Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Kamis, 17 November 2016

MAKALAH TIPE, GAYA DAN ETIKA KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN ISLAM



TIPE, GAYA DAN ETIKA
KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN ISLAM

A.    Pendahuluan
1.      LatarBelakang
Kepemimpinan dalam pendidikan merupakan syarat utama dalam upaya menuju dan meraih tujuan pendidikan. Mustahil tercapai sebuah usaha pendidikan terutama pada lembaga pendidikan, jika mengabaikan faktor kepemimpinan. Jika pemimpin pada institusi atau lembaga pendidikan dapat memegang peran dan menjalankan tugasnya minimal sesuai dengan AD ART, maka harapan berhasilnya dapatlah dinantikan. Sangat berbeda jika seorang pemimpin tidak seperti yang diharapkan oleh institusi yang dipimpinya.
Dalam sejarah para pemimpin di dunia, terdapat banyak litelatur yang dapat dijadikan pelajaran dalam pembahasan kepemimpinan. Berbagai macam tipe, model maupun gaya kepemimpinan yang telah diabadikan oleh sejarah, baik yang mendapat acungan jempol dari para pengamat leadership, ataupun mendapat kecaman dari para ahli teori kepemimpinan, semuanya tentulah dapat dijadikan pelajaran, dijadikan ibrah, untuk membangun masa depan umat dan bangsa pada umumnya, wabilkhusus dunia pendidikan islam.
Al-Quran mengajarkan kepada kita untuk selalu mengambil ibrah (pelajaran) pada peristiwa terdahulu (sejarah). Perintah tersebut bukanlah tanpa dasar dan tanpa alasan. Mengambil pelajaran dari peristiwa yang terjadi merupakan sebuah upaya untuk mencari solusi dan mempersiapkan diri dalam menjalani masa-masa yang akan datang. Pada hakikatnya sesuatu atapun peristiwa yang akan terjadi merupakan pengulangan dari beberapa peristiwa yang sudah lewat, dengan substansi sama namun bentuknya yang berbeda, karena ada perbedaan masa dan perkembangan situasi dan kondisi.
2.      RumusanMasalah
Dari latar belakang tersebut,  penulis menentukan beberapa rumusan masalah untuk mengungkap persoalan tipe, gaya dan etika kepemimpinan pendidikan Islam. Rumusan masalah tersebut adalagh sebagai berikut:
a.       Bagaimanah tipe kepemimpinan pendidikan islam?
b.      Bagaimanakah gaya kepemimpinan pendidikan islam?
c.       Bagaimanakah etika kepemimpinan pendidikan islam?

3.      TujuanPembahasan
Pembahasan dan penyusunan makalah ini bertujuan:
a.       Mencari forrmat yang ideal tentang tipe dan gaya kepemimpinan pendidikan Islam.
b.      Mempelajari secara komperhensif etika kepemimpina pendidikan Islam
c.       Menyiapkan para calon pemimpin pendidikan Islam yang profesional dan ideal.
d.      Memberikan sumbangsih positif terhadap  dunia pendidikan Islam, demi terciptanya tujuan pendidikan Islam dan tujuan pendidikan nasional.
 
B.     PEMBAHASAN

1.                Tipe Kepemimpinan
      Pendidikan islam memiliki peranan yang sangat strategis dalam membina kepribadian anak bangsa. Jika kita amati sekilas saja, maka kita akan menemukan titik kesimpulan bahwa segala kegiatan dalam pendidikan islam menjadi ujung tombak dalam terwujudnya tujuan pendidikan nasional. Yaitu “berkembangnya potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman dan bertakea kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulya, sehat, berilmu cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.”[1]
Keberhasilan tujuan pendidikan juga berbanding lurus dengan iklim penyelenggara pendidikan. Lembaga pendidikan adalah wadah atau sebuah komunitas, yang di dalamnya terdapat komponen-komponen mulai dari kepala hingga wali murid atau komite sekolah. Unsur-unsur dalam lembaga pendidikan tersebut berinteraksi satu sama lain dalam sebuah aktifitas yang terorganisir menuju pada satu titik visi dan misi yang sama dan searah dengan tujuan pendidikan. Jika roda organisasi pada lembaga pendidikan berjalan dengan baik, maka hal tersebut memberikan dampak positif terhadap tercapainya tujuan pendidikan. Dan begitu pula sebaliknya, jika roda organisasi lembaga pendidikan terjadi beberapa persoalan yang tidak mendapatkan solusi, maka dampak yang buruk juga akan menghalangi tujuan pendidikan.
Oleh sebab itu, pemimpin yang ideal menjadi sebuah keharusan bagi lembaga pendidikan Islam. Laeder dan manager pendidikan memiliki tugas penting dalam mengatur perputaran roda organisasi lembaga. Perjalanan managerial lembaga pendidikan harus berjalan dengan sebaik-baiknya, agar pencapaian visi dan misi pendidikan dapat maksimal dan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
Pada kenyataanya di hadapan kita terdapat beberapa tipe kepemimpinan. Tipe atau model para pemimpin dalam mengarahkan anggotanya, oleh para ahli teori kepemimpinan setidaknya disimpulkan menjadi 8 tipe kepemimpinan.
a.             tipe otoriter (semua bergantung pada pemimpin)
b.            tipe laissez faire (semua bergantung pada anggota/pemimpin yang masa bodoh)
c.             tipe demokratis (kerja sama pemimpin dan bawahan terjalin baik)
d.            tipe pseudo demokratis (tampaknya demokratis akan tetapi hakikatnya otoriter atau demi kepentingan kelompok tertentu.
e.             Tipe karismatik (menonjolkan karisma diri sendiri)
f.             Paternalistis (bersikap seakan-akan seorang bapak/ orang tua)
g.            Militeristis (menyerupai militer)
h.            Populistis (mengedepankan atau mengangkat tema-tema yang populis)

Berikut ini penulis paparkan penjelasan dari tipe kepemimpinan tersebut.
1)      Tipe otoriter
Kata otoriter biasa dipakai dalam dunia politik, birokrasi atau pemerintahan. Otoriter berasal dari bahasa inggris authority, yang berarti wibawa atau wewenang. Dan sebetulnya authority sendiri adalah turunan dari bahasa latin auctoritas.[2] Dalam arti ini, pemimpin otoriter adalah seorang pemimpin yang mengedepankan wibawa dan kekuasaanya secara mutlak untuk mengatur para bawahanya. Dia memiliki kepercayaan diri yang sangat tinggi sehingga tidak memberi celah dan ruang gerak kepada orang lain untuk ikut mewarnai organisasi dan lembaga yang dipimpinya.
Dalam tipe kepemimpinan semacam ini, pemimpin lebih bersifat ingin berkuasa, suasana disekolah selalu tegang. Pemimpin sama sekali tidak memberi kebebasan kepada anggota untuk ikut ambil bagian dalam memutuskan persoalan.[3] Sebuah sekolah yang memiki kepala sekolah bertipe otoriter maka semua civitas akademika sekolah tidak diberi peran apapun. Segala keputusan hanya diputuskan sesuai dengan keputusan kepala sekolah. Rapat-rapat dinas hanya bersifat menyampaikan informasi dari ketetapan yang diambil oleh kepala sekolah. Civitas akademika sekolah seluruhnya hanya menjadi pengamat dan pelaksana dari keputusan kepala sekolah, tanpa diberi hak untuk mengungkapkan pendapat dan tanpa diberi celah untuk memberi sumbangsih pemikiran.

2)      Tipe laissez faire
Laissez faire adalah sebuah frasa dari bahasa perancis yang berarti “biarkan terjadi”. Istilah ini muncul pertama kali dari diksi perancis yang digunakan para psiokrat pada abad ke-18, sebagai bentuk perlawanan terhadap intervensi pemerintah dalam perdagangan.[4] Pada perkembangan masa, istilah Laissez faire juga digunakan dalam istilah ekonomi yang menhendaki kebebasan pasar untuk mengatur perjalanan pasar itu sendiri tanpa ada campur tangan pemerintah. Di negara kita dikenal dengan istilah pasar bebas.
Laissez faire juga dipinjam sebagai istilah yang menggambarkan tipe kepemimpinan. Yakni sifat kepemimpinan yang seolah-olah tidak tampak peran dan eksistensinya. Sebab tipe ini pemimpin memberi keleluasaan penuh kepada para anggotanya untuk melaksanakan tugasnya. Atau secara tidak langsung, peraturan, kebijaksanaan (policy) suatu institusi berada di tangan anggota.[5]
Jika institusi pendidikan dipimpin oleh kepala sekolah yang memiliki tipe Laissez faire, maka segala kegiatansekolah baik kokurikuler maupun ekstra kurikuler dapat berjalan normal dan independen tanpa ada komando langsung dari kepala sekolah. Semua berjalan normal sesuai dengan planing yang telah disusun dan disepakati. Dan kepala sekolah cukup menerima laporan dari komponen sruktur keorganisasian, dan  sesekali juga ikut dalam memantau kagiatan secara langsung.
3)      Tipe demokratis
Kata ini berasal dari bahasa yunani demokratia, demos berarti rakyat dan kratos artinya kekuasaan. Jadi demokrasi berarti kekuasaan berada di tangan rakyat atau anggota. Sedangkan orang yang memiliki sifat atau perilaku demokrasi disebut dengan demokratis. Pemimpin lembaga yang demokratis mengarah pada sosok pemimpin yang memberikan kekuasaan kepada para anggota untuk ikut berpartisipasi dalam menjalankan visi dan misi organisasi.
Dalam tipe kepemimpinan demokratis seorang pemimpin selalu mengikut sertakan seluruh anggota kelompoknya dalam mengambil suatu keputusan, kepala sekolah yang bersifat demikian akan selalu menghargai pendapat atau kreasi anggotanya/ guru-guru yang ada di bawahnya dalam rangka membina sekolahnya.[6] Sesuai dengan asas dari demokrasi itu sendiri, seorang pemimpin yang demokratis lebih sering berinteraksi dengan bahawanya. Interaksi tersebut lebih bersifat dialogis bukan merupakan sebuah intervensi atau mendikte anggotanya.
Pemimpin yang dekomratis selalu menampung saran dan usulan dari anggotanya, demi kemajuan dan perkembangan instansi. Usulan dan saran tersebut ditampung dan pada langkah selanjutnya adalah diflorkan kembali kepada para anggota terkait dengan prioritas usulan dan saran yang harus dan mungkin untuk difloowup menjadi program kerja instansi. Jika diperlukan, strategi yang relefan dalam mengaplikasikan visi dan misi instansi juga sering dijadikan bahan diskusi antara pemimpin yang demokratis.

4)      Tipe pseudo demokratis
Pseudo demokratis adalah berasal dari dua kata dari bahasa inggris, pseudo yang artinya palsu, berpura-pura atau gadungan. Sedangkan demokrasi artinya adalah kekuasaan ditangan rakyat atau anggota. Jika dua kata tersebut digabungkan menjadi pseudo demokratis berarti berpura-pura demokratis atau demokrasi palsu, tidak sejatinya melakukan tindakan-tindakan yang demokratis namun yang dilakukan adalah tindakan-tindakan yang melenceng dari asas demokrasi, atau bahkan tindakanya sangat bertentangan  dengan demokrasi.
Pemimpin yang bertipe pseudo demokratis hanya tampaknya saja bersikap demokratis padahal sebenarnya dia bersikap otokratis. Misalnya jika ia punya ide-ide, pukuran, atau konsep yang akan diterapkan pada instansinya, maka hal tersebut akan dimusyawarahlan dengan bawahanya, tetapi situasinya diatur sedemikian rupa, sehingga pada akhirnya bawahan didesak agar menerima ide atau pikiran tersebut sebagai ide bersama. Pemimpin ini menganut demokrasi semu dan lebih mengarah pada gaya dan bentuk otoriter yang halus, samar-samar, bahkan tanpa disadari bahwa tindakan tersebut bukan tindakan pemimpin yang demokratis.
5)      Tipe karismatik
Dalam kepemimpinan karismatik, pemimpin dianggap memiliki energi, daya tarik, dan pembawaan yang luar biasa untuk memengaruhi orang lain sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang dapat dipercaya. Sampai sekarang pun orang tidak mengetahui secara pasti mengapa orang bisa memiliki kharisma yang sangat besar. Dia dainggap memiliki kekuatan gaib (supernatural power) dan kekuatan kekuatan yang superhuman. Yang diperilah dari yang Maha Kuasa.
6)      Tipe paternalistis
Paternalistis adalah tipe kepemimpinan kebapakan. Pemimpin yang semacam ini dia memposisikan diri seakan lebih tua dan berpengalaman dari  pada para anggotanya. Semua anggota dianggap seolah-olah anaknya sendiri yang masih belum cukup umur, belum dewasa dan belum layak untuk dibiarkan bekerja sendiri. Ada ciri-ciri khusus bagi tipe kepemimpina paternalistis yaitu:
a)      Dia menganggap bawahanya manusia yang tidak/ belum dewasa, atau anak-anak sendiri yang perlu dikembangkan.
b)      Dia bersikap terlalu melindungi (overly protective)
c)      Jarang dia  memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk mengambil keputusan sendiri
d)     Dia hampir-hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk berinisiatis
e)      Selalu bersikap paling tahu dan paling benar.
7)      Tipe militeristis
Tipe ini adalah pemimpin yang bersikap seolah-olah/ sok militer. Hanya gaya luar saja dia meniru gaya militer, padahal jika diamati secara seksama, dia justru jauh dari ruh dan nilai-nilai positif dari budaya dalam militer. Seperti disiplin, tegas, konsisten dan berani karena benar dan takut karena salah. Tipe ini lebih mirip dengan tipe otoriter yang telah kami paparkan sebelumnya.
Sifat-sifat pemimpin yang militerisme antara lain:
1)      Lebih menggunakan sistem perintah/ komando
2)      Menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan
3)      Menyenangi formalitas, upacara ritual dan tanda kebesaran lainya
4)      Tidak menghendaki saran dari bawahanya
5)      Komunikasi hanya berlangsung searah.[7]
8)      Tipe populistis
Profesor Peter Worsley dalam bukunya the third wold mendefinisikan kepemimpinan populustis sebagai kepemimpinan yang dapat membangun solidaritas rakyat, misalnya Soekarno dengan ideologi marhaenisme-nya, yang menekankan masalah kesatuan nasional, nasionalisme, dan sikap berhati-hati terhadap kolonisalisme, penindasan, pengisapan serta penguasaan oleh kekuatan asing.
Kepemimpinan populistis ini berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat yang tradisional. Juga, kurang mempercayai bantuan serta dukungan dari luar institusi. Dia lebih percaya dengan potensi institusi sendiri, serta dengan mengembangkan potensi yang ada, tanpa ada campur tangan orang luar, atau institusi lain.
Dari kedelapan tipe di atas, masih ada beberapa tipe kemimpinan lagi yang disebutkan oleh para pakar kepemimpinan dan managemen.

2.             Gaya Kepemimpinan
Dalam memimpin instansi pendidikan, pemimpin lembaga pendidikan terutama pendidikan islam, dapat menerapkan paling tidak dua gaya dalam kepemimpinan. Yang pertama adalah gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas, kedua gaya kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan antarmanusia.
Pertama adalah gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas, yaitu kepemimpinan yang lebih menaruh perhatian pada penyusunan rencana kerja, penetapan pola organisasi, adanya saluran komunikasi, metode kerja, dan prosedur pencapaian tujuan yang jelas.[8]
Gaya kepemimpinan yang pertama ini merupakan gaya pemimpin yang terlalu prosedural, organisatoris dan formal. Kecenderungan pemimpin semacam ini adalah penekanan kepada tugas, prosedur kerja dan hal-hal yang berkaitan dengan kemanagerialan anshich. Dia kurang begitu menaruh perhatian pada keadaan anggota, reward bagi yang berprestasi ataupun punisment bagi anak buah yang melanggar aturan biasanya mendapat perhatian yang minimal. Sehingga bagi anak buah yang memiliki etos kerja tinggi akan merasa kurang mendapatkan perhatian, dan yang bekerja asal-asalan justru mendapatkan angin segar.
Kedua adalah gaya kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan manusia. Yaitu kepemimpinan yang lebih menaruh perhatian kepada perilaku pemimpin yang mengarah pada hubungan kesejawatan, saling mempercayai, saling menghargai, dan penuh kehangatan hubungan antara pemimpin dan stafnya.[9]
Gaya kepemimpinan yang kedua ini lebih menaruh perhatian yang banyak kepada anak buahnya. Jika seorang kepala sekolah, maka guru maupun karyawan akan merasa lebih dekat dengan kepala sekolah. Guru dan karyawan yang berprestasi akan lebih semangat lagi dalam bekerja, sebab mendapat perhatian penuh dari pimpinan/ kepala sekolah. Sebaliknya bagi karyawan dan guru yang memiliki etos kerja rendah, akan merasa sungkan terhadap pimpinan atau teman yang lain. Karena secara sistematis dan terprogram. Meraka yang kurang aktif akan selalu mendapatkan memo ataupun teguran-teguran, sampai mereka mampu memperbaiki diri.
Sedangkandalamteorigayakepemimpinan, gayakepemimpinandapatdiklasifikasikanmenjadi 3 teori.[10]
a.       TeoriGenetis
Teoriiniberpandanganbahwa, seorangpemimpinituadalahdilahirkanbukandibuatataudiproses. (Leader are born and not made). Padateoriinidapatdifahamibahwapemimpinituadalahbakat, ataukemampuan yang memangsudahditakdirkanoleh Allah SW.bukanberdasarkan proses ataupendidikantertentu. Jikaseseorangditakdirkanmenjadipemimpin, makadimanapuntempatnyakelakdiaakanmenjadipemimpin.
b.      TeoriSosial
Jikateorigenetismenganggappemimpinadalahbakatsejaklahir, makaTeoriiniadalahkebalikandariteori genetic.Teori social berpendapatbahwa, pemimpinadalahpotensi yang dihasilkandari proses pendidikanataudariinteraksisocial  (leader are made ad not born). Berpijakpadateoriini, bahwasemuamanusiaberpotensimenjadipemimpin, asaldiamaudidikdanberkomitmenuntukmenjadipemimpin, makapeluanguntukmenjadipemimpinsangatbesar. Interaksi social di masyarakatjugaberpengaruhterhadaplahirnyapotensipemimpinini.Jikaseseorangberinteraksidenganparapemimpin, bukantidakmungkininteraksitersebutmemupukpotensinyadanmembentukparadigmauntukmenjadipemimpin.
c.       TeoriEkologis
Teoriinimerupakanpenggabunganantarateori genetic danteori social.Sehinggaseorang yang bias menjadipemimpinadalah orang yang memilikibakat yang cukupuntukmenjadipemimpin, dandiamaumemupukbakattersebutsampaidiaberpeluanguntukmenjadipememimpin.

Dalam proses kepemimpinan, seorangpemimpinakanmenerapanbeberapagayadalamkepemimpinan. Tentunyagayatersebutakanberpengaruhdalamorganisasiatauinstansi yang dipimpinya. Gaya kepemimpinan yang munculdalam proses kepempinanantara lain:
a.       Gaya instruktif
Penerapanyapadapegawai yang masihbaruataubarusajabertugas.Adapunciri-cirigayakepemimpinaninstruktifadalah:
a)      Memberikanpengarahansecaramendetailtentangapa, kapandanbagaimanatugasitudilaksanakan.
b)      Tingkat direktiftinggi
c)      Kadar semangatrendah
d)     Membuthkanpengawasan yang tinggi
e)      Kurangdapatmeningkatkankemampuanpegawai
f)       Kurangdapatmemotifasipegawai
g)      Tingkat kemampuanpegawairendah
b.      Gaya konsultatif
Penerapangayainiadalahjikabawaahanmemilikikemampuantingginamunsebagianrendah. Ciri-cirigayakonsultatifadalah:
a)      Kadar direktifrendah
b)      keemimpinanMemilikisemangat yang tinggi
c)      Komunikasitimbalbalik
d)     Memerlukanpengarahan yang spesifik
e)      Tanggungjawabdiberikankepadabawahansecarabertahap
f)       Bawahanmulaitingkatrndahsampaisedang
c.       Gaya partisipatifsedikitdalammemberipangarahan, diahanyamemberisedikitinfiormasi, kemudianuntuksejanjutnyaanggotalah yang mengembangkanlangkah-langkahdansolusi.
Adapuncirigayakeemimpinanpartisipatifadalah:
a)      Komunikasiduaarah
b)      Mendorongbawahanuntukberpartisipasipenuh
c)      Melibatkanbawahandalammengambilkeputusan
d)     Anggotamemilikipotensidarisedangansampaitinggi
e)      Padakonteksinipemim[ianhanya
d.      Gaya delegatif
Gaya kepemimpinaninidapatditerapkanpadakaryawandananggota yang memilikipotensidanetoskerja yang tinggi.Adapunciri-cirigaradelegatifadalah
a)      Memberikanpengarahanjikadiperlukansaja
b)      Memberisemangatbawahandianggaptidakperlu
c)      Segalatanggungjawabdiserahkankepadabawahan
d)     Sesekaliperlumemberimotifasi
e)      Tingkat kematanganbawahantinggi
3.      Etika Kepemimpinan
Sebagai umat islam, Rosulullah Muhammad Sholallahu Alaihi Wasallam tentulah public figur, tokoh sentral dan uswah hasanah bagi segala aspek kehidupan muslim. Terlebih dalam berbicara etika kepemimpinan, Rosulullah Muhammad Sholallahu Alaihi Wasallam telah memberikan contoh yang nyata, dan telah diukir dengan tinta emas dalam sejarah, tentang keberhasilan beliau dalam memimpin ummat, negara, dan sekaligus memimpin keluarga. Petunjuk agar meneladani Rosulullah Muhammad Sholallahu ‘alaihi Wasallam adalah sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala dalam Q.S. Al-Ahzab ayat 21. Yang terjemahnya:
“sesungguhnya pada diri rosulullah itu terdapat suri teladan yang baik untuk kamu. Bagi orang-orang yang mengharapkan rahmat Allah dan hari kemudian. Dan yang banyak memuja Allah.”[11]
Dengan uswah hasanah yakni akhlaq yang sangat istimewa, Rosulullah tampil sebagai contoh kehidupan umat muslim, kepribadian itu merupakan dasar dan landasan yang kokoh bagi seorang pemimpin, karena bermakna juga sebagai seseorang yang memiliki prinsip hidup dan kokoh memegang prinsip hidup dan kokoh memegang prinsip itu dalam menjalani hidup dan kehidupan.
Uswatun hasanah yang diberikan oleh Rosulullah sebagai teladan, berwujud nyata pada sifat-sifat wajib yang berarti sifat yang harus dimiliki olah para rosul. Dengan sifat wajib itulah Rosulullah berhasil menjadi pemimpin nomor wahid du dunia, bahkan dalam sepanjang sejarah manusia tanpa ada bandinganya. Pada akhirnya, keempat sifat wajib Rosul itulah yang juga wajib dimiliki dan sebagai etika para pemimpin khususnya pemimpin muslim. Etika tersebut adalah:

a.       Siddiq
Berkata benar atau jujur tidak pernah berbohong dan mengada-ada. Dengan sifat ini Rosulullah memihak dan mencintai kebenaran yang datangnya dari Allah SWT. Sehingga segala sesuatu yang muncul dalam pikiran, emosi dan tingkah laku selalu didasarkan atas kebenaran atas petunjuk Allah SWT.
Sangat penting bagi seorang pemimpin memiliki etika dan sifat sidik sebagaimana Rosulullah SAW. Dengan memiliki sifat sidik maka kepemimpinannya dalam sebuah instansi dapat membawa pada iklim saling mempercayai, saling memberi rasa aman dan tidak ada saling mencurigai.
Sebagai pengaruh manfaatnya adalah tidak dijumpai praktik-praktik korupsi pada instansi tersebut, jika pemimpinya memiliki komitmen sekaligus mengajak semua anggota instansi untuk bersifat sidik

b.      Amanah
Amanah juga merupakan sifat wajib rosul yang berarti melaksanakan segala tugas dengan penuh tanggung jawab, tanpa pamrih dan hanya atas dasar pengabdian kepada Allah SWT. Dalam kepemimpinan, seorang pemimpin adalah sebenarnya juga bagian dari anggota insatansi atau organisasi yang dipimpin. Namun pemimpin tesebut misalnya kepala sekolah, dia mendapatkan beban atau amanah yang lebih dari pada anggota lainya. Beban lebih tersebut tentunya bertujuan agar tercapainya tujuanya instansi atau organisasi.
Pemimpin yang amanah berarti pemimpin tersebut sadar akan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya, dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab, sesuai dengan kapasitas dan kekuatan diri pemimpin tersebut. Orientasi pemimpin yang amanah tentulah hanya satu yaitu tujuan pengabdian kepada Yang Maha Pencipta. Bukan tujuan-tujuan yang bersifat duniawi atau materialis.
c.       Tabligh
Tabligh berarti menyampaikan. Artinya adalah bahwa rosulullah selalu menyampaikan wahyu, perintah maupun larangan dari Allah SWT kepada para umat. Tanpa adanya unsur tebang pilih ataupun pilih kasih. Suka ataupun tidak suka, bahkan menguntungkan ataupun merugikan pada kepentingan pribadi, jika perintahnya harus disampaikan kepada para kaumnya, maka juga harus disampaikan.
Pemimpin yang ideal juga harus memiliki etika atau sifat tabligh. Jika telah menjadi seorang pemimpin, yang ada dan prioritas utama adalah kepentingan bersama, kepentingan organisasi, bukan kepentingan pribadi ataupun golongan tertentu. Maka tabligh atau menyampaikan hal-hal yang urgent kepada semua fihak yang berkompeten dari para bawahan adalah sangat perlu dan harus. Pemimpin tidak diperkenankan memendam sendiri informasi atau hal apapun tanpa memberikanya kepada anggota instansi. Terlebih hal-hal atau informasi yang membutuhkan pertimbangan dan masukan pendapat dari para bawahan atau anggota yang lebih ahli dan menguasai.
d.      Fathonah
Rosulullah memiliki kecerdasan yang sangat tinggi, hal ini juga menjadi modal utama bagi kesuksesan para rosul dalam memimpin umatnya. Sebab jika rosul tidak memiliki sifat fathonah, maka akan dengan mudah rosul dipolitisi oleh para musrikiin dan atau para munafiqiin.
Sifat fathonah juga harus dimiliki oleh para pemimpin. Kecerdasan pemimpin sangant menentukan masa depan instansi yang dipimpin. Kecerdasan ini bukan berarti hanya terbatas kecerdasan intelegensi (IQ), namun kecerdasan spiritual (SQ) dan kecerdasan emosional (EQ) justru yang paling dominan untuk menjadi modal bagi seorang pemimpin. Sejarah negeri Indonesia telah membuktikan dengan nyata bahwa pemimpin negara kita Indonesia yang memiliki kecerdasan IQ lebih tinggi, nyatanya tidak lebih berhasil daripada yang di bawahnya. Bahkan yang memiliki keberhasilan adalah yang memiliki kecerdasan SQ dan EQ yang tinggi, dan terbukti dapat memimpin negara, menjadi public figur sekaligus mengatasi masalah-masalah nasional maupun internasional.
e.       Maksum
Maksum berarti Rosulullah selalu dijaga oleh Allah dari hal-hal yang bertentangan dengan Syariat Islam dan bertentangan dengan Al-Quran. Yaitu sesuatu yang diharamkan bahkan makruh sekalipun. Maka dari itu dalam sejarah kenabian, Rosulullah SAW. Tidak pernah sedikitpun dijumpai melakukan hal-hal yang dilarang dan diharamkan oleh agama.
Seorang pemimpin akan dapat menjalankan amanah dari institusi yang dipimpinya dengan baik, dan konsekuen, jika segalah amaliah dan perbuatanya terhindar dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syariat islam. Pemimpin yang terjaga dari perbuatan munkar dan haram – pemimpin yang maksum- dapat dipastikan dia akan memiliki dedikasi, loyalitas yang tinggi. Terlebih lagi pada komitmen menciptakan institusi yang bersih, jujur dan anti KKN.Pemimpin memiliki karakter unggul dan benar-benar takholli (bersih) dari perbuatan haram inilah yang diharapkan oleh umat dan bangsa indonesia. Terlebih dalam situasi krisis multidimensi seperti yang terjadi sekarang ini. Krisis kepercayaan, krisis moral, krisis kejujuran dan krisis moral. Seakan-akan orang baik, berakhlaq mulya, jujur dan adil menjadi sesuatu yang langka.

      
C.    Kesimpulan
Dari rumusan masalah dan pembahasan di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan:
1.      Jika mengamati tentang sejarah kepemimpinan dan pendapat dari para ahli/ hasil penelitian tentang tipe kepemimpinan, terdapat banyak tipe kepemimpinan yang sebenarnya semuanya dapat diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi. Namun dalam segala situasi, tipe demokratislah yang paling tepat untuk diaplikasikan.
2.      Ada setidaknya dua gaya kepemimpinan, pertama gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan manusia.
3.      Etika kepemimpinan yang ideal adalah menerapkan uswah hasanah dari Rosulullah Muhammad Sholallahu ‘alaihi wasallam. Yaitu dengan mengamalkan sifat wajib Rosul; sidik, amanah, tabligh, fathonah, dan mencontoh keutamaan dari rosul yaitu maksum atau terjaga dari sesuatu yang haram.

 
D.    DAFTAR PUSTAKA

Al-qur’an dan terjemahnya, 1424 H. Mujamma’ Almalik Fahd Lithibaat Al-Mushaf Assyariif Madinah.
Baharuddin&Umirso, 2012, KepemimpinanPendidikan Islam AntaraTeoridanPraktik, Jogyakarta, Ar-Ruz Media
Hendyat Soetopo. 2010. Perilaku Organisasi Teori dan Praktik dalam bidang pendidikan: PT Remaja Rosda Karya
Didin Kurniadin, 2012, Managemen Pendidikan, Konsep & Prinsip Pengelolaan Pendidikan: Ar-ruzz Media
A. Mangunharjana. 1997. Isme-isme dalam dalam etika dari A sampai Z: kanisius.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar