Mendidik itu intinya kurang
lebih adalah tersebarnya kebenaran kepada umat manusia, lalu mereka bisa merubah
pola pikir hidupnya dari yang buruk menjadi lebih baik dan dari beribadah
kepada makhluk menjadi beribadah kepada Khaliqnya.
Perbuatan
mendidik merupakan sifat terpuji dan mendapatkan imbalan kebaikan yang mengalir
sepanjang ilmu yang pernah diajarkan berkembang dengan cara mengajarkannya
kepada orang lain. Berbicara mengenai mendidik artinya berbicara juga tentang
pendidik atau guru, dimana pendidik atau guru ini ada yang berstatus guru negeri, guru honor, guru mengabdi,
guru yayasan atau mungkin ada sebutan lain yang penulis belum temukan, namun
yang umum diketahui hanya ada guru negeri dan guru honorer.
Guru honorer dapat
dijumpai disetiap lembaga pendidikan yang berlebel negeri terlebih lagi di
lembaga pendidikan swasta, mereka yang hanya mengharapkan kesejahteraan dari
anggaran dana bantuan Operasional sekolah itupun kalau guru honorer tersebut
mengabdikan dirinya di lembaga pendidikan setingkat Sekolah Dasar maupun
disetingkat Sekolah Menegah Pertama sementara yang lebih tinggi jenjangnya
mereka mendapatkannya dari anggara yang ada dari sekolah masing-masing. Guru
honorer dapat dikatakan lebih banyak mengharapkan honda atau honor dari Allah.
Merujuk kita
kepada kualitas para pendidik yang honor pada prinsipnya tidak ada bedanya
dengan pendidik yang memiliki status lebih dari mereka baik yang pegawai negeri
sipil maupun yang telah menyandang status “sertifikasi”.
Para guru (pendidik) honorer tersebut sebagian besar dari mereka bisa dibilang
sangat luar biasa dan sebagian kecil yang bisa di katakan biasa-biasa saja.
Para guru honorer dapat diibaratkan bagai manusia dengan malaikat, dimana pada
satu sisi manusia itu biasa-biasa saja (manusiawi)
namun disisi lain bagai malaikat, artinya walaupun dengan status honorer para guru honorer sangat boleh diacungi dua
jempol baik segi disiplin, rajin, loyalitas dan tentunya profesionalisme mereka
yang bahkan melebihi pendidik yang telah menyandang status pegawai negeri sipil
bahkan dapat menyamai para pendidik yang
punya lebel profesional yang melekat pada sertifikat mereka dan “dibayar”. Dengan demikian maka dapat
dikatakan bahwa pendidik yang honorer, pendidik yang statusnya negeri dan yang
telah mendapatkan tunjangan profesionalnya mungkin bisa dibilang sama saja
tidak ada yang membedakan mereka, namun yang membedakan mungkin hanya pada sisi
kesejahteraannya saja. Tapi jika ada mohon petunjuk riil atau yang nyata dari
pembaca.
Hal yang telah diketahui oleh hal layak ramai kalau para
guru honorer hanya menggantungkan nasib serta harapan kesejahteraan mereka
kepada anggaran yang hanya datang setiap tiga (3) bulan sekali bahkan kalau
pemerintah lagi tidak mote bisa saja anggaran ini datang telat, anggaran
tersebut ialah anggaran dana Bantuan Operasional Sekolah.
Dalam buku pentunjuk penggunaan anggaran dana Bantuan Operasional
Sekolah dengan jelas disebutkan bahwa salah satu komponen penggunaan anggaran
ini diprioritaskan kepada guru honorer itupun bagi guru dijenjang sekolah dasar
dan jenjang sekolah menegah pertama sedangkan bagi sekolah yang lebih tinggi
penulis kurang mengetahuinya karena penulis merupakan pendidik di jenjang
sekolah menengah pertama.
Penulis
berangan-angan, jika seandainya Daerah ini baik Daerah tingkat I atau maupun
Daerah tingkat II atau mungkin Negara memiliki anggaran yang lebihan atau ada rizki lebih, maka
alangkah baiknaya jika para pendidik honorer di berikan tunjangan yang jumlahnya jangan banyak-banyaklah hanya 50 ribu perbulan
dan dirapel setiap satu tahun sehingga berjumlah 600 ribu pertahun, hal ini saya
kira akan sangat menyenangkan hati para pendidik yang honorer dan merasa
diperhatikan dan di hargai oleh
pemerintah baik pemerintah daerah syukur-syukur kalau dari pemerintah pusat.
Anggaran inipun luar dari pendapatannya (guru honorer) yang tidak sebarapa dari
dana Bantuan Operasional Sekolah.
Pendidik honorer
atau guru honorer dan disebut juga Guru Tidak Tetap (GTT) merupakan manusia
biasa serta makhluk sosial yang membutuhka kebutuhan hidup baik sandang, pangan
dan papan, mereka punya istri, suami, anak dan keluarga. Oleh karenanya
dibutuhkan perhatiaan spesifik terutama dari pihak pemerintah daerah
lebih-lebih pemerintah pusat agar ada prioritas mensejahterakan para pahlawan
tanpa tanda jasa ini yang masih berstatus guru honorer. Sepengetahuan penulis
para Guru Tidak Tetap mendapatkan tunjangan fungsional namun kenyataan
dilapangan hal ini masih samar-samar dan tidak jelas siapa yang dapat,
rata-rata para pendidik honorer di daerah ini ingin dapat dan ingin tahu
bagaimana rasanya dan caranya mendapatkan tunjangan fungsional bagi Guru Tidak Tetap
serta siapa yang berhak mendapat tunjangan tersebut?. Penulis kira perlu ada
pencerahan dari pemerintah melalui para kepala sekolah untuk menjelaskan hal
tersebut agar menjadi lebih transfaran.
Mudah-mudahan
apa yang penulis sampaikan tidak ada yang tersakiti, namun jika ada “afwan katsir”, mohon maaf
sebesar-besarnya, serta bagi yang berwenag dalam hal ini pemerintah agar
tergugah hatinya untuk melirik sedikit memperhatikan kesejahteraan bagi guru
yang masih menyandang status honorer, akhirul kalam wassaalamu’alaikum.
Merilis ULANG kembali tulisan 2013 tempoe dulu.....
http://menzour.blogspot.co.id/2013/12/melirik-kualitas-dan-kesejahteraan-guru.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar