Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Minggu, 13 Mei 2018

MAKALAH LANDASAN DAN PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Penyelenggara pendidikan selalu melakukan proses perbaikan, modifikasi, dan evaluasi pada kurikulum yang digunakan. Di dalam proses pengendalian mutu, kurikulum merupakan perangkat yang sangat penting karena menjadi dasar untuk menjamin kompetensi keluaran dari proses pendidikan. Kurikulum harus selalu diubah secara periodik untuk menyesuaikan dengan dinamika kebutuhan pengguna dari waktu ke waktu. Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang sengaja didirikan dan diselenggarakan dengan hasrat dan niat (rencana yang sugguh-sungguh) untuk mengejawatahkan ajaran dan nilai-nilai Islam, sebagaimana tertuang atau terkandung dalam visi,misi, tujuan, program kegiatan maupun pada prakti pelaksanaan kependidikannya. Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam (PAI) merupakan salah satu perwujudan dari pengembangan sistem pendidikan Islam. Kurikulum sifatnya dinamis karena selalu berubah-ubah sesuai dengan  perkembangan dan tantangan zaman. Semakin maju peradaban suatu bangsa, maka semakin berat pula tantangan yang dihadapinya.

B.  Rumusan Masalah
1.      Mengapa dalam kurun waktu tertentu kurikulum sekolah (terutama kurikulum pendidikan agama islam) harus selalu ditinjau kembali untuk dikembangkan?
2.      Bagaimana landasan dan prinsip pengembangan kurikulum pendidikan Islam?
3.      Bagaimana peran kepala sekolah dan guru dalam pengembangan kurikulum pendidikan Islam?
4.      Bagaimana perbandingan model Kurikulum 2013 (K-13) dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) khususnya mata pelajaran PAI?
5.      Bagaimana intisari dari buku dengan judul “Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Bahan Ajar dalam Pendidikan Agama Islam” Karangan Dr. H. Ali Mudlofir, M.Ag?

C.  Tujuan Masalah
  1. Untuk mengetahui mengapa dalam kurun waktu tertentu kurikulum sekolah (terutama kurikulum pendidikan agama islam) harus selalu ditinjau kembali untuk dikembangkan
  2. Untuk mengetahui landasan dan prinsip pengembangan kurikulum pendidikan Islam
  3. Untuk mengetahui peran kepala sekolah dan guru dalam pengembangan kurikulum pendidikan Islam
  4. Untuk mengetahui perbandingan model Kurikulum 2013 (K-13) dengan  pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) khususnya mata pelajaran PAI
6.      Untuk mengetahui intisari dari buku dengan judul “Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Bahan Ajar dalam Pendidikan Agama Islam” Karangan Dr. H. Ali Mudlofir, M.Ag



BAB II
PEMBAHASAN

A.  Kurikulum Sekolah (Terutama Kurikulum Pendidikan Agama Islam) harus selalu ditinjau kembali untuk dikembangkan
Salah satu kunci untuk menentukan kualitas lulusan adalah kurikulum pendidikannya. Karena pentingnya maka setiap kurun waktu tertentu kurikulum selalu dievaluasi untuk kemudian disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi dan kebutuhan pasar. Departemen Pendidikan Nasional juga secara teratur melakukan evaluasi terhadap peraturan yang terkait dengan kurikulum. Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan teknologi, pengetahuan dan metode belajar semakin lama semakin maju pesat. Oleh karena itu, tidak mungkin dalam suatu instansi pendidikan tetap mempertahankan kurikulum lama, hal ini dikhawatirkan akan mengakibatkan suatu instansi sekolah tidak dapat sejajar dengan sekolah-sekolah yang lain.
Kurikulum memiliki esensi berupa program dalam mencapai tujuan.  Sebagai sebuah rencana.[1]  kurikulum mempunyai peran sentral dalam menunjang keberhasilan sebuah pendidikan, terutama pendidikan Islam yang bertujuan membentuk akhlakul karimah, maka kurikulum yang direncanakan serta dikembangkan haruslah benar-benar memenuhi kriteria-kriteria yang memungkin tercapainya tujuan pendidikan Islam. Antara tujuan pendidikan Islam dengan program (kurikulum) merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, hal ini disebabkan karena suatu tujuan yang hendak dicapai haruslah terlukiskan di dalam program (kurikulum), bahkan program itulah yang akan mencerminkan arah dan tujuan yang diinginkan dalam proses kependidikan.[2]
Pendidikan agama Islam (PAI) di sekolah dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu PAI sebagai aktivitas dan PAI sebagai fenomena.[3] Selama ini pelaksanaan pendidikan agama yang berlangsug di sekolah masih mengalami banyak kelemahan.
Pendidikan agama Islam masih dianggap gagal. Kegagalan ini disebabkan karena praktik pendidikannya haya memperhatikan aspek kongnitif semata dari pertumbuhan kesadaran nilai-nilai (agama) dan mengabaikan pembinaan aspek afektif dan konatif-volitif yakni kemauan dan tekad untuk mengamalkan nilai-niali ajaran agama. Akibatnya terjadi kesenjanagan antara pengetahuan dan pengalaman antara gnosis dan praxis dalam kehidupan nilai agama. Atau dalam praktik pendidikan agama berubah menjadi pengajaran agama, sehingga tidak mampu membentuk pribadi-pribadi bermoral,  padahal intisari pendidikan agama adalah pendidikan moral.[4]
Ada beberapa alasan mengapa kurikulum perlu dikembangkan sebaik mungkin, diantaranya;
1.    Konsevatif Kurikulum
Kurikulum yang tidak sesuai dengan tuntutan sosial, tidak sesuai lagi dengan  perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan juga tidak sesuai dengan dunia kerja, maka sudah jelas kurikulum akan mengalami problem, yaitu akan terjadi pengangguran pada lulusan sekolah. Dengan melihat data tersebut kurikulum perlu dirubah, dikembangkan dan diperbaruhi.[5]
 Kurikulum yang telah usang korbannya bukan hanya terletak pada peserta didik saja, tapi dampak negatifnya akan menimpa pada lembaga sekolah. Lembaga akan dijauhi masyarakat, sekolah akan ketinggalan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga akan sulit akan membangun tujuan nasional yang telah direncanakan pada sebelumnya.[6]
Kurikulum pendidikan harus bersifat dinamis, senantiasa berubah menyesuaikan dengan keadaan suapaya dapat memantapkan belajar dan hasil  belajar. Secara garis besar perubahan kurikulum dilatar belakangi oleh beberapa hal. Akan tetapi kata-kata perubahan bukan menghapus kurikulum sebelumnya secara sepenuhnya akan tetapi menyempurnakan dan mengembangkan
2.    Sentralisasi dan desentralisasi kurikulum
Sentralisasi merupakan problem kurikulum yang paling utama, yang memunculkan pengembangan kurikulum tingkat otonomi daerah, sebagaimana yang dikemukakan oleh menteri pendidikan fuad Hasan, bahwa tidak mungkin diterapkannyua kurikukulum yang baku (sentralisasi) di seluruh Indonesia. karena setiap daerah mempunyai kadar potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang berbeda, diharapkan dengan potensi tersebut setiap daerah dapat mengembangkan dan mengelola sesuai dengan potensinya masing-masing. Dimana poteni-potensi tersebut dapat diintegrasikan dalam kurikulum muatan lokal.[7]
Kurikulum yang diberlakukan di sekolah hanya satu dan pusat, sehingga faktor daerah seringkali kurang diperhatikan. Didalam pengelolaan, seharusnya dihindari sentralisasi kurikulum, dan digunakan sebanyak mungkin desentralisasi kurikulum. Untuk menuju kurikulum yang berbasis desentralisasi tersebut diperlukan pengembangan kurikulum.
3.    Tingkat kematangan siswa
Tingkat kematangan siswa juga menjadi alasan pengembangan kurikulum, karena setiap peserta didik mempunyai jenjang pendidikan yang berbeda. Jika kurikulum pendidikan tidak berusaha disesuaikan dengan tingkatan peserta didik maka tujuan pembelajaran akan sulit tercapai. Untuk itu para pakar pengembang kurikulum membuat suatu pemikiran agar anak dapat belajar dengan baik, memperoleh ilmu pengetahuan, merubah sikap, dan memperoleh pengalaman, dengan cara mengembangkan kurikulum yang berdasarkan asas psikologi peserta didik.[8]

B.  Landasan dan Prinsip Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam
Landasan Pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam pada hakikatnya adalah faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan oleh para  pengembang kurikulum ketika hendak mengembangkan atau merencanakan suatu kurikulum lembaga pendidikan.[9] Landasan-landasan tersebut antara lain :
1.    Landasan Agama
Dalam mengembangkan kurikulum sebaiknya berlandaskan pada Pancasila terutama sila ke satu “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Di Indonesia menyatakan  bahwa kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing individu. Dalam kehidupan, dikembangkan sikap saling menghormati dan bekerjasama antara pemeluk- pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga dapat terbina kehidupan yang rukun dan damai.[10]
2.    Landasan Filsafat
Filsafat pendidikan dipengaruhi oleh dua hal yang pokok, yaitu cita-cita masyarakat dan kebutuhan peserta didik yang hidup di masyarakat. Filsafat adalah cinta pada kebijaksanaan (love of wisdom). Agar seseorang dapat berbuat bijak, maka harus berpengetahuan, pengetahuan tersebut diperoleh melalui proses  berpikir secara sistematis, logis dan mendalam. Filsafat dipandang sebagai induk segala ilmu karena filsafat mencakup keseluruhan pengetahuan manusia yaitu meliputi metafisika, epistimologi, aksiologi, etika, estetika, dan logika.[11]
3.    Landasan Psikologi Belajar
Kurikulum belajar mengetengahkan beberapa teori belajar yang masing-masing menelaah proses mental dan intelektual perbuatan belajar tersebut. Kurikulum yang dikembangkan sebaiknya selaras dengan proses belajar yang dilakukan oleh siswa sehingga proses belajarnya terarah dengan baik dan tepat.[12]
4.    Landasan Sosio-budaya 
Nilai social-budaya dalam masyarakat bersumber dari hasil karya akal budi manusia, sehingga dalam menerima, menyebarluaskan, dan melestarikannya manusia menggunakan akalnya. Setiap masyarakat memiliki adat istiadat, aturan-aturan, dan cita-cita yang ingin dicapai dan dikembangkan. Dengan adanya kurikulum di madrasah diharapkan pendidikan dapat memperhatikan dan merespon hal-hal tersebut.[13]
5.    Landasan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Pendidikan merupakan suatu usaha penyiapan peserta didik untuk menghadapi lingkungan hidup yang mengalami perubahan yang semakin pesat dan terus berkembang. Sehingga dengan bekal ilmu pengetahuan dan teknologi,setelah siswa lulus diharapkan dapat menyesuaikan diri di lingkungannya dengan baik.[14]

Dengan melihat landasan pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam diatas maka pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam berdasarkan pada prinsip- prinsip yang antara lain :
1.    Prinsip pertautan dengan Agama, artinya bahwa semua elemen kurikulum baik aspek tujuan, materi, alat dan metode dalam pendidikan Islam selalu menyandarkan pada dasar-dasar ajaran Islam yang tertuang dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.
2.    Prinsip Universal, universal disini dimaksudkan bahwa tujuan dan cakupan kurikulum pendidikan Islam harus mencakup semua aspek yang mendatangkan manfaat, baik bagi peserta didik, baik yang bersifat jasmaniyah maupun rohaniyah. Cakupan isi kurikulum menyentuh akal dan qalbu peserta didik. Pendidikan yang dikembangkan sebisanya dikembangkan bukan pendidikan sekuler, melainkan sebaliknya yaitu pendidikan rasional yang mempunyai arti mengajarkan materi-metari yang bermanfaat bagi kehidupan akhirat dan dunia bagi peserta didik. Dengan demikian dalam pendidikan Islam tidak ada dikotomi antara ilmu umum dan ilmu Agama.[15]
3.    Prinsip keseimbangan antara tujuan yang ingin dicapai suatu lembaga pendidikan dengan cakupan materi yang akan diberikan kepada peserta didik. Keseimbangan ini meliputi materi yang bersifat religi-akhirat dan profane-keduniaan dengan mencegah orientasi sepihak saja. Hakikat dari prinsip keseimbangan ini , didasarkan pada firman Allah Swt dalam surat al-Qashas ayat 77.
Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù š9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( Ÿwur š[Ys? y7t7ŠÅÁtR šÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJŸ2 z`|¡ômr& ª!$# šøs9Î) ( Ÿwur Æ÷ö7s? yŠ$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ  
Artinya : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri kalian, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sessungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.

Ayat tersebut adalah perintah yang bersifat wajib, artinya umat Islam wajib melaksanakan keseimbangan hidup antara keduniaan dan keakhiratan, kesimbangan cara berfikir bersifat rasional dan hati nurani. Apabila kita kaitkan dengan penyusunan kurikulum maka pedoman kurikulum mencerminkan keseimbangan tujuan pembelajaran dan materi-materi yang diarahkan pada pencapaian keseimbangan tujuan duniawi dan tujuan ukhrowi.
4.    Prinsip keterkaitan dengan bakat, minat, kemampuan dan kebutuhan pelajar, dengan lingkungan sekitar baik fisik maupun social. Dengan prinsip ini kurikulum pendidikan Islam berkeinginan menjaga keaslian peserta didik yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini selaras dengan pendapat Jean Peaget tentang pendidikan, ia mengatakan bahwa pindidikan harus diindividulisasikan dengan menyadari bahwa kemampuan untuk mengasimilasi akan berbeda dari satu individu dengan individu yang lain, konsekuensinya materi pendidikan harus memperhatikan pebedaan peserta didik.[16]
5.    Prinsip fleksibelitas, maksdunya kurikulum pendidikan Islam dirancang dan dikembangkan berdasakan prinsip dinamis dan up to date terhadap pekembangan dan kebutuhan masyarakat, bangsa dan Negara. Anak didik yang berkarakte menjadi dambaan bukan hanya sebagai orang tua tetapi juga menadi kebutuhan bangsa dan Negara mengingat anak merupakan generasi penerus bangsa yang akan mengemban amanat kepemimpinan di masa yang akan datang.[17]
6.    Prinsip memperhatikan perbedaan individu, peserta didik merupakan pribadi yang unik dengan keadaan latar belakang social ekonomi dan psikologis yang beraneka macam, maka penyusunan kurikulum pendidikan Islam haruslah memperhatikan keberAgamaan latar belakang tersebut demi tercapainya tujuan pendidikan itu sendiri.
7.    Prinsip pertautan antara mata pelajaran dengan aktifitas fisik yang tercakup dalam kurikulum pendidikan Islam. Petautan ini menjadi urgen dalam rangka memaksimalkan peran kurikulum sebagai sebuah program dengan tujuan tercapainya manusia yang berakhlak.[18] Dari prinsip-prinsip yang telah disebutkan di atas, al-Syaibani mengatakan bahwa kurikulum pendidikan Islam merupakan kurikulum yang diilhami oleh nilai dan ajaran Agama Islam, yang selalu berkomitmen memperhatikan aktifitas manusia modern. Meskipun dikatakan bahwa kurikulum pendidikan Islam bersifat fleksibel dengan mengikuti dinamika perubahan zaman, namun tetap dengan memegang teguh identitas keIslamannya.

C.  Peran Kepala Sekolah dan Guru dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam
Kepala sekolah merupakan tokoh kunci dalam manajemen sekolah. Padanyalah kebijakan dan keputusan mengenai berbagai hal. Secara umum, peran dan fungsi kepala sekolah adalah sebagai berikut.
Pertama, peran sebagai sebagai manajer. Sebagai manajer, kepala sekolah bertanggung jawab atas manajemen sekolah. Kepala sekolah mengkoordinasikan kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, memimpin, dan mengendalikan segenap usaha pencapaian tujuan pendidikan. Lalu, bagaimana implementasinya dalam pengembangan kurikulum sekolah?
Dalam aspek perencanaan, kepala sekolah merupakan pelaku yang selalu terlibat dan bahkan sering menjadi tumpuan dalam kegiatan perencanaan dan pengembangan kurikulum, mulai dari konsep hingga hal-hal yang lebih teknis. Bisa jadi ia tidak terlibat secara fisik pada keseluruhan kegiatan perencanaan, namun kepala sekolah terus melakukan pemantauan dari waktu ke waktu.
Dalam aspek pengorganisasian, kepala sekolah mengorganisasikan unsur-unsur, baik unsur manusia maupun unsur nonmanusia. Unsur-unsur itu diorganisasikan untuk membangun sinergi antarunsur. Dari sinergi tersebut tercipta daya baru dengan kualitas yang lebih bernilai bagi pengembangan kurikulum sekolah. Dalam aspek pelaksanaan, kepala sekolah juga sebagai pelaksana lapangan. Ia adalah orang yang mengkoordinasikan pengembangan kurikulum, dan sekaligus menerjadikan atau menerapkan kuirikulum.Kepala sekolah mengemban tugas memimpin. Dalam hal ini kepala sekolah mengarahkan dan memberi komando. Hal yang mendasar di sini adalah kepala sekolah harus berperan sebagai penanggung jawab atas pengembangan kurikulum sekolah.
Kedua, peran sebagai inovator. Sebagai tokoh penting di sekolah, kepala sekolah harus mampu melahirkan ide-ide baru yang kreatif. Pengembangan kurikulum sering kali bermula dari gagasan kepala sekolah. Mengingat kedudukannya sebagai pihak yang mengemban tanggung jawab atas sekolah yang dipimpinnya, maka pada diri kepala sekolah cenderung muncul dorongan-dorongan untuk terus memajukan sekolah. Karena kewenangan yang dimilikinya, ide-ide barunya menjadi lebih terbuka untuk diimplementasikan di sekolah. Begitu pula dalam konteks pengembangan kurikulum sekolah ini. Kepala sekolah harus mampu manghadirkan inspirasi dan ide pembaharuan, sehingga program sekolah (kurikulum) yang dijalankan senantiasa aktual/mutakhir.
Ketiga, peran sebagai fasilitator. Dalam pengembangan kurikulum, pelaksana teknis pengembangan biasanya tidak langsung oleh kepala sekolah, melainkan oleh tim khusus yang ditunjuk. Namun demikian, kepala sekolah terus melakukan komunikasi dengan tim itu dan memfasilitasinya untuk mengatasi berbagai persoalan yang muncul. Kepala sekolah harus membantu mengatasi persoalan, melayani konsultasi tim, dsb.
Kepala sekolah mempunyai kedudukan strategis dalam pengembangan kurikulum. Sebagai pemimpin professional, ia menerjemahkan perubahan masyarakat dan kebudayaan, termasuk generasi muda, ke dalam kurikulum. Dialah tokoh utama yang mendorong guru agar senantiasa melakukan upaya-upaya pengembangan, baik bagi diri guru maupun tugas keguruannya. Karena itu, kepala sekolah perlu mempunyai latar belakang yang mendalam tentang teori dan praktik kurikulum. Perubahan kurikulum hanya akan berjalan dengan dukungan dan dorongan kepala sekolah. Ia dapat membangkitkan atau mematikan perubahan kurikulum di sekolahnya.
Masih bnyak pihak lain, selain kepala sekolah, yang dapat membantu pengembangan kurikulum. Namun demikian, kepala sekolah dan guru merupakan pemeran utama, yang perlu menerima, mempertimbangkan, dan memutuskan apa yang akan dimasukkan dalam kurikulum sekolah. Kepala sekolah dan stafnya mesti bekerja dalam kerangka patokan yang ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Nasional.
Selain kepala sekolah ada juga yang memiliki wewenang dalam pengembangan kurikulum. Dalam konteks hubungan guru dan kurikulum, pengembangan kurikulum menjadi tugas penting yang harus dilaksanakan oleh semua pengembang kurikulum, termasuk guru, di setiap tingkat pendidikan. Setidaknya ada empat peran yang harus dijalankan oleh guru dalam mengembangkan kurikulum, yaitu[19]:
1.      Sebagai implementer (pelaksana) kurikulum
Sebagai implementer atau pelaksana kurikulum, guru berperan untuk menjalankan kurikulum yang telah disusun. Kurikulum ini harus diaplikasikan oleh guru dalam setiap proses pembelajaran di sekolah, khususnya di kelas. Dengan demikian, ruang peran guru sebagai implementer kurikulum tidak sampai kepada penentuan isi dan target kurikulum, tetapi hanya terbatas pada  penentuan kegiatan-kegiatan pembelajaran, mulai dari perencanaannya sampai kepada pelaksanaannya. Dalam peran ini, kedudukan guru adalah sebagai tenaga teknis yang hanya bertanggung jawab dalam mengimplementasikan berbagai ketentuan yang ada.[20]
Adapun peran dan tanggung jawab guru dalam pelaksanaan kurikulum PAI adalah seperti berikut:
a.    Melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan rencana pembelajaran.
b.    Menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran dan lingkungan sekolah.
c.    Memanfaatkan media pembelajaran yang sesuai dengan materi dan kondisi sekolah.
d.   Menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan.
e.    Mengembangkan interaksi pembelajaran (strategi, metode dan tehnik yang tepat).
f.     Mengelola kelas dengan baik dan sesuai dengan alokasi waktu yang tersedia.
g.    Merefleksikan pelaksanaan proses pembelajaran yang dilakukan.
h.    Berkonsultasi dengan kepala Madrasah/ Pengawas untuk mengatasi kendala.
i.       Membantu kesulitan siswa dalam proses belajar.

Proses implementasi kurikulum untuk semua bidang studi atau mata  pelajaran, khususnya PAI selalu menggambarkan keterkaiatan proses dengan tujuan dan konten, kejelasan teori belajar, keterkaitan dengan sosial, budaya, teknologi, ketersediaan fasilitas alat, alokasi waktu, fleksibilitas, peran guru dan  peserta didik, peran evalusi dan perlunya feedback.[21]
2.      Sebagai developer(pengembang) kurikulum
Sebagai developer (pengembang) kurikulum, guru diberi kewenangan untuk mendesain kurikulum madrasah. Peran pengembangan kurikulum ini terkait erat dengan karakteristik, visi dan misi sekolah atau madrasah, serta pengalaman  belajar yang dibutuhkan oleh siswa. Pelaksanaan peran ini dapat dilihat dalam  pembuatan dokumen kurikulum, pengembangansilabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran, dan muatan lokal (Mulok) sebagai bagian dari struktur Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Pembuatan dan pengembangan kurikulum muatan lokal sepenuhnya diserahkan kepada tiap-tiap satuan pendidikan. Kurikulum ini dikembangkan sesuai dengan kebutuhan tiap-tiap sekolah sesuai dengan character distingtif-nya karena setiap sekolah memiliki kurikulum mulok tersendiri, maka ada kemungkinan terjadi perbedaan kurikulum mulok antar sekolah atau madrasah. Dalam kaitannya posisi guru sebagai developer atau pengembang kurikulum. Guru dituntut aktif, kreatif, dan komitmen tinggi dalam penyusunan dokumen kurikulum PAI, seperti:
  1. Mengikuti in house training tentang konsep dasar dan pengembangan kurikulum.
  2. Berperan aktif dalam tim perekayasa dan pengembang kurikulum sesuai dengan kelompok bidang studi.
  3. Berperan aktif dalam penyusunan standar isi dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
  4. Berperan aktif dalam menyusun Standar Kompetensi (SK) dan Kopetensi Dasar (KD) serta pemetaannya.
  5. Mengembangkan silabus pembelajaran.
  6. Menyusun RPP dan perangkat operasional yang mendukung RPP, seperti Lembar Kerja Siswa dan bahan ajar (seperti modul pembelajaran).


3.      Sebagai adapter (penyelaras) kurikulum
Sebagai adapter, guru memiliki kewenangan untuk menyesuaikan kurikulum dengan karakteristik sekolah dan kebutuhan lokal (kebutuhan siswa dan daerah). Dalam fase ini,tugas pertama seorang guru adalah memahami dengan baik karakteristik sekolahnya, tugas kedua adalah mengakomodir kebutuhan-kebutuhan masyarakat dan daerahnya, dan tugas ketiga adalah membuat desain kurikulum sekolah sesuai kebutuhan madrasah dan masyarakat lokal. Berikut ini adalah langkah-langkah memahami karakteristik dan kebutuhan masyarakat di sekitar madrasah atau sekolah, yaitu[22]:
a.    Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan masyarakat terhadap madrasah atau sekolah.
Kegiatan ini dilakukan untuk menelaah dan mendata berbagai keadaan dan kebutuhan sekitar madrasah yang bersangkutan. Data tersebut dapat diperoleh dari berbagai pihak yang terkait di daerah sekitar madrasah yang  bersangkutan seperti masyarakat sekitar madrasah, Pemda/ Bappeda, Instansi vertikal terkait, PerguruanTinggi, dunia usaha/ industri, dan potensi daerah yang bersangkutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya, dan kekayaan alam. Keadaan daerah seperti telah disebutkan dapat diketahui antara lain dari:
1)   Rencana pembangunan daerah bersangkutan termasuk prioritas  pembangunan daerah baik jangka pendek maupun jangka panjang.
2)   Pengembangan ketenagakerjaan termasuk jenis kemampuan dan keterampilan yang diperlukan.
3)   Aspirasi masyarakat mengenai pelestarian alam dan pengembangan daerahnya. 

b.    Menentukan fungsi dan susunan atau komponen muatan yang sesaui dengan kebutuhan madrasah dan masyarakat sekitar.
Berdasarkan kajian dari beberapa sumber seperti di atas dapat diperoleh berbagai jenis kebutuhan. Berbagai jenis kebutuhan ini dapat mencerminkan fungsi muatan kurikulum lembaga, antara lain untuk:
1)   Melestarikan dan mengembangkan kajian kitab kuning
2)   Meningkatan amaliah salafiah.
3)   Meningkatkan kemampuan berwirausaha.

c.    Berdasarkan fungsi muatan dan kebutuhan lembaga tersebut dapat ditentukan kajian kebutuhan lokal
Kegiatan ini pada dasarnya untuk mendata dan mengkaji berbagai kemungkinan muatan lokal yang dapat diangkat sebagai bahan kajian sesuai dengan dengan keadaan dan kebutuhan madrasah. Penentuan bahan kajian kebutuhan lokal didasarkan pada kriteria berikut:
1)   Kesesuaian dengan tingkat perkembangan peserta didik.
2)   Kemampuan guru dan ketersediaan tenaga pendidik yang diperlukan.
3)   Tersedianya sarana dan prasarana
4)   Tidak menimbulkan kerawanan sosial dan keamanan.
5)   Kelayakan berkaitan dengan pelaksanaan di madrasah.
6)   Lain-lain yang dapat dikembangkan sendiri sesuai dengan kondisi dan situasi daerah.

d.   Menentukan Mata Pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan madrasah dan masyarakat.
Berdasarkan bahan kajian kebutuhan lembaga tersebut dapat ditentukan mata pelajaran dan kegiatan pembelajarannya. Kegiatan  pembelajaran ini pada dasarnya dirancang agar bahan kajian kebutuhan lokal dapat memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan perilaku kepada  peserta didik agar mereka memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan sikap  perilaku yang sesuai dengan harapan lembaga dan masyarakat sekitar sesuai dengan nilai-nilai atau aturan yang berlaku di lingkungan madrasah dan mendukung kelangsungan pembangunan daerah serta pembangunan nasional.


e.    Mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar serta silabus.
Korelasinya dengan pendidik atau guru sebagai adapter atau penyelaras kurikulum PAI, seorang guru dituntut untuk memahami situasi, kondisi dan momentum karakteristik miilieu yang ada di sekolahnya, sehingga dapat melaksanakan tugas guru sebagai adapter dalam penerapan kurikulum PAI di institusinya sendiri.

4.      Sebagai researcher (peneliti) kurikulum. Pada fase ini guru mempunyai peranan sebagai peneliti kurikulum (curriculum researcher ).
Peran ini dilaksanakan sebagai bagian dari tugas profesional guru yang memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kinerjanya sebagai guru. Dalam melaksanakan perannya sebagai peneliti, guru memiliki tanggung jawab untuk menguji berbagai komponen kurikulum, misalnya menguji bahan-bahan kurikulum, menguji efektifitas program, menguji strategi dan model pembelajaran dan lain sebagainya termasuk mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai target kurikulum. Metode yang digunakan oleh guru dalam meneliti kurikulum adalah PTK dan Lesson Study
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah metode penelitian yang berangkat dari masalah yang dihadapi guru dalam implementasi kurikulum. Melalui PTK, guru berinisiatif melakukan penelitian sekaligus melaksanakan tindakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Dengan demikian, dengan PTK bukan saja dapat menambah wawasan guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya, akan tetapi secara terus menerus guru dapat meningkatkan kualitas kinerjanya.
Sedangkan lesson study adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang guru/sekelompok guru yang bekerja sama dengan orang lain (dosen, guru mata  pelajaran yang sama/ guru satu tingkat kelas yang sama, atau guru lainya), merancang kegiatan untuk meningkatkan mutu belajar siswa dari pembelajaran yang dilakukan oleh salah seorang guru dari perencanaan pembelajaran yang dirancang bersama/sendiri, kemudian di observasi oleh teman guru yang lain dan setelah itu mereka melakukan refleksi bersama atas hasil pengamatan yang baru saja dilakukan.
Dunia pendidikan di Indonesia sudah mengalami beberapa perubahan kurikulum. Hal ini bukan berarti ganti menteri pendidikan ganti kurikulum, seperti pendapat sebagian guru, melainkan kurikulum harus selalu berubah sesuai dengan tuntutan jaman.
Sekolah dan komite sekolah mengembangkan kurikulum tingkat satuan  pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum, dan standar kompetensi, dibawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan setempat. Dengan adanya otonomi sekolah memotivasi guru untuk mengubah paradigma sebagai “curriculum user ” menjadi “curriculum developer”. Guru mampu keluar dari kultur kerja konvensional menjadi kultur kerja kontemporer yang dinamis, dan guru mampu memainkan peran sebagai “agent of change”. Hendaknya guru mengajar anak-anak kita sesuai dengan zamannya.
Pada era globalisasi seperti ini, madrasah dengan melibatkan guru, harus melakukan reformasi dan inovasi dalam proses belajar mengajar dan kurikulum secara terus menerus. Untuk dapat  melakukan reformasi dan inovasi pendidikan, diperlukan dukungan empirik yang dihasilkan melalui kegiatan penelitian. Jika tidak, guru akan terisolasi dari pengetahuan dan informasi mutakhir. Tanpa ada dukungan penelitian, proses pendidikan akan mandek dan reformasi serta inovasi mustahil dapat dilakukan. Hasil penelitian dapat membantu guru untuk mengambil keputusan yang tepat dan akurat untuk kepentingan proses belajar mengajar dan  pembenahan kurikulum. Jika keputusan tersebut dibantu dengan hasil penelitian,  proses belajar mengajar dan kurikulum dapat dicapai dengan optimal dan efektif. Pembelajaran yang efektif merupakan hal yang kompleks dan rumit untuk dapat dikonsepsikan dan dibentuk paradigmanya secara tunggal dan universal.[23]


D.  Perbandingan Model Pengembangan Kurikulum 2013 (K-13) dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan dapat mewujudkan proses berkembangnya kualitas pribadi peserta didik sebagai generasi  penerus bangsa di masa depan, yang diyakini akan menjadi faktor determinan bagi tumbuh kembangnya bangsa dan negara Indonesia sepanjang zaman.[24]
Dari sekian banyak unsur sumber daya pendidikan, kurikulum merupakan salah satu unsur yang memberikan kontribusi yang signifikan untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi peserta didik. Jadi tidak dapat disangkal lagi bahwa kurikulum yang dikembangkan dengan berbasis pada kompetensi sangat diperlukan sebagai instrumen untuk mengarahkan peserta didik menjadi:
1.      Manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah
2.      Manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,  berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri
3.      Warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Kurikulum sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (19) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan  pendidikan tertentu. Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006 yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu.[25]
1.    Rasional Pengembangan Kurikulum 2013 Pengembangan kurikulum perlu dilakukan karena adanya berbagai tantangan yang dihadapi, baik tantangan internal maupun tantangan eksternal.[26]
a.    Tantangan Internal
 Tantangan internal antara lain terkait dengan kondisi pendidikan dikaitkan dengan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada 8 (delapan)Standar Nasional Pendidikan yang meliputi standar pengelolaan, standar biaya, standar sarana  prasarana, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar isi, standar  proses, standar penilaian, dan standar kompetensi lulusan. Tantangan internal lainnya terkait dengan faktor perkembangan penduduk Indonesia dilihat dari  pertumbuhan penduduk usia produktif.[27]
b.    Tantangan Eksternal
 Tantangan eksternal yang dihadapi dunia pendidikan antara lain berkaitan dengan tantangan masa depan, kompetensi yang diperlukan di masa depan,  persepsi masyarakat, perkembangan pengetahuan dan pedagogi, serta berbagai fenomena negatif yang mengemuka.[28]
c.    Penyempurnaan Pola Pikir
Pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masa depan hanya akan dapat terwujud apabila terjadi pergeseran atau perubahan pola pikir. Pergeseran itu meliputi proses pembelajaran sebagai berikut[29]:
1)             Dari berpusat pada guru menuju berpusat pada siswa.
2)             Dari satu arah menuju interaktif.
3)             Dari isolasi menuju lingkungan jejaring.
4)             Dari pasif menuju aktif-menyelidiki.
5)              Dari maya/abstrak menuju konteks dunia nyata
6)              Dari pembelajaran pribadi menuju pembelajaran berbasis tim.
7)              Dari luas menuju perilaku khas memberdayakan kaidah keterikatan.
8)              Dari stimulasi rasa tunggal menuju stimulasi ke segala penjuru.
9)              Dari alat tunggal menuju alat multimedia.
10)          Dari hubungan satu arah bergeser menuju kooperatif.
11)          Dari produksi massa menuju kebutuhan pelanggan.
12)          Dari usaha sadar tunggal menuju jamak.
13)          Dari satu ilmu pengetahuan bergeser menuju pengetahuan disiplin jamak.
14)          Dari kontrol terpusat menuju otonomi dan kepercayaan.
15)          Dari pemikiran faktual menuju kritis.

d.   Dari penyampaian pengetahuan menuju pertukaran pengetahuan.
Sejalan dengan itu, perlu dilakukan penyempurnaan pola pikir dan penggunaan  pendekatan baru dalam perumusan Standar Kompetensi Lulusan. Perumusan SKL di dalam KBK 2004 dan KTSP 2006 yang diturunkan dari SI harus diubah menjadi perumusan yang diturunkan dari kebutuhan. Pendekatan dalam  penyusunan SKL pada KBK 2004 dan KTSP 2006 dapat dilihat di tabel[30]:
NO
KBK 2004
KTSP 2006
Kurikulum 2013
1
Standar kompetensi lulusan diturunkan dari standar isi
Standar kompetensi lulusan diturunkan dari kebutuhan
2
Standar isi dirumuskan berdasarkan tujuan mata pelajaran (Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran) yang dirinci menjadi standar kompetensi dan kompetensi dasar mata  pelajaran.
Standar isi diturunkan dari standar kompetensi lulusan melalui kompetensi inti yang bebas mata pelajaran
3
Pemisahan antara mata pelajaran membentuk sikap, pembentuk ketrampilan, dan pembentuk  pengetahuan
Semua mata pelajaran harus berkontribusi terhadap pembentukan sikap, keterampilan, dan  pengetauan
4
Kompetensi diturunkan dari mata pelajaran
Mata pelajaran diturunkan dari kompetensi yang ingin dicapai
5
Mata pelajaran lepas satu dengan yang lain, seperti sekumpulan mata pelajaran terpisah
Semu mata pelajaran diikat oleh kompetensi inti (tiap kelas)

e.     Penguatan Tata Kelola Kurikulum
Pada Kurikulum 2013, penyusunan kurikulum dimulai dengan menetapkan standar kompetensi lulusan berdasarkan kesiapan peserta didik, tujuan  pendidikan nasional, dan kebutuhan. Setelah kompetensi ditetapkan kemudian ditentukan kurikulumnya yang terdiri dari kerangka dasar kurikulum dan struktur kurikulum. Satuan pendidikan dan guru tidak diberikan kewenangan menyusun silabus, tapi disusun pada tingkat nasional. Guru lebih diberikan kesempatan mengembangkan proses pembelajaran tanpa harus dibebani dengan tugas-tugas penyusunan silabus yang memakan waktu yang banyak dan memerlukan penguasaan teknis penyusunan yang sangat memberatkan guru.[31]
f.      Pendalaman dan Perluasan Materi
Berdasarkan analisis hasil PISA 2009, ditemukan bahwa dari 6 (enam) level kemampuan yang dirumuskan di dalam studi PISA, hampir semua peserta didik Indonesia hanya mampu menguasai pelajaran sampai level 3 (tiga) saja, sementara negara lain yang terlibat di dalam studi ini banyak yang mencapai level 4 (empat), 5 (lima), dan 6 (enam). Dengan keyakinan bahwa semua manusia diciptakan sama, interpretasi yang dapat disimpulkan dari hasil studi ini, hanya satu, yaitu yang kita ajarkan berbeda dengan tuntutan zaman Analisis hasil TIMSS tahun 2007 dan 2011 di bidang matematika dan IPA untuk peserta didik kelas 2 SMP juga menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Untuk  bidang matematika, lebih dari 95% peserta didik Indonesia hanya mampu mencapai level menengah, sementara misalnya di Taiwan hampir 50% peserta didiknya mampu mencapai level tinggi dan advance. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa yang diajarkan di Indonesia berbeda dengan apa yang diujikan atau yang distandarkan di tingkat internasional.[32]

E.  Intisari Isi Buku “Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Bahan Ajar dalam Pendidikan Agama Islam” Karangan Dr. H. Ali Mudlofir, M.Ag.[33]
Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Saruan Pendidikan dan Bahan Ajar dalam Pendidikan Agama Islam adalah buku karya Dr. H. Ali Mudlofir, M.Ag., seorang wakil dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya. Sesuai dengan latar belakang pendidikan dan profesinya, ia adalah seorang yang produktif menghasilkan banyak karya tentang pendidikan. Karya-karyanya selalu memberikan contoh aplikasi dalam pembelajaran khususnya Pendidikan Agama Islam. Buku ini adalah salah satu karya terbaiknya.
KTSP-secara esensial-merupakan perpaduan antara pengembangan top-down curriculum dengan pengembangan berbasis grassroot. Standar nasional yang disusun pemerintah, harus diterjemahkan ke dalam silabus oleh para pelaksana di lapangan sesuai kondisi lokal masing-masing sekolah. Pada kenyataannya, berbagai pemahaman yang beragam muncul di lapangan dan kadangkala pelaksanaan KTSP sering memunculkan permasalahan. Para pengajar memerlukan standar aplikasi untuk dapat menerjemahkan KTSP ke dalam pengajaran sesuai dengan buku ajar. Buku ini merupakan salah satu referensi dan contoh aplikasi KTSP bagi guru PAI pada tingkat pembelajaran yang ia lakukan setelah dilakukannya desain struktur kurikulum sebuah lembaga pendidikan. Uraian dan paparan dalam buku ini sebagian merupakan hasil kajian lapangan pada praktik pembelajaran PAI di madrasah.
Penerapan KTSP menuntut guru khususnya guru PAI untuk mengembangkan kreatifitasnya dalam pembelajaran. Buku ini ditulis untuk membantu para guru di sekolah/ madrasah dalam mengatasi permasalahan pembelajaran di era KTSP. Buku dengan pendekatan teoritis-aplikatif ini, mengajak pembaca untuk mengenali terlebih dahulu secara teoritis pengembangan kurikulum, konsep KTSP, hingga aplikasi KTSP dalam pengembangan bahan ajar. Keunggulan buku ini terletak pada integralitas konsep dan paparan penulis tentang KTSP meliputi penggambaran  konsep kurikulum (curriculum description), pengorganisasian kurikulum (curriculum organization) dan penerapan kurikulum (curriculum implementation). Buku ini selain mengambil sumber refensi dari buku-buku populer, koran, majalah, makalah dan internet, pemaparan buku ini juga didasarkan pada hasil penelitian lapangan, sehingga buku ini lebih aktual dalam penyusunannya.
Penulis mengutip beberapa pendapat pakar pendidikan tentang pengertian kurikulum, yang kemudian penulis simpulkan bahwa kurikulum bisa dimaknai dalam tiga konteks, yaitu sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik (course of studies), sebagai pengalaman belajar (learning experience) dan sebagai rencana program belajar (learning plan). Menurutnya, kurikulum adalah kompas penunjuk arah ke mana peserta didik akan dibawa. Oleh karena itu, posisi kurikulum dalam praktik pendidikan sangatlah penting, namun betapa pentingnya posisi kurikulum, harus tetap diingat bahwa ia adalah alat untuk mencapai tujuan.
Kurikulum selain berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, juga bermanfaat bagi siswa, guru, kepala sekolah, orang tua, sekolah tingkat selanjutnya dan stakeholder. Menurut Jon Wiles, kurikulum terdiri dari empat komponen penting, yaitu (1) komponen tujuan, (2) komponen isi dan organisasi bahan pengajaran, (3) komponen pola dan strategi belajar mengajar, serta (4) komponen evaluasi. Semua komponen tersebut penulis deskripsikan dengan jelas beserta poin-poin penting dalam masing-masing komponen. Selain itu, dalam buku ini penulis juga mendeskripsikan model-model pengembangan kurikulum baik model Tyler, Taba, Oliva, Beauchamp, Wheeler, Nicholls maupun model Dynamic Skillbeck.
KTSP merupakan penyempurnaan dari KBK. Baik KBK maupun KTSP sama-sama berangkat dari asumsi bahwa pengajaran harus diarahkan untuk membentuk kecakapan tertentu siswa (kompetensi) baik yang berkenaan dengan kompetensi kognitif, afektif maupun psikomotorik. Ada beberapa perbedaan KBK dan KTSP yang penulis bahas baik dalam aspek landasan hukum/ yuridis-formal, kewenangan pusat dan daerah, dokumen, pendekatan, isi, satuan waktu, pelaksanaan dan evaluasi. KBK berbasis materi/ isi dan berorientasi pada isi menyelesaikan target materi. Sedangkan KTSP berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.

Pendekatan pengembangan kurikulum merupakan sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum. Menurut Sukmadinata, pengembangan kurikulum bisa berarti penyusunan kurikulum yang sama sekali baru (curriculum construction), bisa juga menyempurnakan kurikulum yang ada (curriculum improvement). Dilihat dari cakupan pengembangannya ada dua pendekatan yang diterapkan dalam pengembangan kurikulum yaitu pendekatan top-down dan pendekatan grass roots. Buku ini menjelaskan lagkah-langkah kedua pendekatan tersebut dalam pengembangan kurikulum.
Selanjutnya penulis mencoba mengaitkan KTSP dengan prinsip belajar Islam. Menurutnya, Al-Qur’an sebagai hudan li al-nas kalau dicermati dari pespektif pembelajaran, akan tampak bahwa Allah SWT telah mengajari manusia dengan menggunakan berbagai cara (pendekatan dan strategi) sebagai ‘ibrah bagi manusia agar dapat membelajarkan dan mendidik sesamanya juga menggunakan berbagai macam strategi dan metode, sehingga pembelajaran dilakukan dengan cara yang bervariasi sesuai dengan tujuan, situasi/ kondisi dan karakteristik materi yang akan disampaikan. Sesuai empat pilar pendidikan, KTSP dalam PAI harus mencakup empat pilar yatiu learning to know, learning to do, learning to be and learning to live together.
PAI di madrasah terdiri dari empat bidang studi yaitu Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fiqih dan SKI. Masing-masing bidang studi tersebut mempunyai fungsi, tujuan dan ruang lingkup yang berbeda sehingga guru PAI harus mampu. membuat variasi strategi dalam pembelajaran. Agar guru PAI mampu membuat variasi strategi dalam pembelajaran, terlebih dahulu mereka harus mengetahui klasifikasi dan pemetaan kompetensi yang harus dikuasai oleh para siswa. Sesuai dengan tujuan penulisan buku ini, untuk membantu guru PAI dalam mengembangkan kurikulum maka penulis memberikan contoh pemetaan kompetensi yang mencakup jenis kompetensi, isi kompetensi, strategi pembelajaran, metode pembelajaran dan penilaian yang sesuai dengan masimg-masing kompetensi. Pemetaan kompetensi tersebut amat penting untuk diketahui oleh guru PAI sebelum ia memulai pembelajaran, bahkan ketika merumuskan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) idealnya guru melakukan pemetaan agar rencana pembelajaran dan penerapannya di lapangan sesuai dan relevan dengan tujuan kurikulum PAI.
KTSP menuntut guru untuk menggunakan strategi yang kreatif sehingga pembelajaran bisa berlangsung secara efektif dan efisien. Buku ini juga membahas tentang penerapan strategi pembelajaran inovatif dalam PAI yang mencakup strategi pembelajaran berbasis maslah (SPBM), strategi pembelajaran berbasis inkuiri (SPBI), strategi pembelajaran kooperatif (SPK) dan pembelajaran kontekstual (contextual Teaching).
Dalam mengimplementasikan KTSP bidang studi PAI di sekolah dan madrasah, maka harus memperhatikan beberapa aspek yaitu;
1.    Terwujudnya produk perangkat pembelajaran PAI yang lengkap dan akurat
2.    Penerapan metode dan strategi pembelajaran PAI yang bervariasi
3.    Penciptaan suasana belajar yang kondusif
4.    Pendayagunaan keluarga, lingkungan dan masyarakat dalam menunjang tercapainya tujuan PAI
5.    Penerapan sistem penilaian nyata (authentic assessment) dalam pembelajaran PAI
6.    Pelaksanaan supervisi pembelajaran PAI baik oleh kepala sekolah/ madrasah maupun oleh petugas eksternal (misalanya PPAI).

Buku ini membahas dan memberikan contoh tentang penyusunan perangkat pembelajaran PAI mulai dari penyusunan silabus, program tahunan (Prota) PAI, program semester (Promes) PAI, RPP dan penghitungan hari/ minggu efektif. Selain itu, penulis juga menjelaskan dan memberikan beberapa contoh tentang langkah-langkah pembelajaran, media dan sumber yang digunakan serta strategi dan evaluasi dalam pembelajaran masing-masing bidang dalam PAI. Penciptaan suasana belajar yang kondusif sangat penting dalam implementasi KTSP. Penciptaan suasana yang kondusif tersebut dapat diwujudkan dalam mengatur posisi dan tata letak bangunan sekolah/ madrasah, tata pergaulan warga sekolah/ madrasah, pemberdayaan tenaga kependidikan, membiasakan pengamalan ibadah dan nilai-nilai agama di sekolah/ madrasah, dan adanya tata tertib sekolah/ madrasah.
Penerapan kurikulum KTSP bidang studi PAI adalah bagaimana sekolah mendayagunakan lingkungan dan masyarakat untuk pencapaian tujuan PAI. Pendayagunaan lingkungan dan masyarakat artinya kemapuan sekolah/ madrasah untuk menjalin hubungan dengan masyarakat, mengidentifikasi dan menggali potensi yang dimilikinya, serta melibatkannya dalam upaya pencapaian tujuan pembelajaran PAI. Selanjutnya, penerapan penilaian PAI menurut penulis adalah gambaran mengenai bagaimana sistem penilaian bidang studi PAI di sekolah/ madrasah.
Hal penting yang harus dikuasai guru adalah mampu menyediakan bahan pembelajaran yang dapat dipelajari sendiri oleh siswa. Secara umum masalah pembelajaran yang dihadapi guru meliputi cara penentuan jenis materi, kedalaman, ruang lingkup, urutan penyajian, perlakuan terhadap materi ajar. Masalah lain adalah adanya kecenderungan sumber bahan ajar dititikberatkan pada buku. Padahal banyak sumber bahan ajar selain buku yang dapat digunakan.
Berdasarkan kompetensi dan hasil belajar serta strategi pembelajaran, guru mengembangkan/ menentukan bahan apa yang sesuai untuk mencapai hasil pembelajaran yang sudah dirumuskan. Di dalam buku ini, selain memberikan panduan penyusunan bahan ajar, penulis juga memberikan panduan bagi guru dalam menyusun lembar kerja siswa (student work sheet).
Sistematika penulisan buku ini mulai dari teori hingga contoh dan langkah-langkah aplikasi pengembangan kurikulum, memberikan pemahaman yang menyeluruh tentang tema yang diangkat oleh penulis. Hanya saja penulis tidak menjelaskan faktor-faktor apa saja yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum dan bahan ajar, padahal sub tema tersebut penting untuk dijelaskan.
Buku ini memberikan solusi untuk membantu para guru di sekolah/madrasah dalam mengatasi permasalahan di era KTSP. Buku ini merupakan salah satu referensi dan contoh aplikasi KTSP bagi guru PAI pada tingkat pembelajaran yang ia lakukan setelah dilakukannya desain struktur kurikulum sebuah lembaga pendidikan. Buku dengan pendekatan teoritis-aplikatif ini, mengajak para pembaca untuk mengenali terlebih dahulu secara teoritis pengembangan kurikulum, konsep KTSP, hingga aplikasi KTSP dalam pengembangan bahan ajar. Keunggulan buku ini terletak pada integralitas konsep dan paparan penulis tentang kurikulum model KTSP meliputi penggambaran kurikulum, pengorganisasian kurikulum, dan penerapan kurikulum dalam PAI. Uraian dan pemaparannnya didasarkan pada hasil kajian lapangan pada praktik pembelajaran PAI di madrasah, sehingga buku ini lebih aktual dalam penyusunannya.
Penulis dengan pengalaman penelitiannya dan bahasa yang lugas mampu dengan sukses menyampaikan ide-idenya dalam buku ini. Untuk mempermudah pemahaman pembaca, penulis tidak jarang menyampaikan penjelasannya disertai dengan bagan atau gambar. Dengan bahasa yang efektif dan mudah dipahami, buku ini sangat bemanfaat untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, termasuk bagi para guru khususnya guru Pendidikan Agama Islam (PAI) baik di sekolah maupun madrasah. Karena manfaatnya yang memberikan pemahaman teoritis-praktis tentang pengembangan kurikulum, peresensi merekomendasikan mahasiswa Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, guru dan pengelola/ praktisi pendidikan untuk membaca buku ini.
BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
  1. Kurikulum memiliki esensi berupa program dalam mencapai tujuan.  Sebagai sebuah rencana. Kurikulum mempunyai peran sentral dalam menunjang keberhasilan sebuah pendidikan, terutama pendidikan Islam yang bertujuan membentuk akhlakul karimah, maka kurikulum yang direncanakan serta dikembangkan haruslah benar-benar memenuhi kriteria-kriteria yang memungkin tercapainya tujuan pendidikan Islam. Antara tujuan pendidikan Islam dengan program (kurikulum) merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, hal ini disebabkan karena suatu tujuan yang hendak dicapai haruslah terlukiskan di dalam program (kurikulum), bahkan program itulah yang akan mencerminkan arah dan tujuan yang diinginkan dalam proses kependidikan. Karena pentingnya maka setiap kurun waktu tertentu kurikulum selalu dievaluasi untuk kemudian disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi dan kebutuhan pasar.
  2. Landasan Pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam pada hakikatnya adalah faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan oleh para  pengembang kurikulum ketika hendak mengembangkan atau merencanakan suatu kurikulum lembaga pendidikan. Landasan-landasan tersebut antara lain : Landasan Agama, Landasan Filsafat, Landasan Psikologi Belajar, Landasan Sosio-budaya, Landasan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Dengan melihat landasan pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam diatas maka pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam berdasarkan pada prinsip- prinsip yang antara lain : Prinsip pertautan dengan Agama, Prinsip Universal, Prinsip keseimbangan antara tujuan yang ingin dicapai suatu lembaga pendidikan dengan cakupan materi yang akan diberikan kepada peserta didik. Prinsip keterkaitan dengan bakat, minat, kemampuan dan kebutuhan pelajar, dengan lingkungan sekitar baik fisik maupun social, Prinsip fleksibelitas, Prinsip memperhatikan perbedaan individu, Prinsip pertautan antara mata pelajaran dengan aktifitas fisik yang tercakup dalam kurikulum pendidikan Islam
  3. Kepala sekolah merupakan tokoh kunci dalam manajemen sekolah. Padanyalah kebijakan dan keputusan mengenai berbagai hal. Secara umum, peran kepala sekolah dalam pengembangan kurikulum PAI antara lain adalah sebagai berikut. Pertama, peran sebagai sebagai manajer. Kedua, peran sebagai innovator. Ketiga, peran sebagai fasilitator. Selain kepala sekolah guru juga memiliki peran dalam pengembangan, setidaknya ada empat peran yang harus dijalankan oleh guru dalam mengembangkan kurikulum, yaitu Sebagai implementer (pelaksana) kurikulum, Sebagai developer(pengembang) kurikulum, Sebagai adapter (penyelaras) kurikulum, Sebagai researcher (peneliti) kurikulum. Pada fase ini guru mempunyai peranan sebagai peneliti kurikulum (curriculum researcher ).
  4. Perbandingan antara kurikulum KTSP dengan K-13 cukup terjadi banyak perubahan. Yang mempengaruhi perbedaan adalah berasal dari beberapa factor, diantaranya; Tantangan Internal,  Tantangan Eksternal, Penyempurnaan Pola Pikir, Dari penyampaian pengetahuan menuju pertukaran pengetahuan, Penguatan Tata Kelola Kurikulum, Pendalaman dan Perluasan Materi
  5. Buku ini memberikan solusi untuk membantu para guru di sekolah/madrasah dalam mengatasi permasalahan di era KTSP. Buku ini merupakan salah satu referensi dan contoh aplikasi KTSP bagi guru PAI pada tingkat pembelajaran yang ia lakukan setelah dilakukannya desain struktur kurikulum sebuah lembaga pendidikan. Buku dengan pendekatan teoritis-aplikatif ini, mengajak para pembaca untuk mengenali terlebih dahulu secara teoritis pengembangan kurikulum, konsep KTSP, hingga aplikasi KTSP dalam pengembangan bahan ajar. Keunggulan buku ini terletak pada integralitas konsep dan paparan penulis tentang kurikulum model KTSP meliputi penggambaran kurikulum, pengorganisasian kurikulum, dan penerapan kurikulum dalam PAI. Uraian dan pemaparannnya didasarkan pada hasil kajian lapangan pada praktik pembelajaran PAI di madrasah, sehingga buku ini lebih aktual dalam penyusunannya.



DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Muzayyin. 2010. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara
Basri, Hasan. 2009. Filsafat Pendidikan Islam, Bandung : Pustaka Setia
Hamalik, Oemar. 2008. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya
Hisyam, Suyanto dan Djihad. 2000. Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III, Jakarta: Adicita Karya Nusa
Kemendikbud. 2013. Modul pelatihan implementasi kurikulum. Jakarta: badan pengembang SDM pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan mutu pendidikan
Mudlofir, Ali. 2011. Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Bahan Ajar dalam Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Rajawali Pers. Cet 1
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.2010)
Olson, B.R. Hergegenhan dan Mattew. 2010. Theories of Learning (Teori Belajar), Jakarta : Kencana
Rohmad, Ali. 2004. Kapita Selekta Pendidikan, Jakarta: Pt. Bina Ilmu
Sagala, Syaiful. 2009. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan Bandung: Alfabeta
Sanjaya, Wina. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan  Pendidikan (KTSP), Jakarta: Kencana Prenada
Suharto, Toto. 2011. Filsafat Pendidikan Islam, Jogjakarta: Ar-Ruz Media
Tim MEDP. 2008. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
Usman, Moh. Uzer. 2006. Menjadi Guru Profesional, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Zaini, Muhammad. 2009. Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi. Yogyakarta: Teras



[1] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 145.
[2] Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), hlm. 77
[3] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.2010), hlm15
[4] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah,Madrasah dan Perguruan Tinggi (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.2010), hlm 23
[5] Ali Rohmad, Kapita Selekta Pendidikan, (Jakarta: Pt. Bina Ilmu, 2004), hlm. 29
[6] Ali Rohmad, Kapita Selekta Pendidikan, (Jakarta: Pt. Bina Ilmu, 2004), hlm. 29
[7] Ali Rohmad, Kapita Selekta Pendidikan, (Jakarta: Pt. Bina Ilmu, 2004), hlm. 30
[8] Muhammad Zaini, Pengmbangan Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi, (Yogyakarta: Teras. 2009), hlm. 22
[9] Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 57
[10] Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 68
[11] Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 57
[12] Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 58
[13] Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi. (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm 45
[14] Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi. (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm 45
[15] Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2009), hlm. 129-130
[16] B.R. Hergegenhan dan Mattew H Olson, Theories of Learning (Teori Belajar), (Jakarta : Kencana, 2010), hlm. 324.
[17] Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2009), hlm. 130
[18] Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruz Media, 2011), hlm. 131
[19] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan  Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana Prenada, 2009), hlm. 28
[20] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan  Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana Prenada, 2009), hlm. 28
[21] Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 156
[22] Tim MEDP, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, 2008).
[23] Suyanto dan Djihad Hisyam, Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III,(Jakarta: Adicita Karya Nusa, 2000), hlm. 17
[24] Kemendikbud, Modul pelatihan implementasi kurikulum 2013 ( Jakarta: badan pengembang SDM pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan mutu pendidikan),hlm.78
[25] Kemendikbud, Modul pelatihan implementasi kurikulum 2013 (Jakarta: badan pengembang SDM pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan mutu pendidikan),hlm.78
[26] Kemendikbud, Modul pelatihan implementasi kurikulum 2013 (Jakarta: badan pengembang SDM pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan mutu pendidikan),hlm.78
[27] Kemendikbud, Modul pelatihan implementasi kurikulum 2013 (Jakarta: badan pengembang SDM pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan mutu pendidikan),hlm.78
[28] Kemendikbud, Modul pelatihan implementasi kurikulum 2013 (Jakarta: badan pengembang SDM pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan mutu pendidikan),hlm.80
[29] Kemendikbud, Modul pelatihan implementasi kurikulum 2013 (Jakarta: badan pengembang SDM pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan mutu pendidikan),hlm.80
[30] Kemendikbud, Modul pelatihan implementasi kurikulum 2013 (Jakarta: badan pengembang SDM pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan mutu pendidikan),hlm.81
[31] Kemendikbud, Modul pelatihan implementasi kurikulum 2013 (Jakarta: badan pengembang SDM pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan mutu pendidikan),hlm.81
[32] Kemendikbud, Modul pelatihan implementasi kurikulum 2013 (Jakarta: badan pengembang SDM pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan mutu pendidikan),hlm.82
[33] Ali Mudlofir, Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Bahan Ajar dalam Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Rajawali Pers, 2011). Cet 1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar