulum
2013 ini.
2. Masalah
Pengetahuan
Apakah
semua peseta didik di madrasah ketika lulus dapat melaksanakan sholat dengan
benar?, mengetahui keutamaan sholat?, mengetahu perihal zakat?,dan lain
sebagainya. Tidak semua lulusan mengetahui jawaban dari pertanyaan-pertanyaan
ini. Pengetahuan yang dimiliki sebagian peserta didik seperti angin lalu,masuk
lewat telinga kiri keluar lewat telinga kanan. Peserta didik tidak begitu
memahami akan pentingnya pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Kebanyakan
para peserta didik mempelajari apa yang di ajarkan di sekolah hanya sebatas
pengetahuan untuk menjawab soal-soal ujian.
Selanjutnya
ada sebuah contoh masalah berikut ini, program Studi perguruan tinggi (Prodi
PT) seharusnya dapat membidik profesi, sehingga PT tidak menambahkan angka
pengangguran berijazah strata satu (S-I). Direktur Eksekutif Pusat Layanan
Pengkajian dan Implementasi Sistem Manajemen Mutu Pendidikan Tinggi, Willy
Susilo mengatakan, perguruan tinggi dalam mendirikan prodi tidak sekedar
menjadi tempat investasi dan komersialisasi, tetapi harus bisa membidik profesi
mahasiswa setelah lulus.
Menurut
Willy, berdasarkan kenyataan lapangan, masih banyak PT yang lebih cenderung
berlomba-lomba menyelenggarakan pendidikan dengan fokus pada target kelulusan
dan indeks perstasi kumulatif (IPK) tanpa membidik profesi, sehingga banyak sekali
lulusan yang harus menjadi pengganggur satu tahun bahkan selamanya karena tidak
memiliki soft skill untuk bersaing di perusahan. Jadi tidak mengherankan jika
perusahan lebih cenderung memilih tenaga kerja asing daripada lulusan dalam
negeri.[5]
Berdasarkan
msalah tersebut dapat dikatakan bahwa suatu lembaga pendidikan lebih mengedepankan
pengetahuan dalam bentuk nilai dibandingkan dengan ranah keterampila dan ranah
sikap. Mendewakan nilai sehingga ranah sikap dan keterampilan dikesekiankan. Tidak
hanya di sekolah, di masyarakatpun pengetahuan dan nilai dipandang lebih unggul
dari yang lain. Sehingga terjadi fenomena seperti yang dikatakan Bapak Dr. M. Walid,
M.A (Kajur Prodi PGMI UIN Maliki Malang tahun 2015), lulusan madrasah yang patuh,
sopan, santun, ramah, menghormati yang lebih tua tetapi memiliki nilai yang
jelek akan kalah dengan lulusan yang nakal tetapi memiliki nilai yang bagus.
Selanjutnya,
ada masalah lagi, orang tua yang memiliki anak kelahiran tahun 1999 ke atas,
sama sekali tak ada salahnya untuk lebih mengawasi arus informasi yang diterima
oleh anak, khususnya dari internet. Pasalnya, sebuah penelitian dari regulator
komunikasi Inggris, Ofcom, menemukan, hanya 50 persen anak-anak berusia
12-15 tahun yang melakukan pertimbangan salah dan benar setelah menggunakan
mesin pencarian di internet. Sisanya, 20 persen anak berusia 12-15 tahun
praktis menyerap alias benar-benar percaya terhadap semua hasil pencarian
tersebut.[6]
Hal ini
sangat miris sekali mengingat informasi yang ada di dalam internet tidak
semuanya dapat dipertanggungjawabkan apa. Pengetahuan yang didapatkan anak-anak
tidak utuh atau bahkan tidak sesuai. Cotoh sederhana (seorang anak pada usia
tersebut yang langsung mempercayai informasi dari internet), mencari informasi
terntang hukum memakan daging babi, anak tersebut Islam, kemudian mendapatkan
informasi daging babi itu halal maka akan sangat fatal akibatnya.
Masalah-masalah
di atas merupakan masalah yang masih harus dibenahi dan dicarikan solusi secara
terus-menerus. Agar standar kualifikasi pengetauan siswa, yaitu, memiliki
pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalam ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dengan wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan dapat terpenuhi.
3. Masalah
Keterampilan
Memiliki
kemampuan pikir dan tindak yang produktif dan kreatif dalam ranah abstrak dan
konkret sesuai dengan yang ditugaskan kepadanya. Hal ini merupakan standar
kompetansi sikap yang harus dimiliki oleh pesera didik pada tingkat MI.
Kenyataanya sering dijumpai tugas-tugas yang diberikan kepada peserta didik,
terutama pekerjaan rumah (PR), bukan peserta didik yang mengerjakan tugas
tersebut. Orang tua, kakak, atau tetangga yang mengerjakan tugas tersebut,
peserta didik hanya trimodadi, tanpa ada tindak lanjut.
Selanjutnya,
ada masalah, kelompok Kerja Guru Pendidikan Agama Islam (KKG PAI) Kabupaten
Ciamis prihatin. Saat ini banyak siswa yang lulus sekolah dasar tapi belum bisa membaca al-Quran. Masalah itu merupakan
salah satu indikasi krisis pendidikan agama di lingkungan masyarakat.
Berdasarkan survei yang dilakukan Masjid Istiqlal, kurang dari 1 persen
penduduk Indonesia beragama muslim yang memahami dan hafal al-Quran. Data itu
diungkapkan pengurus Masjid Istiqlal saat seminar keagamaan di IslamicCenter
kemarin (21/1/2015).[7]
Dari
hasil survei ini nampak jelas bahwa kompetensi siswa dalam membaca, menulis,
dan memahami al-Qur’an belum tercapai. Bukan hanya di MI saja, bahkan di MTs
dan MA banyak lulusannya yang belum mencapai standar kompetensi dalam hal ini.
4. Masalah
Standar Isi
Dunia
pendidikan dasar di Kota Malang, digegerkan dengan munculnya kalimat yang
memperbolehkan seorang ibu menjadi pelacur, demi memenuhi tanggung jawabnya
menghidupi anak-anaknya. Kalimat kurang patut untuk pelajar tingkat sekolah
dasar ini, termuat dalam Buku Kerja Siswa Insan Bermartabat, untuk semester 1,
kelas V sekolah dasar.
Dalam
buku tersebut, tepatnya pada halaman 34, termuat penjelasan tentang tindakan
bertanggungjawab, beserta contoh-contohnya. Pada awal kalimat, hingga memasuki contoh-contoh
bentuk tanggung jawab yang pertama, memang tidak ada masalah. Tetapi, saat
masuk pada poin dua tentang tanggungjawab kepada keluarga, termuat kalimat yang
tidak patut untuk anak usia sekolah dasar.
Kalimat
di contoh poin kedua tersebut adalah, "Seorang ibu hidup dengan tiga anak,
karena suaminya meninggal dia harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup
anak-anaknya, walaupun harus menjadi pelacur sekalipun, karena demi memberikan
kehidupan dan tanggung jawab atas ketiga anaknya.”[8]
Masalah
ini menunjukkan bahwa pihak penerbit kurang memahami tengtang peserta didik
sehingga kata-kata yang bukan seharusnya dikonsumsi oleh peserta didik sekolah
dasar tercantum di dalam buku tersebut. Standar Isi dalam suatu buku yang
menjadi sumber belajar siswa seharusnya diperhatikan agar mudah dipahami siswa
dan memebrikan damapak yang positif. Selain itu pihak sekolah seharusnya
menyeleksi buku-buku yang akan di berikan sebagai media pembelajaran bagi
peserta didik.
Selnajutnya,
dunia pendidikan Indonesia kembali kecolongan. Pasalnya ditemukan buku untuk
siswa madrasah ibtidaiyah (setingkat Sekolah Dasar) kelas II yang mengajarkan
tata cara shalat berjamaah yang membolehkan banci menjadi imam shalat.
Isu ini
mencuat setelah seorang orang tua siswa di Sumatera Utara, Rika Rahma Dewi,
memposting salah satu halaman dari buku tersebut di jejaring sosialnya. Lewat
akun Facebooknya, Rika menyebutkan bahwa konten dalam halaman yang dia sebarkan
sudah menyalahi ajaran Islam di mana banci dianggap legal dengan membolehkannya
menjadi imam shalat.[9]
Pada
masalah ini, tentang seorang banci yang diperbolehkan menjadi iman sholat di
cantumkan tanpa ada penjelasan lebih lanjut. Jika seorang guru tidak jeli akan
hal ini maka pengetahuan peserta didik akan setengah-setengah. Dampaknya,
peserta didik akan salah memahami permasalahn ini.
Masalah
lain mengenai Standar Isi yang berhubungan dengan buku yang digunakan siswa,
baik itu buku LKS atau buku-buku yang lain. Di sebuah sekolah di daerah saya
LKS dan buku-buku yang diberikan kepada siswa berasal dari penerbit yang kurang
kredibel karena mahalnya buku-buku yang berasal dari penerbit yang baik.
Awalnya pihak sekolah mewajibkan buku yang berasal dari penerbit yang baik
untuk dijadikan sebagai sumber belajar dan mengasah kemampuan siswa. Karena
buku tersebut memiliki harga yang relatif mahal, hanya tiga sampai empat orang
saja yang membeli buku tersebut, perkelas, sisanya puluhan peserta didik tidak
memiliki buku. Alternatifnya adalah menggunakan buku-buku yang berasal dari penerbit
yang kurang baik tadi agar semua peserta didik memiliki buku pedoman untuk
belajar dan memiiki lembar kerja untuk dikerjakan. Dampak baiknya semua peserta
didik memiliki buku dan bisa belajar dengan buku tersebut, dampak negatifnya
buku berasal dari penerbit yang kurang baik, dikhawatirkan ada kata, informasi,
atau tulisan yang kurang sesuai yang terdapat dalam buku tersebut.
5. Masalah
Kompetansi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD)
Tabel 4
KI dan
KD al-Qur’an Hadis Kelas I Semester Ganjil
KOMPETENSIINTI
|
KOMPETENSIDASAR
|
1.
Menerimadanmenjalankan
ajaranagamayang dianutnya.
|
1.1 Menyadaribahwamembacaal-Qur’an harus dengan benar dan
baiksesuaikaidahilmutajwid
1.2 MenerimaQ.S.al-Fatihah(1),an-
Nas(114),al-Falaq(113),al-ikhlas
(112),danal-Lahab(111)sebagai
firmanAllahswt.
|
2.
Memilikiperilakujujur,disiplin,tanggungjawab,santun,peduli,danpercaya
diridalamberinteraksidengankeluarga,teman,danguru.
|
2.1
Terbiasa
membaca al-Qur’an
denganbenardanbaiksesuai kaidahilmutajwiddalam kehidupansehari-hari
2.2
Terbiasa
mengamalkankandungan
Q.S.al-Fatihah(1),an-Nas(114),
al-Falaq(113),al-Ikhlas(112),dan al-Lahab(111)dalamkehidupan sehari-hari
|
3.
Memahamipengetahuan
faktualdengancara mengamati(mendengar, melihat,membaca)dan
menanyaberdasarkanrasa ingintahutentangdirinya,makhlukciptaanTuhan
dankegiatannya,dan benda-bendayang dijumpainyadirumahdan
dimadrasah.
|
3.1
Mengetahuihuruf-hurufhijaiyah
dantandabacanya(fathah,kasrah, dandamah)
3.2
MengenalQ.S.al-Fatihah(1),an-
Nas(114),al-Falaq(113),al-Ikhlas(112),danal-Lahab(111)
|
4.
Menyajikanpengetahuan
faktualdalambahasayang
jelasdanlogis,dalamkarya yangestetis,dalamgerakan yangmencerminkananak
sehat,dandalamtindakan yangmencerminkan perilaku anakberiman dan
berakhlakmulia.
|
4.1 Membacahuruf-hurufhijaiyah
sesuaimakhrajdantandabacanya
(fathah,kasrah,dandamah)
4.2 MenghafalkanQ.S.al-Fatihah(1),an-Nas(114),al-Falaq(113),al-Ikhlas(112),danal-Lahab(111)secarabenar
|
Dari
tabel tersebut, KI 3 memahami pengetahuan pada KD 3.2 terlulis mengenal Q.S.
al-Fatihah dan seterusnya. Kata mengenal dalam hal ini seolah memberitahukan
bahwa al-Qur’an baru diajarkan pada tingkatan ini. Hali ini seperti tidak
memandang adanya sekolah PAUD atau Taman Kanak-kanak (TK). Padahal di TK sudah
diajarakan mengenai surat-surat pendek ini. Hal ini saya temukan ketika saya
mengantarkan keponakan saya bersekolah di TK bulan Januari 2015 kemarin,
walaupun makhraj huruf dan bacaan tajwidnya kurang sesuai.
Jika kata
mengenal ini ditujukan kepadapeserta didik yang masuk ke sekolah dasar tanpa memalui
sekolah PAUD atau TK maka perilaku orang tua peserta didik patut dipertanyakan.
Perilaku mereka tidak sesuai dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan nasional Bab IV (hak dan
kewajiban warga negara, orang tua, masyarakat, dan pemerintah) Bagian Kedua
Pasal7 angka 2 (orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan
pendidikan dasar kepada anaknya) dan Bab XV (peran serta masyarakat dalam
pendidikan) Bagian Kesatu Pasal 54 angka 1 (peran serta masyarakat dalam
pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi
profesi, pengusaha, dan organsasi kemasyarakatan).
Tabel 5
KI dan
KD Fikih Kelas VIII Semester Genap
KOMPETENSIINTI
|
KOMPETENSIDASAR
|
1.Menghargaidanmenghayati ajaranagama yang
dianutnya
|
1.1
Menghayatinilai-nilaiibadah
hajidanumrah
1.2
Menyakini
hikmahbersedekah, hibah,danmemberikan
hadiah
1.3
Meyakinimanfaat mengonsumsimakananyang halalantayyiban
|
2.Menghargaidanmenghayati
perilakujujur,disiplin,tanggungjawab,peduli (toleransi,gotongroyong),santun,percayadiri,dalam
berinteraksisecaraefektifdenganlingkungansosialdanalamdalamjangkauan
pergaulandan keberadaannya
|
2.1
Membiasakansikap tanggungjawabsebagai
implementasidaripemahaman
tentangibadahhajidanumrah
2.2
Membiasakansikappeduli
sebagaiimplementasidaripemahamantentang sedekah, hibah,danhadiah
2.3
Membiasakansikapselektifdan
hati-hatisebagaiimplementasi
daripemahamantentang
makanandanminumanyang halaldanbaik
|
3.Memahamidan menerapkanpengetahuan (faktual,konseptual,dan
prosedural) berdasarkan rasaingintahunyatentang ilmupengetahuan,
teknologi,seni,budaya terkaitfenomenadan kejadiantampakmata
|
3.1
Memahamitatacara melaksanakanhajidanumrah
3.2
Memahamiketentuansedekah,
hibah,danhadiah
3.3
Menganalisisketentuanhalal-harammakanandanminuman
|
4.Mengolah,menyaji,dan menalar dalam ranah konkret(menggunakan,
mengurai,merangkai, memodifikasi,dan membuat)danranah abstrak(menulis,membaca, menghitung,menggambar,
danmengarang)sesuai denganyangdipelajaridisekolahdansumberlainyangsamadalam
sudut pandang/teori
|
4.1
Mendemonstrasikantatacara
hajidanumrah
4.2
Mensimulasikantatacara sedekah,hibah,dan
hadiah
4.3
Membuatpetakonsep mengenaiketentuan makanan
danminumanyanghalaldan baik
|
Materi
tetang haji seperti ini merupakan materi yang penting, namun tidak setiap hari
haji ada dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Haji diwajibkan bagia yang
mampu sekali seumur hidup. Bercermin dari hal ini, maka pengkajian materi harus
dilakukan sehingga bisa memprioritaskan materi yang terpenting dari yang
penting.
Tabel 6
KI dan
KD SKI Kelas X Semester Ganjil
KOMPETENSI
INTI
|
KOMPETENSI
DASAR
|
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang
dianutnya
|
1.1 Meyakini bahwa setiap muslim memiliki kewajiban berdakwah
terhadap masyarakat
1.2 Meyakini bahwa berdakwah adalah kewajiban
setiap muslim
1.3 Menghayati nilai-nilai hijrah yangdilakukan
oleh Rasulullah SAW. dan parasahabat
1.4 1.4 Menghayati
nilai-nilai positif yang dimilikioleh masyarakat Madinah
1.5 Menghayati nilai-nilai perjuangandakwah
Rasulullah SAW. pada periodeMadinah
1.6 Menghayati sikap istiqamahperjuangan as-sabiqunal awwalun dalamberdakwah bersama
Rasulullah SAW.
1.7 Menghayati nilai-nilai jihad yanglakukukan
oleh Rasullah SAW.dan parasahabat dalam Fathu Makkah
|
2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur,
disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai)
santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari
solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan
bangsa dalam pergaulan dunia
|
2.1 Memiliki semangat melakukan perubahan ke arah
yang baik sebagai impelementasi dari hikmah memahami kondisi masyarakat Mekah
sebelum Islam.
2.2 Memiliki semangat berdakwah sebagai
implementasi dari pemahaman strategi dakwah Rasulullah SAW. di Mekah.
2.3 Memiliki semangat hijrah ke arah yang lebih
baik sebagai implementasi dari hikmah memahami peristiwa hijrah
2.4 Membiasakan hidup tolong menolong sebagai
impelementasi dari memahami kondisi masyarakat Madinah sebelum Islam
2.5 Membiasakan hidup rukun dan tolong menolong
sebagai implemantasi dari memahami hubungan kaum Anshar danMuhajirin di
Madinah
2.6 Meneladani sifat mulia dari para sahabat-sahabat
as-sabiqunalawwalun
2.7 semangat menegakkan kebenaran sebagai implementasi dari
pemahaman peristiwa Fathu Makkah
|
3. Memahami, menerapkan, menganalisis
pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya
tentang ilmu pengetahuan, tehnologi, seni, budaya, dan humaniora dengan
wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab
fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang
kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan
masalah
|
3.1 Memahami kondisi masyarakatMekah sebelum
Islam
3.2 Memahami substansi dan strategi dakwah
Rasulullah SAW. periode Mekah
3.3 Menganalisis
faktor-faktor penyebabhijrah Rasulullah SAW.
3.4 Memahami
kondisi Masyarakat Madinahsebelum Islam
3.5 Memahami subtansi dan strategi dakwah
Rasulullah saw. periode Madinah
3.6 Memahami sifat/kepribadian dan peran para sahabat as-sabiqunal awwalun
3.7 Mengidentifikasi faktor-faktor keberhasilan
Fathu Makkah tahun 9 Hijriyah
|
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah
konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya
di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah
keilmuan
|
4.1 Menceritakan kondisi masyarakat Mekah sebelum
Islam
4.2 Menyajikan dalam peta konsep mengenaifaktor-faktor
keberhasilan dakwah Rasulullah SAW. periode Mekah
4.3 Memetakan faktor-faktor penyebab hijrahnya
Rasulullah SAW.
4.4 Menceritakan kondisi masyarakatMadinah
sebelum Islam
4.5 Mempresentasikan hubungan antarakaum Anshor
dan Muhajirin
4.6 Menceritakan sikap-sikap utama dari as-
sabiqunal awwalun
4.7 Membuat peta konsep mengenai kunci
keberhasilan Fathu Makkah
|
Untuk
materi SKI selama ini penyampaian materi hanya sebatas apa yang ada di buku
yang menjadi pedoman dalam proses belajar mengajar. Pengembangan materi dan
penyajian tentang ibrah dari peritiwa sejarah tersebut belum begitu mendalam.
Oleh karena itu seorang guru agar berpengetahuan luas sehingga bisa memberikan
pengetahuan yang utuh terhadap siswa
Mengenai
KI dan KD saya berpendapat bahwa KI dan KD ini adalah kompetensi minimal yang
harus dicapai oeleh peserta didik dalam satuan mata pelajaran. Jadi, jika
seorang guru mampu mengembangkan kompetensi ini ketahapan yang lebih tinggi,
kenapa tidak, sebaliknya seorang guru juga harus berusaha keras agar peserta
didik tidak berada di bawah standar minimal ini setelah melakukan proses
belajar mengajar. Mengenai KI dan KD ini memang sangat membutuhkan keterlibatan
guru dan kemampuan guru agar standar minimal tersebut tercapai.
D.
Solusi Problematika yang Berhubungan dengan
Permenag Tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi
Mempertahankan hasil pendidikan yang telah dicapai, mempersiapkan sumber
daya manusia yang kompeten dan mampu bersaing, dan melakukan perubahan dan
penyesuaian sehingga terwujud pendidikan yang
lebih demokratis, serta lebih memperhatikan kebutuhan peserta didik dan
masyarakat. Hal-hal inilah yang ingin dicapai ketika kebijakan tentang
pendidikan ditetapkan. Karena, kebijakan tersebut merupakan keputusan formal
pemerintah yang memberikan panduan kepada pelaku pendidikan mengenai tindakan,
sikap, atau keputusan yang akan diterapkan.
Kebijakan dipandang sebagai pedoman untuk bertindak, pembatas prilaku, dan bantuan bagi
pengambil keputusan.[10]
Dengan begitu, kebijakan
memiliki konsep dan asas yang menjadi pedoman untuk bertindak. Kebijakan
mengandung pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai haluan
untuk mencapai sasaran. Oleh karena itu kebijakan itu sendirilah merupakan
salah satu acuan untuk mencari solusi atas masalah yang terjadi.
Adapun solusi atas masalah yang telah
dipaparkan diatas adalah sebagai berikut:
1. Memperhatikan
Undang-undang yang Telah Ditetapkan Pemerintah Republik Indonesia
Setiap
bangsa memiliki sitem pendidikan nasional. Sistem pendidikan nasional
masing-masing bangsa berdasarkan pada dan dijiwai oleh kebudayaanya. Kebudayaan
tersebut sarat dengan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang melalui sejarah
sehingga mewarnai gerak hidup suatu bangsa.[11]
Oleh sebab itu, menjadikan undang-undang ini untuk mencari solusi atas suatu
masalah adalah perlu untuk dilakukan.
Adapun
undang-undang yang harus diperhatikan antara lain.
a.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-undang ini patut menjadi perhatian semua
yang terlibat dalam pendidikan di Indonesia. Pembuat undang-undang, kepala
sekolah, guru, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat harus
memperhatikan undang-undang ini demi terwujudnya pendidikan yang berkualitas.
b.
Memperhatikan Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
Dalam undang tersebut dikemukakan bahwa,
profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan
prinsip sebagai berikut:
1)
Memiliki bakar, minat, panggilan jiwa dan
idealisme.
2)
Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu
pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia.
3)
Memiliki kualifikasi akademik dan latar
belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas.
4)
Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai
dengan bidang tugas.
5)
Memiliki tanggung jawab atai pelaksanaan bidang
keprofesionalan.
6)
Memperoleh pekerjaan sesuai dengan prestasi
kerja.
7)
Memiliki kesempatan untuk mengembangakan
keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.
8)
Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan.
9)
Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan
mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan.
c.
PMA Nomor 42 Tahun 2014 Tentang Pencabutan PMA
Nomor 2 Tahun 2008 Tentang SKL dan SI PAI dan Bahasa Arab di Madrasah.
d.
KMA Nomor 165 Tahun 2014 Tentang Pedoman
Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran PAI dan Bahasa Arab.
Masalah yang dihadapi berkaitan dengan
kurikulum 2013 di madrasah?. KMA ini penting untuk dijadikan sebagai alternatif
pemecahan masalah yang dihadapi. Ringkasnya, jika masalah muncul berkaitan
dengan KMA ini, maka KMA ini harus dikritisi terlebih dahulu baru kemudian yang
lain.
2. Seorang
Pendidik Harus Terus Mengembangkan Dirinya
Dari
beberapa sumber, dapat diidentifikasikan beberapa indikator yang dapat
dijadikan ukuran karakteristik guru yang dinilai kompeten secara profesional,
yaitu: 1) mampu mengembangkan tanggung jawab dengan baik. 2) melaksanakan peran
dan fungsinya dengan tepat. 3) mampu bekerja untuk mewujudkan tujuan pendidikan
di sekolah. 4) mampu menjalankan peran dan fungsinya dalam pembelajaran di
kelas.
Tanggung
jawab seorang guru antara lain. 1) tanggung jawab moral. 2) tanggung jawab
dalam bidang pendidikan disekolah. 3) tanggung jawab dalam bidang
kemasyarakatan. 4) tanggung jawab dalam bidang keilmuan. Adapun peran dan
fungsi guru adalah sebagai berikut. 1) sebagai pendidik dan pengajar. 2)
sebagai anggota masyarakat. 3) sebagai pemimpin. 4) sebagai administrator. 5)
sebagai pengelola pembelajaran.[12]
3. Pemerintah
Harus Terus Berbenah dan Membenahi Pendidikan di Indonesia
a.
Dikotomi Pendidikan Idonesia
Pendidikan di Indonesia dikelola oleh dua
kementarian, yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mengelola
pendidikan umum dan Kementerian Agama yang mengelola madrasah. Berulangkali
terdapat usulan penyatuan sistem pendidikan, tetapi Kementerian Agama berpendapat,
pembagian dua wewenang ini merupakan kebijakan yang sudah baik.
“Ketika madrasah digabung pasti otonomi daerah.
Iki arep dadi opo?. Pendidikan agama yang dikelola pusat saja rongorongannya
luar biasa banyaknya. Hingga sekarang, kita belum mampu mengatasi keragaman
pendapatan dan friksi paham keagamaan, siapa yang akan mengawal itu,” kata Nur
Kholis Setiawan kepada NU Online baru-baru ini.
Ia menambahkan, meskipun saat ini ada
keterbatasan anggaran pendidikan di bawah Kemenag, yang alokasinya jauh dibawah
Kemendikbud, tetapi mengelola pendidikan agama bukan sekedar soal uang.[13]
Pernyataan tersebut di atas menjelaskan bahwa
pengelolaan pendidikan Indonesia di bawah satu lembaga sangat sulit untuk
dilakuan, maka pemerintah harus bertindak tegas. Salah satunya dengan bersikap
adil mengenai pembiayaan pendidikan yang selama ini berat sebelah.
b.
Pemerataan Pendidikan
Indonesia timur juga Indonesia, bukan kebetulan
Papua menjadi provinsi dengan buta angka huruf tertinggi, diikuti oleh NTB.
Ketika presentase penduduk usia 15-44 tahun yang buta huruf di Indonesia pada
tahun 2012 hanya sekitar 2,01 persen, di Papua presentasenya mencapai 33,33
persen, lebih rendah 16 kali lipat rata-rata nasional. Bukan kebetulan juga
jika tiga propinsi di Indonesia dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
terendah, Papua (65,36), NTB (66,23), dan NTT (67,75). Cukup jauh dari
rata-rata IPM nasional pada 2011 sebsesar 72,77. Ketimpangan pendidikan ini
jelas bukan kebetulan karena sudah terjadi selama bertahun-tahun.[14]
Pemerintah itu harus cepat bergerak untuk
meningkatkan mutu pendidikan di daerah-daerah terpencil ataupun daerah-daerah
perbatasan. Karena pemerintah memang berkewajiban memberikan pendidikan bagi
semua penduduk Indonesia pada usia wajib belajar tanpa terkecuali, dimanapun,
dan kapanpun.
4. Lembaga
Pendidikan dan Semua Pihak Harus Bekerjasama untuk Kemajuan Pendidikan
Indonesia
Semua
elemen bangsa ini harus bekerjasama untuk kemajuan pendidikan Indonesia.
Keluarga, masyarakat, TPQ, Pondok Pesantren, dan lain sebagainya harus
bersinergi agar menjadi satu kesatuan yang utuh. Selama ini ada sekolah-sekolah
yang bersaing dengansekolah lain dengan cara mencari kelemahan kemudian
mempublikasikannya sehingga sekolah tersebut tidak diminati, singkatya dengan
cara menjatuhkan sekolah lawan. Hal-hal seperti ini seharusnya tidak terjadi,
persaingan yang baik adalah terus meperbaiki diri pada masing-masing sekolah
agar sekolah tersebut bisa terus eksis kedepannya.
Berkaitan
dengan solusi ini, contoh yang paling tepat adalah yang dicontohkan berikut
ini, selama ini dan tidak bisa dipungkiri bahwa di sekolah kompetensi yang
paling asah adalahkompetensi kognitif, maka keluarga dan masyarakat bisa
membantu peserta didik mengembangakan kemampuan sikap dan keterampilan. Jika,
disekolah, peserta didik tidak menguasai baca-tulis al-Qura’an, maka pihak
keluarga bisa memasukkan anaknya ke TPQ agar anaknya bisa baca-tulis al-Qur’an,
dan lain-lain masih banyak contoh yang menunjukkan bahwa pendidikan adalah
tanggung jawab sekolah, warga negara, masyarakat, orang tua, dan pemerintah.
5. Ihtiar,
Tawakal, dan Do’a
Ikhtiar
sangat perlu dilakukan untuk memajukan pendidikan Indonesia. Ikhtiar adalah alat,
syarat untuk mencapai maksud dan daya upaya. Dalam mencapai kemajuan pendidikan
di Indonesia usaha, daya upaya, alat dan sebagainya harus dilibatkan agar
terbentuk jalan yang menuju kekemajuan tersebut. Pembuatan kebijakan, perubahan
kurikulum, pelatian dan seminar, terjadinya dikotomi pendidikan, dan lain-lain,
merupakan bentuk ikhtiar yang dilakukan untuk memperbaiki pendidikan di
Indonesia ini.
Setelah
ikhtiar, selanjutnya adalah tawakal. Setelah mengihktiarkan apa yang menjadi
permasalahan pendidikan di Indonesia baru kita meminta kepada Allah SWT. agar
apa yang telah diupayakan menjadi kendaraan untuk mencapai tujuan, kalaupun
belum berhasil, banyak solusi-solusi lain yang bisa dijadikan alternatif untuk
mencapai kembali tujuan pendidikan Indonesia tersebut.
Orang
yang beriman adalah orang yang senantiasa berusaha dan berdo’a kepada Allah
untuk dirinya dan orang lain, dan bagi kebaikan dunia akhirat.[15]
Sebagaimana yang firman Allah SWT.
Oßg÷YÏBur`¨BãAqà)t!$oY/u$oYÏ?#uäÎû$u÷R9$#ZpuZ|¡ymÎûurÍotÅzFy$#ZpuZ|¡ym$oYÏ%urz>#xtãÍ$¨Z9$#ÇËÉÊÈ
Artinya:
dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami
kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa
neraka.(QS. Al-baqarah 201).[16]
Mintalah
kepada Allah, berdo’a kepada-Nya, agar apa yang telah diusahakan bisa
membuahkan hasil. Jangan memisahkan antara urusan agama dengan urusan dunia,
libatkan Allah SWT. pada setiap kegiatan agar mendapatkan kebahagian di dunia
dan di akhirat.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) adalah
kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Sedangkan Standar Isi adalah kriteria mengenai
ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan
pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Dampak dari
ditetapkannya PMA Nomor 42 Tahun 2014 ada yang positif dan negatif. Peraturan
ini tentunya tidak berdampak kepada lembaga sekolah dan yang berada di dalamnya
saja, tetapi masyarakat dan pemerintahpun terkena dampak dari peraturan ini.
Selanjutnya, masalah yang dibahas dalam masalah
ini adalah sebagai berikut. 1) masalah sikap. 2) masalah pengetahuan. 3.masalah
keterampilan. 4) masalah Standar Isi. 5) Masalah Kompetansi Inti (KI) dan
Kompetensi Dasar (KD).
Adapun solusi atas masalah tersebut yaitu. 1) memperhatikan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional. 2. seorang pendidik harus terus mengembangkan dirinya. 3) Memperhatikan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. 4)
pemerintah harus terus berbenah dan membenahi pendidikan di indonesia. 5) lembaga
pendidikan dan semua pihak harus bekerjasama untuk kemajuan pendidikan
indonesia. 6) ihtiar, tawakal, dan do’a.
DAFTAR PUSTAKA
Abdima, Lativi. 2015. KMA Nomor 165 Tahun 2014
Tentang Pedoman Kurikulum Madrasah 2013 PAI dan Bahasa Arab Beserta Lampiranya.
http:www.abdimadrasah.com. Diakses 29 September 2015 jam 07:43.
Agi. September 2015. Duh! Ternyata 84% Siswa
Indonesia Pernah Dibully di Sekolahnya. http:www.tabloidnova.com. Diakses
30 November 2015 jam 23:20.
Agmasari, Silvita. November 2015. Orang Tua
Waspada, Anak-anak Zaman sekarang Percaya Internet. http:kompas.com.
diakses 1 Desember 00:49.
Fatima Bona, Maria. November 2015. Perguruan
Tinggi Terlalu Fokus IPK dan Melupakan Persiapan Profesi.
http:www.beritasatu.com. Diakses 1 Desember 2015 jam 00:09.
Fitriani Fatimah, Karina. Maret 2015. Banci
Alias Bencong, Posisinya dalam Islam. http:inilah.com. Diakses 30 November
jam 11:02.
KMA Nomor 165 Tahun 2014 Tentang Pedoman
Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran PAI dan Bahasa Arab.
KMA Nomor 207 Tahun 2014 Tentang Kurikulum
Madrasah.
Mulyasa, E. 2008. Standar Kompetensi dan
Sertifikasi Guru. Cet. 3. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Niam, Mukafi. November 2015. Kenapa Kemenag
Tentang Penyatuan Madrasah dan Sekolah? Ini Alasannya. http:www.nu.or.id.
Diakses 1 Desember 2015 jam 00:39.
Pidarta,Made. 2007. Landasan Pendidikan.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
PMA Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Standar Kompetensi
Lulusan dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah.
PMA Nomor 42 Tahun 2014 Tentang Pencabutan PMA
Nomor 2 Tahun 2008 Tentang SKL dan SI PAI dan Bahasa Arab di Madrasah.
Pongtuluran, Aris. 1995. Kebijakan Organisasi
dan Pengambilan Keputusan Manajerial. Jakarta: LPMP.
T.t. 2012. The Holly Qur’an al-Fatih.
Jakarta: PT. Insan Media Pustaka.
T.t. Januari 2015. Siswa SD Belum Bisa Baca
al-Qur’an. http:www.radartasikmalaya.com. Diakses 1 Desember 2015 jam
00:20.
Uditomo, Purwo. 2013. Besar Janji daripada
Bukti; Kebijakan dan Praktik Pendidikan Indonesia di Era Transisi Demokrasi.
Cet. 1. Bogor: Dompet Dhuafa Makmal Pendidikan.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2005 Tentang Guru dan Dosen.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Yuswantoro. November 2015. MirisBuku SD Ini
Berisi Kalimat yang Memperbolehkan Jadi Pelacur. http:sindonews.com.
Diakses 1 Desember 2015 jam 00:33.
Zuhaili, Wahba. 1997. Al-Qur’an dalam
Melaksanakan Hukum dan Peraadaban Manusia, Terj. M. Lukman Hakiem dan M. Fuad
Hariri. Cet. 1. Selangor: Al Baz Publishing.
[1]
Lativi Abdima, KMA Nomor 165 Tahun 2014 Tentang Pedoman Kurikulum Madrasah
2013 PAI dan Bahasa Arab Beserta Lampiranya
(http:http:www.abdimadrasah.com, 2015), diakses 29 September 2015 jam 07:43.
[2]Kamus
Besar Bahasa Indonesia (aplikasi KBBI v1.1, http:ebsoft.web.id).
[3]Kamus
Besar Bahasa Indonesia (aplikasi KBBI v1.1, http:ebsoft.web.id).
[4]
Agi, Duh! Ternyata 84% Siswa Indonesia Pernah Dibully di Sekolahnya(http:www.tabloidnova.com, September 2015) diakses 30 November 2015 jam
23:20.
[5]
Maria Fatima Bona, Perguruan Tinggi Terlalu Fokus IPK dan Melupakan
Persiapan Profesi (http:www.beritasatu.com, November 2015), diakses 1
Desember 2015 jam 00:09.
[6]
Silvita Agmasari, Orang Tua Waspada, Anak-anak Zaman sekarang Percaya Internet(http:kompas.com,
November 2015), diakses 1 Desember 00:49.
[7]Siswa
SD Belum Bisa Baca al-Qur’an (http:www.radartasikmalaya.com, Januari 2015),
diakses 1 Desember 2015 jam 00:20.
[8]
Yuswantoro, Miris, Buku SD Ini Berisi
Kalimat yang Memperbolehkan Jadi Pelacur (http:sindonews.com, November
2015), diakses 1 Desember 2015 jam 00:33.
[9]
Karina Fitriani Fatimah, Banci Alias Bencong, Posisinya dalam Islam(http:inilah.com,
Maret 2015), diakses 30 November 11:02.
[10]
Aris Pongtuluran, Kebijakan Organisasi dan Pengambilan Keputusan Manajerial
(Jakarta: LPMP, 1995), hlm. 7.
[11]
Made Pidarta, Landasan Pendidikan (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007), hlm. 262.
[12]
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru (Cet. 3; Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 17-19.
[13]
Mukafi Niam, Kenapa Kemenag Tentang Penyatuan Madrasah dan Sekolah? Ini
Alasannya (http:no.or.id, November 2015), diakses 1 Desember 2015 jam
00:39.
[14]
Purwo Uditomo, Besar Janji daripada Bukti; Kebijakan dan Praktik Pendidikan
Indonesia di Era Transisi Demokrasi (Cet. 1; Bogor: Dompet Dhuafa Makmal
Pendidikan, 2013), hlm. 23.
[15]
Wahba Zuhaili, Al-Qur’an dalam Melaksanakan Hukum dan Peraadaban Manusia,
Terj. M. Lukman Hakiem dan M. Fuad Hariri (Cet. 1; Selangor: Al Baz Publishing,
1997), hlm. 67.
[16]The
Holly Qur’an al-Fatih(Jakarta: PT. Insan Media Pustaka, 2012), hlm. 31.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar