TIPE, GAYA DAN ETIKA
KEPEMIMPINAN
PENDIDIKAN ISLAM
A.
Pendahuluan
1.
LatarBelakang
Kepemimpinan dalam pendidikan merupakan syarat
utama dalam upaya menuju dan meraih tujuan pendidikan. Mustahil tercapai sebuah
usaha pendidikan terutama pada lembaga pendidikan, jika mengabaikan faktor
kepemimpinan. Jika pemimpin pada institusi atau lembaga pendidikan dapat
memegang peran dan menjalankan tugasnya minimal sesuai dengan AD ART, maka
harapan berhasilnya dapatlah dinantikan. Sangat berbeda jika seorang pemimpin
tidak seperti yang diharapkan oleh institusi yang dipimpinya.
Dalam sejarah para pemimpin di dunia, terdapat
banyak litelatur yang dapat dijadikan pelajaran dalam pembahasan kepemimpinan. Berbagai
macam tipe, model maupun gaya kepemimpinan yang telah diabadikan oleh sejarah,
baik yang mendapat acungan jempol dari para pengamat leadership, ataupun
mendapat kecaman dari para ahli teori kepemimpinan, semuanya tentulah dapat
dijadikan pelajaran, dijadikan ibrah,
untuk membangun masa depan umat dan bangsa pada umumnya, wabilkhusus dunia pendidikan islam.
Al-Quran mengajarkan kepada kita untuk selalu
mengambil ibrah (pelajaran) pada
peristiwa terdahulu (sejarah). Perintah tersebut bukanlah tanpa dasar dan tanpa
alasan. Mengambil pelajaran dari peristiwa yang terjadi merupakan sebuah upaya
untuk mencari solusi dan mempersiapkan diri dalam menjalani masa-masa yang akan
datang. Pada hakikatnya sesuatu atapun peristiwa yang akan terjadi merupakan
pengulangan dari beberapa peristiwa yang sudah lewat, dengan substansi sama
namun bentuknya yang berbeda, karena ada perbedaan masa dan perkembangan
situasi dan kondisi.
2.
RumusanMasalah
Dari latar belakang tersebut,
penulis menentukan beberapa rumusan masalah untuk mengungkap persoalan
tipe, gaya dan etika kepemimpinan pendidikan Islam. Rumusan masalah tersebut
adalagh sebagai berikut:
a.
Bagaimanah
tipe kepemimpinan pendidikan islam?
b.
Bagaimanakah
gaya kepemimpinan pendidikan islam?
c.
Bagaimanakah
etika kepemimpinan pendidikan islam?
3.
TujuanPembahasan
Pembahasan dan penyusunan makalah ini
bertujuan:
a.
Mencari
forrmat yang ideal tentang tipe dan gaya kepemimpinan pendidikan Islam.
b.
Mempelajari
secara komperhensif etika kepemimpina pendidikan Islam
c.
Menyiapkan
para calon pemimpin pendidikan Islam yang profesional dan ideal.
d. Memberikan sumbangsih positif
terhadap dunia pendidikan Islam, demi
terciptanya tujuan pendidikan Islam dan tujuan pendidikan nasional.
B.
PEMBAHASAN
1.
Tipe Kepemimpinan
Pendidikan islam memiliki peranan yang
sangat strategis dalam membina kepribadian anak bangsa. Jika kita amati sekilas
saja, maka kita akan menemukan titik kesimpulan bahwa segala kegiatan dalam
pendidikan islam menjadi ujung tombak dalam terwujudnya tujuan pendidikan
nasional. Yaitu “berkembangnya potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakea kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulya, sehat,
berilmu cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab.”[1]
Keberhasilan
tujuan pendidikan juga berbanding lurus dengan iklim penyelenggara pendidikan.
Lembaga pendidikan adalah wadah atau sebuah komunitas, yang di dalamnya
terdapat komponen-komponen mulai dari kepala hingga wali murid atau komite
sekolah. Unsur-unsur dalam lembaga pendidikan tersebut berinteraksi satu sama
lain dalam sebuah aktifitas yang terorganisir menuju pada satu titik visi dan
misi yang sama dan searah dengan tujuan pendidikan. Jika roda organisasi pada
lembaga pendidikan berjalan dengan baik, maka hal tersebut memberikan dampak
positif terhadap tercapainya tujuan pendidikan. Dan begitu pula sebaliknya,
jika roda organisasi lembaga pendidikan terjadi beberapa persoalan yang tidak
mendapatkan solusi, maka dampak yang buruk juga akan menghalangi tujuan
pendidikan.
Oleh sebab
itu, pemimpin yang ideal menjadi sebuah keharusan bagi lembaga pendidikan
Islam. Laeder dan manager pendidikan memiliki tugas penting dalam mengatur
perputaran roda organisasi lembaga. Perjalanan managerial lembaga pendidikan
harus berjalan dengan sebaik-baiknya, agar pencapaian visi dan misi pendidikan
dapat maksimal dan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
Pada
kenyataanya di hadapan kita terdapat beberapa tipe kepemimpinan. Tipe atau
model para pemimpin dalam mengarahkan anggotanya, oleh para ahli teori
kepemimpinan setidaknya disimpulkan menjadi 8 tipe kepemimpinan.
a.
tipe
otoriter (semua bergantung pada pemimpin)
b.
tipe
laissez faire (semua bergantung pada anggota/pemimpin yang masa bodoh)
c.
tipe
demokratis (kerja sama pemimpin dan bawahan terjalin baik)
d.
tipe
pseudo demokratis (tampaknya demokratis akan tetapi hakikatnya otoriter atau
demi kepentingan kelompok tertentu.
e.
Tipe
karismatik (menonjolkan karisma diri sendiri)
f.
Paternalistis
(bersikap seakan-akan seorang bapak/ orang tua)
g.
Militeristis
(menyerupai militer)
h.
Populistis
(mengedepankan atau mengangkat tema-tema yang populis)
Berikut ini penulis paparkan
penjelasan dari tipe kepemimpinan tersebut.
1)
Tipe otoriter
Kata otoriter biasa dipakai dalam dunia politik,
birokrasi atau pemerintahan. Otoriter berasal dari bahasa inggris authority, yang berarti wibawa atau
wewenang. Dan sebetulnya authority sendiri adalah turunan dari bahasa latin auctoritas.[2] Dalam
arti ini, pemimpin otoriter adalah seorang pemimpin yang mengedepankan wibawa
dan kekuasaanya secara mutlak untuk mengatur para bawahanya. Dia memiliki
kepercayaan diri yang sangat tinggi sehingga tidak memberi celah dan ruang
gerak kepada orang lain untuk ikut mewarnai organisasi dan lembaga yang
dipimpinya.
Dalam tipe kepemimpinan semacam ini, pemimpin
lebih bersifat ingin berkuasa, suasana disekolah selalu tegang. Pemimpin sama
sekali tidak memberi kebebasan kepada anggota untuk ikut ambil bagian dalam
memutuskan persoalan.[3] Sebuah
sekolah yang memiki kepala sekolah bertipe otoriter maka semua civitas
akademika sekolah tidak diberi peran apapun. Segala keputusan hanya diputuskan
sesuai dengan keputusan kepala sekolah. Rapat-rapat dinas hanya bersifat
menyampaikan informasi dari ketetapan yang diambil oleh kepala sekolah. Civitas
akademika sekolah seluruhnya hanya menjadi pengamat dan pelaksana dari
keputusan kepala sekolah, tanpa diberi hak untuk mengungkapkan pendapat dan
tanpa diberi celah untuk memberi sumbangsih pemikiran.
2)
Tipe laissez faire
Laissez faire adalah sebuah frasa dari bahasa
perancis yang berarti “biarkan terjadi”. Istilah ini muncul pertama kali dari
diksi perancis yang digunakan para psiokrat pada abad ke-18, sebagai bentuk
perlawanan terhadap intervensi pemerintah dalam perdagangan.[4] Pada
perkembangan masa, istilah Laissez faire juga digunakan dalam istilah ekonomi
yang menhendaki kebebasan pasar untuk mengatur perjalanan pasar itu sendiri
tanpa ada campur tangan pemerintah. Di negara kita dikenal dengan istilah pasar
bebas.
Laissez
faire juga dipinjam
sebagai istilah yang menggambarkan tipe kepemimpinan. Yakni sifat kepemimpinan
yang seolah-olah tidak tampak peran dan eksistensinya. Sebab tipe ini pemimpin
memberi keleluasaan penuh kepada para anggotanya untuk melaksanakan tugasnya.
Atau secara tidak langsung, peraturan, kebijaksanaan (policy) suatu institusi
berada di tangan anggota.[5]
Jika institusi pendidikan dipimpin oleh kepala
sekolah yang memiliki tipe Laissez faire,
maka segala kegiatansekolah baik kokurikuler maupun ekstra kurikuler dapat
berjalan normal dan independen tanpa ada komando langsung dari kepala sekolah.
Semua berjalan normal sesuai dengan planing yang telah disusun dan disepakati.
Dan kepala sekolah cukup menerima laporan dari komponen sruktur keorganisasian,
dan sesekali juga ikut dalam memantau
kagiatan secara langsung.
3)
Tipe demokratis
Kata ini berasal dari bahasa yunani demokratia, demos berarti rakyat dan kratos
artinya kekuasaan. Jadi demokrasi berarti kekuasaan berada di tangan rakyat
atau anggota. Sedangkan orang yang memiliki sifat atau perilaku
demokrasi disebut dengan demokratis. Pemimpin lembaga yang demokratis mengarah
pada sosok pemimpin yang memberikan kekuasaan kepada para anggota untuk ikut
berpartisipasi dalam menjalankan visi dan misi organisasi.
Dalam tipe kepemimpinan demokratis seorang
pemimpin selalu mengikut sertakan seluruh anggota kelompoknya dalam mengambil
suatu keputusan, kepala sekolah yang bersifat demikian akan selalu menghargai
pendapat atau kreasi anggotanya/ guru-guru yang ada di bawahnya dalam rangka
membina sekolahnya.[6] Sesuai dengan asas dari
demokrasi itu sendiri, seorang pemimpin yang demokratis lebih sering
berinteraksi dengan bahawanya. Interaksi tersebut lebih bersifat dialogis bukan
merupakan sebuah intervensi atau mendikte anggotanya.
Pemimpin yang dekomratis selalu menampung saran
dan usulan dari anggotanya, demi kemajuan dan perkembangan instansi. Usulan dan
saran tersebut ditampung dan pada langkah selanjutnya adalah diflorkan kembali
kepada para anggota terkait dengan prioritas usulan dan saran yang harus dan
mungkin untuk difloowup menjadi program kerja instansi. Jika diperlukan,
strategi yang relefan dalam mengaplikasikan visi dan misi instansi juga sering
dijadikan bahan diskusi antara pemimpin yang demokratis.
4)
Tipe pseudo demokratis
Pseudo
demokratis adalah berasal dari dua kata dari bahasa inggris, pseudo yang artinya palsu, berpura-pura
atau gadungan. Sedangkan demokrasi artinya adalah kekuasaan ditangan rakyat
atau anggota. Jika dua kata tersebut digabungkan menjadi pseudo demokratis
berarti berpura-pura demokratis atau demokrasi palsu, tidak sejatinya melakukan
tindakan-tindakan yang demokratis namun yang dilakukan adalah tindakan-tindakan
yang melenceng dari asas demokrasi, atau bahkan tindakanya sangat
bertentangan dengan demokrasi.
Pemimpin
yang bertipe pseudo demokratis hanya tampaknya saja bersikap demokratis padahal
sebenarnya dia bersikap otokratis. Misalnya jika ia punya ide-ide, pukuran,
atau konsep yang akan diterapkan pada instansinya, maka hal tersebut akan
dimusyawarahlan dengan bawahanya, tetapi situasinya diatur sedemikian rupa,
sehingga pada akhirnya bawahan didesak agar menerima ide atau pikiran tersebut
sebagai ide bersama. Pemimpin ini menganut demokrasi semu dan lebih mengarah
pada gaya dan bentuk otoriter yang halus, samar-samar, bahkan tanpa disadari
bahwa tindakan tersebut bukan tindakan pemimpin yang demokratis.
5)
Tipe karismatik
Dalam kepemimpinan karismatik, pemimpin dianggap memiliki energi, daya
tarik, dan pembawaan yang luar biasa untuk memengaruhi orang lain sehingga ia
mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang dapat
dipercaya. Sampai sekarang pun orang tidak mengetahui secara pasti mengapa
orang bisa memiliki kharisma yang sangat besar. Dia dainggap memiliki kekuatan
gaib (supernatural power) dan
kekuatan kekuatan yang superhuman.
Yang diperilah dari yang Maha Kuasa.
6)
Tipe paternalistis
Paternalistis
adalah tipe kepemimpinan kebapakan. Pemimpin yang semacam ini dia memposisikan
diri seakan lebih tua dan berpengalaman dari
pada para anggotanya. Semua anggota dianggap seolah-olah anaknya sendiri
yang masih belum cukup umur, belum dewasa dan belum layak untuk dibiarkan
bekerja sendiri. Ada ciri-ciri khusus bagi tipe kepemimpina paternalistis
yaitu:
a) Dia menganggap bawahanya manusia yang
tidak/ belum dewasa, atau anak-anak sendiri yang perlu dikembangkan.
b) Dia bersikap terlalu melindungi (overly
protective)
c) Jarang dia
memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk mengambil keputusan
sendiri
d) Dia hampir-hampir tidak pernah memberikan
kesempatan kepada anggotanya untuk berinisiatis
e) Selalu bersikap paling tahu dan paling benar.
7)
Tipe militeristis
Tipe ini adalah pemimpin yang bersikap
seolah-olah/ sok militer. Hanya gaya luar saja dia meniru gaya militer, padahal
jika diamati secara seksama, dia justru jauh dari ruh dan nilai-nilai positif
dari budaya dalam militer. Seperti disiplin, tegas, konsisten dan berani karena
benar dan takut karena salah. Tipe ini lebih mirip dengan tipe otoriter yang
telah kami paparkan sebelumnya.
Sifat-sifat pemimpin yang militerisme antara lain:
1) Lebih menggunakan sistem perintah/ komando
2) Menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan
3) Menyenangi formalitas, upacara ritual dan
tanda kebesaran lainya
4) Tidak menghendaki saran dari bawahanya
5) Komunikasi hanya berlangsung searah.[7]
8)
Tipe populistis
Profesor Peter Worsley dalam bukunya the third
wold mendefinisikan kepemimpinan populustis sebagai kepemimpinan yang dapat
membangun solidaritas rakyat, misalnya Soekarno dengan ideologi
marhaenisme-nya, yang menekankan masalah kesatuan nasional, nasionalisme, dan
sikap berhati-hati terhadap kolonisalisme, penindasan, pengisapan serta
penguasaan oleh kekuatan asing.
Kepemimpinan populistis ini berpegang teguh pada
nilai-nilai masyarakat yang tradisional. Juga, kurang mempercayai bantuan serta
dukungan dari luar institusi. Dia lebih percaya dengan potensi institusi
sendiri, serta dengan mengembangkan potensi yang ada, tanpa ada campur tangan
orang luar, atau institusi lain.
Dari
kedelapan tipe di atas, masih ada beberapa tipe kemimpinan lagi yang disebutkan
oleh para pakar kepemimpinan dan managemen.
2.
Gaya Kepemimpinan
Dalam memimpin instansi pendidikan, pemimpin lembaga pendidikan terutama
pendidikan islam, dapat menerapkan paling tidak dua gaya dalam kepemimpinan.
Yang pertama adalah gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas, kedua gaya
kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan antarmanusia.
Pertama adalah gaya kepemimpinan yang
berorientasi pada tugas, yaitu kepemimpinan yang lebih menaruh perhatian pada
penyusunan rencana kerja, penetapan pola organisasi, adanya saluran komunikasi,
metode kerja, dan prosedur pencapaian tujuan yang jelas.[8]
Gaya kepemimpinan yang pertama ini
merupakan gaya pemimpin yang terlalu prosedural, organisatoris dan formal.
Kecenderungan pemimpin semacam ini adalah penekanan kepada tugas, prosedur
kerja dan hal-hal yang berkaitan dengan kemanagerialan anshich. Dia kurang
begitu menaruh perhatian pada keadaan anggota, reward bagi yang berprestasi
ataupun punisment bagi anak buah yang melanggar aturan biasanya mendapat
perhatian yang minimal. Sehingga bagi anak buah yang memiliki etos kerja tinggi
akan merasa kurang mendapatkan perhatian, dan yang bekerja asal-asalan justru
mendapatkan angin segar.
Kedua adalah gaya kepemimpinan yang
berorientasi pada hubungan manusia. Yaitu kepemimpinan yang lebih menaruh
perhatian kepada perilaku pemimpin yang mengarah pada hubungan kesejawatan,
saling mempercayai, saling menghargai, dan penuh kehangatan hubungan antara
pemimpin dan stafnya.[9]
Gaya kepemimpinan yang kedua ini lebih menaruh
perhatian yang banyak kepada anak buahnya. Jika seorang kepala sekolah, maka
guru maupun karyawan akan merasa lebih dekat dengan kepala sekolah. Guru dan
karyawan yang berprestasi akan lebih semangat lagi dalam bekerja, sebab
mendapat perhatian penuh dari pimpinan/ kepala sekolah. Sebaliknya bagi
karyawan dan guru yang memiliki etos kerja rendah, akan merasa sungkan terhadap
pimpinan atau teman yang lain. Karena secara sistematis dan terprogram. Meraka
yang kurang aktif akan selalu mendapatkan memo ataupun teguran-teguran, sampai
mereka mampu memperbaiki diri.
Sedangkandalamteorigayakepemimpinan,
gayakepemimpinandapatdiklasifikasikanmenjadi 3 teori.[10]
a.
TeoriGenetis
Teoriiniberpandanganbahwa,
seorangpemimpinituadalahdilahirkanbukandibuatataudiproses. (Leader are born
and not made). Padateoriinidapatdifahamibahwapemimpinituadalahbakat,
ataukemampuan yang memangsudahditakdirkanoleh Allah SW.bukanberdasarkan proses
ataupendidikantertentu. Jikaseseorangditakdirkanmenjadipemimpin,
makadimanapuntempatnyakelakdiaakanmenjadipemimpin.
b.
TeoriSosial
Jikateorigenetismenganggappemimpinadalahbakatsejaklahir,
makaTeoriiniadalahkebalikandariteori genetic.Teori social berpendapatbahwa,
pemimpinadalahpotensi yang dihasilkandari proses
pendidikanataudariinteraksisocial (leader
are made ad not born). Berpijakpadateoriini,
bahwasemuamanusiaberpotensimenjadipemimpin,
asaldiamaudidikdanberkomitmenuntukmenjadipemimpin,
makapeluanguntukmenjadipemimpinsangatbesar. Interaksi social di
masyarakatjugaberpengaruhterhadaplahirnyapotensipemimpinini.Jikaseseorangberinteraksidenganparapemimpin,
bukantidakmungkininteraksitersebutmemupukpotensinyadanmembentukparadigmauntukmenjadipemimpin.
c.
TeoriEkologis
Teoriinimerupakanpenggabunganantarateori
genetic danteori social.Sehinggaseorang yang bias menjadipemimpinadalah orang yang
memilikibakat yang cukupuntukmenjadipemimpin,
dandiamaumemupukbakattersebutsampaidiaberpeluanguntukmenjadipememimpin.
Dalam proses
kepemimpinan, seorangpemimpinakanmenerapanbeberapagayadalamkepemimpinan.
Tentunyagayatersebutakanberpengaruhdalamorganisasiatauinstansi yang dipimpinya.
Gaya kepemimpinan yang munculdalam proses kepempinanantara lain:
a.
Gaya instruktif
Penerapanyapadapegawai
yang
masihbaruataubarusajabertugas.Adapunciri-cirigayakepemimpinaninstruktifadalah:
a)
Memberikanpengarahansecaramendetailtentangapa,
kapandanbagaimanatugasitudilaksanakan.
b)
Tingkat direktiftinggi
c)
Kadar semangatrendah
d)
Membuthkanpengawasan yang tinggi
e)
Kurangdapatmeningkatkankemampuanpegawai
f)
Kurangdapatmemotifasipegawai
g)
Tingkat kemampuanpegawairendah
b.
Gaya konsultatif
Penerapangayainiadalahjikabawaahanmemilikikemampuantingginamunsebagianrendah.
Ciri-cirigayakonsultatifadalah:
a)
Kadar direktifrendah
b)
keemimpinanMemilikisemangat yang tinggi
c)
Komunikasitimbalbalik
d)
Memerlukanpengarahan yang spesifik
e)
Tanggungjawabdiberikankepadabawahansecarabertahap
f)
Bawahanmulaitingkatrndahsampaisedang
c.
Gaya partisipatifsedikitdalammemberipangarahan,
diahanyamemberisedikitinfiormasi, kemudianuntuksejanjutnyaanggotalah yang
mengembangkanlangkah-langkahdansolusi.
Adapuncirigayakeemimpinanpartisipatifadalah:
a)
Komunikasiduaarah
b)
Mendorongbawahanuntukberpartisipasipenuh
c)
Melibatkanbawahandalammengambilkeputusan
d)
Anggotamemilikipotensidarisedangansampaitinggi
e)
Padakonteksinipemim[ianhanya
d.
Gaya delegatif
Gaya
kepemimpinaninidapatditerapkanpadakaryawandananggota yang
memilikipotensidanetoskerja yang tinggi.Adapunciri-cirigaradelegatifadalah
a)
Memberikanpengarahanjikadiperlukansaja
b)
Memberisemangatbawahandianggaptidakperlu
c)
Segalatanggungjawabdiserahkankepadabawahan
d)
Sesekaliperlumemberimotifasi
e)
Tingkat kematanganbawahantinggi
3.
Etika Kepemimpinan
Sebagai umat islam, Rosulullah Muhammad Sholallahu Alaihi Wasallam tentulah
public figur, tokoh sentral dan uswah hasanah bagi segala aspek
kehidupan muslim. Terlebih dalam berbicara etika kepemimpinan, Rosulullah
Muhammad Sholallahu Alaihi Wasallam telah memberikan contoh yang nyata, dan
telah diukir dengan tinta emas dalam sejarah, tentang keberhasilan beliau dalam
memimpin ummat, negara, dan sekaligus memimpin keluarga. Petunjuk agar
meneladani Rosulullah Muhammad Sholallahu ‘alaihi Wasallam adalah sebagaimana
firman Allah Subhanahu Wata’ala dalam Q.S. Al-Ahzab ayat 21. Yang terjemahnya:
“sesungguhnya pada diri rosulullah itu
terdapat suri teladan yang baik untuk kamu. Bagi orang-orang yang mengharapkan
rahmat Allah dan hari kemudian. Dan yang banyak memuja Allah.”[11]
Dengan uswah hasanah yakni akhlaq yang sangat istimewa, Rosulullah tampil
sebagai contoh kehidupan umat muslim, kepribadian itu merupakan dasar dan
landasan yang kokoh bagi seorang pemimpin, karena bermakna juga sebagai
seseorang yang memiliki prinsip hidup dan kokoh memegang prinsip hidup dan
kokoh memegang prinsip itu dalam menjalani hidup dan kehidupan.
Uswatun hasanah yang diberikan oleh Rosulullah sebagai teladan, berwujud
nyata pada sifat-sifat wajib yang berarti sifat yang harus dimiliki olah para
rosul. Dengan sifat wajib itulah Rosulullah berhasil menjadi pemimpin nomor
wahid du dunia, bahkan dalam sepanjang sejarah manusia tanpa ada bandinganya.
Pada akhirnya, keempat sifat wajib Rosul itulah yang juga wajib dimiliki dan
sebagai etika para pemimpin khususnya pemimpin muslim. Etika tersebut adalah:
a.
Siddiq
Berkata benar atau jujur tidak pernah berbohong dan mengada-ada. Dengan
sifat ini Rosulullah memihak dan mencintai kebenaran yang datangnya dari Allah
SWT. Sehingga segala sesuatu yang muncul dalam pikiran, emosi dan tingkah laku
selalu didasarkan atas kebenaran atas petunjuk Allah SWT.
Sangat penting bagi seorang pemimpin memiliki etika dan sifat sidik
sebagaimana Rosulullah SAW. Dengan memiliki sifat sidik maka kepemimpinannya
dalam sebuah instansi dapat membawa pada iklim saling mempercayai, saling
memberi rasa aman dan tidak ada saling mencurigai.
Sebagai pengaruh manfaatnya adalah tidak dijumpai praktik-praktik korupsi
pada instansi tersebut, jika pemimpinya memiliki komitmen sekaligus mengajak
semua anggota instansi untuk bersifat sidik
b.
Amanah
Amanah juga merupakan sifat wajib rosul yang berarti melaksanakan segala
tugas dengan penuh tanggung jawab, tanpa pamrih dan hanya atas dasar pengabdian
kepada Allah SWT. Dalam kepemimpinan, seorang pemimpin adalah sebenarnya juga
bagian dari anggota insatansi atau organisasi yang dipimpin. Namun pemimpin tesebut
misalnya kepala sekolah, dia mendapatkan beban atau amanah yang lebih dari pada
anggota lainya. Beban lebih tersebut tentunya bertujuan agar tercapainya
tujuanya instansi atau organisasi.
Pemimpin yang amanah berarti pemimpin tersebut sadar akan tugas-tugas yang
menjadi tanggung jawabnya, dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab,
sesuai dengan kapasitas dan kekuatan diri pemimpin tersebut. Orientasi pemimpin
yang amanah tentulah hanya satu yaitu tujuan pengabdian kepada Yang Maha
Pencipta. Bukan tujuan-tujuan yang bersifat duniawi atau materialis.
c.
Tabligh
Tabligh berarti menyampaikan. Artinya adalah bahwa rosulullah selalu
menyampaikan wahyu, perintah maupun larangan dari Allah SWT kepada para umat.
Tanpa adanya unsur tebang pilih ataupun pilih kasih. Suka ataupun tidak suka,
bahkan menguntungkan ataupun merugikan pada kepentingan pribadi, jika
perintahnya harus disampaikan kepada para kaumnya, maka juga harus disampaikan.
Pemimpin yang ideal juga harus memiliki etika atau sifat tabligh. Jika telah
menjadi seorang pemimpin, yang ada dan prioritas utama adalah kepentingan
bersama, kepentingan organisasi, bukan kepentingan pribadi ataupun golongan
tertentu. Maka tabligh atau menyampaikan hal-hal yang urgent kepada semua fihak
yang berkompeten dari para bawahan adalah sangat perlu dan harus. Pemimpin
tidak diperkenankan memendam sendiri informasi atau hal apapun tanpa
memberikanya kepada anggota instansi. Terlebih hal-hal atau informasi yang
membutuhkan pertimbangan dan masukan pendapat dari para bawahan atau anggota
yang lebih ahli dan menguasai.
d.
Fathonah
Rosulullah memiliki kecerdasan yang sangat tinggi, hal ini juga menjadi
modal utama bagi kesuksesan para rosul dalam memimpin umatnya. Sebab jika rosul
tidak memiliki sifat fathonah, maka akan dengan mudah rosul dipolitisi oleh
para musrikiin dan atau para munafiqiin.
Sifat fathonah juga harus dimiliki oleh para pemimpin. Kecerdasan pemimpin
sangant menentukan masa depan instansi yang dipimpin. Kecerdasan ini bukan
berarti hanya terbatas kecerdasan intelegensi (IQ), namun kecerdasan spiritual
(SQ) dan kecerdasan emosional (EQ) justru yang paling dominan untuk menjadi
modal bagi seorang pemimpin. Sejarah negeri Indonesia telah membuktikan dengan
nyata bahwa pemimpin negara kita Indonesia yang memiliki kecerdasan IQ lebih
tinggi, nyatanya tidak lebih berhasil daripada yang di bawahnya. Bahkan yang
memiliki keberhasilan adalah yang memiliki kecerdasan SQ dan EQ yang tinggi,
dan terbukti dapat memimpin negara, menjadi public figur sekaligus mengatasi
masalah-masalah nasional maupun internasional.
e.
Maksum
Maksum berarti Rosulullah selalu dijaga oleh Allah dari hal-hal yang
bertentangan dengan Syariat Islam dan bertentangan dengan Al-Quran. Yaitu
sesuatu yang diharamkan bahkan makruh sekalipun. Maka dari itu dalam sejarah
kenabian, Rosulullah SAW. Tidak pernah sedikitpun
dijumpai melakukan hal-hal yang dilarang dan diharamkan oleh agama.
Seorang pemimpin akan dapat menjalankan
amanah dari institusi yang dipimpinya dengan baik, dan konsekuen, jika segalah
amaliah dan perbuatanya terhindar dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh
syariat islam. Pemimpin yang terjaga dari perbuatan munkar dan haram – pemimpin
yang maksum- dapat dipastikan dia
akan memiliki dedikasi, loyalitas yang tinggi. Terlebih lagi pada komitmen
menciptakan institusi yang bersih, jujur dan anti KKN.Pemimpin memiliki
karakter unggul dan benar-benar takholli
(bersih) dari perbuatan haram inilah yang diharapkan oleh umat dan bangsa
indonesia. Terlebih dalam situasi krisis multidimensi seperti yang terjadi
sekarang ini. Krisis kepercayaan, krisis moral, krisis kejujuran dan krisis
moral. Seakan-akan orang baik, berakhlaq mulya, jujur dan adil menjadi sesuatu
yang langka.
C.
Kesimpulan
Dari rumusan masalah dan pembahasan di atas, dapat ditarik beberapa
kesimpulan:
1.
Jika
mengamati tentang sejarah kepemimpinan dan pendapat dari para ahli/ hasil
penelitian tentang tipe kepemimpinan, terdapat banyak tipe kepemimpinan yang
sebenarnya semuanya dapat diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi. Namun
dalam segala situasi, tipe demokratislah yang paling tepat untuk diaplikasikan.
2.
Ada
setidaknya dua gaya kepemimpinan, pertama gaya kepemimpinan yang berorientasi
pada tugas dan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan manusia.
3.
Etika
kepemimpinan yang ideal adalah menerapkan uswah hasanah dari Rosulullah
Muhammad Sholallahu ‘alaihi wasallam. Yaitu dengan mengamalkan sifat wajib
Rosul; sidik, amanah, tabligh, fathonah, dan mencontoh keutamaan dari rosul
yaitu maksum atau terjaga dari sesuatu yang haram.
D.
DAFTAR PUSTAKA
Al-qur’an dan terjemahnya, 1424 H. Mujamma’ Almalik Fahd Lithibaat
Al-Mushaf Assyariif Madinah.
Baharuddin&Umirso, 2012, KepemimpinanPendidikan
Islam AntaraTeoridanPraktik, Jogyakarta, Ar-Ruz Media
Hendyat Soetopo. 2010. Perilaku
Organisasi Teori dan Praktik dalam bidang pendidikan: PT Remaja Rosda Karya
Didin Kurniadin, 2012, Managemen
Pendidikan, Konsep & Prinsip Pengelolaan Pendidikan: Ar-ruzz Media
A. Mangunharjana. 1997. Isme-isme
dalam dalam etika dari A sampai Z: kanisius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar