BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyelenggara pendidikan selalu melakukan proses
perbaikan, modifikasi, dan evaluasi pada kurikulum yang digunakan. Di dalam
proses pengendalian mutu, kurikulum merupakan perangkat yang sangat penting
karena menjadi dasar untuk menjamin kompetensi keluaran dari proses pendidikan.
Kurikulum harus selalu diubah secara periodik untuk menyesuaikan dengan
dinamika kebutuhan pengguna dari waktu ke waktu. Pendidikan Islam adalah sistem
pendidikan yang sengaja didirikan dan diselenggarakan dengan hasrat dan niat
(rencana yang sugguh-sungguh) untuk mengejawatahkan ajaran dan nilai-nilai
Islam, sebagaimana tertuang atau terkandung dalam visi,misi, tujuan, program kegiatan
maupun pada prakti pelaksanaan kependidikannya. Pengembangan kurikulum
pendidikan agama Islam (PAI) merupakan salah satu perwujudan dari pengembangan
sistem pendidikan Islam. Kurikulum sifatnya dinamis karena selalu berubah-ubah
sesuai dengan perkembangan dan tantangan
zaman. Semakin maju peradaban suatu bangsa, maka semakin berat pula tantangan
yang dihadapinya.
B. Rumusan Masalah
1.
Mengapa dalam kurun waktu tertentu kurikulum sekolah
(terutama kurikulum pendidikan agama islam) harus selalu ditinjau kembali untuk
dikembangkan?
2.
Bagaimana landasan dan prinsip pengembangan kurikulum
pendidikan Islam?
3.
Bagaimana peran kepala sekolah dan guru dalam pengembangan
kurikulum pendidikan Islam?
4.
Bagaimana perbandingan model Kurikulum 2013 (K-13) dengan pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) khususnya mata pelajaran PAI?
5.
Bagaimana intisari dari buku dengan judul “Aplikasi
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Bahan Ajar dalam
Pendidikan Agama Islam” Karangan Dr. H. Ali Mudlofir, M.Ag?
C. Tujuan Masalah
- Untuk mengetahui mengapa dalam kurun waktu tertentu kurikulum sekolah (terutama kurikulum pendidikan agama islam) harus selalu ditinjau kembali untuk dikembangkan
- Untuk mengetahui landasan dan prinsip pengembangan kurikulum pendidikan Islam
- Untuk mengetahui peran kepala sekolah dan guru dalam pengembangan kurikulum pendidikan Islam
- Untuk mengetahui perbandingan model Kurikulum 2013 (K-13) dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) khususnya mata pelajaran PAI
6.
Untuk mengetahui intisari dari buku dengan judul “Aplikasi
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Bahan Ajar dalam
Pendidikan Agama Islam” Karangan Dr. H. Ali Mudlofir, M.Ag
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kurikulum Sekolah (Terutama
Kurikulum Pendidikan Agama Islam) harus selalu ditinjau kembali untuk dikembangkan
Salah satu kunci untuk menentukan kualitas lulusan
adalah kurikulum pendidikannya. Karena pentingnya maka setiap kurun waktu
tertentu kurikulum selalu dievaluasi untuk kemudian disesuaikan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi dan kebutuhan pasar.
Departemen Pendidikan Nasional juga secara teratur melakukan evaluasi terhadap
peraturan yang terkait dengan kurikulum. Tidak dapat dipungkiri bahwa
perkembangan teknologi, pengetahuan dan metode belajar semakin lama semakin
maju pesat. Oleh karena itu, tidak mungkin dalam suatu instansi pendidikan
tetap mempertahankan kurikulum lama, hal ini dikhawatirkan akan mengakibatkan
suatu instansi sekolah tidak dapat sejajar dengan sekolah-sekolah yang lain.
Kurikulum memiliki esensi berupa program dalam
mencapai tujuan. Sebagai sebuah rencana.[1] kurikulum mempunyai peran sentral dalam
menunjang keberhasilan sebuah pendidikan, terutama pendidikan Islam yang
bertujuan membentuk akhlakul karimah, maka kurikulum yang direncanakan serta
dikembangkan haruslah benar-benar memenuhi kriteria-kriteria yang memungkin
tercapainya tujuan pendidikan Islam. Antara tujuan pendidikan Islam dengan
program (kurikulum) merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, hal ini
disebabkan karena suatu tujuan yang hendak dicapai haruslah terlukiskan di
dalam program (kurikulum), bahkan program itulah yang akan mencerminkan arah
dan tujuan yang diinginkan dalam proses kependidikan.[2]
Pendidikan agama Islam (PAI) di sekolah dapat dilihat
dari dua sudut pandang, yaitu PAI sebagai aktivitas dan PAI sebagai fenomena.[3]
Selama ini pelaksanaan pendidikan agama yang berlangsug di sekolah masih
mengalami banyak kelemahan.
Pendidikan agama Islam masih dianggap gagal. Kegagalan
ini disebabkan karena praktik pendidikannya haya memperhatikan aspek kongnitif
semata dari pertumbuhan kesadaran nilai-nilai (agama) dan mengabaikan pembinaan
aspek afektif dan konatif-volitif yakni kemauan dan tekad untuk mengamalkan
nilai-niali ajaran agama. Akibatnya terjadi kesenjanagan antara pengetahuan dan
pengalaman antara gnosis dan praxis dalam kehidupan nilai agama. Atau dalam
praktik pendidikan agama berubah menjadi pengajaran agama, sehingga tidak mampu
membentuk pribadi-pribadi bermoral, padahal
intisari pendidikan agama adalah pendidikan moral.[4]
Ada beberapa alasan mengapa kurikulum perlu
dikembangkan sebaik mungkin, diantaranya;
1.
Konsevatif Kurikulum
Kurikulum yang tidak sesuai dengan tuntutan sosial,
tidak sesuai lagi dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi dan juga tidak sesuai dengan dunia kerja, maka
sudah jelas kurikulum akan mengalami problem, yaitu akan terjadi pengangguran
pada lulusan sekolah. Dengan melihat data tersebut kurikulum perlu dirubah,
dikembangkan dan diperbaruhi.[5]
Kurikulum yang
telah usang korbannya bukan hanya terletak pada peserta didik saja, tapi dampak
negatifnya akan menimpa pada lembaga sekolah. Lembaga akan dijauhi masyarakat,
sekolah akan ketinggalan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga akan sulit
akan membangun tujuan nasional yang telah direncanakan pada sebelumnya.[6]
Kurikulum pendidikan harus bersifat dinamis,
senantiasa berubah menyesuaikan dengan keadaan suapaya dapat memantapkan
belajar dan hasil belajar. Secara garis
besar perubahan kurikulum dilatar belakangi oleh beberapa hal. Akan tetapi
kata-kata perubahan bukan menghapus kurikulum sebelumnya secara sepenuhnya akan
tetapi menyempurnakan dan mengembangkan
2.
Sentralisasi dan desentralisasi kurikulum
Sentralisasi merupakan problem kurikulum yang paling
utama, yang memunculkan pengembangan kurikulum tingkat otonomi daerah,
sebagaimana yang dikemukakan oleh menteri pendidikan fuad Hasan, bahwa tidak
mungkin diterapkannyua kurikukulum yang baku (sentralisasi) di seluruh
Indonesia. karena setiap daerah mempunyai kadar potensi sumber daya alam dan
sumber daya manusia yang berbeda, diharapkan dengan potensi tersebut setiap
daerah dapat mengembangkan dan mengelola sesuai dengan potensinya
masing-masing. Dimana poteni-potensi tersebut dapat diintegrasikan dalam
kurikulum muatan lokal.[7]
Kurikulum yang diberlakukan di sekolah hanya satu dan
pusat, sehingga faktor daerah seringkali kurang diperhatikan. Didalam
pengelolaan, seharusnya dihindari sentralisasi kurikulum, dan digunakan
sebanyak mungkin desentralisasi kurikulum. Untuk menuju kurikulum yang berbasis
desentralisasi tersebut diperlukan pengembangan kurikulum.
3.
Tingkat kematangan siswa
Tingkat kematangan siswa juga menjadi alasan
pengembangan kurikulum, karena setiap peserta didik mempunyai jenjang
pendidikan yang berbeda. Jika kurikulum pendidikan tidak berusaha disesuaikan
dengan tingkatan peserta didik maka tujuan pembelajaran akan sulit tercapai.
Untuk itu para pakar pengembang kurikulum membuat suatu pemikiran agar anak
dapat belajar dengan baik, memperoleh ilmu pengetahuan, merubah sikap, dan
memperoleh pengalaman, dengan cara mengembangkan kurikulum yang berdasarkan
asas psikologi peserta didik.[8]
B. Landasan dan Prinsip
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam
Landasan Pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam
pada hakikatnya adalah faktor-faktor yang harus diperhatikan dan
dipertimbangkan oleh para pengembang
kurikulum ketika hendak mengembangkan atau merencanakan suatu kurikulum lembaga
pendidikan.[9]
Landasan-landasan tersebut antara lain :
1.
Landasan Agama
Dalam mengembangkan kurikulum sebaiknya berlandaskan
pada Pancasila terutama sila ke satu “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Di Indonesia
menyatakan bahwa kepercayaan dan
ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya
masing-masing individu. Dalam kehidupan, dikembangkan sikap saling menghormati
dan bekerjasama antara pemeluk- pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan
yang berbeda-beda, sehingga dapat terbina kehidupan yang rukun dan damai.[10]
2.
Landasan Filsafat
Filsafat pendidikan dipengaruhi oleh dua hal yang
pokok, yaitu cita-cita masyarakat dan kebutuhan peserta didik yang hidup di
masyarakat. Filsafat adalah cinta pada kebijaksanaan (love of wisdom). Agar
seseorang dapat berbuat bijak, maka harus berpengetahuan, pengetahuan tersebut
diperoleh melalui proses berpikir secara
sistematis, logis dan mendalam. Filsafat dipandang sebagai induk segala ilmu
karena filsafat mencakup keseluruhan pengetahuan manusia yaitu meliputi
metafisika, epistimologi, aksiologi, etika, estetika, dan logika.[11]
3.
Landasan Psikologi Belajar
Kurikulum belajar mengetengahkan beberapa teori
belajar yang masing-masing menelaah proses mental dan intelektual perbuatan
belajar tersebut. Kurikulum yang dikembangkan sebaiknya selaras dengan proses
belajar yang dilakukan oleh siswa sehingga proses belajarnya terarah dengan
baik dan tepat.[12]
4.
Landasan Sosio-budaya
Nilai social-budaya dalam masyarakat bersumber dari
hasil karya akal budi manusia, sehingga dalam menerima, menyebarluaskan, dan
melestarikannya manusia menggunakan akalnya. Setiap masyarakat memiliki adat
istiadat, aturan-aturan, dan cita-cita yang ingin dicapai dan dikembangkan.
Dengan adanya kurikulum di madrasah diharapkan pendidikan dapat memperhatikan
dan merespon hal-hal tersebut.[13]
5.
Landasan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Pendidikan merupakan suatu usaha penyiapan peserta
didik untuk menghadapi lingkungan hidup yang mengalami perubahan yang semakin
pesat dan terus berkembang. Sehingga dengan bekal ilmu pengetahuan dan teknologi,setelah
siswa lulus diharapkan dapat menyesuaikan diri di lingkungannya dengan baik.[14]
Dengan melihat landasan pengembangan kurikulum
Pendidikan Agama Islam diatas maka pengembangan kurikulum Pendidikan Agama
Islam berdasarkan pada prinsip- prinsip yang antara lain :
1.
Prinsip pertautan dengan Agama, artinya bahwa
semua elemen kurikulum baik aspek tujuan, materi, alat dan metode dalam
pendidikan Islam selalu menyandarkan pada dasar-dasar ajaran Islam yang
tertuang dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.
2. Prinsip Universal, universal
disini dimaksudkan bahwa tujuan dan cakupan kurikulum pendidikan Islam harus
mencakup semua aspek yang mendatangkan manfaat, baik bagi peserta didik, baik
yang bersifat jasmaniyah maupun rohaniyah. Cakupan isi kurikulum menyentuh akal
dan qalbu peserta didik. Pendidikan
yang dikembangkan sebisanya dikembangkan bukan pendidikan sekuler, melainkan
sebaliknya yaitu pendidikan rasional yang mempunyai arti mengajarkan
materi-metari yang bermanfaat bagi kehidupan akhirat dan dunia bagi peserta
didik. Dengan demikian dalam pendidikan Islam tidak ada dikotomi antara ilmu
umum dan ilmu Agama.[15]
3. Prinsip keseimbangan antara
tujuan yang ingin dicapai suatu lembaga pendidikan dengan cakupan materi yang
akan diberikan kepada peserta didik. Keseimbangan ini meliputi materi yang
bersifat religi-akhirat dan profane-keduniaan dengan mencegah orientasi sepihak
saja. Hakikat dari prinsip keseimbangan ini , didasarkan pada firman Allah Swt
dalam surat al-Qashas ayat 77.
Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù 9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( wur [Ys? y7t7ÅÁtR ÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJ2 z`|¡ômr& ª!$# øs9Î) ( wur Æ÷ö7s? y$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# w =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ
Artinya : “Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri kalian, dan janganlah kamu
melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sessungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan”.
Ayat tersebut adalah perintah yang bersifat
wajib, artinya umat Islam wajib melaksanakan keseimbangan hidup antara
keduniaan dan keakhiratan, kesimbangan cara berfikir bersifat rasional dan hati
nurani. Apabila kita kaitkan dengan penyusunan kurikulum maka pedoman kurikulum
mencerminkan keseimbangan tujuan pembelajaran dan materi-materi yang diarahkan
pada pencapaian keseimbangan tujuan duniawi dan tujuan ukhrowi.
4. Prinsip keterkaitan dengan
bakat, minat, kemampuan dan kebutuhan pelajar, dengan lingkungan sekitar baik
fisik maupun social. Dengan prinsip ini kurikulum pendidikan Islam berkeinginan
menjaga keaslian peserta didik yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat. Hal ini selaras dengan pendapat Jean
Peaget tentang pendidikan, ia mengatakan bahwa pindidikan harus diindividulisasikan dengan menyadari
bahwa kemampuan untuk mengasimilasi akan berbeda dari satu individu dengan
individu yang lain, konsekuensinya materi pendidikan harus memperhatikan
pebedaan peserta didik.[16]
5. Prinsip fleksibelitas,
maksdunya kurikulum pendidikan Islam dirancang dan dikembangkan berdasakan
prinsip dinamis dan up to date terhadap
pekembangan dan kebutuhan masyarakat, bangsa dan Negara. Anak didik yang
berkarakte menjadi dambaan bukan hanya sebagai orang tua tetapi juga menadi
kebutuhan bangsa dan Negara mengingat anak merupakan generasi penerus bangsa
yang akan mengemban amanat kepemimpinan di masa yang akan datang.[17]
6. Prinsip memperhatikan
perbedaan individu, peserta didik merupakan pribadi yang unik dengan keadaan
latar belakang social ekonomi dan psikologis yang beraneka macam, maka
penyusunan kurikulum pendidikan Islam haruslah memperhatikan keberAgamaan latar
belakang tersebut demi tercapainya tujuan pendidikan itu sendiri.
7. Prinsip pertautan antara mata
pelajaran dengan aktifitas fisik yang tercakup dalam kurikulum pendidikan
Islam. Petautan ini menjadi urgen dalam rangka memaksimalkan peran kurikulum
sebagai sebuah program dengan tujuan tercapainya manusia yang berakhlak.[18] Dari
prinsip-prinsip yang telah disebutkan di atas, al-Syaibani mengatakan bahwa
kurikulum pendidikan Islam merupakan kurikulum yang diilhami oleh nilai dan
ajaran Agama Islam, yang selalu berkomitmen memperhatikan aktifitas manusia
modern. Meskipun dikatakan bahwa kurikulum pendidikan Islam bersifat fleksibel
dengan mengikuti dinamika perubahan zaman, namun tetap dengan memegang teguh
identitas keIslamannya.
C. Peran Kepala Sekolah dan
Guru dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam
Kepala sekolah merupakan
tokoh kunci dalam manajemen sekolah. Padanyalah kebijakan dan keputusan
mengenai berbagai hal. Secara umum, peran dan fungsi kepala sekolah adalah
sebagai berikut.
Pertama, peran sebagai sebagai
manajer. Sebagai manajer, kepala sekolah bertanggung jawab atas manajemen
sekolah. Kepala sekolah mengkoordinasikan kegiatan merencanakan,
mengorganisasikan, melaksanakan, memimpin, dan mengendalikan segenap usaha
pencapaian tujuan pendidikan. Lalu, bagaimana implementasinya dalam
pengembangan kurikulum sekolah?
Dalam aspek perencanaan,
kepala sekolah merupakan pelaku yang selalu terlibat dan bahkan sering menjadi
tumpuan dalam kegiatan perencanaan dan pengembangan kurikulum, mulai dari
konsep hingga hal-hal yang lebih teknis. Bisa jadi ia tidak terlibat secara
fisik pada keseluruhan kegiatan perencanaan, namun kepala sekolah terus
melakukan pemantauan dari waktu ke waktu.
Dalam aspek
pengorganisasian, kepala sekolah mengorganisasikan unsur-unsur, baik unsur
manusia maupun unsur nonmanusia. Unsur-unsur itu diorganisasikan untuk
membangun sinergi antarunsur. Dari sinergi tersebut tercipta daya baru dengan
kualitas yang lebih bernilai bagi pengembangan kurikulum sekolah. Dalam aspek
pelaksanaan, kepala sekolah juga sebagai pelaksana lapangan. Ia adalah orang yang
mengkoordinasikan pengembangan kurikulum, dan sekaligus menerjadikan atau
menerapkan kuirikulum.Kepala sekolah mengemban tugas memimpin. Dalam hal ini
kepala sekolah mengarahkan dan memberi komando. Hal yang mendasar di sini
adalah kepala sekolah harus berperan sebagai penanggung jawab atas pengembangan
kurikulum sekolah.
Kedua, peran sebagai inovator.
Sebagai tokoh penting di sekolah, kepala sekolah harus mampu melahirkan ide-ide
baru yang kreatif. Pengembangan kurikulum sering kali bermula dari gagasan
kepala sekolah. Mengingat kedudukannya sebagai pihak yang mengemban tanggung
jawab atas sekolah yang dipimpinnya, maka pada diri kepala sekolah cenderung
muncul dorongan-dorongan untuk terus memajukan sekolah. Karena kewenangan yang
dimilikinya, ide-ide barunya menjadi lebih terbuka untuk diimplementasikan di
sekolah. Begitu pula dalam konteks pengembangan kurikulum sekolah ini. Kepala
sekolah harus mampu manghadirkan inspirasi dan ide pembaharuan, sehingga
program sekolah (kurikulum) yang dijalankan senantiasa aktual/mutakhir.
Ketiga, peran sebagai fasilitator.
Dalam pengembangan kurikulum, pelaksana teknis pengembangan biasanya tidak
langsung oleh kepala sekolah, melainkan oleh tim khusus yang ditunjuk. Namun
demikian, kepala sekolah terus melakukan komunikasi dengan tim itu dan
memfasilitasinya untuk mengatasi berbagai persoalan yang muncul. Kepala sekolah
harus membantu mengatasi persoalan, melayani konsultasi tim, dsb.
Kepala sekolah mempunyai
kedudukan strategis dalam pengembangan kurikulum. Sebagai pemimpin
professional, ia menerjemahkan perubahan masyarakat dan kebudayaan, termasuk
generasi muda, ke dalam kurikulum. Dialah tokoh utama yang mendorong guru agar
senantiasa melakukan upaya-upaya pengembangan, baik bagi diri guru maupun tugas
keguruannya. Karena itu, kepala sekolah perlu mempunyai latar belakang yang
mendalam tentang teori dan praktik kurikulum. Perubahan kurikulum hanya akan
berjalan dengan dukungan dan dorongan kepala sekolah. Ia dapat membangkitkan
atau mematikan perubahan kurikulum di sekolahnya.
Masih bnyak pihak lain,
selain kepala sekolah, yang dapat membantu pengembangan kurikulum. Namun
demikian, kepala sekolah dan guru merupakan pemeran utama, yang perlu menerima,
mempertimbangkan, dan memutuskan apa yang akan dimasukkan dalam kurikulum
sekolah. Kepala sekolah dan stafnya mesti bekerja dalam kerangka patokan yang
ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Nasional.
Selain kepala sekolah ada
juga yang memiliki wewenang dalam pengembangan kurikulum. Dalam konteks
hubungan guru dan kurikulum, pengembangan kurikulum menjadi tugas penting yang
harus dilaksanakan oleh semua pengembang kurikulum, termasuk guru, di setiap
tingkat pendidikan. Setidaknya ada empat peran yang harus dijalankan oleh guru
dalam mengembangkan kurikulum, yaitu[19]:
1.
Sebagai implementer (pelaksana) kurikulum
Sebagai implementer atau
pelaksana kurikulum, guru berperan untuk menjalankan kurikulum yang telah
disusun. Kurikulum ini harus diaplikasikan oleh guru dalam setiap proses
pembelajaran di sekolah, khususnya di kelas. Dengan demikian, ruang peran guru
sebagai implementer kurikulum tidak sampai kepada penentuan isi dan target
kurikulum, tetapi hanya terbatas pada
penentuan kegiatan-kegiatan pembelajaran, mulai dari perencanaannya
sampai kepada pelaksanaannya. Dalam peran ini, kedudukan guru adalah sebagai
tenaga teknis yang hanya bertanggung jawab dalam mengimplementasikan berbagai
ketentuan yang ada.[20]
Adapun peran dan tanggung
jawab guru dalam pelaksanaan kurikulum PAI adalah seperti berikut:
a.
Melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan rencana
pembelajaran.
b.
Menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran
dan lingkungan sekolah.
c.
Memanfaatkan media pembelajaran yang sesuai dengan materi dan
kondisi sekolah.
d.
Menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan.
e.
Mengembangkan interaksi pembelajaran (strategi, metode dan
tehnik yang tepat).
f.
Mengelola kelas dengan baik dan sesuai dengan alokasi waktu
yang tersedia.
g.
Merefleksikan pelaksanaan proses pembelajaran yang dilakukan.
h.
Berkonsultasi dengan kepala Madrasah/ Pengawas untuk
mengatasi kendala.
i.
Membantu kesulitan
siswa dalam proses belajar.
Proses implementasi
kurikulum untuk semua bidang studi atau mata
pelajaran, khususnya PAI selalu menggambarkan keterkaiatan proses dengan
tujuan dan konten, kejelasan teori belajar, keterkaitan dengan sosial, budaya,
teknologi, ketersediaan fasilitas alat, alokasi waktu, fleksibilitas, peran
guru dan peserta didik, peran evalusi
dan perlunya feedback.[21]
2.
Sebagai developer(pengembang) kurikulum
Sebagai developer
(pengembang) kurikulum, guru diberi kewenangan untuk mendesain kurikulum
madrasah. Peran pengembangan kurikulum ini terkait erat dengan karakteristik,
visi dan misi sekolah atau madrasah, serta pengalaman belajar yang dibutuhkan oleh siswa.
Pelaksanaan peran ini dapat dilihat dalam
pembuatan dokumen kurikulum, pengembangansilabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran, dan muatan lokal (Mulok) sebagai bagian dari struktur Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Pembuatan dan pengembangan
kurikulum muatan lokal sepenuhnya diserahkan kepada tiap-tiap satuan
pendidikan. Kurikulum ini dikembangkan sesuai dengan kebutuhan tiap-tiap
sekolah sesuai dengan character distingtif-nya karena setiap sekolah memiliki
kurikulum mulok tersendiri, maka ada kemungkinan terjadi perbedaan kurikulum
mulok antar sekolah atau madrasah. Dalam kaitannya posisi guru sebagai
developer atau pengembang kurikulum. Guru dituntut aktif, kreatif, dan komitmen
tinggi dalam penyusunan dokumen kurikulum PAI, seperti:
- Mengikuti in house training tentang konsep dasar dan pengembangan kurikulum.
- Berperan aktif dalam tim perekayasa dan pengembang kurikulum sesuai dengan kelompok bidang studi.
- Berperan aktif dalam penyusunan standar isi dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
- Berperan aktif dalam menyusun Standar Kompetensi (SK) dan Kopetensi Dasar (KD) serta pemetaannya.
- Mengembangkan silabus pembelajaran.
- Menyusun RPP dan perangkat operasional yang mendukung RPP, seperti Lembar Kerja Siswa dan bahan ajar (seperti modul pembelajaran).
3.
Sebagai adapter (penyelaras) kurikulum
Sebagai adapter, guru
memiliki kewenangan untuk menyesuaikan kurikulum dengan karakteristik sekolah
dan kebutuhan lokal (kebutuhan siswa dan daerah). Dalam fase ini,tugas pertama
seorang guru adalah memahami dengan baik karakteristik sekolahnya, tugas kedua
adalah mengakomodir kebutuhan-kebutuhan masyarakat dan daerahnya, dan tugas
ketiga adalah membuat desain kurikulum sekolah sesuai kebutuhan madrasah dan
masyarakat lokal. Berikut ini adalah langkah-langkah memahami karakteristik dan
kebutuhan masyarakat di sekitar madrasah atau sekolah, yaitu[22]:
a.
Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan masyarakat terhadap
madrasah atau sekolah.
Kegiatan ini dilakukan untuk
menelaah dan mendata berbagai keadaan dan kebutuhan sekitar madrasah yang
bersangkutan. Data tersebut dapat diperoleh dari berbagai pihak yang terkait di
daerah sekitar madrasah yang
bersangkutan seperti masyarakat sekitar madrasah, Pemda/ Bappeda,
Instansi vertikal terkait, PerguruanTinggi, dunia usaha/ industri, dan potensi
daerah yang bersangkutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya, dan
kekayaan alam. Keadaan daerah seperti telah disebutkan dapat diketahui antara
lain dari:
1)
Rencana pembangunan daerah bersangkutan termasuk
prioritas pembangunan daerah baik jangka
pendek maupun jangka panjang.
2)
Pengembangan ketenagakerjaan termasuk jenis kemampuan dan
keterampilan yang diperlukan.
3)
Aspirasi masyarakat mengenai pelestarian alam dan
pengembangan daerahnya.
b.
Menentukan fungsi dan susunan atau komponen muatan yang
sesaui dengan kebutuhan madrasah dan masyarakat sekitar.
Berdasarkan kajian dari
beberapa sumber seperti di atas dapat diperoleh berbagai jenis kebutuhan.
Berbagai jenis kebutuhan ini dapat mencerminkan fungsi muatan kurikulum
lembaga, antara lain untuk:
1)
Melestarikan dan mengembangkan kajian kitab kuning
2)
Meningkatan amaliah salafiah.
3)
Meningkatkan kemampuan berwirausaha.
c.
Berdasarkan fungsi muatan dan kebutuhan lembaga tersebut
dapat ditentukan kajian kebutuhan lokal
Kegiatan ini pada dasarnya
untuk mendata dan mengkaji berbagai kemungkinan muatan lokal yang dapat
diangkat sebagai bahan kajian sesuai dengan dengan keadaan dan kebutuhan
madrasah. Penentuan bahan kajian kebutuhan lokal didasarkan pada kriteria
berikut:
1)
Kesesuaian dengan tingkat perkembangan peserta didik.
2)
Kemampuan guru dan ketersediaan tenaga pendidik yang
diperlukan.
3)
Tersedianya sarana dan prasarana
4)
Tidak menimbulkan kerawanan sosial dan keamanan.
5)
Kelayakan berkaitan dengan pelaksanaan di madrasah.
6)
Lain-lain yang dapat dikembangkan sendiri sesuai dengan kondisi
dan situasi daerah.
d.
Menentukan Mata Pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan
madrasah dan masyarakat.
Berdasarkan bahan kajian
kebutuhan lembaga tersebut dapat ditentukan mata pelajaran dan kegiatan
pembelajarannya. Kegiatan pembelajaran
ini pada dasarnya dirancang agar bahan kajian kebutuhan lokal dapat memberikan
bekal pengetahuan, keterampilan dan perilaku kepada peserta didik agar mereka memiliki
pengetahuan, ketrampilan, dan sikap
perilaku yang sesuai dengan harapan lembaga dan masyarakat sekitar
sesuai dengan nilai-nilai atau aturan yang berlaku di lingkungan madrasah dan
mendukung kelangsungan pembangunan daerah serta pembangunan nasional.
e.
Mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar serta
silabus.
Korelasinya dengan pendidik
atau guru sebagai adapter atau penyelaras kurikulum PAI, seorang guru dituntut
untuk memahami situasi, kondisi dan momentum karakteristik miilieu yang ada di
sekolahnya, sehingga dapat melaksanakan tugas guru sebagai adapter dalam
penerapan kurikulum PAI di institusinya sendiri.
4.
Sebagai researcher (peneliti) kurikulum. Pada fase ini guru
mempunyai peranan sebagai peneliti kurikulum (curriculum researcher ).
Peran ini dilaksanakan
sebagai bagian dari tugas profesional guru yang memiliki tanggung jawab dalam
meningkatkan kinerjanya sebagai guru. Dalam melaksanakan perannya sebagai
peneliti, guru memiliki tanggung jawab untuk menguji berbagai komponen
kurikulum, misalnya menguji bahan-bahan kurikulum, menguji efektifitas program,
menguji strategi dan model pembelajaran dan lain sebagainya termasuk
mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai target kurikulum. Metode
yang digunakan oleh guru dalam meneliti kurikulum adalah PTK dan Lesson Study
Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) adalah metode penelitian yang berangkat dari masalah yang dihadapi guru
dalam implementasi kurikulum. Melalui PTK, guru berinisiatif melakukan
penelitian sekaligus melaksanakan tindakan untuk memecahkan masalah yang
dihadapi. Dengan demikian, dengan PTK bukan saja dapat menambah wawasan guru
dalam melaksanakan tugas profesionalnya, akan tetapi secara terus menerus guru
dapat meningkatkan kualitas kinerjanya.
Sedangkan lesson study
adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang guru/sekelompok guru yang bekerja
sama dengan orang lain (dosen, guru mata
pelajaran yang sama/ guru satu tingkat kelas yang sama, atau guru
lainya), merancang kegiatan untuk meningkatkan mutu belajar siswa dari
pembelajaran yang dilakukan oleh salah seorang guru dari perencanaan
pembelajaran yang dirancang bersama/sendiri, kemudian di observasi oleh teman
guru yang lain dan setelah itu mereka melakukan refleksi bersama atas hasil
pengamatan yang baru saja dilakukan.
Dunia pendidikan di
Indonesia sudah mengalami beberapa perubahan kurikulum. Hal ini bukan berarti
ganti menteri pendidikan ganti kurikulum, seperti pendapat sebagian guru,
melainkan kurikulum harus selalu berubah sesuai dengan tuntutan jaman.
Sekolah dan komite sekolah
mengembangkan kurikulum tingkat satuan
pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum, dan
standar kompetensi, dibawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan setempat.
Dengan adanya otonomi sekolah memotivasi guru untuk mengubah paradigma sebagai
“curriculum user ” menjadi “curriculum developer”. Guru mampu keluar dari
kultur kerja konvensional menjadi kultur kerja kontemporer yang dinamis, dan
guru mampu memainkan peran sebagai “agent of change”. Hendaknya guru mengajar
anak-anak kita sesuai dengan zamannya.
Pada era globalisasi seperti
ini, madrasah dengan melibatkan guru, harus melakukan reformasi dan inovasi
dalam proses belajar mengajar dan kurikulum secara terus menerus. Untuk
dapat melakukan reformasi dan inovasi
pendidikan, diperlukan dukungan empirik yang dihasilkan melalui kegiatan
penelitian. Jika tidak, guru akan terisolasi dari pengetahuan dan informasi
mutakhir. Tanpa ada dukungan penelitian, proses pendidikan akan mandek dan
reformasi serta inovasi mustahil dapat dilakukan. Hasil penelitian dapat
membantu guru untuk mengambil keputusan yang tepat dan akurat untuk kepentingan
proses belajar mengajar dan pembenahan
kurikulum. Jika keputusan tersebut dibantu dengan hasil penelitian, proses belajar mengajar dan kurikulum dapat
dicapai dengan optimal dan efektif. Pembelajaran yang efektif merupakan hal
yang kompleks dan rumit untuk dapat dikonsepsikan dan dibentuk paradigmanya
secara tunggal dan universal.[23]
D. Perbandingan Model
Pengembangan Kurikulum 2013 (K-13) dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP)
Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang
diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional diharapkan dapat mewujudkan proses berkembangnya kualitas pribadi
peserta didik sebagai generasi penerus
bangsa di masa depan, yang diyakini akan menjadi faktor determinan bagi tumbuh
kembangnya bangsa dan negara Indonesia sepanjang zaman.[24]
Dari sekian banyak unsur sumber daya pendidikan,
kurikulum merupakan salah satu unsur yang memberikan kontribusi yang signifikan
untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi peserta didik. Jadi
tidak dapat disangkal lagi bahwa kurikulum yang dikembangkan dengan berbasis
pada kompetensi sangat diperlukan sebagai instrumen untuk mengarahkan peserta
didik menjadi:
1.
Manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan
zaman yang selalu berubah
2.
Manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri
3.
Warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Kurikulum sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 1
Ayat (19) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pengembangan Kurikulum
2013 merupakan langkah lanjutan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang
telah dirintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006 yang mencakup kompetensi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu.[25]
1.
Rasional Pengembangan Kurikulum 2013 Pengembangan kurikulum
perlu dilakukan karena adanya berbagai tantangan yang dihadapi, baik tantangan
internal maupun tantangan eksternal.[26]
a.
Tantangan Internal
Tantangan internal antara lain terkait dengan
kondisi pendidikan dikaitkan dengan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada 8
(delapan)Standar Nasional Pendidikan yang meliputi standar pengelolaan, standar
biaya, standar sarana prasarana, standar
pendidik dan tenaga kependidikan, standar isi, standar proses, standar penilaian, dan standar
kompetensi lulusan. Tantangan internal lainnya terkait dengan faktor
perkembangan penduduk Indonesia dilihat dari
pertumbuhan penduduk usia produktif.[27]
b.
Tantangan Eksternal
Tantangan eksternal yang dihadapi dunia
pendidikan antara lain berkaitan dengan tantangan masa depan, kompetensi yang
diperlukan di masa depan, persepsi
masyarakat, perkembangan pengetahuan dan pedagogi, serta berbagai fenomena
negatif yang mengemuka.[28]
c.
Penyempurnaan Pola Pikir
Pendidikan yang sesuai
dengan kebutuhan masa depan hanya akan dapat terwujud apabila terjadi
pergeseran atau perubahan pola pikir. Pergeseran itu meliputi proses
pembelajaran sebagai berikut[29]:
1)
Dari berpusat pada guru menuju berpusat pada siswa.
2)
Dari satu arah menuju interaktif.
3)
Dari isolasi menuju lingkungan jejaring.
4)
Dari pasif menuju aktif-menyelidiki.
5)
Dari maya/abstrak
menuju konteks dunia nyata
6)
Dari pembelajaran
pribadi menuju pembelajaran berbasis tim.
7)
Dari luas menuju
perilaku khas memberdayakan kaidah keterikatan.
8)
Dari stimulasi rasa
tunggal menuju stimulasi ke segala penjuru.
9)
Dari alat tunggal
menuju alat multimedia.
10)
Dari hubungan satu
arah bergeser menuju kooperatif.
11)
Dari produksi massa
menuju kebutuhan pelanggan.
12)
Dari usaha sadar
tunggal menuju jamak.
13)
Dari satu ilmu
pengetahuan bergeser menuju pengetahuan disiplin jamak.
14)
Dari kontrol terpusat
menuju otonomi dan kepercayaan.
15)
Dari pemikiran faktual
menuju kritis.
d.
Dari penyampaian pengetahuan menuju pertukaran pengetahuan.
Sejalan dengan itu, perlu
dilakukan penyempurnaan pola pikir dan penggunaan pendekatan baru dalam perumusan Standar
Kompetensi Lulusan. Perumusan SKL di dalam KBK 2004 dan KTSP 2006 yang
diturunkan dari SI harus diubah menjadi perumusan yang diturunkan dari
kebutuhan. Pendekatan dalam penyusunan
SKL pada KBK 2004 dan KTSP 2006 dapat dilihat di tabel[30]:
NO
|
KBK 2004
|
KTSP 2006
|
Kurikulum 2013
|
1
|
Standar kompetensi lulusan diturunkan dari standar
isi
|
Standar kompetensi lulusan diturunkan dari kebutuhan
|
|
2
|
Standar isi dirumuskan berdasarkan tujuan mata
pelajaran (Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran) yang dirinci menjadi
standar kompetensi dan kompetensi dasar mata
pelajaran.
|
Standar isi diturunkan dari standar kompetensi
lulusan melalui kompetensi inti yang bebas mata pelajaran
|
|
3
|
Pemisahan antara mata pelajaran membentuk sikap,
pembentuk ketrampilan, dan pembentuk
pengetahuan
|
Semua mata pelajaran harus berkontribusi terhadap
pembentukan sikap, keterampilan, dan
pengetauan
|
|
4
|
Kompetensi diturunkan dari mata pelajaran
|
Mata pelajaran diturunkan dari kompetensi yang ingin
dicapai
|
|
5
|
Mata pelajaran lepas satu dengan yang lain, seperti
sekumpulan mata pelajaran terpisah
|
Semu mata pelajaran diikat oleh kompetensi inti
(tiap kelas)
|
e.
Penguatan Tata Kelola
Kurikulum
Pada Kurikulum 2013,
penyusunan kurikulum dimulai dengan menetapkan standar kompetensi lulusan
berdasarkan kesiapan peserta didik, tujuan
pendidikan nasional, dan kebutuhan. Setelah kompetensi ditetapkan
kemudian ditentukan kurikulumnya yang terdiri dari kerangka dasar kurikulum dan
struktur kurikulum. Satuan pendidikan dan guru tidak diberikan kewenangan
menyusun silabus, tapi disusun pada tingkat nasional. Guru lebih diberikan
kesempatan mengembangkan proses pembelajaran tanpa harus dibebani dengan
tugas-tugas penyusunan silabus yang memakan waktu yang banyak dan memerlukan
penguasaan teknis penyusunan yang sangat memberatkan guru.[31]
f.
Pendalaman dan
Perluasan Materi
Berdasarkan analisis hasil
PISA 2009, ditemukan bahwa dari 6 (enam) level kemampuan yang dirumuskan di
dalam studi PISA, hampir semua peserta didik Indonesia hanya mampu menguasai
pelajaran sampai level 3 (tiga) saja, sementara negara lain yang terlibat di
dalam studi ini banyak yang mencapai level 4 (empat), 5 (lima), dan 6 (enam).
Dengan keyakinan bahwa semua manusia diciptakan sama, interpretasi yang dapat
disimpulkan dari hasil studi ini, hanya satu, yaitu yang kita ajarkan berbeda
dengan tuntutan zaman Analisis hasil TIMSS tahun 2007 dan 2011 di bidang
matematika dan IPA untuk peserta didik kelas 2 SMP juga menunjukkan hasil yang
tidak jauh berbeda. Untuk bidang
matematika, lebih dari 95% peserta didik Indonesia hanya mampu mencapai level
menengah, sementara misalnya di Taiwan hampir 50% peserta didiknya mampu
mencapai level tinggi dan advance. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa yang
diajarkan di Indonesia berbeda dengan apa yang diujikan atau yang distandarkan
di tingkat internasional.[32]
E. Intisari Isi Buku “Aplikasi
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Bahan Ajar dalam
Pendidikan Agama Islam” Karangan Dr. H. Ali Mudlofir, M.Ag.[33]
Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Saruan Pendidikan dan
Bahan Ajar dalam Pendidikan Agama Islam adalah buku karya Dr. H. Ali Mudlofir,
M.Ag., seorang wakil dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya. Sesuai
dengan latar belakang pendidikan dan profesinya, ia adalah seorang yang
produktif menghasilkan banyak karya tentang pendidikan. Karya-karyanya selalu
memberikan contoh aplikasi dalam pembelajaran khususnya Pendidikan Agama Islam.
Buku ini adalah salah satu karya terbaiknya.
KTSP-secara esensial-merupakan perpaduan antara pengembangan top-down
curriculum dengan pengembangan berbasis grassroot. Standar nasional
yang disusun pemerintah, harus diterjemahkan ke dalam silabus oleh para
pelaksana di lapangan sesuai kondisi lokal masing-masing sekolah. Pada
kenyataannya, berbagai pemahaman yang beragam muncul di lapangan dan kadangkala
pelaksanaan KTSP sering memunculkan permasalahan. Para pengajar memerlukan
standar aplikasi untuk dapat menerjemahkan KTSP ke dalam pengajaran sesuai
dengan buku ajar. Buku ini merupakan salah satu referensi dan contoh aplikasi
KTSP bagi guru PAI pada tingkat pembelajaran yang ia lakukan setelah
dilakukannya desain struktur kurikulum sebuah lembaga pendidikan. Uraian dan
paparan dalam buku ini sebagian merupakan hasil kajian lapangan pada praktik
pembelajaran PAI di madrasah.
Penerapan KTSP menuntut guru khususnya guru PAI untuk
mengembangkan kreatifitasnya dalam pembelajaran. Buku ini ditulis untuk
membantu para guru di sekolah/ madrasah dalam mengatasi permasalahan
pembelajaran di era KTSP. Buku dengan pendekatan teoritis-aplikatif ini,
mengajak pembaca untuk mengenali terlebih dahulu secara teoritis pengembangan
kurikulum, konsep KTSP, hingga aplikasi KTSP dalam pengembangan bahan ajar.
Keunggulan buku ini terletak pada integralitas konsep dan paparan penulis
tentang KTSP meliputi penggambaran
konsep kurikulum (curriculum description), pengorganisasian
kurikulum (curriculum organization) dan penerapan kurikulum (curriculum
implementation). Buku ini selain mengambil sumber refensi dari buku-buku
populer, koran, majalah, makalah dan internet, pemaparan buku ini juga
didasarkan pada hasil penelitian lapangan, sehingga buku ini lebih aktual dalam
penyusunannya.
Penulis mengutip beberapa pendapat pakar pendidikan tentang
pengertian kurikulum, yang kemudian penulis simpulkan bahwa kurikulum bisa
dimaknai dalam tiga konteks, yaitu sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh
oleh peserta didik (course of studies), sebagai pengalaman belajar (learning
experience) dan sebagai rencana program belajar (learning plan).
Menurutnya, kurikulum adalah kompas penunjuk arah ke mana peserta didik akan
dibawa. Oleh karena itu, posisi kurikulum dalam praktik pendidikan sangatlah
penting, namun betapa pentingnya posisi kurikulum, harus tetap diingat bahwa ia
adalah alat untuk mencapai tujuan.
Kurikulum selain berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan
pendidikan, juga bermanfaat bagi siswa, guru, kepala sekolah, orang tua,
sekolah tingkat selanjutnya dan stakeholder. Menurut Jon Wiles, kurikulum
terdiri dari empat komponen penting, yaitu (1) komponen tujuan, (2) komponen
isi dan organisasi bahan pengajaran, (3) komponen pola dan strategi belajar
mengajar, serta (4) komponen evaluasi. Semua komponen tersebut penulis
deskripsikan dengan jelas beserta poin-poin penting dalam masing-masing
komponen. Selain itu, dalam buku ini penulis juga mendeskripsikan model-model
pengembangan kurikulum baik model Tyler, Taba, Oliva, Beauchamp, Wheeler,
Nicholls maupun model Dynamic Skillbeck.
KTSP merupakan penyempurnaan dari KBK. Baik KBK maupun KTSP
sama-sama berangkat dari asumsi bahwa pengajaran harus diarahkan untuk
membentuk kecakapan tertentu siswa (kompetensi) baik yang berkenaan dengan
kompetensi kognitif, afektif maupun psikomotorik. Ada beberapa perbedaan KBK
dan KTSP yang penulis bahas baik dalam aspek landasan hukum/ yuridis-formal,
kewenangan pusat dan daerah, dokumen, pendekatan, isi, satuan waktu,
pelaksanaan dan evaluasi. KBK berbasis materi/ isi dan berorientasi pada isi
menyelesaikan target materi. Sedangkan KTSP berpusat pada potensi,
perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
Pendekatan pengembangan kurikulum merupakan sudut pandang
secara umum tentang proses pengembangan kurikulum. Menurut Sukmadinata, pengembangan
kurikulum bisa berarti penyusunan kurikulum yang sama sekali baru (curriculum
construction), bisa juga menyempurnakan kurikulum yang ada (curriculum
improvement). Dilihat dari cakupan pengembangannya ada dua pendekatan yang
diterapkan dalam pengembangan kurikulum yaitu pendekatan top-down dan
pendekatan grass roots. Buku ini menjelaskan lagkah-langkah kedua
pendekatan tersebut dalam pengembangan kurikulum.
Selanjutnya penulis mencoba mengaitkan KTSP dengan prinsip
belajar Islam. Menurutnya, Al-Qur’an sebagai hudan li al-nas kalau
dicermati dari pespektif pembelajaran, akan tampak bahwa Allah SWT telah
mengajari manusia dengan menggunakan berbagai cara (pendekatan dan strategi)
sebagai ‘ibrah bagi manusia agar dapat membelajarkan dan mendidik
sesamanya juga menggunakan berbagai macam strategi dan metode, sehingga
pembelajaran dilakukan dengan cara yang bervariasi sesuai dengan tujuan,
situasi/ kondisi dan karakteristik materi yang akan disampaikan. Sesuai empat
pilar pendidikan, KTSP dalam PAI harus mencakup empat pilar yatiu learning
to know, learning to do, learning to be and learning to live together.
PAI di madrasah terdiri dari empat bidang studi yaitu
Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fiqih dan SKI. Masing-masing bidang studi
tersebut mempunyai fungsi, tujuan dan ruang lingkup yang berbeda sehingga guru
PAI harus mampu. membuat variasi strategi dalam pembelajaran. Agar guru PAI
mampu membuat variasi strategi dalam pembelajaran, terlebih dahulu mereka harus
mengetahui klasifikasi dan pemetaan kompetensi yang harus dikuasai oleh para
siswa. Sesuai dengan tujuan penulisan buku ini, untuk membantu guru PAI dalam
mengembangkan kurikulum maka penulis memberikan contoh pemetaan kompetensi yang
mencakup jenis kompetensi, isi kompetensi, strategi pembelajaran, metode
pembelajaran dan penilaian yang sesuai dengan masimg-masing kompetensi.
Pemetaan kompetensi tersebut amat penting untuk diketahui oleh guru PAI sebelum
ia memulai pembelajaran, bahkan ketika merumuskan RPP (Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran) idealnya guru melakukan pemetaan agar rencana pembelajaran dan
penerapannya di lapangan sesuai dan relevan dengan tujuan kurikulum PAI.
KTSP menuntut guru untuk menggunakan strategi yang kreatif
sehingga pembelajaran bisa berlangsung secara efektif dan efisien. Buku ini
juga membahas tentang penerapan strategi pembelajaran inovatif dalam PAI yang
mencakup strategi pembelajaran berbasis maslah (SPBM), strategi pembelajaran
berbasis inkuiri (SPBI), strategi pembelajaran kooperatif (SPK) dan
pembelajaran kontekstual (contextual Teaching).
Dalam mengimplementasikan KTSP bidang studi PAI di sekolah
dan madrasah, maka harus memperhatikan beberapa aspek yaitu;
1.
Terwujudnya produk perangkat pembelajaran PAI yang lengkap
dan akurat
2.
Penerapan metode dan strategi pembelajaran PAI yang
bervariasi
3.
Penciptaan suasana belajar yang kondusif
4.
Pendayagunaan keluarga, lingkungan dan masyarakat dalam menunjang
tercapainya tujuan PAI
5.
Penerapan sistem penilaian nyata (authentic assessment)
dalam pembelajaran PAI
6.
Pelaksanaan supervisi pembelajaran PAI baik oleh kepala
sekolah/ madrasah maupun oleh petugas eksternal (misalanya PPAI).
Buku ini membahas dan memberikan contoh tentang penyusunan
perangkat pembelajaran PAI mulai dari penyusunan silabus, program tahunan
(Prota) PAI, program semester (Promes) PAI, RPP dan penghitungan hari/ minggu
efektif. Selain itu, penulis juga menjelaskan dan memberikan beberapa contoh
tentang langkah-langkah pembelajaran, media dan sumber yang digunakan serta
strategi dan evaluasi dalam pembelajaran masing-masing bidang dalam PAI.
Penciptaan suasana belajar yang kondusif sangat penting dalam implementasi
KTSP. Penciptaan suasana yang kondusif tersebut dapat diwujudkan dalam mengatur
posisi dan tata letak bangunan sekolah/ madrasah, tata pergaulan warga sekolah/
madrasah, pemberdayaan tenaga kependidikan, membiasakan pengamalan ibadah dan
nilai-nilai agama di sekolah/ madrasah, dan adanya tata tertib sekolah/
madrasah.
Penerapan kurikulum KTSP bidang studi PAI adalah bagaimana
sekolah mendayagunakan lingkungan dan masyarakat untuk pencapaian tujuan PAI.
Pendayagunaan lingkungan dan masyarakat artinya kemapuan sekolah/ madrasah
untuk menjalin hubungan dengan masyarakat, mengidentifikasi dan menggali
potensi yang dimilikinya, serta melibatkannya dalam upaya pencapaian tujuan
pembelajaran PAI. Selanjutnya, penerapan penilaian PAI menurut penulis adalah
gambaran mengenai bagaimana sistem penilaian bidang studi PAI di sekolah/
madrasah.
Hal penting yang harus dikuasai guru adalah mampu menyediakan
bahan pembelajaran yang dapat dipelajari sendiri oleh siswa. Secara umum
masalah pembelajaran yang dihadapi guru meliputi cara penentuan jenis materi,
kedalaman, ruang lingkup, urutan penyajian, perlakuan terhadap materi ajar.
Masalah lain adalah adanya kecenderungan sumber bahan ajar dititikberatkan pada
buku. Padahal banyak sumber bahan ajar selain buku yang dapat digunakan.
Berdasarkan kompetensi dan hasil belajar serta strategi
pembelajaran, guru mengembangkan/ menentukan bahan apa yang sesuai untuk
mencapai hasil pembelajaran yang sudah dirumuskan. Di dalam buku ini, selain
memberikan panduan penyusunan bahan ajar, penulis juga memberikan panduan bagi
guru dalam menyusun lembar kerja siswa (student work sheet).
Sistematika penulisan buku ini mulai dari teori hingga contoh
dan langkah-langkah aplikasi pengembangan kurikulum, memberikan pemahaman yang
menyeluruh tentang tema yang diangkat oleh penulis. Hanya saja penulis tidak
menjelaskan faktor-faktor apa saja yang perlu diperhatikan dalam pengembangan
kurikulum dan bahan ajar, padahal sub tema tersebut penting untuk dijelaskan.
Buku ini memberikan solusi untuk membantu para guru di
sekolah/madrasah dalam mengatasi permasalahan di era KTSP. Buku ini merupakan
salah satu referensi dan contoh aplikasi KTSP bagi guru PAI pada tingkat
pembelajaran yang ia lakukan setelah dilakukannya desain struktur kurikulum
sebuah lembaga pendidikan. Buku dengan pendekatan teoritis-aplikatif ini,
mengajak para pembaca untuk mengenali terlebih dahulu secara teoritis
pengembangan kurikulum, konsep KTSP, hingga aplikasi KTSP dalam pengembangan
bahan ajar. Keunggulan buku ini terletak pada integralitas konsep dan paparan
penulis tentang kurikulum model KTSP meliputi penggambaran kurikulum,
pengorganisasian kurikulum, dan penerapan kurikulum dalam PAI. Uraian dan
pemaparannnya didasarkan pada hasil kajian lapangan pada praktik pembelajaran
PAI di madrasah, sehingga buku ini lebih aktual dalam penyusunannya.
Penulis dengan pengalaman penelitiannya dan bahasa yang lugas
mampu dengan sukses menyampaikan ide-idenya dalam buku ini. Untuk mempermudah
pemahaman pembaca, penulis tidak jarang menyampaikan penjelasannya disertai
dengan bagan atau gambar. Dengan bahasa yang efektif dan mudah dipahami, buku
ini sangat bemanfaat untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan, termasuk bagi para guru khususnya guru Pendidikan Agama Islam (PAI)
baik di sekolah maupun madrasah. Karena manfaatnya yang memberikan pemahaman
teoritis-praktis tentang pengembangan kurikulum, peresensi merekomendasikan
mahasiswa Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, guru dan pengelola/ praktisi pendidikan
untuk membaca buku ini.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
- Kurikulum memiliki esensi berupa program dalam mencapai tujuan. Sebagai sebuah rencana. Kurikulum mempunyai peran sentral dalam menunjang keberhasilan sebuah pendidikan, terutama pendidikan Islam yang bertujuan membentuk akhlakul karimah, maka kurikulum yang direncanakan serta dikembangkan haruslah benar-benar memenuhi kriteria-kriteria yang memungkin tercapainya tujuan pendidikan Islam. Antara tujuan pendidikan Islam dengan program (kurikulum) merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, hal ini disebabkan karena suatu tujuan yang hendak dicapai haruslah terlukiskan di dalam program (kurikulum), bahkan program itulah yang akan mencerminkan arah dan tujuan yang diinginkan dalam proses kependidikan. Karena pentingnya maka setiap kurun waktu tertentu kurikulum selalu dievaluasi untuk kemudian disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi dan kebutuhan pasar.
- Landasan Pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam pada hakikatnya adalah faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan oleh para pengembang kurikulum ketika hendak mengembangkan atau merencanakan suatu kurikulum lembaga pendidikan. Landasan-landasan tersebut antara lain : Landasan Agama, Landasan Filsafat, Landasan Psikologi Belajar, Landasan Sosio-budaya, Landasan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Dengan melihat landasan pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam diatas maka pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam berdasarkan pada prinsip- prinsip yang antara lain : Prinsip pertautan dengan Agama, Prinsip Universal, Prinsip keseimbangan antara tujuan yang ingin dicapai suatu lembaga pendidikan dengan cakupan materi yang akan diberikan kepada peserta didik. Prinsip keterkaitan dengan bakat, minat, kemampuan dan kebutuhan pelajar, dengan lingkungan sekitar baik fisik maupun social, Prinsip fleksibelitas, Prinsip memperhatikan perbedaan individu, Prinsip pertautan antara mata pelajaran dengan aktifitas fisik yang tercakup dalam kurikulum pendidikan Islam
- Kepala sekolah merupakan tokoh kunci dalam manajemen sekolah. Padanyalah kebijakan dan keputusan mengenai berbagai hal. Secara umum, peran kepala sekolah dalam pengembangan kurikulum PAI antara lain adalah sebagai berikut. Pertama, peran sebagai sebagai manajer. Kedua, peran sebagai innovator. Ketiga, peran sebagai fasilitator. Selain kepala sekolah guru juga memiliki peran dalam pengembangan, setidaknya ada empat peran yang harus dijalankan oleh guru dalam mengembangkan kurikulum, yaitu Sebagai implementer (pelaksana) kurikulum, Sebagai developer(pengembang) kurikulum, Sebagai adapter (penyelaras) kurikulum, Sebagai researcher (peneliti) kurikulum. Pada fase ini guru mempunyai peranan sebagai peneliti kurikulum (curriculum researcher ).
- Perbandingan antara kurikulum KTSP dengan K-13 cukup terjadi banyak perubahan. Yang mempengaruhi perbedaan adalah berasal dari beberapa factor, diantaranya; Tantangan Internal, Tantangan Eksternal, Penyempurnaan Pola Pikir, Dari penyampaian pengetahuan menuju pertukaran pengetahuan, Penguatan Tata Kelola Kurikulum, Pendalaman dan Perluasan Materi
- Buku ini memberikan solusi untuk membantu para guru di sekolah/madrasah dalam mengatasi permasalahan di era KTSP. Buku ini merupakan salah satu referensi dan contoh aplikasi KTSP bagi guru PAI pada tingkat pembelajaran yang ia lakukan setelah dilakukannya desain struktur kurikulum sebuah lembaga pendidikan. Buku dengan pendekatan teoritis-aplikatif ini, mengajak para pembaca untuk mengenali terlebih dahulu secara teoritis pengembangan kurikulum, konsep KTSP, hingga aplikasi KTSP dalam pengembangan bahan ajar. Keunggulan buku ini terletak pada integralitas konsep dan paparan penulis tentang kurikulum model KTSP meliputi penggambaran kurikulum, pengorganisasian kurikulum, dan penerapan kurikulum dalam PAI. Uraian dan pemaparannnya didasarkan pada hasil kajian lapangan pada praktik pembelajaran PAI di madrasah, sehingga buku ini lebih aktual dalam penyusunannya.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Muzayyin. 2010. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT
Bumi Aksara
Basri, Hasan. 2009. Filsafat Pendidikan Islam, Bandung :
Pustaka Setia
Hamalik, Oemar. 2008. Dasar-dasar
Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya
Hisyam, Suyanto dan Djihad.
2000. Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III, Jakarta: Adicita
Karya Nusa
Kemendikbud. 2013. Modul
pelatihan implementasi kurikulum. Jakarta: badan pengembang SDM pendidikan
dan kebudayaan dan penjaminan mutu pendidikan
Mudlofir, Ali.
2011. Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Bahan
Ajar dalam Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Rajawali Pers. Cet 1
Muhaimin, Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi (Jakarta:
PT Rajagrafindo Persada.2010)
Olson, B.R. Hergegenhan
dan Mattew. 2010. Theories of Learning
(Teori Belajar), Jakarta : Kencana
Rohmad, Ali. 2004. Kapita
Selekta Pendidikan, Jakarta: Pt. Bina Ilmu
Sagala, Syaiful. 2009. Kemampuan
Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan Bandung: Alfabeta
Sanjaya, Wina. 2009. Kurikulum
dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: Kencana
Prenada
Suharto, Toto. 2011. Filsafat Pendidikan Islam, Jogjakarta:
Ar-Ruz Media
Tim MEDP. 2008. Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan
Islam
Usman, Moh. Uzer. 2006. Menjadi Guru Profesional, (Bandung : PT
Remaja Rosdakarya
Zaini, Muhammad. 2009. Pengembangan
Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi. Yogyakarta: Teras
[1] Moh. Uzer Usman, Menjadi
Guru Profesional, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 145.
[2] Muzayyin Arifin, Filsafat
Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), hlm. 77
[3] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di
Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi (Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada.2010), hlm15
[4] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di
Sekolah,Madrasah dan Perguruan Tinggi (Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada.2010), hlm 23
[5] Ali Rohmad, Kapita Selekta
Pendidikan, (Jakarta: Pt. Bina Ilmu, 2004), hlm. 29
[6] Ali Rohmad, Kapita Selekta
Pendidikan, (Jakarta: Pt. Bina Ilmu, 2004), hlm. 29
[7] Ali Rohmad, Kapita Selekta
Pendidikan, (Jakarta: Pt. Bina Ilmu, 2004), hlm. 30
[8] Muhammad Zaini, Pengmbangan
Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi, (Yogyakarta: Teras.
2009), hlm. 22
[9] Oemar Hamalik, Dasar-dasar
Pengembangan Kurikulum. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 57
[10] Oemar Hamalik, Dasar-dasar
Pengembangan Kurikulum. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 68
[11] Oemar Hamalik, Dasar-dasar
Pengembangan Kurikulum. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 57
[12] Oemar Hamalik, Dasar-dasar
Pengembangan Kurikulum. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 58
[13] Muhammad Zaini, Pengembangan
Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi. (Yogyakarta: Teras,
2009), hlm 45
[14] Muhammad Zaini, Pengembangan
Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi. (Yogyakarta: Teras,
2009), hlm 45
[15] Hasan Basri, Filsafat
Pendidikan Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2009), hlm. 129-130
[16] B.R. Hergegenhan dan Mattew H Olson, Theories of Learning (Teori Belajar), (Jakarta : Kencana, 2010),
hlm. 324.
[17] Hasan Basri, Filsafat
Pendidikan Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2009), hlm. 130
[18] Toto Suharto, Filsafat
Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruz Media, 2011), hlm. 131
[19] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana Prenada, 2009), hlm. 28
[20] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana Prenada, 2009), hlm. 28
[21] Syaiful Sagala, Kemampuan
Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 156
[22] Tim MEDP, Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam,
2008).
[23] Suyanto dan Djihad Hisyam, Pendidikan
di Indonesia Memasuki Milenium III,(Jakarta: Adicita Karya Nusa, 2000),
hlm. 17
[24] Kemendikbud, Modul pelatihan
implementasi kurikulum 2013 ( Jakarta: badan pengembang SDM pendidikan dan
kebudayaan dan penjaminan mutu pendidikan),hlm.78
[25] Kemendikbud, Modul pelatihan
implementasi kurikulum 2013 (Jakarta: badan pengembang SDM pendidikan dan
kebudayaan dan penjaminan mutu pendidikan),hlm.78
[26] Kemendikbud, Modul pelatihan implementasi kurikulum 2013
(Jakarta: badan pengembang SDM pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan mutu
pendidikan),hlm.78
[27] Kemendikbud, Modul pelatihan implementasi kurikulum 2013
(Jakarta: badan pengembang SDM pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan mutu
pendidikan),hlm.78
[28] Kemendikbud, Modul pelatihan implementasi kurikulum 2013
(Jakarta: badan pengembang SDM pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan mutu
pendidikan),hlm.80
[29] Kemendikbud, Modul pelatihan implementasi kurikulum 2013
(Jakarta: badan pengembang SDM pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan mutu
pendidikan),hlm.80
[30] Kemendikbud, Modul pelatihan implementasi kurikulum 2013
(Jakarta: badan pengembang SDM pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan mutu
pendidikan),hlm.81
[31] Kemendikbud, Modul pelatihan implementasi kurikulum 2013
(Jakarta: badan pengembang SDM pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan mutu
pendidikan),hlm.81
[32] Kemendikbud, Modul pelatihan implementasi kurikulum 2013
(Jakarta: badan pengembang SDM pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan mutu
pendidikan),hlm.82
[33] Ali Mudlofir, Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan dan Bahan Ajar dalam Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT.
Rajawali Pers, 2011). Cet 1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar