* Diantara Hikmah Puasa Ramdhan
Pertama, orang yang berpuasa akan meninggalkan setiap
yang Allah larang ketika itu yaitu dia meninggalkan makan, minum, berjima’
dengan istri dan sebagainya yang sebenarnya hati sangat condong dan ingin
melakukannya. Ini semua dilakukan dalam rangka taqorrub atau mendekatkan diri
pada Allah dan meraih pahala dari-Nya. Inilah bentuk takwa.
Kedua, orang yang berpuasa sebenarnya mampu untuk
melakukan kesenangan-kesenangan duniawi yang ada. Namun dia mengetahui bahwa
Allah selalu mengawasi diri-Nya. Ini juga salah bentuk takwa yaitu merasa
selalu diawasi oleh Allah.
Ketiga, ketika berpuasa, setiap orang akan semangat
melakukan amalan-amalan ketaatan. Dan ketaatan merupakan jalan untuk menggapai
takwa.[1]
Inilah sebagian di antara bentuk takwa dalam amalan puasa.
*Selanjutnya Hikmah di Balik Meninggalkan
Syahwat dan Kesenangan Dunia
Di dalam berpuasa, setiap muslim diperintahkan untuk
meninggalkan berbagai syahwat, makanan dan minuman. Itu semua dilakukan karena
Allah. Dalam hadits qudsi[2],
Allah Ta’ala berfirman,
يَدَعُ
شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى
“Dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku”.[3]
Di antara hikmah meninggalkan
syahwat dan kesenangan dunia ketika berpuasa adalah:
Pertama, dapat mengendalikan jiwa. Rasa kenyang karena
banyak makan dan minum, kepuasan ketika berhubungan dengan istri, itu
semua biasanya akan membuat seseorang lupa diri, kufur terhadap nikmat, dan
menjadi lalai. Sehingga dengan berpuasa, jiwa pun akan lebih dikendalikan.
Kedua, hati akan menjadi sibuk memikirkan hal-hal baik
dan sibuk mengingat Allah. Apabila seseorang terlalu tersibukkan dengan
kesenangan duniawi dan terbuai dengan makanan yang dia lahap, hati pun akan
menjadi lalai dari memikirkan hal-hal yang baik dan lalai dari mengingat Allah.
Oleh karena itu, apabila hati tidak tersibukkan dengan kesenangan duniawi, juga
tidak disibukkan dengan makan dan minum ketika berpuasa, hati pun akan
bercahaya, akan semakin lembut, hati pun tidak mengeras dan akan semakin mudah
untuk tafakkur (merenung) serta berdzikir pada Allah.
Ketiga, dengan menahan diri dari berbagai kesenangan
duniawi, orang yang berkecukupan akan semakin tahu bahwa dirinya telah
diberikan nikmat begitu banyak dibanding orang-orang fakir, miskin dan yatim
piatu yang sering merasakan rasa lapar. Dalam rangka mensyukuri nikmat ini,
orang-orang kaya pun gemar berbagi dengan mereka yang tidak mampu.
Keempat, dengan berpuasa akan mempersempit jalannya
darah. Sedangkan setan berada pada jalan darahnya manusia. Sebagaimana sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّ
الشَّيْطَانَ يَجْرِى مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ
“Sesungguhnya setan mengalir dalam diri manusia
pada tempat mengalirnya darah.”[4] Jadi
puasa dapat menenangkan setan yang seringkali memberikan was-was. Puasa pun
dapat menekan syahwat dan rasa marah. Oleh karena itu, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menjadikan puasa sebagai salah satu obat mujarab bagi
orang yang memiliki keinginan untuk menikah namun belum kesampaian.[5]
*Hikmah Berikutnya Mulai Beranjak Menjadi
Lebih Baik
Di bulan Ramadhan tentu saja setiap muslim harus
menjauhi berbagai macam maksiat agar puasanya tidak sia-sia, juga agar tidak
mendapatkan lapar dan dahaga saja. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رُبَّ
صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ
“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak
mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga saja.”[6]
Puasa menjadi sia-sia seperti ini disebabkan bulan
Ramadhan masih diisi pula dengan berbagai maksiat. Padahal dalam berpuasa
seharusnya setiap orang berusaha menjaga lisannya dari rasani orang
lain (baca: ghibah), dari berbagai perkaataan maksiat, dari perkataan dusta,
perbuatan maksiat dan hal-hal yang sia-sia.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
مَنْ
لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ
يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan
dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus
yang dia tahan.”[7]
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
لَيْسَ
الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشَّرَبِ ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ
وَالرَّفَثِ ، فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهُلَ عَلَيْكَ فَلْتَقُلْ : إِنِّي
صَائِمٌ ، إِنِّي صَائِمٌ
“Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum
saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan lagwu dan
rofats. Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu,
katakanlah padanya, “Aku sedang puasa, aku sedang puasa”.”[8]
Lagwu adalah perkataan sia-sia dan semisalnya yang tidak berfaedah.[9]
Sedangkan rofats adalah istilah untuk setiap hal yang diinginkan laki-laki pada
wanita[10]
atau dapat pula bermakna kata-kata kotor.[11]
Oleh karena itu, ketika keluar bulan Ramadhan
seharusnya setiap insan menjadi lebih baik dibanding dengan bulan sebelumnya
karena dia sudah ditempa di madrasah Ramadhan untuk meninggalkan berbagai macam
maksiat. Orang yang dulu malas-malasan shalat 5 waktu seharusnya menjadi sadar
dan rutin mengerjakannya di luar bulan Ramadhan. Juga dalam masalah shalat
Jama’ah bagi kaum pria, hendaklah pula dapat dirutinkan dilakukan di masjid
sebagaimana rajin dilakukan ketika bulan Ramadhan. Begitu pula dalam bulan
Ramadhan banyak wanita muslimah yang berusaha menggunakan jilbab yang menutup
diri dengan sempurna, maka di luar bulan Ramadhan seharusnya hal ini tetap
dijaga.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
وَإِنَّ
أَحَبَّ الْعَمَلِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهُ وَإِنْ قَلَّ
“(Ketahuilah bahwa) amalan yang paling dicintai oleh
Allah adalah amalan yang kontinu (ajeg) walaupun sedikit.”[12]
Ibadah dan amalan ketaatan bukanlah ibarat bunga yang
mekar pada waktu tertentu saja. Jadi, ibadah shalat 5 waktu, shalat jama’ah,
shalat malam, gemar bersedekah dan berbusana muslimah, bukanlah jadi ibadah
musiman. Namun sudah seharusnya di luar bulan Ramadhan juga tetap dijaga. Para
ulama seringkali mengatakan, “Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah
(rajin ibadah, -pen) hanya pada bulan Ramadhan saja.”
Ingatlah pula pesan dari Ka’ab, “Barangsiapa berpuasa
di bulan Ramadhan lantas terbetik dalam hatinya bahwa setelah lepas dari
Ramadhan akan berbuat maksiat pada Rabbnya, maka sungguh puasanya itu tertolak
(tidak bernilai apa-apa).”[13]
Semoga bermanfaat dan puasa kita yang lalu, sekarang
dan akan dating di kobulkan oleh Allah Amin…"Selamat Berpuasa Ramadhan 1439 H"
[1] Taisir Karimir Rahman, hal. 86.
[2]
Hadits qudsi adalah hadits yang maknanya dari Allah Ta’ala, lafazhnya
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
[3] HR.
Muslim no. 1151
[4] HR.
Bukhari no. 7171 dan Muslim no. 2174
[5]
Disarikan dari Latho’if Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 276-277.
[6] HR.
Ahmad 2/373. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanadnya jayyid.
[7] HR.
Bukhari no. 1903.
[8] HR.
Ibnu Khuzaimah 3/242. Al A’zhomi mengatakan bahwa sanad hadits tersebut shahih.
[9]
Perkataan Al Akhfasy, dinukil dari Fathul Bari, 2/414.
[10]
Perkataan Al Azhari, dinukil dari Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 5/114, 9/119.
[11] Al
Minhaj Syarh Shahih Muslim, 9/119.
[12] HR.
Muslim no. 782.
[13]
Lathoif Al Ma’arif, 378.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar