Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Sabtu, 19 Mei 2018

MACAM MACAM NAJIS DALAM HUKUN ISLAM


Secara etimologi ‘Najis” berarti sesuatu yang mengotori. Secara terminology (bahasa) “Najis” adalah lawan dari thaharah, yaitu  . Sedangkan menurut syara “Najis” adalah sesuatu yang kotor yang dapat menghalangi keabsahan shalat selama tidak ada sesuatu yag meringankan (rukhsal).
Menurut beberapa tokoh pengertian najis adalah:
1.      Menurut Sayyid Sabiq Najis adalah kotoran yang bagi setiap muslim wajib mensucikan diri dari padanya dan mensucikan apa yang dikenainya.
2.      Menurut Imam Maliki , Najis adalah sesuatu sifat yang menurut syar’i dilarang mengerjakan shalat dan memakai pakaian yang terkena najis atau di tempat yang ada najisnya.
3.      Menurut Musthafa Kamal Pasha Najis adalah suatu perkara yang dipandang kotor dan menjijikan.
Sesuai Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah Al-Muddatstsir ayat 4, da Sabda Nabi Muhammad SAW  yaitu :
Artinya : “ Mengenai pakaianmu, hendaklah kamu bersihkan” (Q.S Al-Muddatstsir;4)
Artinya : “Bersuci sebagian dari iman”
B.     Jenis-Jenis Najis
Najis terdiri  dari beberapa macam, ada yang berbentuk cair adapula yang berbentuk padat. Contoh najis yang bersifat cair misalnya khamar, air seni(urine), darah dll. Sedangkan yang bersifat padat misalnya bangkai, tinja dan sebagainya. Najis terbagi atas tiga yaitu najis mughalazah, najis muthawasithah dan najis mukhaffafah.
1.      Najis Mughalazhah
Yaitu najis berat, contohnya anjing, babi, dan peranakan dari keduanya, berikut pula air seni, air liur, tinja, dll yang bersumber dari binatang-binatang tersebut.
2.      Najis Muthawasithah (najis sedang)
Najis Muthawasithah adalah semua najis selain anjing dan babi atau peranakan dari keduanya. Najis Muthawasithah ini ini berupa najis ‘ainiyyah (masih ada zat warna, rasa dan bau) dan najis hukmiyah (kita yakin ada najis tetapi tidak nyata zat bau, rasa dan baunya).
3.      Najis Mukhaffafah
Yaitu najis ringan, contohnya yaitu air seni bayi laki-laki yang belum berumur dua tahun dan belum makan apa pun selain ASI.

C.     Benda-Benda Yang Termasuk Najis
Suatu barang (benda) menurut hukum aslinya adalah suci selama tak ada dalil yang menunjukkan bahwa benda itu najis ( Sulaiman Rasjid, 2011 : 16). Benda itu banyak, diantaranya :
1.      Bangkai binatang darat yang berdarah selain dari mayat manusia
Adapun bangkai binatang laut (ikan) dan bangkai binatang darat yang tidak berdarah ketika masih hidup (belalang) serta mayat manusia semuanya suci. Sesuai Firman Allah SWT :
Artinya : “diharamkan bagimu (memakan) bangkai”. (Q.S Al-Maidah : 3)
Adapun bangkai ikan dan binatang darat yang tidak berdarah, begitu juga mayat manusia tidak masuk dalam arti bangkai yang umum dalam ayat tersebut karena ada keterangan lain. Bagian batang seperti daging, kulit, tulang, urat, bulu dan lemaknya semuanya itu najis menurut mazhab Syafi’i. Menurut mazhab Hanafi yang najis hanya bagian-bagian yang mengandung roh (bagian-bagian yang bernyawa ) saja, seperti daging dan kulit. Bagian-bagian yang tidak bernyawa seperti kuku, tulang, tanduk dan bulu semuanya itu suci. Bagian-bagian yang tak bernyawa dari anjing dan babi tidak termasuk najis.
Dalil kedua mazhab tersebut adalah mazhab pertama mengambil dari makna umum dalam ayat tersebut, karena bangkai itu sesuatu yang tersusun dari bagian-bagian tersebut. Mazhab kedua beralasan dengan hadits Maimunah.
Sabda Rasulullah saw :
اِنَّمَا حَرُمَ اَكْلُهَا وَفِى رِوَايَةٍ لَحْمُهَا. (رواه الجماعة)
“sesungguhnya yang haram ialah memakannya.” Pada riwayat lain ditegaskan bahwa yang haram ialah “dagingnya”. (H.R. Jama’ah)
Berdasarkan hadits ini mereka berpendapat bahwa menurut pengertian hadits tersebut selain dari daging tidaklah haram. Lagi pula mazhab kedua ini berpendapat bahwa yang dinamakan bangkai itu adalah bagian-bagian yang tadinya mengandung roh, bagian-bagian yang tadinya tidak bernyawa tidak dinamakan bangkai.
Adapun dalil bahwa mayat manusia itu suci adalah firman Allah SWT :
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِىْ اٰدَمَ
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam (manusia)”. (Q.S. Al-Isra : 70)
Arti dimuliakan itu hendaknya jangan dianggap sebagai kotoran (najis). Lagi pula seandainya mayat manusia itu najis, kita tidak disuruh memandikannya, karena kita tidaklah disuruh mencuci najis-najis ‘ain lainnya, bahkan najis-najis ‘ain lainnya itu tidak dapat dicuci. Maka suruhan terhadap kita untuk memandikan mayat itu adalah suatu tanda bahwa mayat manusia itu bukan najis, hanya ada kemungkinan terkena najis sehingga kita disuruh memandikannya.
2.      Darah
Segala macam darah itu najis selain hati dan limpa. Firman Allah SWT :
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi”. (Q.S Al-Maidah : 3)
Sabda Rasulullah SAW :
اُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ اَلسَّمَكُ وَالْجَرَادُ وَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ (رواه ابن ماجه)
“Telah dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah, ikan dan belalang, hati dan limpa”.(H.R Ibnu Majah)
3.      Nanah
Segala macam nanah itu najis, baik yang kental maupun yang cair, karena nanah itu merupakan darah yang sudah busuk.
4.      Segala benda yang keluar dari dua pintu
Semua itu najis selain mani, baik yang biasa seperti tinja, air ataupun yang tidak biasa seperti mazi, baik dari hewan yang halal dimakan ataupun yang haram dimakan. Sabda rasulullah SAW :
اِنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا جِىْءَ لَهُ بِحَجَرَيْنِ وَرَوْثَةِ لِيَسْتَنْجِىَ بِهَا, اَخَذَالْحَجَرَيْنِ وَرَدَّالرَّوْثَةَ وَقَالَ هّذِهِ رِكْسٌ(رواه البخري)
“sesungguhnya Rasulallah saw diberi dua biji batu dan sebuah tinja keras untuk dipakai istinja. Beliau mengambil dua batu saja, sedangkan tinja beliau kembalikan dan berkata, tinja itu najis”. (H.R. Bukhari)
5.      Arak, setiap minuman yang memabukkan
Sesuai Firman Allah SWT : 
“Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah[434], adalah Termasuk perbuatan syaitan” (Q.S Al-Maidah : 90)
6.      Anjing dan babi
Semua hewan suci, kecuali anjing dan babi. Sabda Rasulullah SAW :
طَهُوْرَاِنَاءِ اَحَدِكُمْ اِذَاوَلَغَ فِيْهِ الْكَلْبُ اَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ اُوْلاَهُنَّ بِالتُّرابٍ.
“Cara mencuci bejana seseorang diantara kamu apabila dijilat anjing, hendaklah dibasuh tujuh kali, salah satunya hendaklah dicampur dengan tanah” (H.R Muslim)
Cara mengambil dalil dengan hadits tersebut ialah dalam hadits ini kita disuruh mencuci bejana yang dijilat anjing. Mencuci sesuatu disebabkan karena tiga perkara yaitu hadas, najis dan kehormatannya. Dimulut anjing sudah tentu tidak ada hadas dan kehormatan. Oleh sebab itu, pencuciannya hanya karena najis. Babi dikiaskan dengan anjing karena keadaannya lebih buruk daripada anjing. Sebagian ulama berpendapat bahwa njing itu suci, mereka beralasan dengan hadits yang diriwayatkan Abu Daud dari Ibn Umar bahwa di zaman Rasulullah anjing-anjing banyak keluar masuk masjid dan tidak pernah dibasuh. Selain dari itu beralasan dengan firman Allah SWT :

“Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu”.(Q.S Al-Maidah :4)

Dalam ayat diatas kita diperbolehkan memakan binatang yang ditangkap anjing dan tidap disuruh mencucinya terlebih dahulu, sedangkan binatang itu sudah tentu bergelimang air liur anjing yang menangkapnya itu.
Pendapat pertama menjawab bahwa keluar masuknya anjing kemasjid tidak menunjukkan sucinya. Begitu juga ayat tersebut tidak dapat menjadi dalil atas sucinya, sebab diperbolehkan memakan binatang itu tidaklah berarti tak wajib mencucinya, hanya tidak diterangkan dalam ayat karena dalil wajib mencuci najis itu sudah cukup diterangkan pada tempat yang lain.
7.      Bagian badan binatang yang diambil dari tubuhnya selagi hidup
Hukum bagian-bagian badan binatang yang diambil selagi hidup ialah seperti bangkainya. Maksudnya, kalau bangkainya najis, maka yang dipotongnya najis seperti babi atau kambing. Kalau bangkainya suci yang dpotong sewaktu hidupnya pun suci pula seperti yang diambil dari ikan hidup. Kecuali bulu hewan yang halal dimakan hukumnya suci. Firman Allah SWT :
“dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu onta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga”.(Q.S An-Nahl : 80)
Semua najis dapat dicuci kecuali arak. Jika ia sudah menjadi cuka dengan sendirinya, maka ia menjadi suci apabila cukup syarat-syaratnya begitu juga kulit bangkai dapat menjadi suci setelah disamak.
D.    Cara Membersihkan Najis
1.      Apabila najisnya mugallazah (tebal) maka cara mensucikannya ialah dengan dibasuh sebanyak tujuh kali satu kali diantaranya hendaknya dicampur dengan air yang dicampur tanah. Sabda Rasulullah SAW:
طَهُوْرَاِنَاءِ اَحَدِكُمْ اِذَاوَلَغَ فِيْهِ الْكَلْبُ اَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ اُوْلاَهُنَّ بِالتُّرابٍ.
“Cara mencuci bejana seseorang diantara kamu apabila dijilat anjing, hendaklah dibasuh tujuh kali, salah satunya hendaklah dicampur dengan tanah” (H.R Muslim).
2.     Apabila najisnya mukhoffafah (ringan) misalnya kencing anak laki-laki yang belum makan makanan selain ASI. Menyuci benda yang terkena najis ini sudah memadai dengan memercikkan air pada benda itu, meskipun tidak mengalir. Adapun kencing anak perempuan yang belum makan apa-apa selain ASI, kaifiat mencucinya hendaklah dibasuh sampai air mengalir diatas benda yang terkena najis itu, dan hilang zat najis dan sifat-sifatnya, sebagaimana mencuci kencing orang dewasa.
Sabda Rasulullah SAW :
يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الْجَارِيَّةِ وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ الْغُلاَمِ
“kencing anak-anak perempuan dibasuh, dan kencing anak-anak laki-laki diperciki” (H.R Tirmizi)
3.     Apabila najisnya mutawassitah (pertengahan), yaitu najis yang lain daripada yang telah disebutkan. Najis ini terdiri atas dua bagian :
a.       Najis hukmiyah cara menyucikannya adalah cukup dengan mengalirkan air diatas benda yang kena itu.
b.      Najis ‘ainiyah cara menyucikannya yaitu dengan menghilangkan zat rasa, warna dan baunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar