BAB I
PENDAHULUAN
Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau sering kita
menyebutnya buya HAMKAadalah seorang otodidak dalam berbagai bidang ilmu
pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat.Buya HAMKA adalah sosok cendekiawan Indonesia yang
memiliki pemikiran membumi dan bervisi masa depan. Pernyataan ini tidaklah
berlebihan jika kita melihat betapa banyak karya dan buah pikiran HAMKA yang
turut mewarnai dunia, khususnya Islam. Keterlibatan HAMKA di berbagai aspek
keilmuan menunjukkan bahwa beliau adalah sosok yang cerdas, penuh inspiratif
dan masih banyak hal lain yang dapat kita adopsi untuk mencetak
generasi-generasi masa depan seperti HAMKA.
Buya HAMKA merupakan tokoh pendidikan Islam
yang dimana konsep pemikirannya sangat monumental dan begitu spektakuler di
kalangan manapun.Beliau adalah seorang ulama pujangga dan tercakup dalam
berbagai kualitas ketokohan dan keahlian.Beliau adalah seorang pencetus dan
pemuka Islam, pejuang, patriot, wartawan, pengarang, sastrawan dan budayawan.
Beliau menyumbangkan pemikirannya di berbagai
bidang terutama dalam pendidikan. Meskipun beliau dibesarkan dengan pendidikan
tradisional yang kental akan nuansa adatnya (ketat), dan beliau mampu mengemas
pendidikan yang ketat menjadi luwes tetapi tanpa menghilangkan
ketradisionalannya. Selain itu, pandangan Buya HAMKA mengenai tujuan pendidikan
yaitu untuk kebahagaian dunia dan akhirat dengan penerapannya yang
menggabungkan antara ilmu agama dan ilmu umum.
Makalah yang membahas kajian tokoh ini berusaha memberikan gambaran bagaimana biografi HAMKA,
dan bagaimana pemikiran dan pengaruhnya terhadap pendidikan Islam.
Banyak
sekali kekurangan dalam makalah ini, oleh karenanya penyusun makalah sangat mengharapkan
kepada seluruh pembaca dalam memberikan kritikan dan saran yang membangun guna
menyempurnakan makalah ini.
PEMBAHASAN
A. Riwayat HAMKA
Haji
Abdul Malik Karim Amrulloh atau biasa disebut dengan julukanHAMKA, yakni
singkatan namanya, lahir di desa kampong Molek, maninjau, Sumatra Barat, 17
Februari 1908.[1]Lahir
dari Pasangan Haji Abdul Karim Amrullah dan Shafiyah Tanjung, sebuah keluarga
yang taat beragama.Ayahnya adalah seorang ulama besar dan pembawa paham-paam
pembaharuan Islam di Minangkabau. Buya HAMKA meninggal pada tanggal 22 Juli
1981 di Rumah Sakit Pertamina Jakarta dalam usia 73 tahun.[2]
Sejak
kecil, HAMKA menerima dasar-dasar agama dari ayahnya. Pada usia 7 tahun ia
dimasukkan ke sekolah desa dan malamnya belajar mengaji dengan ayahnya.
Pelajaran yang ditekuni oleh HAMKA meliputi nahwu, sharaf, mantiq, bayan, fiqh
dan yang sejenisnya dengan menggunakan system hafalan. Sejak tahun 1916 sampai
1923, ia belajar agama pada sekolah Diniyah School di Padang Panjang dan
Sumatera Thawalib di Parabek, Tuanku Mudo Abdul Hamid, dan Zainuddin
Labay.[3]
HAMKA
mendapat pendidikan rendah di Sekolah Dasar Maninjau sehingga kelas dua.Ketika
usianya mencapai 10 tahun, ayahnya mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang.Di situ HAMKA mempelajari agama dan mendalami
bahasa Arab.HAMKA juga pernah mengikuti pengajaran agama di surau dan masjid
yang diberikan ulama terkenal seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad Rasyid,
Sutan Mansur, R.M. Surjopranoto, dan Ki Bagus Hadikusumo.[4]
HAMKA
mula-mula bekerja sebagai guru agama pada tahun 1927 di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan dan guru agama di Padang Panjang pada tahun 1929.HAMKA kemudian dilantik sebagai
dosen di Universitas Islam, Jakarta dan Universitas Muhammadiyah, Padang
Panjang dari tahun 1957 hingga tahun 1958. Setelah itu, beliau diangkat menjadi
rektor Perguruan Tinggi Islam, Jakarta dan Profesor Universitas Mustopo,
Jakarta. Dari tahun 1951 hingga tahun 1960, beliau menjabat sebagai Pegawai
Tinggi Agama oleh Menteri Agama Indonesia, tetapi meletakkan jabatan itu ketika
Sukarno menyuruhnya memilih antara menjadi pegawai
negeri atau bergiat dalam politik Majelis
Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi).[5]
HAMKA
adalah seorang otodidak dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik
Islam maupun Barat.Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, beliau dapat
menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki
Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti, dan Hussain
Haikal. Melalui bahasa Arab juga, beliau meneliti karya sarjana Perancis,
Inggris dan Jerman seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold
Toynbee,
Jean Paul Sartre, Karl Marx, dan Pierre
Loti. HAMKA juga rajin
membaca dan bertukar-tukar pikiran dengan tokoh-tokoh terkenal Jakarta seperti HOS Tjokroaminoto, Raden Mas Soerjopranoto, Haji Fachrudin, AR Sutan Mansur, dan
Ki Bagus Hadikusumo sambil mengasah bakatnya sehingga menjadi seorang ahli
pidato yang andal.[6]
HAMKA
juga aktif dalam gerakan Islam melalui organisasi Muhammadiyah.Ia mengikuti pendirian Muhammadiyah mulai tahun
1925 untuk melawan khurafat, bid'ah, tarekat, dan kebatinan sesat di Padang Panjang. Mulai tahun
1928, beliau mengetuai cabang Muhammadiyah di Padang Panjang.Pada tahun 1929, HAMKA
mendirikan pusat latihan pendakwah Muhammadiyah dan dua tahun kemudian beliau
menjadi konsul Muhammadiyah di Makassar.Kemudian beliau terpilih menjadi ketua Majlis
Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat oleh Konferensi Muhammadiyah,
menggantikan S.Y. Sutan Mangkuto pada tahun 1946.Ia menyusun kembali pembangunan
dalam Kongres Muhammadiyah ke-31 di Yogyakarta pada tahun 1950.[7]
Pada tahun 1953, HAMKA
dipilih sebagai penasihat pimpinan Pusat Muhammadiah. Pada 26 Juli 1977, Menteri Agama Indonesia, Prof.
Dr. Mukti Ali
melantik HAMKA sebagai ketua umum Majelis Ulama Indonesia
tetapi beliau kemudiannya mengundurkan diri pada tahun 1981 karena nasihatnya
tidak dipedulikan oleh pemerintah Indonesia. Kegiatan politik HAMKA bermula
pada tahun 1925 ketika beliau menjadi anggota partai politik Sarekat Islam. Pada tahun 1945, beliau membantu menentang
usaha kembalinya penjajah Belanda ke Indonesia melalui pidato dan menyertai
kegiatan gerilya di dalam hutan di Medan. Pada tahun 1947, HAMKA
diangkat menjadi ketua Barisan Pertahanan Nasional, Indonesia.Disamping
Front PertahananNasional yang sudah ada didirikan pula Badan Pengawal Negeri
&kota (BPNK). Pimpinan tersebut diberi nama Sekretariat yang terdiri dari
lima orang yaitu HAMKA, Chatib Sulaeman, Udin, Rasuna Said dan Karim Halim. Ia
menjadi anggota Konstituante Masyumi dan menjadi pemidato utama dalam Pemilihan Umum tahun 1955. Masyumi kemudiannya
diharamkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1960.Dari tahun 1964 hingga
tahun 1966, HAMKA dipenjarakan oleh Presiden Sukarno karena dituduh
pro-Malaysia.Semasa dipenjarakanlah maka beliau mulai menulis Tafsir
al-Azhar
yang merupakan karya ilmiah terbesarnya. Setelah keluar dari penjara, HAMKA
diangkat sebagai anggota Badan Musyawarah Kebajikan Nasional, Indonesia,
anggota Majelis Perjalanan Haji Indonesia, dan anggota Lembaga Kebudayaan
Nasional, Indonesia.[8]
Selain
aktif dalam soal keagamaan dan politik, HAMKA merupakan seorang wartawan, penulis, editor, dan penerbit. Sejak tahun
1920-an, HAMKA menjadi wartawan beberapa buah surat kabar seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang
Islam, dan Seruan Muhammadiyah. Pada tahun 1928, beliau menjadi editor majalah
Kemajuan Masyarakat.Pada tahun 1932, beliau menjadi editor dan menerbitkan
majalah al-Mahdi di Makassar.HAMKA juga pernah menjadi editor majalah Pedoman
Masyarakat, Panji Masyarakat, dan Gema Islam.
HAMKA
juga menghasilkan
karya ilmiah Islam dan karya kreatif seperti novel dan cerpen. Karya ilmiah terbesarnya ialah Tafsir al-Azhar dan antara
novel-novelnya yang mendapat perhatian umum dan menjadi buku teks sastera di
Malaysia dan Singapura termasuklah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan Ka'bah, dan Merantau
ke Deli.HAMKA
pernah menerima beberapa anugerah pada peringkat nasional dan internasional
seperti anugerah kehormatan Doctor
Honoris Causa, Universitas al-Azhar, 1958; Doktor Honoris Causa, Universitas
Kebangsaan Malaysia, 1974; dan gelar Datuk Indono dan Pengeran Wiroguno dari
pemerintah Indonesia.[9]
HAMKA
meninggal dunia pada 24 Juli 1981, namun jasa dan pengaruhnya masih terasa
sehingga kini dalam memartabatkan
agama Islam.Ia bukan saja diterima sebagai seorang tokoh ulama dan sasterawan
di negara kelahirannya, malah jasanya di seluruh alam Nusantara, termasuk
Malaysia dan Singapura, turut dihargai.
B. Karya-karya HAMKA
Sebagai seorang yang berpikiran maju, HAMKA
tidak hanyamerefleksikan kemerdekaan berpikirnya melalui berbagai mimbar
dalamcerama agama, tetapi ia juga menuangkannya dalam berbagai macamkaryanya
berbentuk tulisan. Orientasi pemikirannya meliputi berbagaidisiplin ilmu,
seperti teologi, tasawuf, filsafat, pendidikan Islam, sejarahIslam, fiqh,
sastra dan tafsir.Sebagai penulis yang sangat produktif,HAMKA menulis puluhan
buku yang tidak kurang dari 103 buku.Beberapa di antara karya-karyanya adalah
sebagai berikut:[10]
1.
Tasawuf
modern (1983),
pada awalnya, karyanya ini merupakan kumpulan artikel yang dimuat dalam majalahPedoman
Masyarakat antara tahun 1937-1937. Karena tuntutan masyarakat, kumpulan
artikel tersebut kemudian dibukukan. Dalam karya monumentalnya ini, ia
memaparkan pembahasannya ke dalam XII bab. Buku ini diawali dengan penjelasan
mengenai tasawuf. Kemudian secara berurutan dipaparkannya pula pendapat para
ilmuwan tentang makna kebahagiaan, bahagia dan agama, bahagia dan utama,
kesehatan jiwa dan badan, harta benda dan bahagia, sifatqonaah,
kebahagiaan yang dirasakan Rasulullah, hubungan ridho dengan keindahan alam,
tangga bahagia, celaka, dan munajat kepada Allah. Karyanya yang lain yang
membicarakan tentang tasawuf adalah “Tasawuf; Perkembangan dan
Pemurniaannya”. Buku ini adalah gabungan dari dua karya yang pernah ia
tulis, yaitu “Perkembangan Tasawuf Dari Abad ke Abad”dan “Mengembalikan
Tasawuf Pada Pangkalnya”.
2.
Lembaga
Budi (1983). Buku ini ditulis pada tahun
1939 yang terdiridari XI bab. pembicaraannya meliputi; budi yang mulia, sebab
budimenjadi rusak, penyakit budi, budi orang yang memegangpemerintahan, budi
mulia yang seyogyanya dimiliki oleh seorang raja(penguasa), budi pengusaha,
budi saudagar, budi pekerja, budi65ilmuwan, tinjauan budi, dan percikan
pengalaman. secara tersirat,buku ini juga berisi tentang pemikiran HAMKA
terhadap pendidikanIslam, termasuk pendidik.
3.
Falsafah
Hidup (1950).
Buku ini terdiri atas IX bab. Ia memulai bukuini dengan pemaparan tentang makna
kehidupan. Kemudian padabab berikutnya, dijelaskan pula tentang ilmu dan akal
dalamberbagai aspek dan dimensinya. Selanjutnya ia mengetengahkantentang
undang-undang alam atau sunnatullah. Kemudian tentangadab kesopanan, baik
secara vertikal maupun horizontal. Selanjutnyamakna kesederhanaan dan bagaimana
cara hidup sederhana menurutIslam. Ia juga mengomentari makna berani dan
fungsinya bagikehidupan manusia, selanjutnya tentang keadilan dan
berbagaidimensinya, makna persahabatan, serta bagaimana mencari danmembina
persahabatan. Buku ini diakhiri dengan membicarakanIslam sebagai pembentuk
hidup. Buku ini pun merupakan salah satualat yang HAMKA gunakan untuk
mengekspresikan pemikirannyatentang pendidikan Islam.
4.
Lembaga
Hidup (1962).
Dalam bukunya ini, ia mengembangkanpemikirannya dalam XII bab. Buku ini berisi
tentang berbagaikewajiban manusia kepada Allah, kewajiban manusia secara
sosial,hak atas harta benda, kewajiban dalam pandangan seorang muslim,kewajiban
dalam keluarga, menuntut ilmu, bertanah air, Islam danpolitik, Al-Qur’an untuk
zaman modern, dan tulisan ini ditutupdengan memaparkan sosok nabi Muhammad.
Selain Lembaga Budidan Falsafah Hidup, buku ini juga berisi tentang pendidikan
secaratersirat.
5.
Pelajaran
Agama Islam
(1952). Buku ini terbagi dalam IX bab.Pembahasannya meliputi; manusia dan
agama, dari sudut manamencariTuhan, dan rukun iman.
6.
Tafsir
Al-Azhar Juz 1-30.
Tafsir Al-Azhar merupakan karyanya yangpaling monumental. Buku ini mulai
ditulis pada tahun 1962. Sebagian66besar isi tafsir ini diselesaikan di dalam
penjara, yaitu ketika iamenjadi tahanan antara tahun 1964-1967. Ia memulai
penulisanTafsir Al-Azhar dengan terlebih dahulu menjelaskan tentang i’jaz
Al-Qur’an. Kemudian secara berturut-turut dijelaskan tentangi’jaz
Al-Qur’an, isi mukjizat Al-Qur’an, haluan tafsir, alasan penamaan
tafsirAl-Azhar, dan nikmat Illahi. Setelah memperkenalkan dasar-dasaruntuk
memahami tafsir, ia baru mengupas tafsirnya secara panjanglebar.
7.
Ayahku;
Riwayat Hidup Dr. Haji Amarullah dan Perjuangan KaumAgama di Sumatera (1958). Buku ini berisi tentang
kepribadian dansepak terjang ayahnya, Haji Abdul Karim Amrullah atau
seringdisebut Haji Rosul. HAMKA melukiskan perjuangan umat padaumumnya dan
khususnya perjuangan ayahnya, yang oleh Belandadiasingkan ke Sukabumi dan
akhirnya meninggal dunia di Jakartatanggal 2 Juni 1945.[11]
8.
Kenang-kenangan
Hidup Jilid
I-IV (1979). Buku ini merupakanautobiografi HAMKA.
9.
Islam
dan Adat Minangkabau
(1984). Buku ini merupakan kritikannyaterhadap adat dan mentalitas
masyarakatnya yang dianggapnya taksesuai dengan perkembangan zaman.
10.
Sejarah
umat Islam Jilid
I-IV (1975). Buku ini merupakan upayauntuk memaparkan secara rinci sejarah umat
Islam, yaitu mulai dariIslam era awal, kemajuan, dan kemunduran Islam pada
abadpertengahan. Ia pun juga menjelaskan tentang sejarah masuk danperkembangan
Islam di Indonesia.
11.
Studi
Islam (1976),
membicarakan tentang aspek politik dankenegaraan Islam. Pembicaraannya meliputi;
syari’at Islam, studiIslam, dan perbandingan antara hak-hak azasi manusia
deklarasiPBB dan Islam.
12.
Kedudukan
Perempuan dalam Islam
(1973). Buku membahas tentangperempuan sebagai makhluk Allah yang
dimuliakankeberadaannya.[12]
13.
Si
Sabariyah(1926),
buku roman pertamanya yang ia tulis dalambahasa Minangkabau. Roman;
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck(1979), Di Bawah Lindungan Ka’bah (1936),
Merantau Ke Deli (1977),Terusir, Keadilan Illahi, Di Dalam Lembah
Kehidupan, SalahnyaSendiri, Tuan Direktur, Angkatan baru, Cahaya Baru,
CerminKehidupan.
14.
Revolusi
pikiran, Revolusi Agama, Adat Minangkabau MenghadapiRevolusi, Negara Islam,
Sesudah Naskah Renville, MuhammadiyahMelalui Tiga Zaman, Dari Lembah Cita-Cita,
Merdeka, Islam DanDemokrasi, Dilamun Ombak Masyarakat, Menunggu Beduk Berbunyi.
15.
Di
Tepi Sungai Nyl, Di Tepi Sungai Daljah, Mandi Cahaya Di TanahSuci, Empat Bulan
Di Amerika, Pandangan Hidup Muslim.[13]
16.
Artikel
Lepas; Persatuan Islam, Bukti Yang Tepat, Majalah Tentara,Majalah Al-Mahdi,
Semangat Islam, Menara, Ortodox DanModernisme, Muhammadiyah Di Minangkabau,
Lembaga Fatwa,Tajdid Dan Mujadid, dan lain-lain.
17. Antara Fakta Dan Khayal, Bohong Di
Dunia, Lembaga Hikmat, danlain-lain.
Ketokohan HAMKA,
bukan hanya dikenal di Indonesia, tetapi jugadi Timur Tengah, dan Malaysia, bahkan
Tun Abdul Razak, PerdanaMenteri Malaysia, pernah mengatakan bahwa HAMKA bukan
hanya milikbangsa Indonesia, tetapi juga ebanggaan bangsa-bangsa AsiaTenggara.
Kini,
kenang-kenangan tentang ulama, penyair, sastrawan, dan filosofbernama lengkap
Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah disingkatHAMKA itu, bisa ditemui di
kampung halamannya: Nagari Sungai BatangManinjau, Kecamatan Tanjung Raya,
Kabupaten Agam, Sumatra Barat(Sumbar). Ratusan buku karangan HAMKA, semenjak
novel fiksiTenggelamnya Kapal Van der Wijck dan Di Bawah Lindungan
Ka'bah,sampai kepada buku filsafat seperti Tasauf Modern dan Falsafah
Hidup,bahkan karyanya yang amat fenomenal Tafsir Al-Azhar yang
diselesaikanketika Buya dipenjara tanpa alasan yang jelas oleh rezim Soekarno bias
ditemui di museum rumah kelahiran Buya HAMKA tersebut. Museum yangdiresmikan
pada 11 November 2001 oleh H. Zainal Bakar, Gubernur SumateraBarat tersebut
juga menghadirkan berbagai foto yang menggambarkanperjalanan hidupnya.
C. Pemikiran HAMKA Tentang Pendidikan
1.
Urgensi
Pendidikan
Pentingnya manusia mencari ilmu
pengetahuan menurut HAMKA bukan hanya untuk membantu manusia memperoleh
penghidupa yang layak, melainkan lebih dari itu, dengan ilmu manusia akan mampu
mengenal Tuhannya, memperluas akhlaknya, dan senantiasa berupaya mencari
keridhaan Allah SWT. Hanya dengan bentuk pendidikan yang demikian, manusia akan
menmperoleh ketentraman (hikmat) dalam hidupnya.[14]
Ini berarti pendidikan dalam pandangan HAMKA terbagi dua
bagian:
1)
Pendidik
jasmani, yaitu pendidikan untuk pertumbuhan dan kesempurnaan jasmani serta
kekuatan jiwa dan akal.
2)
Pendidikan
ruhani, yaitu pendidikan untuk kesempurnaan fitrah manusia dengan ilmu
pengetahuan dan pengalaman yang didasarkan kepada agama.
Kedua unsur jasmani dan rohani
tersebut memiliki kecenderungan untuk berkembang melalui pendidikan, karena
pendidikan merupakan sarana yang paling tepat dalam menentukan perkembangan
secara optimal kedua unsur tersebut.Dalam pandangan Islam, kedua unsur dasar
tersebut dikenal dengan istilah fitrah. Menurut HAMKA, fitrah setiap manusia
pada dasarnya menuntun untuk senantiasa berbuat kebajikan dan tunduk mengabdi
pada khaliqnya.
Jika ada manusia yang tidak berbuat
kebajikan, sesungguhnya ia telah menyimpang dari fitrahnya tersebut.
Menurutnya, pada diri setiap manusia terdapat tiga unsur utama yang dapat
menopang tugasnya sebagai khalifah fi al-ardh mapun ‘abdullah.Ketiga
unsur tersebut adalah akal, hati, dan pancaindra yang terdapat pada jasad
manusia.Perpaduan ketiga unsur tersebut membantu manusia untuk memperoleh ilmu
pengetahuan dan membangun peradabannya, memahami fungsi kekhalifahannya, serta
menangkap tanda-tanda kebesaran Allah.[15]
2.
Pengertian
dan Tujuan Pendidikan
HAMKA
membedakan makna pendidikan dan pengajaran.Menurutnya pendidikan adalah
serangkaian upaya dilakukan pendidik untuk membantu membentuk watak, budi,
akhlak, dan kepribadian peserta didik, sementara pengajaran adalah upaya untuk
mengisi intelektual peserta didik dengan sejumlah ilmu pengetahuan.[16]
Adapun
tujuan pendidikan menurut HAMKA memiliki dua dimensi: yaitu bahagia di dunia
dan di akhirat. Untuk mencapai tujuan tresebut, manusia harus menjalankan
tugasnya dengan baik, yaitu beribadah. Oleh karena itu, esgala proses
pendidikan pada akhirnya bertujuan agar dapat menuju dan menjadikan anak didik
sebagai abdi Allah SWT. Dengan demikian, tujuan pendidikan Islam menurut HAMKAsama
dengan tujuan penciptaan manusia itu sendiri, yakni untuk mengabdi dan
beribadah kepada Allah. Ia mengatakan bahwa ibadah adalah mengakuui diri
sebagai budak atau hamba Allah, tunduk kepada kemauannya, baik secara sukarela
maupun trepaksa.
D.
Materi dan Metode Pendidikan
Menurut HAMKA
materi pendidikan dapat dibagi menjadi empat bentuk,yaitu:
a. Ilmu
agama,seperti:tauhid,fiqih,tafsir,hadits,nahwu,shorof,mantiq, dan
lain-lain.Materi ini dimaksudkan untuk menjadi alat kontrol dan pewarna
kepribadian peserta didik.
b. Ilmu
umum,seperti:sejarah,filsafat,sastra,ilmu berhitung,falak,dan
sebagainya.Dengan ini akan membuka wawasan keilmuan terhadap perkembangan
zaman.
c. Keterampilan,seperti
olahraga berguna untuk membuat tubuhnya sehat dan kuat.
d. Kesenian,seperti
music,menggambar,menyanyi,dan sebagainya,dimaksudkan agar peserta didik akan
memiliki rasa keindahan dan akan memperhalus budi rasanya.[17]
Agar proses
pendidikan bisa terlaksana secara efektif dan efisien, maka hendaknya perlu
mempergunakan berbagai macam metode yang bisa mengantarkan peserta didik
memahami semua materi dengan baik.
Pertama, metode secara umum diantaranya:
1)
Diskusi,proses bertukar pikiran antara dua
belah pihak, proses ini bertujuan untuk mencari kebenaran melalui dialog dengan
penuh keterbukaan dan persaudaraan.
2)
Karya wisata,mengajak anak mengenal
lingkungannya, dengan ini sang anak akan memperoleh pengalaman langsung serta
kepekaan terhadap sosial.
3)
Resitasi, memberikan tugas seperti menyerahkan
sejumlah soal untuk dikerjakan, dimaksudkan agar anak didik memiliki rasa
tanggung jawab terhadap amanat yang diberikan kepadanya.[18]
Kedua, metode Islami, di antaranya:
1)
Amar ma’ruf nahi mungkar, menyuruh
berbuat baik dan mencegah berbuat jahat. Bertujuan agar tulus hati dalam
memperjuangkan kebenaran dan menjadikan pergaulan hidup lebih sentosa.
2) Observasi,
memberikan penjelasan dan pemahaman materi pada peserta didik. Metode ini
digunakan agar peserta didik lebih mengenal Tuhannya.[19]
E. Evaluasi Pendidikan
Tahap akhir suatu proses pendidikan adalah
evaluasi. Evaluasi bertujuan untuk mengetahui sejauh mana proses belajar
mengajar uantuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebagai landasan berpijak
aktivitas suatu pendidikan.Pandangan HAMKA dalam evaluasi seperti para
tokoh-tokoh pendidikan Islam lainnya yakni mengarah pada ranah kognitif,
afektif, dan psikomotorik.Evaluasi dapat dilakukan dengan memberikan beberapa
tugas, seperti yang terdapat pada metode pembelajaran yang berupa resitasi. Ini
merupakan evaluasi yang dilakukan secara global atau yang biasa dilakukan
secara umum. Sedangkan dalam pendidikan tauhid, evaluasi mengarah pada sesuatu
yang menyadarkan diri (introspeksi diri) dimana syur(perasaan) sebagai barometernya.[20]
F.
Relevansi Pemikiran HAMKA dengan Pendidikan Saat
Ini
Pemekiran HAMKA tentang pendidikan di ilhami
oleh keterkaitan norma agama, kebijakan politik, potensi peserta didik dan
dinamika aspirasi masyarakat. Norma-norma tersebut mengacu pada landasan sistem
nilai yang universal dan kemudian di jabarkan ke dalam kaidah-kaidah pendidikan
islam yaitu, tanggung jawab manusia kepada Tuhan, perkembangan kekuatan
potensial dan riil manusiawi, perkembangan masyarakat, dan pendayagunaan
potensi peserta didik secara maksimal.[21]
HAMKA mengemas pendidikan masa depan yang
mencerminkan pendidikan yang mengingat masa lalu, melihat masa sekarang, dan
menginginkan masa depan yang lebih baik. Hal ini terlihat bahwa pendidikan yang
ditawarkan mengandung prinsip integralitas, relativitas, pendekatan sistem,
meskipun dalam bentuk sedehana dan ekologis.
Melalui pemikirannya, HAMKA memperlihatkan
relevansi yang harmonis antara ilmu-ilmu agama dan umum.Eksistensi agama bukan
hanya sekedar melegitimasi sistem sosial yang ada, melainkan juga perlu
memperhatikan dan mengontrol perilaku manusia secara baik. Perilaku sistem
sosial akan lebih hidup tatkala pendidikan yang dilaksanakan ikut
mempertimbangakan dan mengayomi dinamika fitrah peserta didik serta
mengintegralkan perkembangan ilmu-ilmu agama dan umum secara profesional.
Dengan pendekatan seperti ini pendidikan akan dapat memainkan peranan nya
sebagai motivator dan sekaligus pengendali sistem sosial (social control)
secara efektif.[22]
Namun perlu diketahui bahwa sistem pendidikan
saat ini cenderung berorientasi pada bidang kajian umum, sehingga pendidikan ini
merupakan pendidikan sekuler-materialistik. Hal ini dapat terlihat pada UU
Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang dan jenis pendidikan
umum pasal 15 yang berbunyi, “Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum,
kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan dan khusus”.[23]Dari
sini terlihat jelas dalam pasal ini terdapat dikotomi pendidikan, yakni
pendidikan umum dan agama.Pendekatan yang diambil pada sisitem pendidikan
terkesan masih berorientasi pada kajian ilmu eksak dan sosial, serta kurang
melakukan apresiasi dengan ilmu-ilmu agama.
Minimnya peran agama juga tampak jelas pada UU
Sisdiknas No.20 Tahun 2003 Bab X tentang kurikulum pasal 37 ayat (1).Dalam
pasal ini dijelaskan bahwa pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta
didik menjadi manusia yang beriman & bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa
serta berakhlak mulia.[24]Namun
tidak dijelaskan mengenai bahan kajian secara umum, sehingga dipandang bahwa
pendidikan agama kurang diperhatikan.Secara realitanya, pendidikan agama pada
lembaga sekolah terutama sekolah negeri, sebagian besar hanya memberikan
jam mata pelajaran lebih sedikit daripada mata pelajaran umum. Fenomena ini
tanpa disadari telah menggiring peserta didik yang “hampa” akan
nilai-nilai religiusitas sebagai warna kepribadiannya.[25]
Dengan demikian, setidaknya sistem pendidikan
yang diadopsi sekarang ini termotivasi dengan pemikiran Abuya HAMKA tentang
pendidikan. Sehingga mampu menyeimbangkan ilmu-ilmu agama dan umum, yang dimana
ilmu-ilmu tersebut saling berkaitan antara yang satu dengan yang lain. Hal ini
dimaksudkan agar peserta didik mempunyai mempunyai jiwa spiritual sebagai
makhluk yang mempunyai fitrah yang pada dasarnya menuntun untuk senantiasa
berbuat kebajikan dan tunduk mengabdi pada khaliqnya, dan hal inilah yang
mengantarkan bahwa pendidikan agama sangat penting untuk kehidupan.[26]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Haji Abdul Malik Karim Amrullah lahir di desa kampong Molek, maninjau, Sumatra
Barat, 17 Februari 1908. Buya HAMKA merupakan salah satu tokoh
nasionalis dan religius di Indonesia. HAMKA mendapat pendidikan rendah di Sekolah
Dasar Maninjau sehingga kelas dua.Ketika usianya mencapai 10 tahun, ayahnya
mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang.
Hakekat pendidikan bagi HAMKA bertujuan untuk membentuk
kepribadianmanusia yang luhur.Pendidikan dan penagajaran sangatlah berbeda secara makna.
Pendidikanmengarah kepada pengembangan values (nilai-nilai) sedangkan
pengajaran hanyapada aspek transfer of knowledge.Untuk dapat mewujudkan
itu semua diperlukan wahana yakni dengandiwujudkan lewat pendidikan berasrama.
Pendidikan pandangan HAMKA terbagi 2 bagian
yaitu: Pertama, Pendidikan jasmani yaitu pendidikan untuk
pertumbuhan & kesempurnaan jasmani. Kedua, Pendidikan ruhani yaitu
pendidikan untuk kesempurnaan fitrah manusia dengan ilmu pengetahuan&
pengalaman yang didasarkan pada agama.
HAMKA membedakan makna pendidikan dan pengajaran.Menurutnya
pendidikan adalah serangkaian upaya dilakukan pendidik untuk membantu membentuk
watak, budi, akhlak, dan kepribadian peserta didik, sementara pengajaran adalah
upaya untuk mengisi intelektual peserta didik dengan sejumlah ilmu pengetahuan.
Adapun tujuan pendidikan menurut HAMKA memiliki dua dimensi: yaitu bahagia di
dunia dan di akhirat.
Menurut HAMKA materi pendidikan dapat dibagi
menjadi empat bentuk, yaitu: Ilmu Agama,ilmu umum,keterampilan, kesenian. Kemudian
HAMKA memberikan metode dalam pembelajaran: Pertama, metode secara umum
diantaranya. Diskusi,Karya wisata,Resitasi.Kedua, metode Islami, di
antaranya; Amar ma’ruf nahi mungkar, Observasi.
DAFTAR RUJUKAN
Syamsul Kurniawan dan Erwin Makhrus, Jejak Pemikiran Tokoh
Pendidikan Islam,(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011).
Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2010).
Samsul
Nizar,Memperbincangkan
Dinamika Intelektual dan Pemikiran HAMKA tentang Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenada Grup, 2008).
http://yantipaic.blogspot.com/2012/01/HAMKA.html,
diakses pada tanggal 21 Desember 2014, pukul 02:47 AM
Siti Lestari, Skripsi (Pemikiran HAMKA Tentang Pendidik dalam
Pendidikan Islam),(Semarang: Fakultas Tarbiyah, IAIN Walisongo, 2010).
Mif Baihaqi, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan: Dari Abendanon Hingga
Imam Zarkasyi, (Bandung: Nuansa, 2007).
Ramayulis & Syamsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan
Islam,(Ciputat: Quantum Teaching, 2005).
Anwar Arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam
Undang-undang Sisdiknas, (Jakarta: Ditjen Kelembagaan Agama Islam Depag,
2003).
[1]Syamsul Kurniawan dan Erwin Makhrus, Jejak
Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hal.
225
[2] Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta:
Amzah, 2010), hal. 100
[3] Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam,…,
hal. 100
[4]Samsul Nizar,Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan
Pemikiran HAMKA tentang Pendidikan Islam, (Jakarta:
Prenada Grup, 2008), hal. 321.
[5]Samsul Nizar,Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan
Pemikiran HAMKA tentang Pendidikan Islam,…, hal. 313
[6]Syamsul Kurniawan dan Erwin Makhrus, Jejak
Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam,…, hal. 226
[7]http://yantipaic.blogspot.com/2012/01/HAMKA.html, diakses pada tanggal 21 Desember 2014, pukul
02:47 AM
[8]Santoso, Kenangan-kenangan 70 tahun Buya HAMKA, (Jakarta:
Terbitan Yayasan Nurul Islam, 1979), hal. 36
[9]Syamsul Kurniawan dan Erwin Makhrus, Jejak
Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam,…, hal. 226
[10]Siti Lestari, Skripsi (Pemikiran HAMKA
Tentang Pendidik dalam Pendidikan Islam), (Semarang: Fakultas Tarbiyah,
IAIN Walisongo, 2010), hal. 64-69
[11]Mif Baihaqi, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan:
Dari Abendanon Hingga Imam Zarkasyi, (Bandung: Nuansa, 2007), hal. 62
[12] Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika
Intelektual dan Pemikiran HAMKA tentang Pendidikan Islam,…, hal. 47
[13] HAMKA, Tasauf Modern, (Jakarta: Pustaka
Panjimas, 1987), hal. XVII-XIX
[14]Syamsul Kurniawan dan Erwin Makhrus, Jejak
Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam,…, hal. 229
[15] Syamsul Kurniawan dan Erwin Makhrus, Jejak
Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam,…, hal. 230
[16]Syamsul Kurniawan dan Erwin Makhrus, Jejak
Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam,…, hal. 230
[17] Ramayulis & Syamsul Nizar, Ensiklopedi
Tokoh Pendidikan Islam (Ciputat: Quantum Teaching, 2005), hal. 278-279
[18]Ramayulis & Syamsul Nizar, Ensiklopedi
Tokoh Pendidikan Islam,…, hal. 281-282
[19]Syamsul Kurniawan dan Erwin Makhrus, Jejak
Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam,…, hal. 246
[20]Syamsul Kurniawan dan Erwin Makhrus, Jejak
Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam,…, hal. 247
[21]Ramayulis & Syamsul Nizar, Ensiklopedi
Tokoh Pendidikan Islam,.., hal. 283
[22]Ramayulis & Syamsul Nizar, Ensiklopedi
Tokoh Pendidikan Islam,…,hal. 284
[23]Anwar
Arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam Undang-undang
Sisdiknas (Jakarta: Ditjen Kelembagaan Agama Islam Depag, 2003), hal.41
[24]Anwar
Arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam Undang-undang
Sisdiknas,…, hal. 79
[25] Ramayulis & Syamsul Nizar, Ensiklopedi
Tokoh Pendidikan Islam,…,hal. 285
[26]Syamsul Kurniawan dan Erwin Makhrus, Jejak
Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam,…, hal. 229
Tidak ada komentar:
Posting Komentar