Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Sabtu, 19 Mei 2018

MAKALAH TENTANG NAJIS DAN MACAMNYA


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam ajaran Islam menegaskan bahwa sebelum melakukan beberapa ibadah tertentu, terutama shalat disyaratkan harus suci terlebih dahulu, baik suci pada pada diri orang yang melakukan ibadah itu sendiri (suci dari hadas) atau suci pada tempat dan pakaian yang dia kenakan saat melaksanakan ibadah tersebut (suci dari najis). Hal ini disyariatkan karena Islam selalu mengajarkan umatnya untuk selalu suci dan senantiasa membersihkan diri baik lahir maupun batin.
Kebanyakan orang tidak mengetahui macam-macam najis dan cara menghilangkannya.Dan yang nantinya akan berakibat bahwa ibadah yang dilakukan akan menjadikan tidak sah.Maka dari itu kami menyusun makalah tentang “Taharah dari Najis”.Semoga menambah wawasan dan bermanfaat bagi pembacanya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian taharah dan najis ?
2.      Apa yang mendasari taharah dari najis ?
3.      Apa saja benda-benda yang termasuk najis ?
4.      Apa saja macam-macam najis menurut tingkatannya ?
5.      Apa saja najis yang dimaafkan ?
C.    Tujuan Makalah
1.      Mengetahui apa pengertian taharah dan najis.
2.      Mengetahui apa saja benda-benda yang najis.
3.      Mengetahui macam-macam najis menurut tingkatannya.
4.      Mengetahui cara mensucikan najis.
5.      Mengetahui apa saja najis yang dimaafkan.

BAB II
PEMBAHASAN
A.   Pengertian
1.     Taharah
Menurut bahasa taharah berasal dari bahasa arab yaitu ) طهارة ) yang artinya bersih atau suci.Secara istilah taharah adalah membersihkan diri,pakaian,tempat dan benda-benda lain dari najis dan hadas menurut cara-cara yang ditentukan oleh syariat islam.[1][1]
2.      Najis
Menurut bahasa najis berasal dari bahasa arab yaitu)نجس(  yang artinya kotor. Menurut istilah najis adalah setiap kotoran yang mencegah sahnya shalat,dalam keadaan tidak ada rukhsah.[2][2]
B.     Taharah dari Najis
Syari’at taharah dari najis didasarkan atas :
a.       Firman Allah swt :
وَثِيَا بَكَ فَطَهِّرْ
Artinya:
Dan pakaianmu bersihkanlah.(Al-Mudatstsir:4)
b.      Hadist Rasulullah saw :
اِذَاذَهَبَ اَحَدُكُمْ اِلَى اْلغَائِطِ فَلْيَذْهَبْ مَعَهُ ثَلَاثَةُ اَحْجَاٍريَسْتَطِيْبُ بِهِنَّ فَاِنَّهَاتُجْزِئُ عَنْهُ
Artinya :
Bila seseorang kamu pergi ke kakus hendaklah ia membawa tiga buah batu untuk digunakannya bersuci sebab itu memadai baginya.(HR.Abu Dawud).
c.       Ada perintah Nabi saw agar membasuh darah haid dari pakaian.
d.      Perintah Nabi unutk menuangkan seember air ke kencing orang A’rabiy yang kencing di masjid
e.       Sabda Nabi tentang dua orang yang berada di dalam kubur :
Artinya :
اِنْهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيْرٍاَمَّااَحَدُهُمَافَكَانَ لاَ يَسْتَنْزِهُ مِنَ الْبَوْلِ
Sesungguhnya kedua orang itu di siksa,padahal keduanya disiksa bukan karena suatu dosa yang besar,salah seorang dari mereka adalah karena tidak intinja setelah kencing.[3][3]
C.    Benda-benda yang Termasuk Najis
1.      Bangkai binatang darat yang berdarah selain dari mayat manusia.
Adapun bangkai binatang laut seperti ikan dan bangkai binatang darat yang tidak berdarah ketika masih hidupnya seperti belalang serta mayat manusia,semuanya suci.[4][4]Ulama Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa bangkai binatang laut walaupun dapat hidup lama di darat,seperti buaya,katak,penyu laut dan manusia ,baik mati didarat ataupun di laut,baik mati sendiri atau di bunuh,suci. Pendapat mereka ini berdasarkan kepada sabda Nabi saw : Uhilla lana maitatani wa damani as samaku wal jaradu wal kabidu wath thihalu = Dihalalkan bagi kami dua bangkai dan dua darah yaitu ikan dan belalang,hati dan limpa.[5][5]
Firman Allah swt :
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ.المائدة٣
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai.”(Al-Maidah : 3).
Adapun bangkai ikan dan binatang darat yang tidak berdarah,begitu juga mayat manusia,tidak masuk dalam arti bangkai yang umumnya dalam Ayat tersebut karena ada keterangan lain. Bagian bangkai,seperti : daging, kulit,tulang, urat ,bulu dan lemaknya ,semuanya itu najis menurut madzhab Syafi’i.Menurut mazhab Hanafi,yang najis hanya bagian-bagian yang mengandung roh (bagian-bagian yang bernyawa) saja,seperti daging dan kulit. Bagian-bagian yang tidak bernyawa dari anjing dan babi tidak termasuk najis.
Dalil kedua mazhab tersebut adalah mazhab pertama mengambil dalil dari makna umum bangkai dalam ayat tersebut,karena bangkai itu sesuatu yang tersusun dari bagian-bagian tersebut. Mazhab kedua beralasan dengan hadis Maimunah :
“Sesungguhnya yang haram ialah memakannya”. Pada riwayat lain ditegaskan bahwa yang haram ialah “dagingnya”.(Riwayat jamaah ahli hadis).
Berdasarkan hadis ini mereka berperpendapat bahwa menurut pengertian hadis tersebut selain dari daging tidaklah haram. Lagi pula mazhab kedua ini berpendapat bahwa yang dinamakan bangkai itu adalah bagian-bagian yang tadinya mengandung roh ,bagian-bagian yang tadinya tidak bernyawa tidak dinamakan bangkai.
                      Adapun dalil bahwa mayat manusia itu suci adalah firman Allah swt :
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِ̃ىْ اٰدَمَ.الاسراء
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam (manusia).”(Al-isra:70).
Arti dimuliakan itu hendaknya jangan dianggap sebagai kotoran (najis). Lagi pula seandainya mayat manusia itu najis,tentunya kita tidak disuruh memandikannya,karena kita tidaklah disuruh mensuci najis-najis ‘ain lainnya,bahkan najis-najis ‘ain lainnya itu tidak dapat dicuci.Maka suruhan terhadap kita untuk memandikan mayat itu adalah suatu tanda bahwa mayat manusia bukan najis,hanya ada kemungkinan terkena najis sehingga kita disuruh memandikannya.
2.      Darah
Segala macam darah itu najis,selain hati dan limpa.
                   Firman Allah swt :
          حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ اْلخِنْزِيْرِ.المائدة٣
“Diharamkan bagimu (memakan)bangkai,darah,dan daging babi.”(Al-maidah:3)
                   Sabda Rasulullah saw :
اُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ:اَلسَّمَكُ وَاْلجَرَادُ وَاْلكَبِدُ وَالطِّحَالُ.رواه ابن ماجه
                   “Telah dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah:ikan dan belalang,hati dan limpa.”(Riwayat Ibnu Majah)
                   Dikecualikan juga darah yang tertinggal di dalam daging binatang yang sudah disembelih,begitu juga darah ikan.Kedua macam darah ini suci atau dimaafkan,artinya diperbolehkan atau dihalalkan.
3.      Nanah
Segala macam nanah itu najis,baik yang kental maupun yang cair,karena nanah itu merupakan darah yang sudah busuk.
4.      Segala benda cair yang keluar dari dua pintu
Semua itu najis selain dari mani,baik yang biasa seperti tinja,air kencing ataupun yang tidak biasa,seperti mażi,baik dari hewan yang halal dimakan ataupun yang tidak halal dimakan.
عَنْ عَلِى قَالَ:كُنْتُ رَجُلًا مَذَّاءً فَا سْتَحْيَيْتُ اَنْ اَسْأَلُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَأَمَرْتُ اْلمِقْدَادَ فَسَأَلَهُ فَقَالَ يَغْسِلُ ذَكَرَهُ وَيَتَوَضَّأُ- رواه مسلم
Dari Ali (khalifah keempat).Ia berkata,”saya sering keluar mażi.sedangkan saya malu menanyakannya kepada Rasulullah saw.Maka saya suru miqdad menanyakannya.Miqdad lalu bertanya kepada beliau.Jawab beliau,”Hendaklah ia basuh kemaluannya dan berwudhu.”(Riwayat Muslim).
5.      Arak setiap minuman keras yang memabukkan.
Firman Allah swt :
اِنَّمَااْلخَمْرُوَاْلمَيْسِرُوَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ
“Sesungguhnya (meminum) khamr,berjudi,(berkorban untuk ) berhala,mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji,termasuk perbuatan setan.”(Al-Maidah:90)
6.      Anjing dan babi
Semua hewan suci,kecuali anjing dan babi.
Sabda Rasulullah saw :
طَهُوْرُاِنَاءِاَحَدِكُمْ اِذَاوَلَغَ فِيْهِ اْلكَلْبُ اَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ اُوْلاَ هُنَّ بِالتُّرَابِ.رواه مسلم
“Cara mencuci bejana seseorang dari kamu apabila dijilat anjing,hendaklah dibasuh tujuh kali,salah satunya hendaklah dicampur dengan tanah.”(Riwayat Muslim).
Cara mengambil dalil dengan hadis tersebut ialah dalam hadis ini kita disuruh mencuci bejana yang dijilat anjing. Mencuci sesuatu disebabkan tiga perkara :
1)      Karena hadas
2)      Karena najis
3)      Karena kehormatannya
Dimulut anjing sudah tentu tidak ada hadas,tidak pula kehormatan.Oleh sebab itu,pencuciannya hanya karena najis. Babi dikiaskan (disamakan) dengan anjing karena keadaannya lebih buruk daripada anjing.
7.      Bagian badan binatang yang diambil dari tubuhnya selagi hidup.
Hukum bagian-bagian badab binatang yang diambil selagi hidup ialah seperti bangkainya. Maksudnya kalau bingkainya najis,maka yang dipotong itu juga najis,seperti babi. Kalau bangkainya diambil dari ikan hidup. Dikecualikan bulu hewan yang halal dimakam,hukumnya suci.
Firman Allah swt :
وَمِنْ اَصْوَافِهَا وَاَوْبَارِهَاوَاَشْعَارِهَ̃ااَثَاثًا.النحل
“Dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba,bulu unta,dan bulu kambing,alat-alat rumah tangga.”(An-nahl:80).[6][6]
8.      Kotoran hewan yang dapat dimakan atau yang lain.
9.      Air luka yang berubah baunya.
10.  Muntahan .
11.  Makanan yang dikeluarkan kembali dari perut binatang untuk dimakan kedua kali.
12.  Susu hewan yang tidak dapat dimakan selain manusia,seperti susu kedelai betina dan anjing hutan .[7][7]
D.    Macam-Macam Najis Menurut Tingkatannya
Untuk membahas bagaimana cara bersuci dari najis,marilah kita kaji beberapa macam najis menurut syariat islam,yaitu sebagai berikut :
1.      Najis Mukhaffafah ( Ringan )
Yaitu termasuk najis yang ringan. Misalnya kencing anak laki-laki yang belum memakan makanan lain selain ASI. Mencuci benda yang kena najis ini sudah memadai dengan memercikkan air pada benda itu,meskipun tidak mengalir. Adapun kencing anak perempuan yang belum memakan makanan apa-apa selain ASI,kaifiat mencucinya hendaklah dibasuh sampai air mengalir di atas benda yang kena najis itu dan hilang rasa baunya.[8][8]
Untuk itu marilah kita renungkan beberapa riwayat dibawah ini :
Rasulullah saw bersabda :
بَوْلُ اْلغُلَامِ يُنْضَحُ وَبَوْلُ اْلجَارِيَةِ يُغْسَلُ
Artinya :
“Kencing bayi laki-laki itu (cukup) diperciki dengan air saja,sedangkan bayi perempuan (harus) di cuci.(HR.Ibnu Majah dari Ummu Kuraz ra).
Sabdanya lagi :
يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ اْلجَارِيَةِ وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ اْلغُلَامِ
Artinya :
“Kencing bayi perempuan harus di cuci,kencing bayi laki-laki cukup diperciki.(HR.Abu Dawud,Nasa’i dan Ibnu Majah dari Abi Sumah pembantu Rasulullah saw).
Pada suatu hari Ummu Qais ra.binti Muhshin ra membawa bayi laki-laki yang belum memakan apa-apa kecuali air susu ibu saja. Kemudian bayi tersebut kencing sehingga membasahi baju Rasulullah. Lalu beliau meminta air dan memercikkannya ke atas baju beliau yang kena kencingnya bayi laki-laki tersebut dan Rasulullah tidak mencucinya
Makna Memerciki dengan Air pada Pakaian yang Kena Kencing Bayi Laki-laki.
          Menurut Imam Al Haramain (Al-Juwaini) dan ahli-ahli taqiq telah mengatakan bahwa makna An-Nadhoh dalam hadits tersebut ialah memerciki dengan air yang agak banyak,sehingga air tidak sampai mengalir dan tidak menetes. Itulah pendapat yang shahih dan terpilih (dipegang).
          Dan menurut Syekh Abu Muhammad Al Juwaini Qadhi Husaid dan Al Baghawi,mengatakan bahwa makna “An-Nadhoh” dalam hadits tersebut ialah sesuatu yang dikenai kencing disiram dengan air hingga basah,kira-kira kalau kain itu diperas tetapi tidak diperas. Jadi dengan merangkum berbagai pendapat diatas dapatlah dikatakan bahwa makna”An-Nadhoh” adalah memercikkan air ketempat yang dikenal kencing sampai merata mengenai bagian yang kena kencing tersebut.
Makna Belum Memakan Makanan
        Imam Nawawi dalam kitab syarahnya shahih Muslim mengatakan bahwa : “Sesungguhnya memercikkan air pada kencing bayi sudah memadai selama bayi tersebut semata-mata menyusu air susu ibu. Apabila bayi tersebut sudah memakan makanan ( untuk mengenyangkan/makanan tambahan),maka wajib mencucinya tanpa berbeda pendapat.Bagi bayi yang sejak kelahirannya disuapi kurma,tidaklah menyebabkan halangan untuk memerciki kencingnya,sebab yang demikian itu tidak dianggap memakan tambahan selain air susu ibu. Perbuatan menyuapkan buah kurma pada bayi sejak kelahirannya adalah mengikuti sunnah nabi. Yang terpenting bukan makanan yang dimakan sebagai tambahan selain air susu ibu.

Alasan Keringanan bagi Bayi Laki-laki
          Adanya keringanan untuk memercikkan air pada kencing bayi laki-laki adalah mengingat berbagai alasan sebagai berikut :
a.       Karena kencing bayi laki-laki itu lebih halus dari kencing bayi perempuan,sehingga kencing bayi laki-laki tidak banyak menempel (melekat) di tempatnya kencing seperti halnya kencing bayi perempuan.
b.      Kencing bayi perempuan itu lebih berbau bila dibandingkan dengan bau kencing bayi laki-laki.
c.       Bayi laki-laki apabila kencing,maka kencingnya itu,berserakan ke mana-mana(tidak mengumpul),sedang kencing bayi perempuan itu mengumpul.[9][9]
2.      Najis Mutawassitah (Sedang)
Yaitu najis pertengahan yang tidak ringan juga tidak berat. Termasuk dalam jenis najis ini adalah segala sesuatu yang keluar dari qubul maupun dubur apapun bentuknya.
Adapun cara menyucikannya adalah dibasuh dengan air sampai hilang sifatnya. Apabila sudah berulang kali dicuci,tetapi bekasnya masih ada juga,maka hukumnya dianggap suci,dan dimaafkan.
Jenis najis ini ada 2 macam,yaitu sebagai berikut :
a.       Najis ainiyah yaitu najis yang tampak zatnya secara lahir dan jelas warna dan bau serta rasanya. Cara mencuci najis  ini adalah dengan membasuhnya dengan air sampai hilang ketiga sifat tersebut. Adapun kalau sukar menghilangkannya,sekalipun sudah dilakukan berulang kali,maka najis tersebut dianggap suci dan dimaafkan.
b.      Najis Hukmiyah yaitu najis yang kita yakini adanya (menurut hukum),tetapi tidak tampak ketiga sifatnya,seperti kencing yang sudah lama kering sehingga sifatnya hilang. Cara mencuci najis ini adalah cukup dengan mengalirkan air kepada benda yang terkena najis.[10][10]
3.      Najis Mughalazhah (Berat)
Yaitu najis yang berat. Termasuk dalam najis ini adalah anjing dan babi termasuk babi hutan serta keturunannya atau keturunan salah satu dari keduanya.
Adapun cara mencuci najis atau benda yang terkena najis ini adalah dengan mencucinya dengan air sebanyak tujuh kali yang salah satunya dicampur dengan debu atau tanah yang suci.[11][11]
Dalam hal ini Rasululllah saw bersabda:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ:قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :طَهُوْرُ اِنَاءِ اَحَدِكُمْ اِذَاوَلَغَ فِيْهِ اْلكَلْبُ اَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ اَوْلَا هُنَّ بِالتُّرَابِ (رواه مسلم)
Artinya:
“Abu Hurairoh ra berkata,Rasulullah saw bersabda,Sucinya bejana seseorang di antara kamu apabila telah dijilat anjing maka hendaklah dibasuh tujuh kali yang salah satu dari tujuh itu dicampur dengan tanah.(HR.Muslim).[12][12]
E.   Najis yang Dimaafkan.
1.      Percikan kencing yang amat sedikit, yang tidak bisa ditangkap oleh mata telanjang, manakala percikan itu mengenai pakaian maupun tubuh. Begitu pula percikan najis-najis lainnya, baik najis mughalazhah, mukhaffafah maupun mutawassithah. 
2.      Sedikit darah, nanah, darah kutu dan tahi lalat atau najisnya, selagi hal itu tidak diakibatkan oleh perbuatan dan kesengajaan orang itu sendiri. 
3.      Darah dan nanah dari luka, sekalipun banyak, dengan syarat berasal dari orang itu sendiri, dan bukan atas perbuatan dan kesengajaannya, sedang najis itu tidak melampaui dari tempatnya yang biasa. 
4.      Tahi binatang yang mengenai biji-bijian ketika ditebah, dan tahi binatang ternak yang mengenai susu di kala diperah, selagi tidak terlalu banyak sehingga merubah sifat susu itu. 
5.      Tahi ikan dalam air apabila tidak sampai merubahnya, dan tahi burung-burung di tempat yang sering mereka datangi seperti masjid al-haram di Mekah, Masjid Nabawi di Madinah, dan masjid Umawi. Hal itu karena tahi binatang tersebut telah merata di mana-mana, sehingga sulit dihindarkan.
6.      Darah yang mengenai baju tukang jagal, apabila tidak terlalu banyak. 
7.      Darah yang masih ada pada daging. 
8.      Mulut anak kecil yang terkena najis mutahannya sendiri, apabila ia menyedot tetek ibunya.
9.      Debu di jalan-jalan yang mengenai orang. 
10.  Bangkai binatang yang darahnya tidak mengalir. Maksudnya, binatang itu sendiri tidak mempunyai darah, apabila bangkainya itu tercebur dalam benda cair, seperti lalat, lebah dan semut, dengan syarat binatang itu tercebur sendiri dan tidak merubah sifat benda cair yang diceburi.[13][13]


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan :
1.      Pengertian
Taharah dari najis yaitu mensucikan badan,pakaian,tempat dll,dari berbagai najis.
2.      Benda- benda yang termasuk najis
a)      Bangkai binatang
b)      Darah
c)      Nanah
d)     Sesuatu yang keluar dari dua pintu,dll.
3.      Macam-macam Najis Menurut Tingkatannya.
a)      Najis Mukhaffafah (Ringan)
b)      Najis Mutawassitoh (Sedang)
c)      Najis Mugaladhoh
4.      Najis yang dimaafkan
a)      Darah lalat,nyamuk .
b)      Debu dijalan,dll.
                                                                         BAB III
Penutup
Demikianlah Makalah yang kami buat. Mohon maaf bila masih banyak kekurangan dalam pembuatannya. Terima kasih atas perhatiannya. Semoga bermanfaat.

Daftar Pustaka

Abdurrahman,M.Masykuri dan Mokh.Syaiful Bakhri.2006.Kupas Tuntas Salat.Jakarta : Erlangga
Abidin,Slamet dan Moh.Suyono.1998.Fiqih Ibadah.Bandung : CV Pustaka Setia
Ahnan,Maftuh dan Maria Ulfa.Risalah Fiqih Wanita.Surabaya : Terbit Terang
Ash Shiddieqy,Tengku M. Hasbi.2000.Kuliah Ibadah.Semarang : PT.Pustaka Rizki Putra
Ash Shiddieqy,Tengku M. Hasbi.2001.Hukum-hukum Fiqh Islam.Semarang :PT.Pustaka Rizki Putra
Hamid,Sjamsul Rijal.1995.Buku Pintar tentang Islam.Jakarta : Pustaka Amani
Nasution,Lahmuddin.1995.Fiqih 1.Jakarta
Rasjid,Sulaiman.2005.Fiqih Islam.Bandung : Sinar Baru Algensindo
http://islamiwiki.blogspot.co.id/2012/06/macam-macam-najis-yang-dimaafkan.html#.Ve02_xGqqkp



[14][1] Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 2000,Kuliah Ibadah,(Semarang:PT.Pustaka Rizki Putra),hlm.101.
[15][2] Sjamsul Rijal Hamid, 1995,Buku Pintar Tentang Islam,(Jakarta : Pustaka Amani),hlm.95.
[16][3] Lahmuddin Nasution, 1995, Fiqih 1, (Jakarta :), hlm. 44.
[17][4] Sulaiman Rasjid, 2005, Fiqih Islam, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2005), hlm. 16.
[18][5] Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 2001,Hukum-Hukum Fiqh Isla , (Semarang : Pustaka Rizki Putra), hlm. 16.
[19][6] Sulaiman Rasjid,op.cit.,hlm.16-19.
[20][7] M.Masykuri Abdurrahman dan Mokh. Syaiful Bakhri, 2006,Kupas Tuntas Salat,(Jakarta:Erlangga),hlm.8-9.
[21][8] Sulaiman Rasjid,op.cit.,hlm.21.
[22][9]Maftuh Ahnan dan Maria Ulfa, Risalah Fiqih Wanita ,(Surabaya : Terbit Terang,), hlm. 18-21.
[23][10] Slamet Abidin dan Moh. Suyono, 1998, Fiqih Ibadah,(Bandung:CV Pustaka Setia), hlm. 31.
[24][11] Sjamsul Rijal Hamid, Loc.cit.
[25][12] Slamet Abidin dan Moh.Suyono,op.cit.,hlm.33.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar