BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Istilah pendidikan kerap diartikan
secara longgar dan dapat mencakup berbagai persoalan yang luas. Namun demikian,
pendidikan sebenarnya dapat ditinjau dari dua segi. Pertama dari sudut pandang
masyarakat, dan kedua dari segi pandang individu.
Dari segi pendangan masyarakat,
pendidikan berarti pewaris kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda,
agar hidup masyarakat tetap berkelanjutan. Dari segi individu pendidikan
berarti pegembangan potensi-petensi yang terdalam. Pandangan lainnya adalah
pendidikan yang ditinjau dari segi masyarakat dan dari segi individu sekaligus.
Dengan kata lain, pendidikan dipandang sebagai sekumpulan pewaris kebudayaan
dan pengembang potensi-potensi. Pada pengembangannya pendidikan dipahami orang
tidak hanya dari tiga sudut pandang di atas, bahkan melahirkan teori-teori baru
yang tentu saja sangat positif bagi kegiatan pengkajian. Namun, tidak hanya
sampai di situ, perkembangan ini pula telah melahirkan berbagai keracunan dari
pengertian pendidikan itu sendiri.
Pendidikan Islam adalah suatu
proses yang berlangsung kontiniu/berkesinambungan, berdasarkan hal ini, maka
tugas dan fungsi yang diemban oleh pendidikan Islam adalah pendidikan manusia
seutuhnya dan berlangsung sepanjang hayat. Konsep ini bermakna bahwa tugas dan
fungsi pendidikan memiliki sasaran pada peserta didik yang senantiasa tumbuh
berkembang secara dinamis, mulai dari kandungan sampai hayatnya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa hakekat
dari pendidikan Islam?
2.
Apa fungsi
pendidikan Islam?
3.
Apa tujuan
pendidikan Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakekat
Pendidikan Islam
Kalau istilah pendidikan diartikan sebagai “usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan
bagi peranannya di masa yang akan datang”, maka pendidikan itu pada hakekatnya
adalah proses pembimbingan, pembelajaran atau pelatihan terhadap anak, generasi
muda, manusia agar nantinya bisa berkehidupan dan melaksanakan peranan serta
tugas-tugas hidupnya dengan sebaik-baiknya.
Secara etimologis pendidikan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab “Tarbiyah”
dengan kata kerjanya “Robba” yang berarti mengasuh,
mendidik, memelihara.[1]Menurut
pendapat ahli, Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah tuntutan di dalam hidup
tumbuhnya anak-anak, maksudnya pendidikan adalah menuntun segala kekuatan
kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai
anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.[2]
Pendidikan mempunyai arti yang sangat luas, yang mencakup semua
perbuatan atau semua usaha dari generasi tua untuk mengalihkan nilai-nilai
serta melimpahkan pengetahuan, pengalaman, kecakapan, serta ketrampilan kepada
generasi selanjutnya, sebagai usaha untuk menyiapkan mereka, agar dapat
memenuhi fungsi hidup mereka, baik jasmani maupun rohani.[3]
Banyak ahli membahas pengertian pendidikan, tetapi dalam pembahasannya
mengalami kesulitan, karena antara satu pengertian dengan pengertian yang lain
sering terjadi perbedaan. Menurut Marimba, ia merumuskan pendidikan sebagai
bimbingan atau didikan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan anak
didik, baik jasmani maupun rohani menuju terbentuknya kepribadian yang utama.[4]
Pengertian tersebut sangat sederhana meskipun secara substansi telah
mencerminkan pemahaman tentang proses pendidikan, dari pengertian itu pula
pendidikan hanya terbatas pada pengembangan pribadi anak didik oleh pendidik.
Dari pengertian-pengertian pendidikan yang diungkapkan oleh para
ahli di atas, secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pertama pengertian
secara sempit yang mengkhususkan pendidikan hanya untuk anak dan hanya
dilakukan oleh lembaga atau instansi khusus dalam kerangka mengantarkan kepada
kedewasaan, dan yang kedua pengertian secara luas, yang, mana pendidikan
berlaku untuk semua orang dan dapat dilakukan oleh semua orang bahkan
lingkungan. Tetapi dari perbedaan tersebut ada kesamaan tujuan yaitu untuk
mencapai kebahagiaan dan nilai yang tinggi.
Untuk
memahami apa itu pendidikan Islam maka perlu kita ketahui juga mengenai Islam.
Kata Islam menurut pandangan umum yang berlaku, biasanya mempunyai konotasi
dengan dan diartikan sebagai agama Allah atau agama yang berasal dari Allah. Agama
artinya adalah jalan, agama Allah berarti agama atau ajaran yang bersumber dari
Allah.Yang dimaksud adalah agama atau jalan hidup yang ditetapkan oleh Allah
bagi manusia, untuk menuju dan kembali kepadaNya. Jadi agama Islam adalah jalan
hidup yang telah ditetapkan Allah yang harus dilalui manusia, untuk kembali
kepada Allah. Sedangkan secara etimologis, kata Islam tersebut memiliki banyak
pengertian antara lain (1) berasal dari kata kerja aslama mengandung
pengertian “menyerahkan diri, menyelamatkan diri, taat patuh dan tunduk, (2)
berasal dari kata salima yang pengertian dasarnya “selamat, sejahtera,
sentosa, bersih, dan bebas dari cacat dan cela, (3) juga berasal dari kata
dasar salam yang berarti “damai, aman dan tentram.”[5]
Walaupun kata Islam mengandung banyak arti, tetapi pada hakekatnya
pengetian-pengertian dasar itu mengarah pada terwujudnya satu system kehidupan
yang ideal bagi umat muslim.[6]
Dalam konteks
Islam, istilah pendidikan mengacu kepada makna dan asal kata yang membentuk
kata pendidikan itu sendiri dalam hubungannya dengan ajaran Islam. Untuk
memahami hakekat pendidikan Islam kita dapat mengkajinya dari istilah-istilah
yang umum digunakan oleh para ahli.Ada tiga istilah yang umum digunakan dalam
pendidikan Islam, yaitu, al-tarbiyah, al-ta’lim, dan al-ta’dib. Setiap
istilah tersebut mempunyai makna yang berbeda karena perbedaan teks dan konteks
kalimatnya. Walaupun dalam hal tertentu istilah-istilah tersebut juga mempunyai
kesamaan makna. Hal tersebut sesuai dengan yang dihasilkan dalam konferensi
Dunia tentang Pendidikan Islam(World Conference in Islamic Education) yang
diadakan di Mekkah tahun 1977 memberikan rekomendasi tentang pengertian
pendidikan menurut ajaran Islam sebagai berikut: “the meaning of education in its totality in the context of Islam is
inherent in the connotations of the terms tarbiyah, taklim, and ta’dib taken
together. What each of these terms conveys concerning man and his society and
environment in relation on God is related to the other, and together they
represent the scope of education in Islam, both formal and non formal.”[7]
Formulasi hakekat pendidikan Islam tidak bisa dilepaskan begitu
saja dari ajaran Islam yang tertuang dalam Al-qur’an dan sunnah, karena kedua
sumber ini merupakan pedoman otentik dalam penggalian khazanah keilmuan apa
pun. Dengan berpijak pada kedua sumber ini, diharapkan akan diperoleh gambaran
yang jelas tentang hakekat pendidikan Islam.
Dalam
al-qur’an memang tidak ditemukan secara khusus istilah al-tarbiyah, tetapi ada
istilah yang senada dengan al-tarbiyah, yaitu ar-rabb, rabbayani, ribbiyun,
rabbani. Selain itu, dalam sebuah hadits digunakan istilah rabbani. Semua fonem
tersebut mempunyai konotasi makna yang berbeda-beda. Merujuk kamus bahasa arab,
akan ditemukan tiga akar kata untuk istilah tarbiyah. Pertama, raba
yarbu yang artinya bertambah dan berkembang, kedua, rabiya yarba yang
artinya tumbuh dan berkembang, ketiga, rabba yarubbu yang berarti
memperbaiki, mengurusi kepentingan, mengatur, menjaga, dan memperhatikan.
Sebagaimana yang ditulis Abdu Rahman bahwa kata tarbiyah memiliki tiga akar
kata,
إذ رجعنا إلى معاجم اللغة العربية التربية أصولاً لغوية
ثلاثة :
الأصل الأول: ربا يربو بمعنى زاد ونما, وفي هذا
المعنى نزل قوله تعالى (!$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB $\/Íh (#uqç/÷zÏj9 þÎû ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Z9$# xsù (#qç/öt yYÏã «!$# ( )الروم:39.
الأصول الثاني : ربيَ يربى على وزن خفي يخفى, ومعناها:
نشأ وترعرع.
وعليه قول ابن الأعرابي:
فمن يكُ سائلا عنى فإني بمكة منزلي وبها ربيتُ
الأصل الثالث : ربَّ يرب مدّ يمدّ بمعنى أصلحه,
وتولى أموره, وساسه وقام عليه ورعاه, من هذا المعنى قول حسان بن ثابت كما أورده
ابن منظور في لسان العرب:
ولأنت أحسن إذ برزت لنا يوم الخروج بساحة القصر.
من درة بيضاء صافية مما تربّب حائر البحر
وقال: يعنى الدرة التي يربيها في الصدف, وبين
: بأن معنى : تربب حائر البحر: أي مما ترببة أي رباه مجتمع الماء في البحر.
قال : ورببت الأمر أربّه ربّاً ورباباً : أصلحته
ومتّنته.
وقد اشتق بعض الباحثين من هذه الأصول اللغوية تعريفاً
للتربية,قال الإمام البيضاوي(المتوفى 685 ه)في تفسيره (أنوار التنزيل وأسرار
التأويل): الرب في الأصل بمعنى التربية وهي تبليغ الشيء إلى كماله شيئاً فشيئاً,
ثمّ وصف به تعالى للمبالغة.
وفى كتاب مفردات الراغب الأصفهانى (المتوفى 502 ه): الرب
في الأصل التربية وهو إنشاء الشيء حالاً فحالاً إلى حد التمام.
وقد استنبط الأستاذ عبد الرحمن الباني من هذه الأصول
اللغوية أن التربية تتكون من عناصر:
أولها: المحافظة على فطرة الناشئ ورعايتها.
ثانيها: تنمية مواهبه واستعداداته كلها, وهي كثيرة
متنوعة.
ثالثها: توجيه هذه الفطرة وهذه المواهب كلها نحو صلاحها
و كمالها اللائق بها.
رابعها: التدريج في هذه العملية, وهو ما يشير
إليه البيضاوي بقوله:(.......شيئاً فشيئا) والراغب بقوله:(حالاً فحالاً.....).
ثم يستخلص من هذا نتائج أساسية في فهم التربية.
أولاها: أن التربية عملية هادفة, لها أغراضها وأهدافها
وغايتها.
النتيجة الثانية: أن المربي الحق على الإطلاق
هو الله الخالق: خالق الفطرة وواهب المواهب, وهو الذي سنّ سنناً لنموها وتفاعليها,
كما أنه شرع شرعاً لتحقيق كمالها وصلاحها وسعادتها.
النتيجة الثالثة: أن التربية تقتضي خططاً
متدرجة تسير فيها الأعمال التربوية و التعليمية وفق ترتيب منظم صاعد, ينتقل مع
الناشئ من طور إلى طور ومن مرحلة إلى مرحلة.
الرابعة: أن عمل المربي وتابعّ لخلق الله وإيجاده, كما
أنه تابع لشرع الله ودينه.
وهذا التحليل لمعنى التربية ونتائجها يؤدّي بنا إلى معنى
الشرع و الدين. لأن التربية تستمد جذورها منه, فطبيعة النفس الإنسانية طبيعة
متدينة و الإنسان في الحقيقة حيوان متديّن كما سنوضح ذلك عند بحث (خصائص التربية
الإسلامية).[8]
Apabila al-tarbiyah diidentikkan dengan ar-rabb, para ahli
memberikan pengertian yang beragam. Ibnu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Anshari
Al-Qurthubi memberikan arti ar-rabb dengan Pemilik, Tuan, Yang Maha
Memperbaiki, yang Maha Pengatur, Yang Maha Menambahkan dan Yang Maha
Menunaikan. Pengertian ini merupakan interpretasi dari kata ar-rabb dalam surah
Al-fatihah dan yang merupakan nama dari nama-nama Allah dalam Asmaul Husna. Selanjutnya
Fahrurrazi berpendapat bahwa ar-rabb merupakan fonem yang seakar dengan
al-tarbiyah yang mempunyai makna al-tanmiyah (pertumbuhan dan perkembangan). Menurutnya,
kata rabbayani tidak hanya mencakup pengajaran yang bersifat ucapan, tetapi
juga meliputi pengajaran sikap dan tingkah laku. Sementara Sayyid Quttub
menafsirkan kata rabbayani sebagai pemeliharaan anak serta menumbuhkan
kematangan sikap mentalnya. Apabila istilah al-tarbiyah diidentikkan dengan
bentuk madi-nya rabbayani sebagaimana yang tertera dalam #ZÉó|¹ÎT$u/u$yJx.QS.Al-Isra ayat 24 dan bentuk mudari’-nya nurabbi dalam
QS.Al-Syu’ara ayat 18óOs9r&y7În/tçR$uZÏù#YÏ9ur, al-tarbiyah mempunyai arti mengasuh,
menanggung, memberi makan, memproduksi, dan menjinakkan. Hanya saja dalam
konteks kalimat dalam surah al-Isra’ lebih luas, mencakup aspek jasmani-ruhani,
sedang dalam QS al-Syu’ara hanya mencakup aspek jasmani. Selanjutnya, istilah
rabbaniyyin disebutkan dalam al-qur’an dalam QS. Ali Imran 79,
"Hendaklah
kamu menjadi orang-orang rabbani, Karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan
disebabkan kamu tetap mempelajarinya.”[9]
Dengan
mencermati ayat di atas, bisa dipahami bahwa arti al-tarbiyah (sebagai padanan
dari rabbani) adalah proses transformasi ilmu pengetahuan. Proses rabbani
bermula dari proses pengenalan, hapalan, dan ingatan yang belum menjangkau
proses pemahaman dan penalaran.[10]
Ahli pendidikan
Islam, Al-Baidhawi, menyatakan bahwa tarbiyah bermakna”menyampaikan sesuatu
hingga mencapai kesempurnaan” secara bertahap. Sementara Naquib al-Attas
menjelaskan, bahwa tarbiyah mengandung pengertian mendidik, memelihara,
menjaga, dan membina semua ciptaan-Nya termasuk manusia, binatang, dan
tumbuhan. Kosakata Rabb dijadikan salah satu rujukan dalam menyusun konsep
pendidikan Islam oleh para ahli didik.
Selain konsep
tarbiyah, sering pula digunakan konsep ta’lim untuk pendidikan Islam. Secara
terminology, ta’lim berkonotasi pembelajaran, yaitu semacam proses transfer
ilmu pengetahuan. Dalam kaitan ini, ta’lim cenderung dipahami sebagai proses
bimbingan yang dititikberatkan pada aspek
peningkatan intelektualitas anak didik. Kecenderungan semacam ini, pada
batas-batas tertentu telah menimbulkan keberatan pakar pendidikan untuk
memasukkan ta’lim ke dalam pengertian pendidikan. Menurut mereka, ta’lim hanya
merupakan salah satu sisi pendidikan.[11]
Kemudian
landasan pemikiran berikutnya dalam pendidikan Islam dapat dirujuk dari kata
ta’dib. Menurut pemahaman Naquib al-Attas, ta’dib mengundang pengertian
mendidik dan juga sudah merangkum pengertian tarbiyah dan ta’lim, yaitu
pendidikan bagi manusia.
Di samping itu, pengertian tersebut mempunyai hubungan erat dengan
kondisi pendidikan ilmu dalam Islam.
Sesungguhnya,
bila dicermati pemaknaan dari masing-masing istilah, baik al-tarbiyah,
al-ta’lim, dan al-ta’dib, semuanya merujuk kepada Allah.Tarbiyah yang ditenggarai
sebagai kata bentukan dari kata rabb atau rabba mengacu kepada Allah sebagai
Rabb al-alamin. Sementara ta’lim yang berasal dari kata ‘allama, juga merujuk
kepada Allah sebagai Dzat Yang Maha ‘Alim. Selanjutnya, kata ta’dib seperti
termuat pada sabda Rasulullah SAW “Adabbani Rabbi faahsana ta’dibi”,
menjelaskan bahwa sumber utama pendidikan adalah Allah. Rasul sendiri
menegaskan bahwa beliau dididik oleh Allah sehingga karenanya Rasulullah SAW,
merupakan pendidik utama yang harus dijadikan teladan.[12]
Berdasarkan
atas pengertian al-tarbiyah, al-ta’lim, dan al-ta’dib di atas, para ahli
pendidikan Islam juga mencoba memformulasikan hakekat pendidikan Islam, dan
seperti pemaknaan istilah pendidikan, formulasi hakekat pendidikan Islam ini
juga berbeda satu sama lain. Inilah beberapa di antara formulasi tersebut:[13]
-
Muhammad Fadlil
al-Jamaly memberikan arti pendidikan Islam dengan upaya mengembangkan,
mendorong serta mengajak manusia lebih maju sehingga terbentuk pribadi yang
lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan, maupun perbuatan.
-
Omar Mohammad al-Toumy
al-Syaebany mendifinisikan pendidikan islam sebagai usaha mengubah tingkah laku
dalam kehidupan, baik individu atau masyarakat serta berinteraksi dengan alam
sekitar melalui proses kependidikan berlandasakan nilai Islam.
-
Muhammad Munir
Mursyi mengatakan bahwa pendidikan islam adalah pendidikan fitrah manusia.
Disebabkan Islam adalah fitrah maka segala perintah, larangan, dan kepatuhannya
dapat mengantarkan mengetahui fitrah ini.
Sedangkan dalam kitab usulu at-tarbiyah al-islamiyah wa asalibiha
disebutkan bahwa pendidikan Islam adalah
التربية الإسلامية هى التنظيم النفسي و الاجتماعي الذى يؤدي إلى اعتناق الإسلام
و تطبيقه كلياً في حياة الفرد و الجماعة فالتربية الاسلامية ضرورة حتمية لتحقيق الاسلام كما أراده الله أن يتحقق, وهي
بهذا المعنى تهيئة النفس الانسانية لتحمّل هذه الأمانة, وهذا يعني بالضرورة أن تكون
مصادر الإسلام هي نفسها مصادر التربية الاسلامية, وأهمها القرآن والسنّة
.[14]
Maka, dapat
ditarik kesimpulan pendidikan Islam adalah segala upaya atau proses pendidikan
yang dilakukan untuk membimbing tingkah laku manusia, baik individu, maupun
social untuk mengarahkan potensi, baik potensi dasar, maupun ajar yang sesuai
dengan fitrahnya melalui proses intelektual dan spiritual berlandasan nilai
Islam untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
B.
Fungsi
Pendidikan Islam
Pendidikan agama Islam mempunyai fungsi yang sangat penting untuk
pembinaan dan penyempurnaan kepribadian dan mental anak, karena pendidikan
agama Islam mempunyai dua aspek terpenting, yaitu aspek pertama yang ditujukan
kepada jiwa atau pembentukan kepribadian anak, dan kedua, yang ditujukan kepada
pikiran yakni pengajaran agama Islam itu sendiri. Aspek pertama dari pendidikan
Islam adalah yang ditujukan pada jiwa atau pembentukan kepribadian. Artinya
bahwa melalui pendidikan agama Islam ini anak didik diberikan keyakinan tentang
adanya Allah swt. Aspek kedua dari pendidikan Agama Islam adalah yang ditujukan
kepada aspek pikiran (intelektualitas), yaitu pengajaran Agama Islam itu
sendiri. Artinya, bahwa kepercayaan kepada Allah swt, beserta seluruh
ciptaan-Nya tidak akan sempurna manakala isi, makna yang dikandung oleh setiap
firman-Nya (ajaran-ajaran-Nya) tidak dimengerti dan dipahami secara benar. Di
sini anak didik tidak hanya sekedar diinformasikan tentang perintah dan
larangan, akan tetapi justru pada pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana beserta
argumentasinya yang dapat diyakini dan diterima oleh akal. Jika diaplikasikan
dalam kurikulum pendidikan islam, maka kurikulum berfungsi sebagai pedoman yang
digunakan oleh pendidik untuk membimbing peserta didiknya kearah tujuan
tertinggi pendidikan islam, melalui akumulasi sejumlah pengetahuan,
keterampilan dan sikap. Dalam hal ini proses pendidikan islam bukanlah suatu
proses yang dapat dilakukan secara serampangan tetapi hendaklah mengacu kepada
konseptualisasi manusia paripuma (insan kamil) yang strateginya telah tersusun
secara sistematis dalam kurikulum pendidikan islam. Fungsi pendidikan Agama
Islam di sini dapat menjadi inspirasi dan pemberi kekuatan mental yang akan
menjadi bentuk moral yang mengawasi segala tingkah laku dan petunjuk jalan
hidupnya serta menjadi obat anti penyakit gangguan jiwa. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa fungsi pendidikan Agama Islam adalah:
1. Memperkenalkan dan mendidik anak didik agar meyakini ke-Esaan Allah
swt, pencipta semesta alam beserta seluruh isinya; biasanya dimulai dengan
menuntunnya mengucapkan la ilaha illallah.
2.
Memperkenalkan
kepada anak didik apa dan mana yang diperintahkan dan mana yang dilarang (hukum
halal dan haram).
3.
Menyuruh anak
agar sejak dini dapat melaksanakan ibadah, baik ibadah yang menyangkut
hablumminallah maupun ibadah yang menyangkut hablumminannas.
4.
Mendidik anak
didik agar mencintai Rasulullah saw, mencintai ahlu baitnya dan cinta membaca
al-Qur’an.
5.
Mendidik anak
didik agar taat dan hormat kepada orang tua dan serta tidak merusak
lingkungannya.
Bila
dilihat secara operasional, fungsi pendidikan dapat dilihat dari dua bentuk:
Pertama, Alat untuk memperluas, memelihara, dan menghubungkan tingkat-tingkat
kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial serta ide-ide masyarakat dan
nasional; Kedua, Alat untuk mengadakan perubahan inovasi dan perkembangan.
Maka dapat disimpulkan bahwa fungsi pendidikan islam secara mikro
adalah proses penanaman nilai nilai ilahiah pada diri anak didik, sehingga
mereka mampu mengaktualisasikan dirinya semaksimal mungkin sesuai dengan
prinsip-prinsip religius. Secara makro pendidikan islam berfungsi sebagai
sarana pewarisan budaya dan identitas suatu komunitas yang didalamnya manusia
melakukan interaksi dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain.
Secara umum fungsi pendidikan islam adalah membimbing dan
mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dari tahap ke tahap
kehidupannya sampai mencapai titik kemampuan optimal. Sementara fungsinya
adalah menyediakan fasilitas yang dapat memungkinkan tugas pendidikan berjalan
dengan lancar.[15]
Bila dilihat dati operasional, fungsi pendidikan dapat dilihat dua
bentuk:
1. Alat untuk memperluas, memelihara, dan
menghubungkan tingkat-tingkat kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial serta
ide-ide masyarakat dan nasional.
2. Alat untuk mengadakan perubahan inovasi dan
perkembangan.
Fungsi
pendidikan Islam, dijelaskan dalam Al-Qur'an surat Al Baqarah ayat 151:
!$yJx. $uZù=yör& öNà6Ïù Zwqßu öNà6ZÏiB (#qè=÷Gt öNä3øn=tæ $oYÏG»t#uä öNà6Ïj.tãur ãNà6ßJÏk=yèãur |=»tGÅ3ø9$# spyJò6Ïtø:$#ur Nä3ßJÏk=yèãur $¨B öNs9 (#qçRqä3s? tbqßJn=÷ès? ÇÊÎÊÈ
Artinya:
“Sebagaimana kami telah mengutus kepada kamu sekalian
seorang rasul diantara kau yang membacakan ayat-ayat kami kepadamu, menyucikan
mu, mengajarkan al-Kitab, dan al-hikmah, dan mengajarkan kepadamu yang belum
kamu ketahui"(QS. Al-Baqarah: 151).
Dari ayat di atas ada lima 5 fungsi
pendidikan yang dibawa Nabi Muhammad, yang dijelaskan dalam tafsir al-Manar
karangan Muhammad Abduh:[16]
a. Membacakan ayat-ayat kami, (ayat-ayat Allah)
ialah membacakan ayat-ayat dengan tidak tertulis dalam al-Quran (al-Kauniyah),
ayat-ayat tersebut tidak lain adalah alam semesta. Dan isinya termasuk diri
manusia sendiri sebagai mikro kosmos.
Dengan
kemampuan membaca ayat-ayat Allah wawasan seseorang semakin luas dan mendalam,
sehingga sampai pada kesadaran diri terhadap wujud zat Yang Maha Pencipta
(yaitu Allah).
b.
Menyucikan diri merupakan efek langsung dari pembacaan
ayat-ayat Allah setelah mengkaji gejala-gejalanya serta menangkap
hukum-hukumnya. Yang dimaksud
dengan penyucian diri menjauhkan diri dari syirik (menyekutukan Allah) dan
memelihara akhlaq al-karimah. Dengan sikap dan perilaku demikian fitrah
kemanusiaan manusia akan terpelihara.
c.
Yang dimaksud
mengajarkan al-kitab ialah al-Quran al-karim yang secara eksplisit berisi
tuntunan hidup. Bagaimana manusia berhubungan dengan tuhan, dengan sesama
manusia dan dengan alam sekitarnya.
d.
Hikmah, menurut
Abduh adalah hadits, akan tetapi kata al-hikmah diartikan lebih luas yaitu
kebijaksanaan, maka yang dimaksud ialah kebijaksanaan hidup berdasarkan
nilai-nilai yang datang dari Allah dan rasul-Nya. Walaupun manusia sudah
memiliki kesadaran akan perlunya nilai-nilai hidup, namun tanpa pedoman yang
mutlak dari Allah, nilai-nilai tersebut akan nisbi. Oleh karena itu, menurut
Islam nilai-nilai kemanusiaan harus disadarkan pada nilai-nilai Ilahi (al-Quran
dan sunnah Rasulullah).
e.
Mengajarkan
ilmu pengetahuan, banyak ilmu pengetahuan yang belum terungkap, itulah sebabnya
Nabi Muhammad mengajarkan pada umatnya ilmu pengetahuan yang belum diketahui
oleh umat sebelumnya. Karena tugas utamanya adalah membangun akhlak al-Karimah.[17]
Dengan
mengembalikan kajian antropologi dan sosiologi ke dalam perspektif al-Quran
dapat disimpulkan bahwa fungsi pendidikan Islam adalah :
- Mengembangkan wawasan yang tepat dan benar mengenal jati diri manusia, alam sekitarnya dan mengenai kebesaran ilahi, sehingga tumbuh kemampuan membaca (analisis) fenomena alam dan kehidupan serta memahami hukum-hukum yang terkandung didalamnya. Dengan himbauan ini akan menumbuhkan kreativitas sebagai implementasi identifikasi diri pada Tuhan "pencipta".
- Membebaskan manusia dari segala analisis yang dapat merendahkan martabat manusia (fitrah manusia), baik yang datang dari dalam dirinya sendiri maupun dari luar.
- Mengembalikan ilmu pengetahuan untuk menopang dan memajukan kehidupan baik individu maupun sosial.[18]
C.
Tujuan
Pendidikan Islam
Setiap langkah manusia tentunya disertai dengan tujuan, bagitu pula
halnya dengan dunia pendidikan, karena tujuan pendidikan sangat penting dalam
menentukan arah yang hendak dicapai atau ditempuh dalam masyarakat tertentu. Sebab
tanpa perumusan yang jelas tentang tujuan pendidikan, proses pendidikan menjadi
acak-acakan, tanpa arah atau salah langkah. Berkaitan dengan hal tersebut maka
pendidikan Islam harus menyadari betul apa sebenarnya yang ingin dicapai dalam
proses pendidikan.
Pendidikan dalam arti islam adalah sesuatu
yang khusus hanya untuk manusia”, demikian menurut Syed Muhammad al-Naquib
al-Attas. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa pendidikan Islam secara
filosofis seyogianya memiliki konsepsi yang jelas dan tegas mengenai manusia.
Kalau pendidikan dalam islam hanya untuk manusia, manusia yang bagaimana yang
dikehendaki pendidikan islam? Marimba menyebutkan bahwa manusia yang
dikehendaki oleh pendidikan islam adalah manusia yang berkepribadian muslim.
Dilihat dari segi kebahasaan kata tujuan berakar dari kata dasar
tuju yang berarti arah atau jurusan. Maka, tujuan berarti maksud atau sasaran
atau dapat juga berarti sesuatu yang hendak dicapai. Sementara pengertian
tujuan secara istilah adalah batas akhir yang dicita-citakan seseorang dan
dijadikan pusat perhatiannya untuk dicapai melalui usaha.[19]
Pengertian tujuan pendidikan secara lebih luas dikemukakan oleh
Al-Syaibany, menurut beliau yang dimaksud dengan tujuan pendidikan adalah
perubahan yang diinginkan yang diusahakan oleh proses pendidikan, baik pada
tingkah laku individu dan pada kehidupan pribadinya, atau pada kehidupan
masyarakat dan alam sekitar tempat individu itu hidup, atau pada proses
pendidikan dan pengajaran, sebagai suatu kreativitas asasi dan sebagai profesi
di antara profesi-profesi asasi dalam masyarakat.[20]
Berdasarkan uraian diatas, dapat diambil suatu kesimpulan, bahwa
yang dimaksud dengan tujuan pendidikan ialah hasil akhir yang diinginkan atau
yang ingin dicapai melalui proses pendidikan.
Abuddin Nata (1997) berpendapat, sebagai
sesuatu kegiatan yang terencana, pendidikan islam memiliki kejelasan tujuan
yang ingin dicapai. Menurutnya perumusan dan penetapan tujuan pendidikan islam
harus memenuhi kriteria berikut:
a. Mengarahkan manusia agar menjadi khalifah
Tuhan di muka bumi dengan melaksanakan tugas-tugas memakmurkan dan mengolah
bumi sesuai kehendak Tuhan.
b. Mengarahkan manusia agar seluruh pelaksanaan tugas
kekhalifahan di muka bumi dilakukan dalam rangka pengabdian/beribadah kepada
Allah.
c. Mengarahkan manusia agar berakhlak mulia
sehingga tidak menyalahgunakan fungsi kekhalifahannya.
d. Membina dan mengarahkan potensi akal, jiwa dan
jasmani guna pemilikan pengetahuan, akhlak dan keretampilan yang dapat
digunakan mendukung tugas pengabdian dan kekhalifahannya.
Tujuan pendidikan mempunyai kedudukan yang amat penting. Ada empat
fungsi tujuan pendidikan menurut rumusan Ahmad D. Marimba, yaitu:
1.
Tujuan
berfungsi mengakhiri usaha,
2.
Tujuan
berfungsi mengarahkan usaha,
3.
Tujuan berfungsi
sebagai titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lanjutan dari tujuan
pertama,
4.
Tujuan memberi
nilai pada sifat pada usaha itu.[22]
Zuhairini, dkk (1995) berpendapat bahwa tujuan adalah dunia cinta
yakni suasana ideal yang ingin diwujudkan. Hasan Langulung (1989) memberi
pentahapan tujuan pendidikan islam menjadi tiga tingkat:
1. Tujuan tertinggi, tujuan ini bersifat mutlak,
artinya tidak akan mengalami perubahan baik dalam dimensi ruang waktu yang
berbeda-beda.
2. Tujuan umum, lebih menekankan pada pendekatan
empirik.
3. Tujuan khusus, tujuan ini adalah perubahan
yang diharapkan dari tujuan-tujuan umum secara lebih spesifik lagi.
Dalam konteks tujuan pendidikan Islam, menurut Hasan Langgulung,
bahwa tujuan pendidikan islam harus mampu mengakomodasikan tiga fungsi utama
dari agama, antara lain:
1.
Fungsi
spiritual, yaitu berkaitan dengan akidah dan iman.
2.
Fungsi
psikologis, yaitu berkaitan dengan tingkah laku individu termasuk nilai-nilai
akhlak yang mengangkat derajat manusia ke derajat yang lebih sempurna.
3.
Fungsi social,
yaitu berkaitan dengan aturan-aturan yang menghubungkan manusia dengan manusia
lain atau masyarakat, yang mana masing-masing mempunyai hak untuk menyusun
masyarakat yang harmonis dan seimbang.[23]
Al-Syaibani
memberikan rumusan tentang prinsip-prinsip yang harus dijadikan dasar dalam
konseptualisasi tujuan Islam. Adapun prinsip-prinsip tersebut adalah
menyeluruh, keseimbangan, kejelasan, tidak ada pertentangan, relistis, dan
dapat dilaksanakan, perubahan pada arah yang dapat dikehendaki, menjaga perbedaan-perbedaan
perseorangan dan dinamis serta menerima perubahan. Dari prinsip-prinsip
tersebut maka dapat dirumuskan tujuan pendidikan yang lebih fungsional sesuai
dengan kondisi social dan non social yang melingkupi proses pendidikan.[24]
Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibani (1979) juga merumuskan tujuan pendidikan
islam sejalan dengan misi islam itu sendiri, yaitu “mempertinggi nilai-nilai
akhlak hingga mencapai tingkat akhlakul karimah”. Sementara Jalaluddin dan
Usman Said menyimpulkan tujuan pendidikan islam telah terangkum dalam kandungan
surat al-Baqarah (2) ayat 201:
رَبَّنَآ
ءَاتِنَا فِي ٱلدُّنۡيَا حَسَنَةٗ ٢٠١
"Ya Tuhan kami,
berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat ".
Menurut Mohammad Athiyah al-Abrosyi (1980) tujuan pendidikan islam adalah:
“Membantu pembentukan akhlak yang mulia, mempersiapkan kehidupan dunia dan
akhirat, menumbuhkan ruh ilmiah (scientific spirit) pada pelajaran dan
memuaskan keinginan hati untuk mengetahui (curiosity) dan memungkinkan ia
mengkaji ilmu sekadar sebagai ulmu, menyiapkan pelajaran agar dapat menguasai
profesi tertentu, teknis tertentu dan perusahaan tertentu agar dapat mencari
rezeki, hidup mulia dengan tetap memelihara kerihanian dan keagamaan, serta
mempersiapkan kemampuan mencari dan mendayagunaan rezeki.[25]
Untuk
mengetahui tujuan pendidikan harus berdasar atas tinjauan filosofis. Menurut
Imam Barnadib tujuan pendidikan secara umum dijelaskan seperti berikut:[26]
1.
Jika pendidikan
bersifat progresif, tujuannya harus diartikan sebagai rekonstruksi pengalaman.
Dalam hal ini pendidikan bukan sekedar menyampaikan pengetahuan kepada anak
didik, melainkan pula melatih kemampuan berfikir dengan memberikan stimulun,
sehingga mampu berbuat sesuai dengan intelegensi dan tuntutan lingkungan.
Aliran ini dikenal dengan aliran progresivisme.
2.
Jika yang
dikehendaki pendidikan adalah nilai yang tinggi, pendidikan pembawa nilai yang
ada di luar jiwa anak didik, sehingga ia perlu dilatih agar mempunyai kemampuan
yang tinggi. Aliran ini dikenal dengan esensialisme.
3.
Jika tujuan
pendidikan yang dikehendaki agar kembali kepada konsep jiwa sebagai tuntutan
manusia, prinsip utamanya ia sebagai dasar pegangan intelektual manusia yang
menjadi sarana untuk menemukan evidensi sendiri. aliran ini dikenal dengan
perenialisme.
4.
Menghendaki agar
anak didik dibangkitkan kemampuannya secara konstruktif menyesuaikan diri
dengan tuntutan perkembangan masyarakat karena adanya pengaruh dari ilmu pengetahuan
dan teknologi. Dengan penyesuaian ini, anak didik tetap berada dalam suasana
aman dan bebas yang dikenal dengan aliran rekonstruksionisme.
Tujuan tersebut
di atas berangkat dan terkait dengan definisi pendidikan sesuai dengan
alirannya masing-masing. Demikian juga dengan tujuan pendidikan Islam. Jika
berangkat dari definisinya, tujuannya adalah terbentuknya kepribadian yang
utama berdasarkan pada nilai-nilai dan ukuran ajaran Islam dan dinilai bahwa
setiap upaya yang menuju kepada proses pencarian ilmu dikategorikan sebagai
upaya perjuangan di jalan Allah.
Charles Hummel mengemukakan, bahwa dalam menentukan tujuan pendidikan ada
beberapa nilai yang perlu diperhatikan. Pertama autonomy, yaitu memberi
kesadaran, pengetahuan, dan kemampuan secara maksimum kepada individu meupun
kelompok untuk hidup mandiri, dan hidup bersama dalam kehidupan yang lebih
baik. Kedua, equity, berarti bahwa tujuan pendidikan tersebut harus
memberi kesempatan kepada seluruh warga masyarakat untu dapat berpartisipasi
dalam kehidupan berbudaya dan kehidupan ekonomi, dengan memberikannya
pendidikan sebagai bekal hidup. Ketiga survival, yaitu dengan pendidikan
akan menjamin pewarisan budaya dari satu generasi kepada generasi berikutnya.[27]
Proses
pendidikan terkait dengan kebutuhan dan tabiat menusia tidak terlepas dari tiga
unsur, yaitu jasad, ruh, dan akal. Oleh karena itu, tujuan pendidikan Islam
secara umum harus dibangun berdasarkan tiga komponen tersebut, yang
masing-masing harus dijaga keseimbangannya. Maka dari sini, tujuan pendidikan
Islam dapat dikelompokkan menjadi tiga;
1.
Pendidikan
jasmani
Keberadaan
manusia telah diprediksikan sebagai khalifah yang akan berinteraksi dengan
lingkungannya, maka keunggulan fisik memberikan indikasi kualifikasi yang harus
diperhitungkan, yaitu kegagahan dan keperkasaan seorang raja. Hal ini
sebagaiman yang ditegaskan dalam Al-Qur’an,
Nabi (mereka)
berkata: "Sesungguhnya Allah Telah memilih rajamu dan menganugerahinya
ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa." Allah memberikan pemerintahan
kepada siapa yang dikehendaki-Nya.dan Allah Maha luas pemberian-Nya lagi Maha
Mengetahui. (QS. Al-Baqarah 247).
Fisik memang buka tujuan utama. Akan tetapi ia sangat berpengaruh.
Ia berpengaruh dan memegang peran penting, sampai-sampai kecintaan Allah
terhadap orang mukmin lebih diprioritaskan untuk orang yang mempunyai keimanan
yang kuat dan fisik yang kuat dibandingkan dengan orang yang mempunyai keimanan
yang kuat, tetapi fisiknya lemah. Rasulullah bersabda, “orang mukmin yang
kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mukmin yang
lemah.”.(HR.Muslim).
Pendidikan jasmani merupakan usaha untuk menumbuhkan, menguatkan,
dan memelihara jasmani dengan baik. Dengan demikian, jasmani mampu melaksanakan
berbagai kegiatan dan beban tanggung-jawab yang dihadapinya dalam kehidupan
individu dan social.
2.
Pendidikan akal
Pendidikan akal adalah peningkatan pemikiran akal dan latihan
secara teratur untuk berfikir benar. Pendidikan intelektual akan mampu
memperbaiki pemikiran tentang ragam pengaruh dan realitas secara tepat dan
benar. Hal ini akan menghasilkan keputusan atas segala sesuatu yang dipikirkan
menjadi tepat dan benar. Beberapa cara untuk mencapai keberhasilan pendidikan
intelektual, yaitu melatih perasaan peserta didik untuk meningkatkan
kecermatannya, melatih peserta didik untuk mengamati sesuatu yang bermanfaat
bagi kehidupan dunia dan akhirat, melatih daya intuisi sebagai sarana penting
bagi daya cipta, dan membiasakan anak didik berfikir sistematis dan menanamkan
kecintaan berfikir sistematis.
Dengan demikian tujuan pendidikan akal terikat perhatiannya dengan
perkembangan intelegensi yang mengarahkan manusia sebagai individu untuk
menemukan kebenaran yang sesungguhnya yang mampu memberikan pencerahan diri.
3.
Pendidikan
akhlak
Akhlak mempunyai kedudukan sangat penting dalam ajaran Islam, untuk
mencapai keridhaan Allah. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari,
dijelaskan tentang sendi-sendi agama yang bertumpu pada tiga komponen, yaitu
iman, Islam, ihsan. Ketiganya merupakan system yang dalam praktik tidak dapat
dipisahkan satu sama lain, tetapi merupakan totalitas untuk mewujudkan akhlaq
al-karimah dalam setiap perilaku manusia dalam setiap aspek kehidupan.
Pembentukan akhlak mulia merupakan tujuan utama yang harus
disuritauladankan oleh guru pada anak didik. Tujuan utama dari pendidikan islam
adalah pembentukan akhlak dan budi pekerti yang sanggup menghasilkan
orang-orang bermoral, jiwa bersih, cita-cita yang benar dan akhlak yang tinggi,
mengetahui kewajiban dan melaksanakannya, menghormati hak-hak manusia, dapat
membedakan buruk dan baik, memilih fadhilah karena cinta fadhilah, menghindari
perbuatan tercela dan mengingat Tuhan di setiap melakukan pekerjaan.
Pendidikan akhlak bertujuan untuk membina kualitas manusia prima
dengan ciri-ciri, antara lain a. beriman dan bertakwa kepada Allah sebagai satu-satunya
Tuhan, b. berakal sehat atau mempunyai kemampuan akademik, yaitu mampu
mengembangkan kecerdasannya dengan mencintai ilmu terutama yang sesuai dengan
bakatnya, c. mempunyai kematangan kepribadian, berbudi luhur, jujur, amanah,
barani, qanaah, sabar, bertanggung jawab dan percaya diri, d. mempunyai
ketrampilan belajar, bekerja dan beramal saleh, disiplin kreatif dan inovatif.[28]
Sementara itu, Mahmud al-Sayyid Sultan dalam Mafahim Tarbawiyah fi
al-Islam menjelaskan bahwa tujuan pendidikan dalam islam haruslah memenuhi
beberapa karakteristik, seperti kejelasan, keumuman, universal, integral,
rasional, aktual, ideal, dan mencakup jangkauan untuk masa yang panjang. Dengan
karakteristik ini, tujuan pendidikan islam harus mencakup aspek kognitif
(fikriyah ma’rafiyyah), afektif (khuluqiyyah), psikomotor (jihadiyyah),
spiritual (ruhiyyah), dan sosial kemasyarakatan (ijtima’iyyah).
Laporan
hasil World Conference on Muslim Education yang pertama di Makkah 31 Maret-8
April 1977 menyebutkan:
“Education should aim at balanced growth of
the total personality of man through the training of mans spirit, intellect,
the rational self, feelings and bodily senses. Education should therefore cater
for the growth of man in all its aspects; spiritual, intellectual, and
collectively and motivate all these aspects towards goodness and the attainment
of perpection. The ultimate aim of Muslim education lies in the realization of
complete submission to Allah on the level of individual, the community and
humanity at large.”
Dari
kutipan di atas tampak bahwa pendidikan islam memiliki dua tujuan, yaitu tujuan
antara dan tujuan akhir. Kedua tujuan ini disebut oleh Abdul Rahman Salih
Abdullah dengan istilah objectives dan aims atau dalam terma Arabnya ahdaf dan
ghayah.[29]
Sedangkan menurut Muhammad bin Salim bin Ali Jabir bahwa tujuan
pendidikan Islam itu ada empat tingkat:
والأهداف التربوية
الإسلامية تدور حول أربعة مستويات:
الأول: الأهداف التي تدور على مستوى العبودية لله - سبحانه
وتعالى - أو إخلاص العبودية لله.
الثاني: الأهداف التي تدور على مستوى الفرد؛ لإنشاء شخصية
إسلامية ذات مثل أعلى يتصل بالله تعالى.
الثالث: الأهداف التي تدور حول بناء المجتمع الإسلامي، أو
بناء الأمة المؤمنة.
الرابع: الأهداف التي تدور حول تحقيق المنافع الدينية والدنيوية.[30]
Sedangkan menurut Athbiya’ al-Abrasy tujuan pendidikan Islam ada
lima, yaitu:
1.
Membantu
pembentukan akhlak yang mulia
2.
Mempersiapkan
untuk kehidupan dunia dan akhirat
3.
Membentuk
pribadi utuh, sehat jasmani dan rohani.
4.
Menumbuhkan ruh
ilmiah, sehingga memungkinkan murid mengkaji ilmu semata untuk ilmu itu
sendiri.
5.
Menyiapkan
murid agar mempunyai profesi tertentu sehingga dapat melaksanakan tugas dunia
dengan baik atau singkatnya persiapan untuk mencari rizki[31]
Pendapat lain mengatakan bahwa tujuan umum dari pendidikan Islam
adalah :
الأهداف الروحي و الخلقي:
تهيئة الفرص المناسبة للطفل في هذه المرحلة
لينمو روحيا وخلقيا متفهما مبادئ دينه الحنيف حتى تتكون لدية العقائد و الاتجاهات
الدينية
1.هدف
النمو العقلي :
تزويد الطفل بأنواع المعرفة الضرورية وبطريقة
مبسطة حتى ينتهي منها وهو على معرفة بالقراءة و الكتابة و التعبير متمكنا من
العمليات الأساسية فلي الحساب قادرا على استخدامها في حياته العادية
2.هدف
النمو الجسمي :
أن يلتزم الطفل
بالقواعد الصحية العامة و يتبعا عن اقتناع بأهميتها لسلامة جسمه وبذلك نصل إلى غرس
العادات الصحية الأساسية.
3.هدف
النمو النفسي :
أن ينموا الطفل
على درجة طيبة من الصحة النفسية الخالية من المرض النفسي متمشيا مع القدرة على
الإحساس و الجمال و التذوق الفني.
4.هدف
النمو الاجتماعي :
مساعدة الطفل على النمو في مجتمع ارتضى
النظام الديمقراطي وغرس عادات السلوك الاجتماعي عن طريق المواد الأساسية و
النشاطات المختلفة .
5.الهدف
القومي:
تربية الطفل على
الاعتزاز بوطنه وأمته العربية وذلك عن طريق تعريفة للمظاهر الطبيعة و الاجتماعية
لوطنه الكويت و تاريخ الأمة العربية الإسلامية.[32]
Dari berbagai
tujuan pendidikan Islam di atas menggambarkan berapa luasnya ruang lingkup dan
sasaran yang harus dicapai pendidikan islam. Namun demikian, patokan yang kita
pegangi bahwa pada hakekatnya tujuan pendidikan Islam sama dengan tujuan
kehidupan umat manusia khususnya umat Islam, yang pada intinya untuk memperoleh
kesejahteraan hidup harus di dunia dan akhirat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Dalam rangka melaksanakan tugas
sebagai pewaris para nabi (waratsatul Anbiya’), para pendidik hendaklah
bertolak pada amar ma’ruf dan nahi munkar dalam artian menjadikan prinsip
tauhid sebagai pusat penyebaran misi iman, Islam dan ihsan, dan kekuatan rohani
pokok yang dikembangkan oleh pendidikan adalah individualitas, sosialitas dan
moralitas (nilai-nilai agama dan moral).
2. Fungsi Pendidikan Islam adalah
membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dari
tahap ke tahap kehidupannya sampai mencapai titik kemampuan optimal.
3. Tujuan pendidikan Islam adalah melahirkan
manusia paripurna, terbaik, insan
kamil atau manusia yang bertaqwa yaitu sosok
manusia yang memahami peran dan fungsinya dalam kehidupan, serta manyandarkan
semuanya pada ajaran dan hukum Allah SWT dan Rasulullah SAW.
B. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat, kami menyadari tentunya makalah ini tak
lepas dari kesalahan-kesalahan, baik itu kesalah tulisan atau kesalahan materi,
oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari segenap pembaca dan dosen
pengampu senantiasa kami harapkan, demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi. 2005. Ideologi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Abduh, M. Tafsir al-Manar, Juz III. Beirut : Darul Ma'arif, t.th,
As Said, Muhammad. 2011. Filsafat
Pendidikan Agama Islam. Yogyakarta: Mitra Pustaka
Daradjat,
Zakiah. 2004. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:
Bumi Aksara.
Haitami, Moh.
Syamsul Kurniawan. Studi Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media
Hummel, Charles. 1977. Education Today for the World
of Tomorrow, paris: unisco
Langgulung.
1998. Asas-asas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Husna
Muchsin,
Bashori, dkk. 2010. Pendidikan Islam Humanistik. Bandung: Refika
Aditama.
Marimba, Ahmad.
1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al-Ma’arif
Salih Abdullah, Abdul Rahman. Education Theory: A Qur’anic Outlook,
Makkah al-Mukarramah: Umm al-Qura University,t.t
Suharto, Toto. 2011. Filsafat Pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media.
Syar’I, Ahmad.
2005. Filsafat Pendidikan Islam.
Jakarta: Pustaka Firdaus.
Tim dosen Sunan
Ampel-Malang. 1996. Dasar-dasar Kependidikan Islam. Surabaya: Karya
Abditama
Usman. 2010. Filsafat Pendidikan Kajian Filosofis
Pendidikan Nahdlatul Wathan. Teras: Yogyakarta: Teras.
http://www.moe.edu.kw/_layouts/Moe/Forms/schools2/ahmedy/primaryschools/girls/asya/aheslam.htm. Rabu, 3 desember 2014. 9.21
عبد الرحمن النحلاوى.1996. أصول التربية الإسلامية. دمشق: دار الفكر.
سعيد إسماعيل على.2007 أصول التربية الإسلامية. القاهرة: دار السلام.
عبد الوهاب عبد السلام طويلة. 2003 .التربية الإسلامية وفن التدريس.
القاهرة: دار السلام.
ماجد زكي الجلاد. 2004 . تدريس التربية الإسلامية. عمان: دار المسيرة.
[1] Zakiah
Daradjat. Ilmu
Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 2004
[2]Moh. Haitami,
Syamsul Kurniawan. Studi Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, hlm 28
[3]Langgulung.Asas-asas
Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Husna, 1998
[4] Ahmad Marimba.
Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al-Ma’arif, 1989
[5]Tim dosen Sunan
Ampel-Malang.Dasar-dasar Kependidikan Islam. Surabaya: Karya Abditama,
1996. Hlm 7
[9] Al-Quranul
karim
[10]Moh. Haitami,
Syamsul Kurniawan. Studi Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, hlm 31
[11]Tim dosen Sunan
Ampel-Malang.Dasar-dasar Kependidikan Islam. Surabaya: Karya Abditama,
1996. Hlm 15
[13]Moh. Haitami,
Syamsul Kurniawan. Studi Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, hlm 32
[14] Abdurahman
alnahlawi. Usulu Tarbiyah Al-Islamiyah wa Asalibiha. Bairut: Darul Fikr.
1996.hlm 21
[15]. Dr. Usman, M.Ag. Filsafat Pendidikan Kajian Filosofis Pendidikan
Nahdlatul Wathan. 2010. Teras: Yogyakarta, hlm. 115.
[19]Moh. Haitami,
Syamsul Kurniawan. Studi Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, hlm 113
[23] Hasan
Langgulung. Beberapa pemikiran tentang Pendidikan Islam.Bandung:
Al-Ma’arif. 1980
[24] Ahmad Syar’i. filsafat
Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus. 2005. Hlm 24
[25]. H. Ahmad Syar’i, Filsafat Pendidikan Islam, 2005, Firdaus:
Jakarta, hlm. 28-29
[26]Moh. Haitami,
Syamsul Kurniawan. Studi Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, hlm 116
[27]. Charles Hummel, Education Today for the World of Tomorrow,
1977, paris unisco. Hlm. 39
[28]Moh. Haitami,
Syamsul Kurniawan. Studi Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, hlm 117-120
[29]. Abdul Rahman
Salih Abdullah, Education Theory: A Qur’anic Outlook, Makkah
al-Mukarramah: Umm al-Qura University,t.t.), hlm. 114
[31]Bashori
Muchsin, dkk. Pendidikan Islam Humanistik. Bandung: Refika Aditama.
2010. Hlm 11
[32]http://www.moe.edu.kw/_layouts/Moe/Forms/schools2/ahmedy/primaryschools/girls/asya/aheslam.htm. Rabu, 3 desember 2014. 9.21
Tidak ada komentar:
Posting Komentar