BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebenarnya konsep-konsep standar dalam Total Quality Management (Manajemen
Kualitas Total) seperti commitment, concistency, competence, contact,
communication, credibility, compassion, courtesy, cooperation, capability,
confidence, dan criticism merupakan hal-hal yang sangat islami.
Hal-hal seperti standar, komitmen, konsistensi, dan kemampuan bukan hal baru
dalam Islam. Cara beribadah seorang muslim merupakan contoh dari penerapan
konsep standar yang dilakukan oleh umat Islam. Agar suatu ibadah dapat diterima
oleh Allah SWT., maka ibadah tersebut harus memenuhi persyaratan-persyaratan
yang telah ditentukan sperti rukun dan syarat sah. Misalnya saja pada ibadah sholat
jika rukun dan syarat sah tidak dipenuhi maka sholat tersebut tidak berkulitas
dan sholat tersebut menjadi batal.
Contoh lain adalah ISO, sebuah standar kualitas pada
tataran internasional yang harus dipenuhi agar suatu produk dapat
beredar di pasar internasional. ISO mensyaratkan tercapainya efisiensi,
produktivitas, bkualitas, pertanggungjawaban, dan transparansi, yang merupakan
nilai-nilai yang ditekankan dalam Islam. Namun, dalam penerapannya,
sistem-sistem tersebut ternyata banyak menimbulkan masalah baik hal internal
ataupun hal eksternal dari suatu perusahaan. Sperti kulitas kehidupan karyawan
pada suatu perusahaan, kurang transparan, tidak konsisten, dan lain-lain. Di sisi
lain, sistem tersebut merupakan buatan manusia yang tentu saja tidak akan dapat
bertahan terhadap uji waktu dan ruang, serta membutuh perbaikan dan penyesuaian
secara terus-menerus agar dapat menjawab kebutuhan masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sejarah
perkembangan manajemen kualitas?
2.
Bagaimana
konsep manajemen kualitas dalam perspektif Islam?
3.
Apa saja
parameter kualitas dalam majemen yang islami?
C. Tujuan Pembahasan
1.
Mendeskripsikan
sejarah perkembangan manajemen kualitas.
2.
Menjelasakan
konsep manajemen kualitas dalam perspektif Islam.
3.
Menyebutkan
parameter kualitas dalam majemen yang islami.
PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan Manajemen Kualitas
Dunia bisnis yang semakin
bergejolak dan kompetitif telah mendorong para pelaku bisnis untuk terus-menerus
berusaha mencari ceruk, relung, atau sesuatu yang sederhana namun membuat penampilan
dan kinerja jadi berbeda, agar selalu unggul di antara yang lain. Keinginan dan
kebutuhan untuk memiliki keunggulan kompetitif tersebut telah menggiring para
ilmuwan selama dua dekade terakhir untuk terlibat dalam pengembangan berbagai
sistem dan teknik manajemen, terutama manajemen kualitas.
Kemunculan para guru kualitas
diawali di Jepang yang hancur total selama Perang Dunia II. W. Edwards Deming,
seorang ahli statistik yang gagal menerapkan teori kualitasnya di AS, pada
tahun 1950 diundang oleh persatuan ilmuwan dan teknisi di Jepang untuk
mempresentasikan 14-points of management
principle and seven deadly diseases. Ini adalah sebuah alat untuk
mendiagnosis permasalahan kualitas secara tepat, sehingga menghasilkan solusi
yang akurat. Berkat alat ini, Deming lalu dianggap sebagai pahlawan nasional
dan Deming Prize diabadikan sebagai
penghargaan kualitas tertinggi di Jepang.
Melengkapi alat diagnosis
dari Deming, pada tahun 1954, Joseph M. Juran, seorang konsultan manajemen,
berhasil meyakinkan Jepang bahwa peranan manajemen juga sangat penting dalam
mengelola kualitas. Teorinya tercakup dalam Juran
Trilogy yang meliputi Quality
Planning, Quality Control, dan Quality
Improvement, dan menjadi cikal bakal Total
Quality Control (TQC)yangkita
kenal saat ini.
Kesuksesan industri Jepang banyak membuka mata dunia setelah pada
akhir tahun 1970, Philip B. Crosby, seorang pebisnis, dalam bukunya Quality is Free mengungkapkan Zero Defects Systemyaitupengurangan
bahkan peniadaan produk cacat dan rusak. Konsep ini banyak diadopsi oleh negara
lain.
Seiring dengan itu, pada awal 1980, Tom Peters dan
Robert H. Waterman, Jr. melalui bukunya In
Search of Excellence dan Thriving on
Chaos berkontribusi signifikan terhadap kesuksesan berbagai perusahaan ternama
di AS.
Apa
sebenarnya yang ingin ditekankan oleh para guru kualitas ini?,jelas!, Kualitas
sangat penting sebagai ramuan atau unsur dari kesuksesan suatu perusahaan. Hal ini telah terbukti secara empiris dan
terdokumentasi dimana-mana. Istilah TQM
yang dalam bahasa Jepang disebut Kaizen
dapat diartikan sebagai peningkatan secara kontinu. Perusahaan yang menerapkan
prinsip tersebut diyakini dapat mencapai kesinambungan hidup melalui kemampuan
untuk menghasilkan profit (Deming dan Juran) dengan mempertimbangkan efektivitas
biaya (Feigenbaum).[1]
Munculnya globalisasi kemudian memicu terjadinya
kompetisi global antar perusahaan di satu sisi, dan semakin meningkatnya kesadaran dan
ekspektasi konsumen terhadap kualitas di sisi yang lain.[2]Kedua faktor tersebut memaksa
sektor industri untuk lebih mengidentifikasi dan mengembangkan kompetensinya
menuju kesuksesan kompetitif. Standarisasi kemudian menjadi penting, sehingga
produk perusahaan harus memenuhi standar kualitas industri, konsumen atau
pemerintah. Pada tahun 1987, 91 negara anggota International Organization for Standardization (ISO) menerbitkan
seri ISO-9000 sebagai standar kualitas bagi perusahaan yang akan menjual
produknya di Uni Eropa. Seiring dengan itu, berbagai penghargaan, seperti Malcolm
Baldrige Award di ASdan European
Quality Award di Eropa didesain untuk perusahaan yang berhasil mencapai
kualitas unggul. Alhasil banyak perusahaan, besar maupun kecil, berlomba-lomba
untuk mendapatkan penghargaan yang dipercaya sebagai testimoni dari produk
terbaik untuk dikonsumsi. Bahkan melalui sertifikasi kualitas tingkat tertentu
diyakini dapat mengurangi berbagai rintangan dalam perdagangan (trade barrier).[3]
B. Konsep Manajemen Kualitas dalam
Perspektif Islam
1.
Manajemen Kualitas
Konvensional Versus Islami
Walaupun sebenarnya sebagian dari konsep-konsep dalam
Manajemen Kualitas Total telah sesuai dengan nilai-nilai Islam, namun para ahli
manajemen kualitas muslim mendeteksi setidaknya ada tiga masalah utama dalam
penerapannya, yaitu: (1) Banyak karyawan yang merasa tidak puas atau menderita,
karena konsep ini terlalu mengandalkan pada alat dan teknik untuk dapat
mencapai kualitas secara total dalam perusahaan. Akibatnya walaupun tidak ada
lagi produk rusak atau cacat dalam perusahaan, namun kualitas kehidupan
individu, keluarga, sosial serta pembangunan bangsa menjadi semakin memburuk,
karena belum diperhatikan secara layak; (2) Konsep ini terlalu mengandalkan
keberhasilan pada komitmen CEO
(pimpinan), yang pada saat bersamaan waktunya telah tersita untuk mengurus berbagai
masalah dan strategi dalam hal keuangan, pemasaran, dan sumber daya manusia
perusahaan; (3) Dalam literatur tidak ada panduan langkah demi langkah menuju
penerapan kualitas secara total, sehingga menyulitkan bagi perusahaan yang akan
menerapkan konsep ini.[4]
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka tugas para
ahli manajemen muslim adalah, (1) berusaha menyelidiki bagaimana standar
kualitas dari perspektif Islam; (2) mengembangkan kerangka untuk menyiapkan
standar kualitas berbasis nilai dan perspektif Islam.[5]
2. Manajemen Kualitas Berdasarkan
Perspektif Islam
Konsep kualitas dalam perspektif Islam bersifat
komprehensif, yang sebaiknya ditinjau sebagai sebuah proses yang memberikan
perubahan positif menuju kinerja terbaik atau excellent untuk semua jenis usaha, dimana tujuan akhirnya adalah
meningkatnya kualitas kehidupan manusia. Ini tentu saja merupakan proses jangka
panjang melalui peningkatan yang dilakukan secara terus-menerus selama proses
berlangsung. Kinerja kualitas tidak diukur berdasarkan output yang diproduksi
oleh seorang karyawan, tapi dimulai dari pebisnis atau produsen itu sendiri.
Jika produsennya berkualitas, maka diharapkan hasil produksinya juga akan
berkualitas. Jadi ada dua hal penting yaitu, (1) kualitas hasil dan (2)
kualitas manajemen yang melakukan produksi. Islam mensyaratkan kualitas yang
tinggi untuk keduanya.[6]
Manajemen kualitas dalam Islam tidak berarti hanya
memproduksi produk berkualitas agar konsumen merasa puas, tapi lebih dari itu
mencakup keseluruhan aspek kualitas individu, organisasi dan masyarakat,
sehingga hasilnya dapat bermanfaat untuk kesejahteraan seluruh umat manusia. Tujuan
dari perusahaan yang islami yaitu memaksimasi profit dan sekaligus falah(kesuksesan
di dunia dan di akhirat. Dalam Islam, kemampuan berkompetisi tidak digunakan
untuk mengeksploitasi yang lain, tapi justru untuk saling membantu dalam
meningkatkan kualitas kehidupan. Kualitas ekonomi Islam membutuhkan semua jenis
produksi. Jadi ada kebutuhan untuk bekerja sama di antara semua perusahaan dalam
mencapai ekonomi yang berkualitas dan kemakmuran bersama. Perkembangan suatu
negara hanya dapat dicapai melalui peningkatan kinerja kualitas dari semua
perusahaan di negara tersebut. Together we develop harus menjadi strategi, dan together we share our quality living harus menjadi tujuan dari perjuangan.[7]
Ada empat filosofi yang mendasari manajemen dalam Islam, yaitu, (1) Tawhid, (2) Risalah, (3) Khalifah dan
(4) Akhirat.[8]Setiap
muslim harus meyakini bahwa Allah SWT. adalah Sang Pencipta alam semesta
beserta isinya yang tunduk terhadap hukum-Nya (tawhid). Jadi Islam memiliki pendekatan tersendiri dalam mengelola semua
urusan di muka bumi, termasuk urusan bisnis dan ekonomi.
Selanjutnya muslim perlu menyadari tugasnya sebagai khalifah (wakil) Allah SWT. di muka bumi yaitu mengelola berbagai
urusan di dunia seefisien mungkin sesuai kehendak, norma dan nilai-Nya. Allah
SWT. ingin melihat seberapa baik usaha yang dilakukan manusia, dan menganugerahkan
kehidupan yang akan diakhiri dengan sebuah kematian untuk menguji siapa yang
terbaik kinerjanya (ahsan ‘amal)
melalui pemberian ganjaran (reward)
yang sesuai di alam akhirat.
Dalam sistem Islam, kualitas lebih penting dibandingkan dengan kuantitas.
Kualitas merupakan persyaratan yang harus dipenuhi bukan saja pada masalah yang
besar, tapi juga masalah yang kecil seperti ketika menyembelih hewan, kondisi
kualitas yang tinggi diterapkan dengan cara memakai pisau yang tajam agar tidak
membuat hewan menderita. Tapi berdasarkan kondisi ini bukan berarti lalu
kuantitas tidak diperhitungkan. Kuantitas tetap diperhitungkan jika telah
memenuhi kriteria kualitas, yaitu dilakukan sesuai dengan risalah, al-Qur’an dan Hadis. Pada hari akhir, manusia akan mempertanggungjawabkan semua perbuatannya di
dunia dan mendapatkan balasan sesuai kualitas perbuatannya.
Beberapa penulis telah mengajukan konsep manajemen kualitas
berdasarkan perspektif Islam, diantaranya adalah The Model of an Islamic Total
Quality(lihat gambar 1).[9]
Berdasarkan konsep ini, ada delapan elemen yang mempengaruhi kualitas total
dalam sebuah perusahaan yaitu desain, proses, manajemen, karyawan, hukum dan
peraturan, konsumen, lingkungan, dan publik. Semua elemen ini harus memiliki
satu tujuan yaitu memperoleh keridhaan Allah SWT.
Gambar 1. Model Kualitas Total Islam
Total Quality Product atau Service
diawali dengan desain kualitas yang sesuai dengan Islam, misalnya prosedur
dalam melakukan proses produksi. Sebagai contoh, perusahaan yang akan
menyiapkan ayam halal, maka doa pada saat penyembelihan harus diucapkan sendiri
oleh penyembelih, bukan berasal dari rekaman CD. Contoh lain, tanggung jawab
perusahaan atas pengaruh proses produksinya terhadap lingkungan di sekitarnya.
Sebagai landasannya adalah firman Allah SWT.
Artinya:
Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan. (QS. al-Qashash: 77).[10]
Keleluasaan dalam beribadah juga harus diperhatikan oleh perusahaan.
Ketika telah masuk waktu Dhuhur dan Ashar, perusahaan harus mengizinkan
karyawan muslim untuk mendirikan shalat. Kewajiban menutup aurat bagi karyawan
muslim mensyaratkan perusahaan untuk mengizinkan karyawan wanita muslim
mengenakan busana muslimah.
Lebih jauh, pihak manajemen juga bertanggung jawab untuk menyediakan
pelatihan religius bagi karyawan muslim. Melalui pendidikan yang kontinu atau tarbiyyah, diharapkan semua pegawai akan
memiliki tujuan yang sama yaitu bekerja dalam mencari ridha Allah SWT, sehingga
terjalin hubungan yang baik antara pihak manajemen dan karyawan, dan karenanya
lingkungan kerja menjadi harmonis dan kondusif. Dalam perspektif Islam,
karyawan akan menyadari bahwa pekerjaan dapat terselesaikan dengan baik hanya
jika dikerjakan sesuai dengan syariah Islam. Setiap individu –pihak manajemen
dan karyawan- memiliki kewajiban untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilannya secara kontinu, tetapi tanggung jawab penyediaan fasilitasnya
tetap berada di pihak manajemen.
Konsep lain yang dikemukakan adalah Model Manajemen Kualitas oleh SadeqMenurut
konsep ini atribut manajemen kualitas dibagi dalam dua kategori, yaitu atribut
yang dipersyaratkan untuk mengelola kualitas dan atribut yang bersifat
interaktif. Atribut yang dipersyaratkan untuk mengelola kualitas, diantaranya
adalah: (1) komitmen untuk menerapkan syariah Allah SWT dalam mengelola perusahaan
secara profesional; (2) pengetahuan dan keterampilan dalam menjalankan bisnis;
(3) integritas berupa kejujuran dan keikhlasan dalam bekerja; (4) perencanaan,
mulai dari penetapan tujuan, prioritas, target hingga metode yang efektif untuk
mencapainya disertai antisipasi terhadap berbagai kemungkinan terjadinya
perubahan; (5) perubahan dalam arti kedinamisan berpikir dan melakukan ijtihad untuk menyelesaikan masalah yang
tidak dapat diekspektasi sebelumnya atau dengan kata lain melakukan continuous improvement.
Atribut yang bersifat interaktif adalah atribut yang diterapkan di seluruh
perusahaan, di antaranya adalah: (a) model peran dimana norma Islam bersifat
universal, tidak dibatasi oleh ras, bahasa, warna kulit dan dapat direfleksikan
dalam mengelola bisnis atau perusahaan; (b) motivasi yang terdiri dari motivasi
positif berupa pemberian penghargaan untuk karyawan yang memiliki kinerja baik
dan motivasi negatif berupa hukuman bagi karyawan yang tidak melaksanakan
kewajiban; (c) konsultasi yaitu melibatkan karyawan dalam pengambilan
keputusan; (d) keadilan dimana karyawan berhak mendapatkan apa yang layak
didapatkan atas apa yang telah dikerjakannya, dan (e) persaudaraan, yaitu
hubungan yang baik antara pihak karyawan dan manajemen (Lihat Gambar 2).[11]
Gambar 2. Model Manajemen Kualitas
3. Penetapan Standar yang
Islami
Standar terdiri dari tiga jenis, yaitu: standar
desain produk (bentuk dan karakteristik), standar kinerja (spesifikasi produk
yang diinginkan) dan standar proses (spesifikasi aktivitas yang dilakukan
hingga produk akhir).Ketiga hal ini harus dipenuhi standar minimalnya agar
menjadi produk yang berkualitas dan dapat dinikmati konsumen tanpa rasa
was-was.
Beberapa standar islami yang telah dikembangkan
para ilmuwan, ahli kualitas, profesional bisnis dan industrialis muslim,
diantaranya adalah MS 1900: 2005yaitu standar yang dikeluarkan oleh Departemen Standar
Malaysia. Standar ini
dikembangkan dari ISO 9001 dengan menambahkan tiga komponen syariah, yaitu, akidah (kepercayaan), akhlak(perilaku) dan fiqh (interaksi antar manusia,
lingkungan dan hukum).Standar lainnya, juga dari Malaysia adalah IQOMS 313 (Islamic-Based Quality
Organizational Management Systems) yaitu standar kualitas yang berbasis
Islam untuk sistem manajemen organisasi, HAFAS
(Halal Food Assurance System) yaitu standar untuk perusahaan yang
memproduksi makanan halal, dan Universal Integrated
System ISI 2020 (the Institute of Islamic Standard) yaitu standar berbasis
etika dan nilai moral Islam yang terdiri dari tiga komponen, yaitu kepercayaan,
perilaku organisasi, dan pengendalian manajemen.
Pada saat ini standar yang islami sangat dibutuhkan
mengingat pasar Islam yang semakin meningkat, yaitu 2,9 persen per tahun. Pada
tahun 2001, perdagangan dunia bernilai sekitar US$ 6142 milyar, dimana 8
persennya (US$ 491 milyar) berlangsung di negara muslim, yang dilakukan dengan
negara berkembang, dimana sebagian besar penduduknya adalah non muslim (77,9
persen dari total) (IMF, Direction of
Trade Statistics Yearbook, 2003). Kebutuhan makanan halal dunia pada saat
ini telah mencapai nilai US$560 milyar per tahun (Malaysia Business Times, 2004).
Di samping itu standar islami diperlukan untuk
diambil nilai-nilai islamnya dalam mengatasi masalah etika yang banyak terjadi
pada perusahaan saat ini seperti: (1) penyalahgunaan alkohol dan narkoba; (2)
pencurian; (3) konflik kepentingan; (4) isu pengendalian kualitas; (5)
diskriminasi dalam pengangkatan dan promosi karyawan; (5) penyalahgunaan
informasi; (6) penyalahgunaan laporan pengeluaran perusahaan; (7) penutupan
perusahaan, pemberhentian karyawan; (8) penyalahgunaan aset perusahaan (9)
laporan palsu pada pemegang saham; dan (10) polusi lingkungan.
Standar yang islami diperlukan juga dalam
membentuk budaya manajemen yang islami pada sebuah perusahaan, yaitu menerapkan
prinsip keadilan, keprogresifan dan keetisan dalam hubungan kerja, baik antar
pegawai yang muslim maupun dengan pegawai yang non muslim.
Dengan mengetahui betapa komprehensifnya standar
islami ini kita dapat menilai bahwa terdapat beberapa kelemahan pada standar
manajemen lain, diantaranya adalah: (1) kurangnya elemen moral dan etika; (2)
mendukung praktek monopoli; (3) terbatas dalam cakupan dan tujuan hidup yang
bersifat keduniawian; (4) tidak mengandung nilai-nilai budaya, keluarga,
lingkungan dan agama; (5) hambatan perdagangan terselubung melawan negara
berkembang; (6) tidak mencakup pengetahuan bagaimana meningkatkan kemajuan
perusahaan. Sebagai contoh, pada ISO 9001: 2000 tidak ada standar mengenai
praktek etika, keamanan dan kesehatan, transparansi dan keterbukaan dalam
operasi perusahaan.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kemunculan para guru kualitas diawali di Jepang yang hancur total
selama Perang Dunia II. W. Edwards Deming, seorang ahli statistik yang gagal
menerapkan teori kualitasnya di AS namun berhasil di Jepang. Melengkapi alat diagnosis dari Deming, pada tahun 1954, Joseph M.
Juran, seorang konsultan manajemen, berhasil meyakinkan Jepang bahwa peranan
manajemen juga sangat penting dalam mengelola kualitas. Kesuksesan industri Jepang banyak membuka mata dunia setelah pada
akhir tahun 1970, Philip B. Crosby, seorang pebisnis, dalam bukunya Quality is Free mengungkapkan Zero Defects System yaitupengurangan
bahkan peniadaan produk cacat dan rusak.Seiring dengan itu, pada awal 1980, Tom
Peters dan Robert H. Waterman Jr. melalui bukunya In Search of Excellence dan Thriving
on Chaos berkontribusi signifikan terhadap kesuksesan berbagai perusahaan ternama
di AS. Munculnya globalisasi kemudian memicu terjadinya kompetisi global antar perusahaan di satu sisi, dan semakin meningkatnya kesadaran
dan ekspektasi konsumen terhadap kualitas di sisi yang lain sehingga
konsep-konsep serupa terus berkembang sampai saat ini.
Selanjutnya, nilai-nilai Islam dalam al-Qur’an dan Hadis telah terbukti
bersifat universal, termasuk dalam manajemen kualitas. Hal yang diperlukan bagi
kita adalah mengoperasionalkan nilai-nilai tersebut, sehingga dapat digunakan
oleh semua perusahaan dan diterapkan oleh semua orang, baik muslim maupun non
muslim. Diharapkan pengembangan manajemen kualitas yang berdasarkan nilai-nilai
Islam ini dapat membawa dunia Islam menjadi semakin dekat pada kesatuan,
pengertian dan kerjasama antar muslim dalam menghadapi tantangan di dunia
modern. Hal ini juga dapat menjadi syiar bahwa Islam adalah suatu pandangan
hidup terbaik bagi seluruh umat manusia.
Daftar Pustaka
Abulhasan M.Sadeq.
1996.Quality Management in the Islamic
Framework.Kuala Lumpur: Leeds Publication.
Ahmad Sarji Abdul
Hamid. 1996. Perkhidmatan Awam menuji Era
Baru. Kuala Lumpur: Leeds Publication.
Burgess N. 1999. Standards
and TQM at The Opening of The Twenty-First Century.The TQM Magazine.
Fawcett Calantone
dan A. Roath. 2000. Meeting Quality and Cost Imperatives in A Global Market,
International Journal of Physical
Distribution & Logistics Management.
Hellsten U. dan B. Klefsjo. 2000. TQM as A Managemen System Consisting of Values,
Techniques and Tools. The TQM Magazine.
Ma’amor Osman.
2005. Towards a Universal Intefrated
System Isi 2020.
Mazilan Musa dan Shaikh
Mohd Saifuddeen Shaik Mohd Salleh. 2005. The
Elements of an Ideal Total Quality from the Islamic Perspective. Kuala
Lumpur: IKIM.
Mohd Salmi Sohod dan
Rushaimi Zien Yusof. 1996. Re-addressing
the TQM Movement: Towards an Alternative Model.Kuala Lumpur:IKIM.
Nik Mustapha Hj.
Nik Hassan. 2005. An Islamic approach to
Quality and Productivity. Kuala Lumpur: Leeds Publication.
J. Shea dan D.
Gobeli. 1995. TQM: The experiences of Ten Small Businesses. Business Horizons.
Vita Sarasi, t.t. Manajemen Kualitas dalam Perspektif
Islam.Makalah. Tidak diterbitkan.
[1]U. Hellsten &B. Klefsjo, TQM as AManagemen System Consisting of Values, Techniques and Tools (TheTQMMagazine:
2000), dalamVita Sarasi, Manajemen Kualitas dalam Perspektif Islam,
Makalah, hlm. 3.
[2]Fawcett,
Calantone dan A. Roath, Meeting Quality And Cost Imperatives in A Global
Market (International Journal Of Physical Distribution & Logistics
Management, 2000), dalam Vita Sarasi, Manajemen Kualitas dalam Perspektif Islam,
Makalah, hlm. 3.
[3]N.
Burgess, Standards and TQM at The Opening of The Twenty-First Century(The
TQM Magazine, 1999), dalam Vita Sarasi, Manajemen Kualitas dalam Perspektif Islam,
Makalah, hlm. 4.
[4]
Mohd Salmi Sohod dan Rushaimi Zien Yusof, Readdressing The TQM Movement:
Towards An Alternative Model (Kuala Lumpur: IKIM, 1996), dalam Vita Sarasi, Manajemen
Kualitas dalam Perspektif Islam, Makalah, hlm. 4.
[5]Mazilan
Musa &Shaikh Mohd Saifuddeen Shaik Mohd Salleh, The Elements of An Ideal
Total Quality from the Islamic Perspective(Kuala Lumpur: IKIM, 2005), dalam Vita Sarasi, Manajemen
Kualitas dalam Perspektif Islam, Makalah, hlm. 5.
[6]
Abulhasan M. Sadeq, Quality Management in the Islamic Framework(Kuala
Lumpur: Leeds Publication, 1996), dalam Vita
Sarasi, Manajemen Kualitas dalam
Perspektif Islam, Makalah, hlm. 5.
[7]Nik
Mustapha Nik Hassan, An Islamic approach to Quality and Productivity
(Kulala Lumpur: Leeds Publication, 2005), dalam
Vita Sarasi, Manajemen Kualitas dalam
Perspektif Islam, Makalah, hlm. 6.
[8]Abulhasan
M.Sadeq, Quality Management in the Islamic Framework(Kuala Lumpur: Leeds
Publication, 1996), dalam Vita Sarasi, Manajemen Kualitas dalam Perspektif Islam,
Makalah, hlm. 6.
[9]
Mazilan Musa & Shaikh Mohd Saifuddeen Shaik Mohd Salleh, The Elements of
An Ideal Total Quality from the Islamic Perspective (Kuala Lumpur: IKIM,
2005), dalam Vita Sarasi, Manajemen Kualitas dalam Perspektif Islam,
Makalah, hlm. 7.
[11]
Abulhasan M. Sadeq, Quality Management in the Islamic Framework (Kuala
Lumpur: Leeds Publication, 1996), dalam Vita
Sarasi, Manajemen Kualitas dalam
Perspektif Islam, Makalah, hlm. 9.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar