Secara etimologi ‘Najis” berarti
sesuatu yang mengotori. Secara terminology (bahasa) “Najis” adalah lawan dari
thaharah, yaitu . Sedangkan menurut syara “Najis” adalah sesuatu yang
kotor yang dapat menghalangi keabsahan shalat selama tidak ada sesuatu yag
meringankan (rukhsal).
Menurut beberapa tokoh pengertian
najis adalah:
1. Menurut
Sayyid Sabiq Najis adalah kotoran yang bagi setiap muslim wajib mensucikan diri
dari padanya dan mensucikan apa yang dikenainya.
2. Menurut
Imam Maliki , Najis adalah sesuatu sifat yang menurut syar’i dilarang mengerjakan
shalat dan memakai pakaian yang terkena najis atau di tempat yang ada najisnya.
3. Menurut
Musthafa Kamal Pasha Najis adalah suatu perkara yang dipandang kotor dan
menjijikan.
Sesuai
Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah Al-Muddatstsir ayat 4, da Sabda Nabi
Muhammad SAW yaitu :
Artinya
: “ Mengenai pakaianmu, hendaklah kamu bersihkan” (Q.S Al-Muddatstsir;4)
Artinya
: “Bersuci sebagian dari iman”
B. Jenis-Jenis
Najis
Najis terdiri dari beberapa macam, ada yang berbentuk
cair adapula yang berbentuk padat. Contoh najis yang bersifat cair misalnya
khamar, air seni(urine), darah dll. Sedangkan yang bersifat padat misalnya
bangkai, tinja dan sebagainya. Najis terbagi atas tiga yaitu najis mughalazah,
najis muthawasithah dan najis mukhaffafah.
1. Najis
Mughalazhah
Yaitu
najis berat, contohnya anjing, babi, dan peranakan dari keduanya, berikut pula
air seni, air liur, tinja, dll yang bersumber dari binatang-binatang tersebut.
2. Najis
Muthawasithah (najis sedang)
Najis
Muthawasithah adalah semua najis selain anjing dan babi atau peranakan dari
keduanya. Najis Muthawasithah ini ini berupa najis ‘ainiyyah (masih ada
zat warna, rasa dan bau) dan najis hukmiyah (kita yakin ada najis tetapi
tidak nyata zat bau, rasa dan baunya).
3. Najis
Mukhaffafah
Yaitu
najis ringan, contohnya yaitu air seni bayi laki-laki yang belum berumur dua
tahun dan belum makan apa pun selain ASI.
C.
Benda-Benda Yang Termasuk Najis
Suatu
barang (benda) menurut hukum aslinya adalah suci selama tak ada dalil yang
menunjukkan bahwa benda itu najis ( Sulaiman Rasjid, 2011 : 16). Benda itu
banyak, diantaranya :
1. Bangkai
binatang darat yang berdarah selain dari mayat manusia
Adapun
bangkai binatang laut (ikan) dan bangkai binatang darat yang tidak berdarah
ketika masih hidup (belalang) serta mayat manusia semuanya suci. Sesuai Firman
Allah SWT :
Artinya
: “diharamkan bagimu (memakan) bangkai”. (Q.S Al-Maidah : 3)
Adapun
bangkai ikan dan binatang darat yang tidak berdarah, begitu juga mayat manusia
tidak masuk dalam arti bangkai yang umum dalam ayat tersebut karena ada
keterangan lain. Bagian batang seperti daging, kulit, tulang, urat, bulu dan
lemaknya semuanya itu najis menurut mazhab Syafi’i. Menurut mazhab Hanafi yang
najis hanya bagian-bagian yang mengandung roh (bagian-bagian yang bernyawa )
saja, seperti daging dan kulit. Bagian-bagian yang tidak bernyawa seperti kuku,
tulang, tanduk dan bulu semuanya itu suci. Bagian-bagian yang tak bernyawa dari
anjing dan babi tidak termasuk najis.
Dalil
kedua mazhab tersebut adalah mazhab pertama mengambil dari makna umum dalam
ayat tersebut, karena bangkai itu sesuatu yang tersusun dari bagian-bagian
tersebut. Mazhab kedua beralasan dengan hadits Maimunah.
Sabda
Rasulullah saw :
اِنَّمَا حَرُمَ اَكْلُهَا وَفِى رِوَايَةٍ لَحْمُهَا. (رواه
الجماعة)
“sesungguhnya
yang haram ialah memakannya.” Pada riwayat lain ditegaskan bahwa yang haram
ialah “dagingnya”. (H.R. Jama’ah)
Berdasarkan
hadits ini mereka berpendapat bahwa menurut pengertian hadits tersebut selain
dari daging tidaklah haram. Lagi pula mazhab kedua ini berpendapat bahwa yang
dinamakan bangkai itu adalah bagian-bagian yang tadinya mengandung roh,
bagian-bagian yang tadinya tidak bernyawa tidak dinamakan bangkai.
Adapun
dalil bahwa mayat manusia itu suci adalah firman Allah SWT :
وَلَقَدْ
كَرَّمْنَا بَنِىْ اٰدَمَ
“Dan
sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam (manusia)”. (Q.S. Al-Isra : 70)
Arti
dimuliakan itu hendaknya jangan dianggap sebagai kotoran (najis). Lagi pula
seandainya mayat manusia itu najis, kita tidak disuruh memandikannya, karena
kita tidaklah disuruh mencuci najis-najis ‘ain lainnya, bahkan najis-najis ‘ain
lainnya itu tidak dapat dicuci. Maka suruhan terhadap kita untuk memandikan
mayat itu adalah suatu tanda bahwa mayat manusia itu bukan najis, hanya ada
kemungkinan terkena najis sehingga kita disuruh memandikannya.
2. Darah
Segala
macam darah itu najis selain hati dan limpa. Firman Allah SWT :
“Diharamkan
bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi”. (Q.S Al-Maidah : 3)
Sabda
Rasulullah SAW :
اُحِلَّتْ
لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ اَلسَّمَكُ وَالْجَرَادُ وَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ (رواه
ابن ماجه)
“Telah
dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah, ikan dan belalang,
hati dan limpa”.(H.R Ibnu Majah)
3. Nanah
Segala
macam nanah itu najis, baik yang kental maupun yang cair, karena nanah itu
merupakan darah yang sudah busuk.
4. Segala
benda yang keluar dari dua pintu
Semua
itu najis selain mani, baik yang biasa seperti tinja, air ataupun yang tidak
biasa seperti mazi, baik dari hewan yang halal dimakan ataupun yang haram
dimakan. Sabda rasulullah SAW :
اِنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا جِىْءَ لَهُ
بِحَجَرَيْنِ وَرَوْثَةِ لِيَسْتَنْجِىَ بِهَا, اَخَذَالْحَجَرَيْنِ
وَرَدَّالرَّوْثَةَ وَقَالَ هّذِهِ رِكْسٌ(رواه البخري)
“sesungguhnya
Rasulallah saw diberi dua biji batu dan sebuah tinja keras untuk dipakai
istinja. Beliau mengambil dua batu saja, sedangkan tinja beliau kembalikan dan
berkata, tinja itu najis”. (H.R. Bukhari)
5. Arak,
setiap minuman yang memabukkan
Sesuai
Firman Allah SWT :
“Sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan
panah[434], adalah Termasuk perbuatan syaitan” (Q.S Al-Maidah : 90)
6. Anjing
dan babi
Semua
hewan suci, kecuali anjing dan babi. Sabda Rasulullah SAW :
طَهُوْرَاِنَاءِ اَحَدِكُمْ اِذَاوَلَغَ فِيْهِ الْكَلْبُ اَنْ
يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ اُوْلاَهُنَّ بِالتُّرابٍ.
“Cara mencuci bejana seseorang diantara kamu apabila dijilat
anjing, hendaklah dibasuh tujuh kali, salah satunya hendaklah dicampur dengan
tanah” (H.R Muslim)
Cara mengambil dalil dengan hadits tersebut ialah dalam
hadits ini kita disuruh mencuci bejana yang dijilat anjing. Mencuci sesuatu
disebabkan karena tiga perkara yaitu hadas, najis dan kehormatannya. Dimulut
anjing sudah tentu tidak ada hadas dan kehormatan. Oleh sebab itu, pencuciannya
hanya karena najis. Babi dikiaskan dengan anjing karena keadaannya lebih buruk
daripada anjing. Sebagian ulama berpendapat bahwa njing itu suci, mereka
beralasan dengan hadits yang diriwayatkan Abu Daud dari Ibn Umar bahwa di zaman
Rasulullah anjing-anjing banyak keluar masuk masjid dan tidak pernah dibasuh.
Selain dari itu beralasan dengan firman Allah SWT :
“Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu”.(Q.S
Al-Maidah :4)
Dalam ayat diatas kita diperbolehkan memakan binatang yang
ditangkap anjing dan tidap disuruh mencucinya terlebih dahulu, sedangkan binatang
itu sudah tentu bergelimang air liur anjing yang menangkapnya itu.
Pendapat pertama menjawab bahwa keluar masuknya anjing
kemasjid tidak menunjukkan sucinya. Begitu juga ayat tersebut tidak dapat
menjadi dalil atas sucinya, sebab diperbolehkan memakan binatang itu tidaklah
berarti tak wajib mencucinya, hanya tidak diterangkan dalam ayat karena dalil
wajib mencuci najis itu sudah cukup diterangkan pada tempat yang lain.
7.
Bagian badan binatang yang diambil dari tubuhnya selagi hidup
Hukum bagian-bagian badan binatang
yang diambil selagi hidup ialah seperti bangkainya. Maksudnya, kalau bangkainya
najis, maka yang dipotongnya najis seperti babi atau kambing. Kalau bangkainya
suci yang dpotong sewaktu hidupnya pun suci pula seperti yang diambil dari ikan
hidup. Kecuali bulu hewan yang halal dimakan hukumnya suci. Firman Allah SWT :
“dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu onta dan
bulu kambing, alat-alat rumah tangga”.(Q.S An-Nahl : 80)
Semua najis dapat dicuci kecuali arak. Jika ia sudah menjadi
cuka dengan sendirinya, maka ia menjadi suci apabila cukup syarat-syaratnya
begitu juga kulit bangkai dapat menjadi suci setelah disamak.
D.
Cara Membersihkan Najis
1. Apabila
najisnya mugallazah (tebal) maka cara mensucikannya ialah dengan dibasuh
sebanyak tujuh kali satu kali diantaranya hendaknya dicampur dengan air yang
dicampur tanah. Sabda Rasulullah SAW:
طَهُوْرَاِنَاءِ اَحَدِكُمْ اِذَاوَلَغَ فِيْهِ الْكَلْبُ اَنْ
يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ اُوْلاَهُنَّ بِالتُّرابٍ.
“Cara
mencuci bejana seseorang diantara kamu apabila dijilat anjing, hendaklah
dibasuh tujuh kali, salah satunya hendaklah dicampur dengan tanah” (H.R
Muslim).
2. Apabila najisnya mukhoffafah
(ringan) misalnya kencing anak laki-laki yang belum makan makanan selain ASI.
Menyuci benda yang terkena najis ini sudah memadai dengan memercikkan air pada
benda itu, meskipun tidak mengalir. Adapun kencing anak perempuan yang belum
makan apa-apa selain ASI, kaifiat mencucinya hendaklah dibasuh sampai air
mengalir diatas benda yang terkena najis itu, dan hilang zat najis dan
sifat-sifatnya, sebagaimana mencuci kencing orang dewasa.
Sabda Rasulullah SAW :
يُغْسَلُ
مِنْ بَوْلِ الْجَارِيَّةِ وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ الْغُلاَمِ
“kencing
anak-anak perempuan dibasuh, dan kencing anak-anak laki-laki diperciki” (H.R
Tirmizi)
3. Apabila najisnya mutawassitah
(pertengahan), yaitu najis yang lain daripada yang telah disebutkan. Najis ini
terdiri atas dua bagian :
a.
Najis hukmiyah cara menyucikannya adalah cukup dengan mengalirkan air diatas
benda yang kena itu.
b. Najis
‘ainiyah cara menyucikannya yaitu dengan menghilangkan zat rasa, warna dan
baunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar