Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Selasa, 29 Mei 2018

Biografi Suhrawardi

                   Biografi Suhrawardi
Suhrawardi merupakan salah seorang filosof yang beraliran illumination. Nama lengkapnya adalah Syihabuddin Yahya Ibn Amirak Abu al-Futuh Suhrawardi. Ia lahir di sebuah kota kecil yang bernama Suhraward di Persia Barat Laut pada 549 H/1154 M. Ia wafat di Aleppo pada tahun 587 H/1191 M.  Sejak kecil ia sudah rajin belajar secara tekun seperti halnya para ilmuwan sebelumnya. Ia pernah belajar kepada seorang faqih dan teolog terkenal yang bernama Majduddin al-Jaili, guru Fakhruddin al-Razi. Kemudian di Isfahan dia belajar logika kepada Ibnu Sahlan al-Sawi, penyusun kitab Al-Basha’ir al-Nashiriyyah. Selain itu ia juga banyak bergaul dengan para sufi, hingga ia puas bergaul dengan mereka, ia pun pergi ke Halb dan belajar keapada al-Syafir Iftikharuddin. Di kota ini namanya mulai terangkat, akhirnya ia pun terkenal akan keilmuannya. Hal ini membuat para fuqaha iri terhadapnya, dan ada pula yang ingin mengecamnya. Atas dasar ini, ia segera dipanggil Pangeran al-Zhahir putranya Salahuddin al-Ayubi, ketika itu bertindak sebagai penguasa di Halb. Pangeran kemudian melangsungkan suatu pertemuan dengan dihadiri para teolog maupun fuqaha. Di sini ia mengemukakan argumen-argumentasinya yang kuat, karena terlihat sebuah aura kepintaran dari diri Suhrawardi, akhirnya al-Zhahir menjadi dekat dengannya, dan ia pun diberi sambutan yang baik dari al-Zhahir.
Keberhasilan Suhrawardi melahirkan aliran Illuminasionis ini berkat penguasaannya yang mendalam tentang filsafat dan Tasawuf ditambah kecerdasannya yang tinggi, dalam kitab Thabaqat al-Athiba’ menyebutkan bahwa Suhrawardi sebagai seorang tokoh pada jamannya dalam ilmu-ilmu hikmah. Ia begitu menguasai ilmu-ilmu Filsafat, sangat memahami Ushul Fiqih, begitu cerdas pikirannya, dan begitu fasih ungkapan-ungkapannya.
Saat di Aleppo di usianya yang masih belia, Suhrawardi telah menguasai pengetahuan filsafat dan tasawuf begitu mendalam serta mampu menguraikannya secara baik. Bahkan, Thabaqat al-Athibba’ menyebut Suhrawardi sebagai tokoh zamannya dalam ilmu-ilmu hikmah. Ia begitu menguasai ilmu filsafat, memahami ushul fiqih, begitu cerdas dan begitu fasih ungkapannya. Semua itu membuat lawan-lawannya atau pihak yang tidak menyukainya semakin iri dan dendam. Karena itu, semakin tidak berhasil mempengaruhi pangeran Zahir, para fuqaha yang dengki berkirim surat langsung pada Sultan Shalah al-Din dalam memperingati tentang bahaya kemungkinan tersesatnya akidah sang pangeran jika terus bersahabat dengan Suhrawardi. Shalah al-Din sendiri yang terpengaruh isi surat segera memerintahkan putranya untuk menghukum mati Suhrawardi.
Karena kepiawaian Suhrawardi mengeluarkan pernyataan doktrin esoteris yang tandas, dan kritik yang tajam terhadap ahli-ahli fiqih menimbulkan reaksi keras yang dimotori oleh Abu al-Barakat al-Baghdadi yang anti Aristetolian. Akhirnya pada tahun 587 H/1191 M di Halb (Aleppo) Suhrawrdi di eksekusi atas desakan fuqaha kepada pangeran Malik al-Zhahir Syah anak dari sultan Shalahuddin al-Ayyubi al-Kurdi.
Karena ketenarannya dan popularitasnya di kala itu, hal tersebut membuat sebagian orang menjadi dengki terhadapnya, akhirnya orang-orang yang dengki melaporkan kepada Salahuddin al-Ayubi dengan sebuah peringatan bahwa ”jika al-Zhahir terus menerus bergaul dengan Suhrawardi maka akan sesat aqidah yang dimilikinya. Setelah mendengar asutan-asutan dari orang-orang dengki tersebut, akhirnya Shalahuddin terpengaruh dan memerintahkan putranya untuk segera membunuh al-Suhrawardi. Setelah putranya meminta pendapat para fuqaha Halb, mereka menyetujui agar Suhrawardi di bunuh, al-Zhahir pun memutuskan agar al-Suhrawardi dihukum gantung. Penggantungan ini berlangsung pada tahun 587 H di Halb, ketika al-Suhrawardi baru berusia 38 tahun.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa; Proses kematian itu diawali dengan permintaan para ulama yang meminta Malik al-Zahir agar menjatuhkan hukuman mati kepada al-Suhrawardi, namun permintaan itu ditolak. Para ulama kemudian menemui Sultan Saladdin (Sultan Salahuddin al-Ayubi) untuk menyampaikan dakwaan itu. Sultan Saladdin lalu mengancam putranya (Pangeran Malik al-Zahir Ghazi) akan diturunkan dari tahta apabila tidak menghukum al-Suhrawardi. Berkat turun tangannya Sultan Saladin, al-Suhrawardi kemudian dimasukkan ke dalam penjara pada tahun 1191 M. Dalam penjara itulah, al-Suhrawardi wafat. Dalam hal ini  yang mengatakan bahwa ia wafat karena lehernya dicekik dan ada pula yang mengatakan bahwa ia wafat karena tidak diberi makan hingga kelaparan.
Ia wafat secara tragis melalui eksekusi atas perintah Shalahuddin Al-Ayubi. oleh sebab itu ia di beri gelar al-Maqtul (yang dibunuh), sebagai pembedaan dengan dua sufi lainnya, yaitu Abu al-Najib al-Suhrawardi (meninggal tahun 563 H) dan Abu Hafah Syihabuddin al-Suhrawardi al-Baghdadi (meninggal tahun 632 H), penyusun kitab Awarif al-Ma’arif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar