KONSEP PEMIKIRAN PENDIDIKAN DALAM
ISLAM
MENURUT SAYID
M. NAQUIB AL-ATTAS DAN ISMAIL RAJI AL-FARUQI
TENTANG
ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN
A.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang.
Pendidikan
(ilmu pengetahuan) merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan terutama
di kalangan umat Islam, dengan berbagai
coraknya berorientasi memberikan bekal kepada manusia (peserta didik) untuk
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Oleh karena itu, pendidikan (Islam)
harus selalu diperbaharui konsep dan aktualisasinya dalam rangka menjawab
kebutuhan dan perkembangan zaman yang selalu dinamis dan temporal, agar peserta
didik dalam pendidikan Islam tidak hanya berorientasi pada kebahagiaan hidup
setelah mati (akhirat), tetapi kebahagiaan hidup di dunia juga harus diraih
sebagai tempat untuk mempersiapkan bekal menuju kehidupan akhirat tersebut.
Hal tersebut
telah ditegaskan Allah dalam al-Qur’an surat al-Qashash ayat 77 sebagai berikut
:“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat
baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.[1]
Pada ayat
tersebut di atas Allah menegaskan betapa pentingnya keseimbangan antara
kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.Dan untuk mencapai kedua-duanya, kuncinya
adalah ilmu. Hal ini telah disabdakan oleh rasulullah, Muhammad SAW, yang
artinya :
”Barang siapa
yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang
siapa yang menghendaki kehidupan Akherat, maka wajib baginya memiliki ilmu, dan
barang siapa menghendaki keduanya maka wajib baginya memiliki ilmu”. (HR.
Turmudzi)
Umat Islam
adalah umat yang sangat dicintai nabi Muhammad saw, sehingga beliau
memperinngati umatnya tersebut agar dapat meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.
Untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat modalnya adalah ilmu, sebagaimana
sabda beliau tersebut di atas.
Dalam
kenyataannya, di kalangan dunia Islam telah muncul berbagai isu mengenai krisis
pendidikan dan problem-problem lain yang amat mendesak untuk dipecahkan.Misalnya
Pada persoalan kurikulum keilmuan misalnya, selama ini pendidikan Islam masih
sering hanya dimaknai secara parsial dan tidak integral (mencakup berbagai
aspek kehidupan), sehingga peran pendidikan Islam di era global sering dipertanyakan.
Masih terdapat pemahaman dikotomis keilmuan dalam pendidikan Islam.Pendidikan
Islam sering hanya dipahami sebagai pemindahan pengetahuan (knowledge) dan
nilai (values) ajaran Islam yang tertuang dalam teks-teks agama, sedangkan
ilmu-ilmu social (social sciences guestiswissenchaffen) dianggap pengetahuan
yang umum (secular). Padahal Islam tidak pernah mendikotomikan (memisahkan dengan tanpa saling terkait)
antara ilmu-ilmu agama dan ilmu umum. Semua ilmu dalam Islam dianggap penting
bila berguna bagi kemaslahatan umat
manusia.
2. Rumusan Masalah.
Berbagai
problem yang dihadapi umat Islam, terutama dalam bidang pendidikan sebagai
suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan yang harus mendapat perhatian
serius dari umat Islam, oleh karena itu para pemikir Islam seperti Sayid M.
Naquib Al-Attas dan Ismael Raji Al-Faruqi menanggapi hal tersebut dengan
sungguh-sungguh dengan suatu tindakan nyata dalam perubahan bidang pendidikan
ke arah yang lebih baik dan sesuai dengan dinamika perkembangan masyarakat.
Berdasarkan
latar belakang tersebut, maka kami dapat merumuskan beberapa masalah sebagai
berikut :
a. Bagaimanakah
latar belakang kehidupan Sayid M. Naquib
Al-Attas ?
b. Bagaimanakah latar belakang kehidupan Ismail
Raji Al-Faruqi ?
c.
Apakah latar belakang Islamisasi pendidikan menurut Sayid M. Naquib
Al-Attas dan Ismail Raji Al-Faruqi
d.
Apakah ide pembaharuan bidang pendidikan menurut Sayid M. Naquib
Al-Attas dan Ismail Raji Al-Faruqi
e.
Adakah keterkaitan pemikiran
Sayid M. Naquib Al-Attas dan Ismail Raji Al-Faruqidalam Islamisasi ilmu
pendidikan ?
f.
Apakah sumbangan konsep pemikiran kedua ilmuwan tersebut terhadap
pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan masa kini ?
3. Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan dalam makalah ini
adalah :
a.Untuk mengetahui latar belakang
kehidupan Sayid M. Naquib Al-Attas dan Ismail
Raji Al-Faruqi
b.
Untuk mengetahui latar belakang
Islamisasi pendidikan menurut Sayid M. Naquib Al-Attas dan Ismail
Raji Al-Faruqi
c.
Untuk mengetahui ide pembaharuan bidang pendidikan menurut Sayid M.
Naquib Al-Attas dan Ismail Raji
Al-Faruqi
d.
Untuk mengkaji apakah ada
keterkaitan pemikiran Sayid M.
Naquib Al-Attas dan Ismail Raji Al-Faruqi
dalam Islamisasi ilmu pendidikan ?
e.
Untukmengetahui apaakah pengaruh konsep pemikiran kedua ilmuan tersebut
terhadap pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan masa kini ?
B.
PEMBAHASAN
1. Latar
belakang kehidupan Sayid M. Naquib
Al-Attas
Prof. DR. Syed
Muhammad Naquib Al-Attas, lahir di Bogor, Jawa Barat, pada tanggal 5 September
1931.Ia adalah adik kandung dari Prof. DR. Hussein Al-Attas, seorang ilmuan dan
pakar sosiologi di Universitas Malaya, Kuala Lumpur Malaysia. Ayahnya bernama
Syed Ali bin Abdullah Al-Attas, sedangkan
ibunya bernama Syarifah Raguan Al-Idrus, keturunan kerabat raja-raja Sunda
Sukapura, Jawa Barat. Ayahnya berasal dari Arab yang silsilahnya merupakan
keturunan ulama dan ahli tasauf yang terkenal dari kalangan sayid.
Riwayat
pendidikan Prof. DR. Syed Muhammad Naquib Al-Attas (selanjutnya disebut
Al-Attas) sejak ia masih kecil berusia 5 tahun, ketika ia berada di Johor Baru,
tinggal bersama dan dibawah didikan saudara ayahnya Encik Ahmad, kemudian
dengan ibu Azizah hingga perang dunia ke dua meletus. Pada tahun 1936-1941, ia
belajar di Ngee Neng English Premary School di Johor Baru. Pada zaman Jepang ia
kembali ke Jawa Barat selama 4 tahun. Ia belajar bahasa Arab dan agama Islam. Setelah empat tahun ia kembali ke Malaysia. Di negeri
jiran ini Syed M. Naquib Al-Attas masuk dan bersentuhan dengan pendidikan
modern, English College di Johor Baru dan selanjutnya masuk dinas militer, dan
karena prestasinya yang cemerlang ia berkesempatan mengikuti pendidikan militer
di Easton Hall, Chester, Inggris, tahun 1952-1955. Namun Naquib lebih tertarik
pada dunia akademik disbanding militer, sehingga ia keluar dari dinas militer dengan pangkat terakhir Letnan.
Karier
akademiknya setelah keluar dari militer adalah :
-
Masuk
University of Malay, Singapura, 1957 – 1959.
-
Melanjutkan
studi di Mc Gill University, Kanada, untuk kajian keislaman (Islamic Studies)
sampai memperoleh gelar Master tahun 1963.
-
Menempuh
program Doktor pada School of Oriental and African Studies, Universitas London,
dengan menekuni bidang teologi dan metafisika, dan menulis disertasi berjudul
The Mysticism of Hamzah Fansuri, tahun 1962.
-
Menjadi dosen
dan diangkat sebagai Ketua Jurusan Sastra Melayu di University of Malay.
-
Sebagai salah
satu pendiri Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM) pada tahun 1970.
-
Pada tahun 1972
diangkat sebagai Guru Besar dan sebagai Dekan Fakultas Satra Kebudayaan Melayu
tahun 1975.
-
Ketika
didirikan The Internasional Institut of Islamic Thaught and Civilization
(ISTAC) pada tanggal 4 Oktober 1991, beliau ditunjuk sebagai direkturnya.
-
Terakhir ia
diserahi untuk memimpin Institut Internasional Pemikiran dan Olah Raga
Malaysia, lembaga otonom pada Universitas Antar Bangsa, Malaysia.
2. Latar Belakang Kehidupan
Ismail Raji Al-Faruqi
Ismail Raji Al-Faruqi lahir pada 1 Januari 1921 M, di Jaffa,
Palestina, sebelum wilayah ini diduduki Israel.
Pendidikan awalnya ditempuh di College des Ferese, Libanon yang
menggunakan bahasa Prancis sebagai bahasa pengantarnya, kemudian di American
University, Beirut jurusan Filsafat.
Pada tahun 1941, setelah meraih Bachelor of Arts (BA), ia bekerja sebagai
pegawai pemerintah (PNS) Palestina di bawah mandat Inggris. Empat tahun
kemudian karena kepemimpinannya menonjol, Al-Faruqi diangkat sebagai gubernur
di provinsi Galelia, Palestina, pada
usia 24 tahun . namun jabatan ini tidak lama diembannya, karena tahun 1947, provinsi
tersebut jatuh ke tangan Israel, sehingga ia hijrah ke Amerika, setahun
kemudian.
Setahun di Amerika, Al-Faruqi melanjutkan studinya di Indiana
University sampai meraih gelar Master dalam bidang filsafat pada tahun 1949.
Dua tahun kemudian ia meraih gelar master ke dua dalam bidang yang sama di
Universitas Harvard. Puncaknya pada tahun 1952, Al-Faruqi meraih gelar Ph. D.
dari universitas Indiana, dengan disertasi berjudul On Justifying the God,
Metaphysic and Epistemology of Value (Tentang Pembenaran Tuhan, Metafisika dan
Epistemologi Nilai). Namun apa yang dicapai ini tidak memuaskannya, maka ia
pergi ke Mesir untuk lebih mendalami ilmu-ilmu keislaman di Universitas
Al-Azhar, Kairo.
Pada tahun 1959, Al-Faruqi pulang dari Mesir dan mengajar di McGill,
Montreal, Kanada, sambil mempelajari Yudaisme dan Kristen secara intensif. Dua tahun kemudian (1961), ia pindah ke
Karachi, Pakistan untuk ambil bagian dalam kegiatan Central Institute For
Islamic Research (CIIR) dengan jurnalnya Islamic Studies. Pada tahun 1963,
Al-Faruqi kembali ke Amerika Serikat dan mengajar di Scchool of Devinity, Universitas
Chicago, sambil melakukan kajian keislaman di Universitas Syracuse, New York.
Pada tahun 1968 Al-Faruqi pindah dan menjadi guru besar Pemikiran dan
Kebudayaan Islam pada Temple University,
Philadelpia dan mendirikan Departemen Islamic Studies sekaligus memimpinnya
sampai akhir hayatnya, 27 Mei 1986.
3. Latar Belakang Islamisasi
Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan berkembang
pesat dari zaman ke zaman, namun menurut pandangan Islam, perkembangan ilmu
pengetahuan atau pendidikan yang mengikuti dinamika kehidupan masyarakat
tersebut tidak bebas nilai.
Menurut Muhaimin, “Pendidikan merupakan persoalan hidup dan
kehidupan, dan seluruh proses kehidupan manusia adalah proses pendidikan, maka
pendidikan Islam pada dasarnya hendak mengembangkan pandangan hidup Islami,
yang diharapkan tercermin dalam sikap hidup dan keterampilan hidup orang
Islam”. [2]
Berpijak pada pendapat tersebut, maka kami mengemukakan latar belakang
Islamisasi ilmu pengetahuan menurut Naquib Al-Attas dan Ismail Raji Al-Faruqi
yang kami kaji dan simpulkan dari Buku Filsafat Islam Dari Klasik Hingga
Kontemporer, sebagai berikut :
a. Syed Muhammad Naquib
Al-Attas
Beberapa hal yang melatar belakangi
perlu dilakukannya Islamisasi ilmu pengetahuan
oleh Syed M. Naquib Al-Attas
adalah :
1)
Pandangan dunia Barat yang bersifat dualistic akibat dari kenyataan
bahwa peradaban Barat tumbuh dari peleburan historis dari berbagai kebudayaan
dan nilai-nilai, yaitu peleburan dari peradaban, nilai, filsafat dan aspirasi Yunani, Romawi kuno dan perpaduannya dengan
ajaran-ajaran Yahudi dan Kristen yang kemudian dikembangkan lebih jauh oleh
rakyat Latin, Jermania, Keltik dan Nordik. Paduan dari unsur-unsur yang berbeda
tersebut, pada saatnya juga dimasuki oleh semangat rasional dan ilmiah Islam. Namun pengetahuan dan semangat rasional serta ilmiah ini,
ketika di Barat, telah dibentuk dan dipolakan kembali untuk disesuaikan
dengan pola kebudayaan Barat. [3]
2)Pengetahuan modern yang diproduk Barat tidak bersifat netral, tetapi telah dituangi
dan dicemari oleh watak dan peradaban barat yang dualistis; suatu watak dan
peradaban yang tidak Islami, karena Islam tidak mengenal dualism dalam sesuatu.
[4]
3)Epistemologi skeptisisme yang
diagungkan Barat, sesungguhnya tidak bisa mengantarkan kepada kebenaran, dan
kenyataannya tidak ada bukti bahwa keraguan bisa mengantarkan kepada kebenaran,
sebaliknya ia justru menyebabkan kebenaran tertutup dalam perdebatan dan
percekcokan tanpa akhir. Menurut Naquib, kebenaran hanya bisa dicapai lewat
Hidayah (petunjuk Ilahi), bukan keraguan.
Keraguan adalah pergerakan antara dua hal yang saling bertentangan tanpa ada kecenderungan pada salah satunya. [5]
4) Islamisasi ilmu sebagai upaya untuk mengenali, memisahkan dan
mengasingkan unsur-unsur peradaban barat yang dualistic, sekularistik, dan
evolusioneristik yang pada dasarnya bersifat relativistic dan nihilistic, dari
tubuh pengetahuan sehingga pengetahuan bersih dari unsur-unsur tersebut. [6]
b.
Ismail Raji Al-Faruqi
Sebagaimana kita ketahui bahwa
perkembangan ilmu pengetahuan yang yang begitu cepat, tidak terlepas dari ruang
lingkup kehidupan umat Islam, sedangkan ilmu modern yang dikembangkan para
ilmuwan barat sangat bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Melihat kenyataan tersebut,
beberapa hal yang melatar belakangi gerakan Islamisasi ilmu yang dilakukan oleh
Ismail Raji Al-Faruqi adalah :
1) Fakta menunjukkan bahwa apa yang dicapai
sains modern, dalam berbagai aspeknya merupakan sesuatu yang menakjubkan.
Namun, kemajuan tersebut ternyata juga memberikan dampak lain yang tidak kalah
mengkhawatirkannya, akibat dari paradigm yang sekuler, pengetahuan modern
menjadi kering, bahkan terpisah dari nilai-nilai Tauhid.[7]
2)
Pengaruh barat atau westernisasi, masyarakat muslim banyak yang tergoda
oleh kemajuan barat dan berusaha mereformasi dengan jalan westernisasi.
Ternyata jalan yang ditempuh tersebut
malah menghancurkan umat Islam dan semakin jauh dari al-Qur’an dan
Hadits. [8]
3)
Al-Faruqi dalam Khudori Soleh,
bahwa sebagian ilmuwan muslim bersikap
defensive dengan mengambil posisi konservatif-statis, yaitu dengan
melarang segala bentuk inovasi dan mengedepankan ketaatan fanatic terhadap syariah
(fiqih froduk abad pertengahan). Mereka menganggap bahwa syariah (fiqih) adalah
hasil karya yang telah fixed dan paripurna sehingga segala perubahan dan
pembaruan atasnya adalah penyimpangan dan setiap penyimpangan adalah sesat atau
bid’ah. Mereka melupakan sumber utama kreativitas yaitu ijtihad.
Sebagian ilmuawan muslim yang
bersikap defensive dengan mengambil posisi konservatif-statis pada akhirnya
menimbulkan pemisahan wahyu dari akal, pemisahan pemikiran dari aksi dan
pemisahan pemikiran dari kultur sehingga menimbulkan stagnasi keilmuan di kalangan mereka.[9]
4.
Ide Pembaharuan Pendidikan Islam
Para ilmuwan muslim telah mengajukan
agenda Islamisasi ilmu pengetahuan yang menekankan pendekatan dan metodolgi
tersendiri. Dominasi pengetahuan barat yang sekuler dan dalam perkembangannya
menjelma dalam ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang dehumanistik telah
menjadikan manusia hanya sebagai obyek rekayasa ekonomi dan politik pada elit masyarakat dan eksploitasi alam
yang tidak terbendung lagi, bahkan terjadinya desintegrasi social dan degradasi
(dekadensi) moral. Diyakini kaum muslimin dapat terbebas dari berbagai
kesalahan nilai yang berasal dari sekularisasi pengetahuan barat tersebut hanya
dengan proses Islamisasi ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
Al-Attas berusaha keras menggiring umat muslimin melalui agenda
Islamisasi ilmu pengetahuan dan tekhnologinya dan melalui konsep dan sistem
pendidikannya yang merupakan starting point dari keseluruhan programnya
yang lebih merupakan sebagai gerakan aksiologis dan sebagai upaya preventif
dengan legitimasi normatif berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits.[10]
Al-Faruqi Al-Faruqi dalam Hasan Baharun, bahwa
adanya dualisme system pendidikan yang
berlaku di kalangan umat Islam yaitu system pendidikan Barat dan system
pendidikan Islam. Sedangkan system pendidikan Barat pengaruhnya sangat kuat.
Kedua system tersebut merupakan sebuah ancaman
bagi pendidikan Islam. Oleh karena itu usaha pembentukan system yang
menyatu atau integral adalah sebuah keharusan.
Ismail Raji Al-Faruqi mengatakan bahwa Islamisasi ilmu adalah
mengislamkan disiplin-disiplin ilmu atau
tepatnya menghasilkan buku-buku pegangan (buku dasar) di perguruan tinggi dengan
menuangkan kembali disiplin ilmu modern ke dalam wawasan Islam, setelah
dilakukan kajian kritis terhadap kedua system pengetahuan Islam dan Barat.
Langkah-langkah procedural bagi
terlaksananya program Islamisasi ilmu adalah upaya membangun paradigm keilmuwan
yang berdasarkan nilai-nilai Islam, baik pada aspek ontologis, epistemologis
maupun aksiologis. Islamisasi sains harus merujuk pada tiga sumbu tauhid, yaitu
kesatuan pengetahuan, kesatuan hidup dan kesatuan sejarah.Kesatuan pengetahuan
berkaitan dengan tidak ada lagi pemisahan pengetahuan rasional (aqli) dan
irasional (naqli).Kesatuan hidup berkaitan dengan semua pengetahuan yang harus
mengacu pada tujuan penciptaan, yang berdampak lanjutan pada tidak bebasnya
pengetahuan dari nilai, yaitu nilai ketuhanan.Prinsip kesatuan sejrah berkaitan
kesatuan disiplin yang harus mengarah sifat keumatan dan mengabdi kepada
tujuan-tujuan ummah di dalam sejarah.[11]
Ismail Raji Al-Faruqi menetapkan lima
sasaran dari rencana kerja Islamisasi ilmu, yaitu sebagai berikut :
a.
Penguasaan didiplin-disiplin ilmu modern.
b.
Penguasaan khazanah Islam
c.
Penentuan relevansi Islam yang spesifik pada setiap bidang ilmu
pengetahuan modern.
d. Pencarian cara-cara untuk
melakukan sintesis kreatif antara khazanah Islam dan khazanah ilmu pengetahuan
modern.
e.
Pengarahan aliran pemikiran Islam ke lintasan-lintasan yang mengarah
pada pemenuhan pola rancangan Allah.
5.
Keterkaitan Pemikiran Al-Attas dan Al-Faruqi Dalam Islamisasi Ilmu
Setelah mengakaji
literature-literatur yang berkaitan dengan pemikiran Al-Attas dan Al-Faruqi
tentang modernisasi ilmu Islam atau Islamisasi ilmu pengetahuan, serta membandingkan
dan memadukan pemikiran kedua tokoh tersebut, maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa pemikiran kedua tokoh yang disebutkan di atas saling berkaitan dan saling
mendukung, yaitu perlu dilakukannya Islamisasi ilmu pengetahuan agar umat Islam
tidak terbawa oleh pemahaman ilmu pengetahuan Barat yang sekuler serta jauh
dari nilai-nilai Islam yang telah ditetapkan dalam al-Qur’an dan al-Hadits.
6.
Sumbangan Pemikiran Al-Attas dan Al-Faruqi
Bagi Kemajuan Ilmu Pengetahuan Masa Kini
Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam
kalangan cendekiawan muslim terdapat perbedaan pandangan tentang konsep
Islamisasi ilmu pengetahuan, akan tetapi menurut penulis bila ilmuwan muslim tidak
memiliki gagasan tentang pembaharuan dalam bidang ilmu pengetahuan, maka umat
Islam akan tertinggal dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
Pandangan tentang ilmu pengetahuan
modern tidak bisa disbanding dengan nilai-nilai Islam itu hanya akan membuat
umat Islam berjalan di tempat (stagnasi).
Menurut Kemas Baharuddin, diskursus
tentang gagasan pembaharuan ilmu pengetahuan terus mengalir, bahkan menghangat
sebagai suatu keharusan dalam kerangka berpikir akademis. Dapat dikatan bahwa gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan termasuk
Islamisasi tujuan serta system pendidikan yang dilakukan Al-Attas sangatlah asseptable,
applicable dan workable bagi dunia pendidikan saat ini, dan pada mas
mendatang. [12]
Menurut Khudori Soleh, langkah-langkah
Islamisasi ilmu yang dilakukan oleh Al-Attas dan kritiknya terhadap realitas
pendidikan Islam juga merupakan sumbangan besar
dan bermanfaat bagi perombakan
system pendidikan Islam. [13]
Menurut Toto Suharto, gagasan dan ide pembaharuan dalam Islam, muncul
sebagai upaya interpretasi kaum muslimin terhadap sumber-sumber ajaran Islam
dalam rangka menhadapi berbagai perubahan social-kultural yang terjadi dalam setiap
waktu dan tempat. [14]
Bertolak pada pendapat-pendapat tersebut di atas, menurut penulis
gerakan Islamisasi ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh ilmuwan muslim
(Al-Attas dan Al-Faruqi) sangat berdampak positif bagi kemajuan ilmu pengetahuan
di kalangan umat Islam baik untuk masa lalu, masa kini maupun masa yang akan
datang.
B.
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa :
a.
Ilmu pengetahuan berkembang pesat
dari zaman ke zaman, namun menurut pandangan Islam, perkembangan ilmu pengetahuan
atau pendidikan yang mengikuti dinamika kehidupan masyarakat tersebut tidak
bebas nilai.
b.
Pendidikan merupakan persoalan hidup dan kehidupan, dan seluruh proses
kehidupan manusia adalah proses pendidikan, maka pendidikan Islam pada dasarnya
hendak mengembangkan pandangan hidup Islami, yang diharapkan tercermin dalam
sikap hidup dan keterampilan hidup orang Islam.
c.
Gagasan atau ide Islamisasi ilmu itu sangat penting bagi kemajuan dan
kemaslahatan umat Islam dalam tatanan kehidupan berbudaya dan beragama.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI, Syaamil al-Qur’an The Miracle 1,5
in, PT Sygma Examedia Arkanleema, Bandung, 2009
Drs. Muhaimin, M. A.,
Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama
IslamdiSekolah, PT Remaja Rosdakarya Bandung, cet. Ke 5 Thn. 2012
Dr. H. A. Khudori Soleh, M. A., Filsafat Islam Dari
Klasik Hingga Kontemporer, Ar-Ruzz Media,, Jogjakarta, 2014,
Hasan Bahrun,
M. Pd. Dkk, Metodologi Studi Islam percikan Pemikiran Tokoh Dalam Membumikan Agama,
Ar-Ruzz Media, Jogjakarta, cet. I, 2011
Drs. Kemas Badaruddin, M.
Ag., Filsafat Pendidikan Islam (Analisis Pemikiran Prof. Dr. Syed Muhammad
Al-Naquib al-Attas, Pustaka Pelajar, cet II, Bengkulu, 2009
Dr. Toto Suharto, M. Ag.,
Filsafat Pendidikan Islam Menguatkan Epistemologi Islam Dalam Pendidikan,
Ar-Ruzz Media, Jogjakarta, cet. I, 2014
(Syed
Sajjad Husein dan Syed Ali Ashraf, 1986). Selain dari itu, Ismail Raji
Al-Faruqi (1988 : vii) mensinyalir bahwa didapati krisis yang terburuk dalam
hal pendidikan di kalangan dunia Islam.
Inilah yang menuntut agar selalu dilakukan pembaharuan (modernisasi)
dalam hal pendidikan dan segala hal yang terkait dengan kehidupan umat Islam.
Pada
persoalan kurikulum keilmuan misalnya, selama ini pendidikan Islam masih sering
hanya dimaknai secara parsial dan tidak integral (mencakup berbagai aspek
kehidupan), sehingga peran pendidikan Islam di era global sering
dipertanyakan.Masih terdapat pemahaman dikotomis keilmuan dalam pendidikan
Islam.Pendidikan Islam sering hanya dipahami sebagai pemindahan pengetahuan
(knowledge) dan nilai (values) ajaran Islam yang tertuang dalam teks-teks
agama, sedangkan ilmu-ilmu social (social sciences guestiswissenchaffen)
dianggap pengetahuan yang umum (secular). Padahal Islam tidak pernah
mendikotomikan (memisahkan dengan tanpa
saling terkait) antara ilmu-ilmu agama dan ilmu umum. Semua ilmu dalam Islam
dianggap penting asalkan berguna bagi kemaslahatan umat manusia.
Bertolak
dari problematika tersebut di atas, di Islam pun dikenal dua system pendidikan
yang berbeda proses dan tujuannya. Pertama, system pendidikan
tradisional yang hanya sebatas mengajarkan pengetahuan klasik dan kurang peduli
terhadap peradaban tekhnologi modern; ini sering diwarnai oleh corak pemikiran
Timur Tengah.Ke dua, system pendidikan modern yang diimpor dari Barat
yang kurang mempedulikan keilmuan Islam klasik.Bentuk ekstrim dari system yang
ke dua ini berupa universitas modern yang sepenuhnya secular dan karena itu
pendekatannya bersifat non-agamis.Para alumninya sering tidak menyadari warisan
ilmu klasik dari tradisi mereka sendiri (M. Shofan, 2004:109).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar