Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Sabtu, 19 November 2016

MAKALAH KONSEP PEMIKIRAN PENDIDIKAN DALAM ISLAM MENURUT SYED NAQUIB AL-ATTAS DAN ISMAIL RAJI AL-FARUQI




KONSEP PEMIKIRAN PENDIDIKAN DALAM ISLAM
MENURUT SAYID M. NAQUIB AL-ATTAS DAN ISMAIL RAJI AL-FARUQI
TENTANG ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN


A.    PENDAHULUAN

       1.   Latar Belakang.

Pendidikan (ilmu pengetahuan) merupakan bagian yang sangat penting  dalam kehidupan manusia. Pendidikan terutama di kalangan umat Islam,  dengan berbagai coraknya berorientasi memberikan bekal kepada manusia (peserta didik) untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Oleh karena itu, pendidikan (Islam) harus selalu diperbaharui konsep dan aktualisasinya dalam rangka menjawab kebutuhan dan perkembangan zaman yang selalu dinamis dan temporal, agar peserta didik dalam pendidikan Islam tidak hanya berorientasi pada kebahagiaan hidup setelah mati (akhirat), tetapi kebahagiaan hidup di dunia juga harus diraih sebagai tempat untuk mempersiapkan bekal menuju kehidupan akhirat tersebut.
Hal tersebut telah ditegaskan Allah dalam al-Qur’an surat al-Qashash ayat 77 sebagai berikut :“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.[1]
Pada ayat tersebut di atas Allah menegaskan betapa pentingnya keseimbangan antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.Dan untuk mencapai kedua-duanya, kuncinya adalah ilmu. Hal ini telah disabdakan oleh rasulullah, Muhammad SAW, yang artinya :
”Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kehidupan Akherat, maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki keduanya maka wajib baginya memiliki ilmu”. (HR. Turmudzi)

Umat Islam adalah umat yang sangat dicintai nabi Muhammad saw, sehingga beliau memperinngati umatnya tersebut agar dapat meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat modalnya adalah ilmu, sebagaimana sabda beliau tersebut di atas.
Dalam kenyataannya, di kalangan dunia Islam telah muncul berbagai isu mengenai krisis pendidikan dan problem-problem lain yang amat mendesak untuk dipecahkan.Misalnya Pada persoalan kurikulum keilmuan misalnya, selama ini pendidikan Islam masih sering hanya dimaknai secara parsial dan tidak integral (mencakup berbagai aspek kehidupan), sehingga peran pendidikan Islam di era global sering dipertanyakan. Masih terdapat pemahaman dikotomis keilmuan dalam pendidikan Islam.Pendidikan Islam sering hanya dipahami sebagai pemindahan pengetahuan (knowledge) dan nilai (values) ajaran Islam yang tertuang dalam teks-teks agama, sedangkan ilmu-ilmu social (social sciences guestiswissenchaffen) dianggap pengetahuan yang umum (secular). Padahal Islam tidak pernah mendikotomikan  (memisahkan dengan tanpa saling terkait) antara ilmu-ilmu agama dan ilmu umum. Semua ilmu dalam Islam dianggap penting bila  berguna bagi kemaslahatan umat manusia.

2.  Rumusan Masalah.
Berbagai problem yang dihadapi umat Islam, terutama dalam bidang pendidikan sebagai suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan yang harus mendapat perhatian serius dari umat Islam, oleh karena itu para pemikir Islam seperti Sayid M. Naquib Al-Attas dan Ismael Raji Al-Faruqi menanggapi hal tersebut dengan sungguh-sungguh dengan suatu tindakan nyata dalam perubahan bidang pendidikan ke arah yang lebih baik dan sesuai dengan dinamika perkembangan masyarakat.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka kami dapat merumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
a. Bagaimanakah latar belakang kehidupan  Sayid M. Naquib Al-Attas ?
b.   Bagaimanakah latar belakang kehidupan Ismail Raji Al-Faruqi ?
c.   Apakah latar belakang Islamisasi pendidikan menurut Sayid M. Naquib Al-Attas dan Ismail  Raji Al-Faruqi
d.  Apakah ide pembaharuan bidang pendidikan menurut Sayid M. Naquib Al-Attas dan Ismail  Raji Al-Faruqi
e.  Adakah keterkaitan pemikiran  Sayid M. Naquib Al-Attas dan Ismail Raji Al-Faruqidalam Islamisasi ilmu pendidikan ?
f.  Apakah sumbangan konsep pemikiran kedua ilmuwan tersebut terhadap pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan masa kini ?

3.   Tujuan Pembahasan
       Tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah :
       a.Untuk mengetahui latar belakang kehidupan Sayid M. Naquib Al-Attas dan Ismail  Raji Al-Faruqi
 b.   Untuk mengetahui  latar belakang Islamisasi pendidikan menurut Sayid M. Naquib Al-Attas dan   Ismail  Raji Al-Faruqi
 c.   Untuk mengetahui ide pembaharuan bidang pendidikan menurut Sayid M. Naquib Al-Attas dan Ismail  Raji Al-Faruqi
 d.   Untuk mengkaji apakah ada  keterkaitan pemikiran  Sayid M. Naquib Al-Attas dan Ismail Raji Al-Faruqi  dalam Islamisasi ilmu pendidikan ?
e.  Untukmengetahui apaakah pengaruh konsep pemikiran kedua ilmuan tersebut terhadap pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan masa kini ?

B.    PEMBAHASAN
 1.    Latar belakang kehidupan  Sayid M. Naquib Al-Attas
Prof. DR. Syed Muhammad Naquib Al-Attas, lahir di Bogor, Jawa Barat, pada tanggal 5 September 1931.Ia adalah adik kandung dari Prof. DR. Hussein Al-Attas, seorang ilmuan dan pakar sosiologi di Universitas Malaya, Kuala Lumpur Malaysia. Ayahnya bernama Syed Ali  bin Abdullah Al-Attas, sedangkan ibunya bernama Syarifah Raguan Al-Idrus, keturunan kerabat raja-raja Sunda Sukapura, Jawa Barat. Ayahnya berasal dari Arab yang silsilahnya merupakan keturunan ulama dan ahli tasauf yang terkenal dari kalangan sayid.
Riwayat pendidikan Prof. DR. Syed Muhammad Naquib Al-Attas (selanjutnya disebut Al-Attas) sejak ia masih kecil berusia 5 tahun, ketika ia berada di Johor Baru, tinggal bersama dan dibawah didikan saudara ayahnya Encik Ahmad, kemudian dengan ibu Azizah hingga perang dunia ke dua meletus. Pada tahun 1936-1941, ia belajar di Ngee Neng English Premary School di Johor Baru. Pada zaman Jepang ia kembali ke Jawa Barat selama 4 tahun. Ia belajar bahasa Arab dan agama Islam. Setelah  empat tahun ia kembali ke Malaysia. Di negeri jiran ini Syed M. Naquib Al-Attas masuk dan bersentuhan dengan pendidikan modern, English College di Johor Baru dan selanjutnya masuk dinas militer, dan karena prestasinya yang cemerlang ia berkesempatan mengikuti pendidikan militer di Easton Hall, Chester, Inggris, tahun 1952-1955. Namun Naquib lebih tertarik pada dunia akademik disbanding militer, sehingga ia keluar dari  dinas militer dengan pangkat terakhir Letnan.
Karier akademiknya setelah keluar dari militer adalah :
-          Masuk University of Malay, Singapura, 1957 – 1959.
-          Melanjutkan studi di Mc Gill University, Kanada, untuk kajian keislaman (Islamic Studies) sampai memperoleh gelar Master tahun 1963.
-          Menempuh program Doktor pada School of Oriental and African Studies, Universitas London, dengan menekuni bidang teologi dan metafisika, dan menulis disertasi berjudul The Mysticism of Hamzah Fansuri, tahun 1962.
-          Menjadi dosen dan diangkat sebagai Ketua Jurusan Sastra Melayu di University of Malay.
-          Sebagai salah satu pendiri Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM) pada tahun 1970.
-          Pada tahun 1972 diangkat sebagai Guru Besar dan sebagai Dekan Fakultas Satra Kebudayaan Melayu tahun 1975.
-          Ketika didirikan The Internasional Institut of Islamic Thaught and Civilization (ISTAC) pada tanggal 4 Oktober 1991, beliau ditunjuk sebagai direkturnya.
-          Terakhir ia diserahi untuk memimpin Institut Internasional Pemikiran dan Olah Raga Malaysia, lembaga otonom pada Universitas Antar Bangsa, Malaysia.

2.   Latar Belakang Kehidupan Ismail Raji Al-Faruqi
Ismail Raji Al-Faruqi lahir pada 1 Januari 1921 M, di Jaffa, Palestina, sebelum wilayah ini diduduki Israel.  Pendidikan awalnya ditempuh di College des Ferese, Libanon yang menggunakan bahasa Prancis sebagai bahasa pengantarnya, kemudian di American University, Beirut  jurusan Filsafat. Pada tahun 1941, setelah meraih Bachelor of Arts (BA), ia bekerja sebagai pegawai pemerintah (PNS) Palestina di bawah mandat Inggris. Empat tahun kemudian karena kepemimpinannya menonjol, Al-Faruqi diangkat sebagai gubernur di provinsi Galelia, Palestina,  pada usia 24 tahun . namun jabatan ini tidak lama diembannya, karena tahun 1947, provinsi tersebut jatuh ke tangan Israel, sehingga ia hijrah ke Amerika, setahun kemudian.
Setahun di Amerika, Al-Faruqi melanjutkan studinya di Indiana University sampai meraih gelar Master dalam bidang filsafat pada tahun 1949. Dua tahun kemudian ia meraih gelar master ke dua dalam bidang yang sama di Universitas Harvard. Puncaknya pada tahun 1952, Al-Faruqi meraih gelar Ph. D. dari universitas Indiana, dengan disertasi berjudul On Justifying the God, Metaphysic and Epistemology of Value (Tentang Pembenaran Tuhan, Metafisika dan Epistemologi Nilai). Namun apa yang dicapai ini tidak memuaskannya, maka ia pergi ke Mesir untuk lebih mendalami ilmu-ilmu keislaman di Universitas Al-Azhar, Kairo.
Pada tahun 1959, Al-Faruqi pulang dari Mesir dan mengajar di McGill, Montreal, Kanada, sambil mempelajari Yudaisme dan Kristen secara intensif.  Dua tahun kemudian (1961), ia pindah ke Karachi, Pakistan untuk ambil bagian dalam kegiatan Central Institute For Islamic Research (CIIR) dengan jurnalnya Islamic Studies. Pada tahun 1963, Al-Faruqi kembali ke Amerika Serikat dan mengajar di Scchool of Devinity, Universitas Chicago, sambil melakukan kajian keislaman di Universitas Syracuse, New York. Pada tahun 1968 Al-Faruqi pindah dan menjadi guru besar Pemikiran dan Kebudayaan Islam  pada Temple University, Philadelpia dan mendirikan Departemen Islamic Studies sekaligus memimpinnya sampai akhir hayatnya, 27 Mei 1986.

3.    Latar Belakang Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Ilmu  pengetahuan berkembang pesat dari zaman ke zaman, namun menurut pandangan Islam, perkembangan ilmu pengetahuan atau pendidikan yang mengikuti dinamika kehidupan masyarakat tersebut tidak bebas nilai.
Menurut Muhaimin, “Pendidikan merupakan persoalan hidup dan kehidupan, dan seluruh proses kehidupan manusia adalah proses pendidikan, maka pendidikan Islam pada dasarnya hendak mengembangkan pandangan hidup Islami, yang diharapkan tercermin dalam sikap hidup dan keterampilan hidup orang Islam”. [2]
Berpijak pada pendapat tersebut, maka kami mengemukakan latar belakang Islamisasi ilmu pengetahuan menurut Naquib Al-Attas dan Ismail Raji Al-Faruqi yang kami kaji dan simpulkan dari Buku Filsafat Islam Dari Klasik Hingga Kontemporer, sebagai berikut :
a.   Syed Muhammad Naquib Al-Attas
       Beberapa hal yang melatar belakangi perlu dilakukannya Islamisasi ilmu pengetahuan  oleh  Syed M. Naquib Al-Attas adalah : 
1)  Pandangan dunia Barat yang bersifat dualistic akibat dari kenyataan bahwa peradaban Barat tumbuh dari peleburan historis dari berbagai kebudayaan dan nilai-nilai, yaitu peleburan dari peradaban, nilai, filsafat  dan aspirasi Yunani,  Romawi kuno dan perpaduannya dengan ajaran-ajaran Yahudi dan Kristen yang kemudian dikembangkan lebih jauh oleh rakyat Latin, Jermania, Keltik dan Nordik. Paduan dari unsur-unsur yang berbeda tersebut, pada saatnya juga dimasuki oleh semangat rasional  dan ilmiah Islam. Namun  pengetahuan dan semangat rasional serta  ilmiah ini,  ketika di Barat, telah dibentuk dan dipolakan kembali untuk disesuaikan dengan pola kebudayaan Barat. [3]
 2)Pengetahuan modern yang diproduk Barat  tidak bersifat netral, tetapi telah dituangi dan dicemari oleh watak dan peradaban barat yang dualistis; suatu watak dan peradaban yang tidak Islami, karena Islam tidak mengenal dualism dalam sesuatu. [4]
       3)Epistemologi skeptisisme yang diagungkan Barat, sesungguhnya tidak bisa mengantarkan kepada kebenaran, dan kenyataannya tidak ada bukti bahwa keraguan bisa mengantarkan kepada kebenaran, sebaliknya ia justru menyebabkan kebenaran tertutup dalam perdebatan dan percekcokan tanpa akhir. Menurut Naquib, kebenaran hanya bisa dicapai lewat Hidayah (petunjuk Ilahi), bukan keraguan.  Keraguan adalah pergerakan antara dua hal  yang saling bertentangan  tanpa ada kecenderungan pada salah satunya. [5]
     4) Islamisasi ilmu sebagai upaya untuk mengenali, memisahkan dan mengasingkan unsur-unsur peradaban barat yang dualistic, sekularistik, dan evolusioneristik yang pada dasarnya bersifat relativistic dan nihilistic, dari tubuh pengetahuan sehingga pengetahuan bersih dari unsur-unsur tersebut. [6]
b.    Ismail Raji Al-Faruqi
Sebagaimana kita ketahui bahwa perkembangan ilmu pengetahuan yang yang begitu cepat, tidak terlepas dari ruang lingkup kehidupan umat Islam, sedangkan ilmu modern yang dikembangkan para ilmuwan barat sangat bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam.
             Melihat kenyataan tersebut, beberapa hal yang melatar belakangi gerakan Islamisasi ilmu yang dilakukan oleh Ismail Raji Al-Faruqi adalah :
             1)   Fakta menunjukkan bahwa apa yang dicapai sains modern, dalam berbagai aspeknya merupakan sesuatu yang menakjubkan. Namun, kemajuan tersebut ternyata juga memberikan dampak lain yang tidak kalah mengkhawatirkannya, akibat dari paradigm yang sekuler, pengetahuan modern menjadi kering, bahkan terpisah dari nilai-nilai Tauhid.[7]
             2)  Pengaruh barat atau westernisasi, masyarakat muslim banyak yang tergoda oleh kemajuan barat dan berusaha mereformasi dengan jalan westernisasi. Ternyata jalan yang ditempuh tersebut  malah menghancurkan umat Islam dan semakin jauh dari al-Qur’an dan Hadits.  [8]
             3)  Al-Faruqi dalam  Khudori Soleh, bahwa sebagian ilmuwan muslim bersikap  defensive dengan mengambil posisi konservatif-statis, yaitu dengan melarang segala bentuk inovasi dan mengedepankan ketaatan fanatic terhadap syariah (fiqih froduk abad pertengahan). Mereka menganggap bahwa syariah (fiqih) adalah hasil karya yang telah fixed dan paripurna sehingga segala perubahan dan pembaruan atasnya adalah penyimpangan dan setiap penyimpangan adalah sesat atau bid’ah. Mereka melupakan sumber utama kreativitas yaitu ijtihad.
             Sebagian ilmuawan muslim yang bersikap defensive dengan mengambil posisi konservatif-statis pada akhirnya menimbulkan pemisahan wahyu dari akal, pemisahan pemikiran dari aksi dan pemisahan pemikiran dari kultur sehingga menimbulkan stagnasi  keilmuan di kalangan mereka.[9]

4.   Ide Pembaharuan Pendidikan Islam
Para ilmuwan muslim telah mengajukan agenda Islamisasi ilmu pengetahuan yang menekankan pendekatan dan metodolgi tersendiri. Dominasi pengetahuan barat yang sekuler dan dalam perkembangannya menjelma dalam ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang dehumanistik telah menjadikan manusia hanya sebagai obyek rekayasa ekonomi dan politik  pada elit masyarakat dan eksploitasi alam yang tidak terbendung lagi, bahkan terjadinya desintegrasi social dan degradasi (dekadensi) moral. Diyakini kaum muslimin dapat terbebas dari berbagai kesalahan nilai yang berasal dari sekularisasi pengetahuan barat tersebut hanya dengan proses Islamisasi ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
      Al-Attas berusaha keras menggiring umat muslimin melalui agenda Islamisasi ilmu pengetahuan dan tekhnologinya dan melalui konsep dan sistem pendidikannya yang merupakan starting point dari keseluruhan programnya yang lebih merupakan sebagai gerakan aksiologis dan sebagai upaya preventif dengan legitimasi normatif berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits.[10]
 Al-Faruqi Al-Faruqi dalam Hasan Baharun, bahwa adanya dualisme system  pendidikan yang berlaku di kalangan umat Islam yaitu system pendidikan Barat dan system pendidikan Islam. Sedangkan system pendidikan Barat pengaruhnya sangat kuat. Kedua system tersebut merupakan sebuah ancaman  bagi pendidikan Islam. Oleh karena itu usaha pembentukan system yang menyatu atau integral adalah sebuah keharusan.
      Ismail Raji Al-Faruqi mengatakan bahwa Islamisasi ilmu adalah mengislamkan disiplin-disiplin ilmu  atau tepatnya menghasilkan buku-buku pegangan (buku dasar) di perguruan tinggi dengan menuangkan kembali disiplin ilmu modern ke dalam wawasan Islam, setelah dilakukan kajian kritis terhadap kedua system pengetahuan Islam dan Barat. Langkah-langkah procedural  bagi terlaksananya program Islamisasi ilmu adalah upaya membangun paradigm keilmuwan yang berdasarkan nilai-nilai Islam, baik pada aspek ontologis, epistemologis maupun aksiologis. Islamisasi sains harus merujuk pada tiga sumbu tauhid, yaitu kesatuan pengetahuan, kesatuan hidup dan kesatuan sejarah.Kesatuan pengetahuan berkaitan dengan tidak ada lagi pemisahan pengetahuan rasional (aqli) dan irasional (naqli).Kesatuan hidup berkaitan dengan semua pengetahuan yang harus mengacu pada tujuan penciptaan, yang berdampak lanjutan pada tidak bebasnya pengetahuan dari nilai, yaitu nilai ketuhanan.Prinsip kesatuan sejrah berkaitan kesatuan disiplin yang harus mengarah sifat keumatan dan mengabdi kepada tujuan-tujuan ummah di dalam sejarah.[11]
       Ismail Raji Al-Faruqi menetapkan lima sasaran dari rencana kerja Islamisasi ilmu, yaitu sebagai berikut :
       a.    Penguasaan didiplin-disiplin ilmu modern.
       b.    Penguasaan khazanah Islam
       c.  Penentuan relevansi Islam yang spesifik pada setiap bidang ilmu pengetahuan modern.
d. Pencarian cara-cara untuk melakukan sintesis kreatif antara khazanah Islam dan khazanah ilmu pengetahuan modern.
e.  Pengarahan aliran pemikiran Islam ke lintasan-lintasan yang mengarah pada pemenuhan pola rancangan Allah.

5.   Keterkaitan Pemikiran Al-Attas dan Al-Faruqi Dalam Islamisasi Ilmu
Setelah mengakaji literature-literatur yang berkaitan dengan pemikiran Al-Attas dan Al-Faruqi tentang modernisasi ilmu Islam atau Islamisasi ilmu pengetahuan, serta membandingkan dan memadukan pemikiran kedua tokoh tersebut, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pemikiran kedua tokoh yang disebutkan di atas saling berkaitan dan saling mendukung, yaitu perlu dilakukannya Islamisasi ilmu pengetahuan agar umat Islam tidak terbawa oleh pemahaman ilmu pengetahuan Barat yang sekuler serta jauh dari nilai-nilai Islam yang telah ditetapkan dalam al-Qur’an dan al-Hadits.

6.    Sumbangan Pemikiran Al-Attas dan Al-Faruqi
        Bagi Kemajuan Ilmu Pengetahuan  Masa Kini
Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam kalangan cendekiawan muslim terdapat perbedaan pandangan tentang konsep Islamisasi ilmu pengetahuan, akan tetapi menurut penulis bila ilmuwan muslim tidak memiliki gagasan tentang pembaharuan dalam bidang ilmu pengetahuan, maka umat Islam akan tertinggal dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
       Pandangan tentang ilmu pengetahuan modern tidak bisa disbanding dengan nilai-nilai Islam itu hanya akan membuat umat Islam berjalan di tempat (stagnasi).
       Menurut Kemas Baharuddin, diskursus tentang gagasan pembaharuan ilmu pengetahuan terus mengalir, bahkan menghangat sebagai suatu keharusan dalam kerangka berpikir akademis.  Dapat dikatan bahwa gagasan  Islamisasi ilmu pengetahuan termasuk Islamisasi tujuan serta system pendidikan yang dilakukan Al-Attas sangatlah asseptable, applicable dan workable bagi dunia pendidikan saat ini, dan pada mas mendatang. [12]
       Menurut Khudori Soleh, langkah-langkah Islamisasi ilmu yang dilakukan oleh Al-Attas dan kritiknya terhadap realitas pendidikan Islam juga merupakan sumbangan besar  dan bermanfaat  bagi perombakan system pendidikan Islam. [13]
     Menurut Toto Suharto, gagasan dan ide pembaharuan dalam Islam, muncul sebagai upaya interpretasi kaum muslimin terhadap sumber-sumber ajaran Islam dalam rangka menhadapi berbagai perubahan  social-kultural yang terjadi dalam setiap waktu dan tempat. [14]
      Bertolak pada pendapat-pendapat tersebut di atas, menurut penulis gerakan Islamisasi ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh ilmuwan muslim (Al-Attas dan Al-Faruqi) sangat berdampak positif bagi kemajuan ilmu pengetahuan di kalangan umat Islam baik untuk masa lalu, masa kini maupun masa yang akan datang.

B.   PENUTUP
      1.   Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa :
a.    Ilmu  pengetahuan berkembang pesat dari zaman ke zaman, namun menurut pandangan Islam, perkembangan ilmu pengetahuan atau pendidikan yang mengikuti dinamika kehidupan masyarakat tersebut tidak bebas nilai.
b.    Pendidikan merupakan persoalan hidup dan kehidupan, dan seluruh proses kehidupan manusia adalah proses pendidikan, maka pendidikan Islam pada dasarnya hendak mengembangkan pandangan hidup Islami, yang diharapkan tercermin dalam sikap hidup dan keterampilan hidup orang Islam.
c.    Gagasan atau ide Islamisasi ilmu itu sangat penting bagi kemajuan dan kemaslahatan umat Islam dalam tatanan kehidupan berbudaya dan beragama.


DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI, Syaamil al-Qur’an The Miracle 1,5 in, PT Sygma Examedia Arkanleema, Bandung, 2009

Drs. Muhaimin, M. A., Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama IslamdiSekolah, PT Remaja Rosdakarya Bandung, cet. Ke 5 Thn. 2012
Dr. H. A. Khudori Soleh, M. A., Filsafat Islam Dari Klasik Hingga Kontemporer, Ar-Ruzz Media,, Jogjakarta, 2014, 

 Hasan Bahrun, M. Pd. Dkk, Metodologi Studi Islam percikan Pemikiran Tokoh Dalam Membumikan Agama, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta, cet. I,  2011


Drs. Kemas Badaruddin, M. Ag., Filsafat Pendidikan Islam (Analisis Pemikiran Prof. Dr. Syed Muhammad Al-Naquib al-Attas, Pustaka Pelajar, cet II, Bengkulu, 2009
Dr. Toto Suharto, M. Ag., Filsafat Pendidikan Islam Menguatkan Epistemologi Islam Dalam Pendidikan, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta, cet. I, 2014

(Syed Sajjad Husein dan Syed Ali Ashraf, 1986). Selain dari itu, Ismail Raji Al-Faruqi (1988 : vii) mensinyalir bahwa didapati krisis yang terburuk dalam hal pendidikan di kalangan dunia Islam.  Inilah yang menuntut agar selalu dilakukan pembaharuan (modernisasi) dalam hal pendidikan dan segala hal yang terkait dengan kehidupan umat Islam.
Pada persoalan kurikulum keilmuan misalnya, selama ini pendidikan Islam masih sering hanya dimaknai secara parsial dan tidak integral (mencakup berbagai aspek kehidupan), sehingga peran pendidikan Islam di era global sering dipertanyakan.Masih terdapat pemahaman dikotomis keilmuan dalam pendidikan Islam.Pendidikan Islam sering hanya dipahami sebagai pemindahan pengetahuan (knowledge) dan nilai (values) ajaran Islam yang tertuang dalam teks-teks agama, sedangkan ilmu-ilmu social (social sciences guestiswissenchaffen) dianggap pengetahuan yang umum (secular). Padahal Islam tidak pernah mendikotomikan  (memisahkan dengan tanpa saling terkait) antara ilmu-ilmu agama dan ilmu umum. Semua ilmu dalam Islam dianggap penting asalkan berguna bagi kemaslahatan umat manusia.
Bertolak dari problematika tersebut di atas, di Islam pun dikenal dua system pendidikan yang berbeda proses dan tujuannya. Pertama, system pendidikan tradisional yang hanya sebatas mengajarkan pengetahuan klasik dan kurang peduli terhadap peradaban tekhnologi modern; ini sering diwarnai oleh corak pemikiran Timur Tengah.Ke dua, system pendidikan modern yang diimpor dari Barat yang kurang mempedulikan keilmuan Islam klasik.Bentuk ekstrim dari system yang ke dua ini berupa universitas modern yang sepenuhnya secular dan karena itu pendekatannya bersifat non-agamis.Para alumninya sering tidak menyadari warisan ilmu klasik dari tradisi mereka sendiri (M. Shofan, 2004:109).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar