BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penegendalian,
penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan yang berkualitas merupakan bentuk
tanggung jawab dari penyelenggaraan proses pendidikan. Dengan kata lain,
penyelenggaraan proses pendidikan harus memberikan informasi kepada publik tentang
pelaksanaan dan hasil yang telah dicapai, sehingga proses pendidikan dapat
terpantau dan memberikan gambaran yang tepat kepada pihak-pihak terkait untuk
melakukan pengembangan atau perbaikan. Tentunya informasi ini bisa diperoleh
melalui proses evaluasi.
Evaluasi
merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari proses pendidikan, sistem
evaluasi yang baik akan menjadikan pendidikan menjadi lebih baik. Oleh karena
itu evaluasi harus dilakukan secara berkala, menyeluruh, transparan, dan
sistemik guna mencapai peningkatan kualitas pendidikan.
Evaluasi
memiliki porsi besar pada aspek belajar mengajar yang disebut juga dengan aspek
akademik, terkait dengan aspek ini, pelaksanaan evaluasi difokuskan pada
kinerja proses dan hasil belajar yang dijadikan indikator keberhasilan proses
belajar mengajar.[1]
Sehingga untuk melakukan evaluasi terhadap proses dan hasil belajar tersebut,
penilaian, pengukuran, dan tes akan sangat diperlukan untuk mengumpulkan data
sebagai bahan evaluasi.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
konsep dasar evaluasi?.
2.
Bagaimana
konsep dan prinsip tes?.
C.
Tujuan
Pembahasan
1.
Untuk
menjelaskan tentang konsep dasar evaluasi.
2.
Untuk menjelaskan
konsep dan prinsip tes.
3.
Untuk
menjelaskan tentang pengukuran acuan norma dan pengukuran acuan patokan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Konsep Dasar
Evaluasi
1.
Pengertian Tes,
Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi
a.
Pengertian Tes
Secara
harfiah, kata “tes” berasal dari bahasa Perancis kuno; testum dengan arti; ”piring
untuk menyisihkan logam-logam mulia, dalam bahasa Inggris ditulis dengan test
yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan “tes”, “ujian”, atau “percobaan”.
Testing berarti saat dilaksanakannya atau peristiwa berlangsungnya
pengukuran dan penilaian. Tester adalah orang yang melaksanakan tes atau
pembuat tes. Testee adalah pihak yang dikenai tes (peserta tes).
Dari
segi istilah, menurut Anne Anastasi yang dimaksud dengan tes adalah alat
pengukur yang mempunyai standar yang obyektif sehingga dapat digunakan secara
meluas, serta dapat betul-betul digunakan untuk mengukur dan membandingkan
keadaan psikis atau tingkah laku individu.
Dalam
dunia evaluasi pendidikan, yang dimaksud dengan tes adalah cara atau prosedur
dalam pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang berbentuk pemberian
tugas atau serangkaian tugas, baik berupa pertanyaan-pertanyaan yang harus
dijawab, atau perintah-perintah oleh testee, sehingga dapat dihasilkan
nilai yang melambangkan tingkah laku atau prestasi testee, nilai mana
dapat dibandingkan dengan nilai-nilai yang dicapai oleh testee lainnya,
atau dibandingkan dengan nilai standar tertentu.[2]
b.
Pengertian
Pengukuran
Pengukuran
adalah suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas sesuatu. Kata
“sesuatu” bisa berarti peserta didik, guru, gedung sekolah, meja belajar, papan
tulis, dan sebagainya. Dalam pengukuran guru tentunya harus menggunakan alat
ukur (tes atau nontes). Alat ukur harus standar harus memiliki derajat
validitas dan realibilitas yang tinggi.[3]
Kegiatan
pengukuran itu menjadi lebih kompleks lagi apabila digunakan dalam mengukur
aspek psikologis seseorang, seperti kecerdasan, keahlian dan latihan tertentu.
Demikian juga halnya pengukuran dalam bidang pendidikan, kita hanya mengukur
atribut atau karakteristik peserta didik tertentu.[4] Misalnya,
seorang guru dapat mengukur penguasaan peserta didik dalam mata pelajaran
tertentu atau kemampuan dalam melakukan suatu keterampilan tertentu yang telah
dilatih.
Wand dan Brown mengatakan bahwa, measurement
means the act of process of exestaining the extent or quantity of something.
Pengukuran adalag suatu tindakan proses untuk menentukan luas atau kuantitas
daripada sesuatu.[5]
Dari beberapa
pengertian tentang pengukuran diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengukuran
itu merupakan suatu tundakan atau proses yang dilakukan untuk memperoleh
informasi atau data secara kuantitatif.
c.
Pengertian
Penilaian
Penialaian
adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan untuk
mengumpulkan informasi tentang proses hasil belajar peserta didik dalam rangka
membuat keputusan-keputusan berdasarkan kriteria dan pertimbangan tertentu.
Keputusan yang dimaksud adalah keputusan tentang peserta didik, seperti nilai
yang akan diberikan atau juga keputusan tentang kenaikan kelas dan kelulusan.[6]
Sementara itu, Anthony J. Nitko menjelaskan “assesment
is a broad term defined as a process for obtaining information that is used for
making decision about students, curricula and programs, and educational
policy”. Penilaian adalah tindakan mengambil keputusan terhadap sesuatu
dengan ukuran-ukuran yang bersifat kualitatif (baik buruk, panjang pendek, dan sebagainya).[7]
Menurut Suharsimi Arikunto; menilai
adalah mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan baik, penilaian yang
bersifat kuantitatif. Menurut Mahrens; penilaian adalah suatu pertimbangan
profesional atau proses yang memungkinkan seseorang untuk membuat suatu
pertimbangan mengenai nilai sesuatu.[8]
Ditinjau dari berbagai segi dalam
sistem pendidikan, ada beberapa tujuan atau fungsi
penilaian yaitu sebagai berikut:[9]
1.
Penilaian berfungsi selektif
a) Untuk memilih siswa yang dapat
diterima di sekolah tertentu.
b) Untuk memilih siswa yang dapat
naik ke kelas atau tingkat berikutnya.
c) Untuk memilih siswa yang
seharusnya mendapat beasiswa.
d) Untuk memilih siswa yang sudah
berhak meninggalkan sekolah, dan sebagainya.
2. Penilaian berfungsi diagnostic
Dengan melihat hasilnya, guru
akan mengetahui kelemahan siswa. Jadi dengan mengadakan penilaian, sebenarnya
guru melakukan diagnosis kepada siswa tentang kebaikan dan kelemahannya.
3. Penilaian berfungsi sebagai
penempatan
Penempatan disini lebih bersifat
pada pengajaran secara berkelompok. Jadi untuk dapat menentukan dengan pasti di
kelompok mana seorang siswa harus ditempatkan, digunakan suatu penilaian.
4. Penilaian berfungsi sebagai
pengukur keberhasilan
Fungsi ini dimaksudkan untuk mengetahui
sejauh mana suatu program berhasil diterapkan. Keberhasilan suatu program
ditentukan oleh beberapa faktor yaitu faktor guru, metode mengajar, kurikulum,
sarana, dan system administrasi.
d.
Pengertian
Evaluasi
Evaluasi
merupakan istilah serapan yang berasal dari istilah dalam bahasa Inggris
yaitu “evaluation”. Evaluation sendiri berasal dari akar kata “value”
yang berarti nilai. Selanjutnya dari kata nilai terbentuklah kata “penilaian” yang dalam perbincangan sering digunakan sebagai padanan dari istilah
evaluasi, padahal secara kosepsional, penilaian bukan merupakan alih bahasa
dari istilah evaluasi.[10]
Evaluasi
adalah suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan
kualitas (nilai dan arti) dari sesuatu, berdasarkan pertimbangan dan kriteria
tertentu dalam rangka pembuatan keputusan. Berdasarkan pengertian ini ada yang
harus dijelaskan lebih lanjut, yaitu:
1)
Evaluasi adalah
suatu proses bukan suatu hasil (produk).
2)
Tujuan evaluasi
adalah untuk menentukan kualitas sesuatu, terutama yang berkenaan dengan nilai
dan arti.
3)
Dalam proses
evaluasi harus ada pemberian pertimbangan (judgement).
4)
Pemberian
pertimbangan harus berdasarkan kepada kriteria tertentu.[11]
2.
Perbedaan Tes, Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi
Dari berbagai
pembahasan sebelumnya telah kita kenal istilah tes, pengukuran
(measurement), penilaian (assessment) dan evaluasi (evaluation).
Antara ketiga istilah di atas (pengukuran, penilaian dan evaluasi) sering
digunakan untuk hal yang sama padahal dilihat dari maknanya mempunyai arti yang
berbeda. Sedangkan untuk Tes/non tes sudah jelas perbedaannya dengan ketiga
istilah diatas karena tes/non tes ini merupakan teknik
yang digunakan dalam evaluasi.[12]
Terkait
ruang lingkup, maka evaluasi lebih luas ruang lingkupnya dengan penilaian,
sedangkan penilaian atau pengukuran lebih terfokus pada aspek tertentu dan
merupakan bagian dari ruang lingkup evaluasi.[13]
Tentang
penilaian dengan pengukuran juga ada perbedaan yang sangat prinsip, penilaian
bersifat kualitatif, sedangkan pengukuran bersifat kuantitatif (skor).
Perbedaan dua istilah, yakni pengukuran dan penilaian juga adalah kalau
pengukuran memberi jawaban terhadap pertanyaan “how much” sedangkan
penilaian akan memberikan jawaban terhadap pertanyaan “what value”.[14]
Pengukuran adalah proses membandingkan sesuatu
(bisa berupa fisik seperti tinggi, berat; atau non fisik seperti kecerdasan,
kemampuan akademik, dll) dengan suatau ukuran yang bersifat kuantitatif,
kemudian kalau penilaian adalah suatu
proses pemaknaan terhadap sesuatu dengan menggunakan tolak ukur tertentu
yang bersifat kualitatif, seperti baik buruk, panjang pendek, dsb. Sedangkan evaluasi adalah proses pengambilan keputusan yang
didasarkan atas hasil penilaian tersebut.[15]
3.
Prosedur
Evaluasi Pembelajaran
Keberhasilan suatu evaluasi akan dipengaruhi oleh keberhasilan
evaluator dalam melaksananakan prosedur evaluasi. Prosedur yang dimaksud adalah
langkah-langkah pokok yang harus ditempuh dalam kegiatan evaluasi. Dalam
literature evaluasi banyak dijumpai prosedur evaluasi sesuai dengan
pandangannya masing-masing. Adapun prosedur evaluasi pembelajaran terdiri atas:
a.
Perencanaan
evaluasi, yang meliputi analisis kebutuhan, merumuskan tujuan evaluasi,
menyusun kisi-kisi, mengembangkan draf instrument, ujicoba dan analisis,
merevisi dan menyusun instrument final.
b.
Pelaksanaan
evaluasi dan monitoring.
c.
Pengolahan data
dan analisis.
d.
Pelaporan hasil
evaluasi.
e.
Pemanfaatan
hasil evaluasi.[16]
4.
Prinsip-Prinsip Evaluasi Pembelajaran
Untuk memaksimalkan pelaksanaan prosedur dan hasil
evaluasi, beberapa prinsip umum sebagai pijakan diantaranya:[17]
a. Kontinuitas
Karena pembelajaran merupakan suatu proses
yang kontinu, maka evaluasi pun harus dilakukan secara kontinu. Hasil evaluasi
yang diperoleh pada suatu waktu harus senantiasa dihubungkan dengan hasil-hasil
pada waktu sebelumnya. Sehingga dapat diperoleh gambaran jelas dan berarti
tentang perkembangan peserta didik.
b. Komprehensif
Dalam melakukan evaluasi terhadap suatu objek,
misalnya pendidik ingin mengevaluasi peserta didik. Maka tidak hanya
mengevaluasi satu aspek saja tetapi seluruh aspek kepribadian peserta didik itu
harus dievaluasi, baik yang menyangkut kognitif, afektif maupun psikomotor.
c. Adil dan Obyektif
Kata “adil” dan “objektif” memang mudah
diucapkan tetapi sulit untuk dilaksanakan, namun kewajiban manusia adalah
ikhtiar (berusaha). Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran maka semua
peserta didik harus diperlakukan sama tanpa pandang bulu. Selain itu, pendidik
juga hendaknya bertindak secara obyektif, apa adanya sesuai dengan kemampuan
peserta didik. Evaluasi hasur didasarkan atas kenyataan (data dan fakta) yang
sebenarnya. Bukan hasil manipulasi dan rekayasa.
d. Kooperatif
Dalam kegiatan evaluasi, pendidik hendaknya
bekerjasama dengan semua pihak, seperti orang tua peserta didik, sesama
pendidik, kepala sekolah, termasuk dengan peserta didik itu sendiri. Hal ini
dimaksudkan agar semua pihak merasa puas dengan hasil evaluasi dan merasa
dihargai.
e. Praktis
Praktis mengandung arti mudah digunakan, baik
oleh pendidik itu sendiri yang menyusun alat evaluasi maupun orang lain yang
akan menggunakan alat tersebut. Untuk itu harus diperhatikan bahasa dan
petunjuk mengerjakan soal.
5. Ciri-Ciri Evaluasi Pembelajaran
Adapun ciri-ciri evaluasi pembelajaran antara
lain:[18]
1) Penilaian dilakukan secara tidak langsung
Jika seorang guru ingin mengetahui mana dari
siswanya yang cerdas atau kurang cerdas maka dalam evaluasi, yang diukur
bukanlah kecerdasan atau kekurangan peserta didik, tetapi indikator atau
hal-hal yang menandai bahwa seseorang itu bisa disebut pandai dan kurang
pandai.
Menurut Carl Witherington
tanda-tanda anak yang pandai adalah (1) kemampuan untuk bekerja dengan
angka-angka, (2) kemampuan untuk menggunakan bahasa dengan baik dan benar, (3)
kemampuan untuk menangkap sesuatu yang baru, (4) kemampuan untuk
mengingat-ingat sesuatu, (5) kemampuan untuk memahami hubungan antar gejala
yang satu dengan yang lain, (6) kemampuan untuk berfantasi atau berfikir
abstrak.[19]
2) Bersifat Relatif
Salah satu ciri evaluasi adalah bersifat
relatif karena nilai seorang siswa tidak selalu konstan dari waktu ke waktu,
tetapi bisa saja berubah-ubah.
3) Bersifat Kuantitatif
Dalam evaluasi pembelajaran biasanya dilakukan
pengukuran dengan menggunakan simbol bilangan (angka) sebagai hasil untuk
pengukurannya. Hasil pengukuran berupa angka-angka ini kemudian dianalisis dan
diinterpretasikan ke dalam kata-kata (kualitatif).
4) Sering terjadi kesalahan dimana sumber-sumber
kesalahan biasanya terletak pada: alat ukur (soal tes), pengukur (guru), yang
dinilai (peserta didik) dan situasi dimana penilaian berlangsung.
5)
Menggunakan satuan-satuan unit-unit atau satuan-satuan
yang tepat, seperti sangat memuaskan, memuaskan, cukup memuaskan, kurang
memuaskan dan tidak memuaskan.
B.
Konsep dan
Prinsip Tes
1.
Fungsi Tes
Secara umum, ada dua macam fungsi yang dimiliki oleh tes, yaitu:
a.
Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Dalam hubungan ini tes
berfungsi mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh
peserta didik setelah mereka menempuh prosesbelajar mengajar dalam jangka waktu
tertentu.
b.
Sebagai alat
pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab melalui tes tersebut akan dapat
diketahui sudah berapa jauh program pengajaran yang telah ditentukan, telah
dapat dicapai.[20]
Adapun fungsi tes secara khusus sebagai berikut:
a.
Fungsi untuk
Kelas
1)
Mengadakan
diagnosis terhadap kesulitan belajar siswa.
2)
Mengevaluasi
celah antara bakat dengan pencapaian.
3)
Menaikkan
tingkat prestasi.
4)
Mengelompokkan
siswa dalam kelas pada waktu metode kelompok.
5)
Merencanakan
kegiatan proses belajar-mengajar untuk siswa secara perseorangan.
6)
Menentukan
siswa mana yang memerlukan bimbingan khusus.
7)
Menentukan
tingkat pencapaian untuk setiap anak.[21]
b.
Fungsi untuk
Bimbingan
1)
Menentukan arah
pembicaraan dengan orang tua tentang anak-anak mereka.
2)
Membantu siswa
dalam menentukan pilihan.
3)
Membantu siswa
mencapai tujuan pendidikan dan jurusan.
4)
Memberi
kesempatan kepada pembimbing, guru, dan orang tua dalam memahami kesulitan
anak.[22]
2.
Tes Tersetandar
dan Nonstandar
a.
Tes Terstandar
Pengertian
tes terstandar adalah tes yang disusun oleh suatu tim ahli, atau disusun oleh
lembaga yang khusus menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pembelajaran
secara professional. Tes tersebut diketahui memenuhi syarat sebagai tes yang
baik, apabila diketahui validitas dan realibilitasnya, baik validitas rasional
maupun validitas empirik, realibilitas dalam arti teruji tingkat stabilitasnya
maupun homogenitasnya.
Yang
dituntut dalam tes standar bukan standar prestasi peserta didik dari penguasaan
materi yang diajakan pada suatu tingkat atau lembaga pendidikan tertentu,
melainkan adanya kesamaan performance pada kelompok peserta didik atau
lembaga pendidikan yang disebabkan adanya tolok ukur. Oleh karena itu, dalam
tes standar, masalah keseragaman dan konsistensi skoring penting untuk diperhatikan,
sehingga tes tersebut dapat dipakai untuk membandingkan prestasi peserta didik
dari berbagai sekolah.[23]
b.
Tes Nonstandar
Tes
nonstandar adalah kebalikan tes terstandar, yaitu tes yang disusun seorang
pendidik yang belum memiliki keahlian dalam penyusunan tes, atau mereka yang
memiliki keahlian tetapi tidak sempat menyusun tes secara baik, mengujicobakan,
melakukan analisis, sehingga validitas dan realibilitasnya belum dapat
dipertanggungjawabkan. Tes non standar sering disebut dengan tes buatan pendidik.
Tes
buatan pendidik memang memiliki beberapa kekhususan dan bisa jadi syarat
kualitatif belum terpenuhi, tetapi ia memenuhi kelebihan lebih cocok untuk
mengukur hal-hal khusus yang tidak distandarisasikan.[24]
3.
Tes Tulis,
Lisan, dan Tindakan
a.
Tes Tulis
Tes
tulis termasuk dalam kelompok tes verbal, ialah tes yang soal dan jawaban yang
diberikan oleh siswa berupa bahan tulisan. Tes ini kelebihannya dapat mengukur
kemampuan sejumlah besar peserta didik dalam tempat yang terpisah dalam waktu
yang sama.
Dalam
tes tulis, peserta didik relative memiliki kebebasan untuk menjawab soal, sebab
tidak ada pengaruh kehadiran pribadi pendidik dalam soal tertentu, sehingga
secara psikologis peseta didik lebih bebas dan tidak terikat.
Tes
tulis secara umum dapat dibedakan menjadi dua:
1)
Tes Objektif
(Tes Terstruktur)
Yaitu tes tulis
yang itemnya dapat dijawa dengan memilih jawaban yangsudah tersedia, sehingga
peserta didik menampilkan keseragaman data, baik bagi yang manjawab benar
maupun yang menjawab salah. Kesamaan data inilah yang memungkinkan adanya
keseragaman analisis, sehingga subyektivitas pendidik rendah, sebab unsur
subyektivitasnya sulit berpengaruh dalam menentukan skor jawaban.
2)
Tes Subyektif
(Tes Uraian)
Dalam
tes ini peserta didik memiliki kebebasan memilih dan menentukan jawaban.
Kebebasan ini berakibat data jawaban bervariasi, sehingga tingkat kebebnaran
dan tingkat kesalahan juga menjadi bervariasi. Hal inilah yang mengundang
subyektivitas penilai ikut berperan menentukan.[25]
b.
Tes Lisan
Tes
ini termasuk kelompok tes verbal, yaitu tes soal dan jawabannya menggunakan
bahasa lisan. Tes lisan dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1)
Tes Lisan Bebas
Artinya,
pendidik dalam memberikan soal kepada peserta didik tanpa menggunakanpedoman
yang dipersiapkan secara tertulis.
2)
Tes Lisan
Berpedoman
Pendidik
menggunakan pedoman tertulis tentang apa yang akan ditanyakan kepada peserta
didik.
Dalam
tes bebas, dialog terjadi lebih orisinal tidak terikat formalitas, namun sering
jawaban lupa tidak tercatat. Sedangkan dengan pedoman, pertanyaan terarah,
jawaban lebih mudah dicatat dan diseragamkan skoringnya.[26]
c.
Tes Tindakan
Yang
dimaksud dengan tes tindakan adalah tes di mana respon atau jawaban yang
dituntut dari peserta didik berupa tindakan, tingkah-laku kongnrit. Alat yang
dapat digunakan untuk melakukan tes ini adalah observasi atau pengamatan
terhadap tingkah-laku tersebut.
Tes
digunakan untuk mengukur perubahan sikap peserta didik, kemampuan dalam
meragakan atau mengaplikasikan jenis keterampilan tertentu.
Bentuk
tes ini berupa petunjuk-petunjuk atau perintah-perintah baik secara lisan atau
secara tertulis, dapat berupa penyediaan situasi di mana peserta didik diminta
untuk bereaksi terhadap situasi tersebut baik dengan disengaja atau tidak.[27]
4.
Ciri-ciri Tes
yang Baik
a.
Validitas Tes
Validitas
merujuk kepada ketepatan (appropriateness), kebermaknaan (meaningfulness),
dan kemanfaatan (usefulness) kesimpulan yang didapatkan dari
interpretasi skor tes. Berdasarkan pengertian ini maka validitas memiliki
beberapa karakteristik, antara lain:
1)
Validitas
merujuk kepada ketepatan interpretasi terhadap hasil suatu tes yang dikenakan
terhadap peserta tes, bukan merujuk pada tes itu sendiri.
2)
Validitas
berkaitan dengan pengkategorian derajat tertentu, seperti validitasnya tinggi,
sedang atau rendah.
3)
Validitas
senantiasa berkaitan dengan kondisi kusus. Artinya, tidak ada tes yang valid
untuk semua tujuan. Sebagai contoh, hasil tes tertentu dalam aritmatika mungkin
memiliki validitas yang tinggi dalam hal kemampuan berhitung. Namun, tes
tersebut memiliki validitas yang rendah dalam bidang music atau seni.[28]
b.
Realibilitas
Tes
Realibilitas
merujuk kepada konsistensi dari suatu pengukuran. Artinya, bagaimana skor tes
konsisten dari segi pengukuran yang satu dengan yang lainnya. Misalkan, Pak
Hudan memberikan tes tertentu kepada siswanya. Apakah tes itu bila diujikan
minggu depan atau dua bulan lagi pada sekelompok siswa yang sama, akan
memberikan skor yang serupa?, pertanyaan ini merupakan pertanyaan yang
berkaitan dengan realibilitas.
Adapun
karakteristik dari realibilitas dalah sebagai berikut:
1)
Realibilitas
merujuk kepada hasil yang didapat melalui sebuah instrument tes, bukan merujuk
kepada instrumennya sendiri.
2)
Realibilitas
merupakan syarat perlu, tetapi belum cukup untuk syarat validitas. Sebuah tes
yang memberikan hasil yang tidak kopnsisten mungkin tidak dapat memberikan
informasi yang valid berkaitan dengan kemampuan yang diukur.
3)
Realibilitas
utamanya berkaitan dengan statistic. Analisis logis dari suatu tes akan
memberikan sedikit bukti berkaitan dengan reliabilitas skor tes.[29]
C.
Pengukuran
Acuan Norma dan Pengukuran Acuan Patokan
1.
Pengukuran
Acuan Norma (PAN)
PAN ialah penilaian yang membandingkan hasil belajar siswa terhadap
hasil dalam kelompoknya. Pendekatan penilaian ini dapat dikatakan sebagai
pendekatan “apa adanya”, dalam arti, bahwa patokan pembanding semata-mata
diambil dari kenyataan yang diperoleh pada saat pengukuran atau penilaian itu
berlangsung, yaitu hasil belajar siswa yang diukur itu beserta pengolahannya,
penilaian ataupun patokan yang terletak di luar hasil-hasil pengukuran kelompok.
Standar keberhasilan dalam PAN didasarkan pada norma atau sistem
yang berlaku dimana peserta didik belajar, baik nilai yang bersifat universal,
lokal, maupun temporal. Tekanan peniliaannya didasarkan atas adanya proses
perubahan peserta didik kea rah yang baik, dimana peserta didik menyadari suatu
nilai itu dijadikan suaut sistem nilai yang terkandung dalam pembelajaran dan
kemudian nilai-nilai itu dijadikan suatu “sistem nilai diri”, sehingga menuntun
segenap pernyataan sikap, tingkah laku, dan perbuatan moralnya dalam menjalani
kehidupan.[30]
a.
Ciri-ciri PAN
1)
Penilaian Acuan
Normatif digunakan untuk menentukan status setiap peserta didik terhadap
kemampuan peserta didik lainnya. Artinya, Penilaian Acuan Normatif digunakan
apabila kita ingin mengetahui kemampuan peserta didik di dalam komunitasnya
seperti di kelas, sekolah, dan lain sebagainya.
2)
Penilaian Acuan
Normatif menggunakan kriteria yang bersifat “relative”. Artinya, selalu
berubah-ubah disesuaikan dengan kondisi dan atau kebutuhan pada waktu tersebut.
3)
Nilai hasil
dari Penilaian Acuan Normatif tidak mencerminkan tingkat kemampuan dan
penguasaan siswa tentang materi pengajaran yang diteskan, tetapi hanya menunjuk
kedudukan peserta didik (peringkatnya) dalam komunitasnya (kelompoknya).
4)
Penilaian Acuan
Normatif memiliki kecendrungan untuk menggunakan rentangan tingkat penguasaan
seseorang terhadap kelompoknya, mulai dari yang sangat istimewa sampai dengan
yang mengalami kesulitan yang serius.
5)
Penilaian Acuan
Normatif memberikan skor yang menggambarkan penguasaan kelompok.
b.
Kelebihan PAN
1)
Kebiasaan
penggunaan penilaian berdasarkan referensi norma atau kelompok di pendidikan
tinggi;
2)
Asumsi bahwa
tingkat kinerja yang sama diharapkan terjadi pada setiap kelompok
siswa/mahasiswa;
3)
Hasil kelompok
tengah (mean group) cocok dengan persentase untuk setiap tahun;
4)
Bermanfaat
untuk membandingkan siswa/mahasiswa lintas mata pelajaran/kuliah dan memberikan
hadiah atau penghargaan utama untuk sejumlah siswa/mahasiswa tertentu;
5)
Mendukung ide
tradisional kekauan akademis dan menggunakan standar.
c.
Kelemahan PAN
1)
Sedikit
menyebutkan tujuan pembelajaran atau kompetensi siswa/mahasiswa: apa yang
mereka ketahui atau dapat mereka lakukan;
2)
Sedikit
menyebutkan kualitas pembelajaran;
3)
Tidak fair
karena peringkat siswa/mahasiswa tidak hanya tergantung pada tingkat prestasi,
tetapi juga atas prestasi siswa/mahasiswa lain;
4)
Tidak dapat
diandalkan: siswa/mahasiswa yang gagal sekarang mungkin dapat lulus pada tahun
berikutnya;
5)
Tidak fair,
khususnya pada kelompok kecil. Referensi ini dapat menyebarkan peringkat,
memperbesar-besarkan perbedaan dalam prestasi, dan menekan berbagai perbedaan;
6)
Kurang
transparan, karena hasil penilaian akhir tidak diketahui para mahasiswa.[31]
Contoh Penilaian Acuan Norma dalam menetukan nilai siswa. Dalam kelas matematika, peserta tes terdiri dari 9 orang dengan skor mentah
50, 45, 45, 40, 40, 40, 35, 35, dan 30. Jika menggunakan pendekatan Penilaian
Acuan Norma (PAN), maka peserta tes yang mendapat skor tertinggi (50) akan
mendapat nilai tertinggi, misalnya 10. sedangkan mereka yang mendapat skor di
bawahnya akan mendapat nilai secara proporsional, yaitu 9, 9, 8, 8, 8, 7, 7, 6.
Nilai-nilai tersebut diperoleh secara transpormasi sebagai berikut:
Skor 50 dikonversi menjadi
nilai 10 sebagai nilai tertinggi yang dicapai peserta tes, yang diperoleh
dengan cara:
50 x 10 = 10
10
45 x10 = 9,5
50
45 x 10 = 8
50
35 x 10 = 7
50
35 x10 = 6
50
2.
Pengukuran
Acuan Patokan (PAP)
PAP pada dasarnya berarti penilaian yang membandingkan hasil
belajar mahasiswa terhadap suatu patokan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pengertian ini menunjukkan bahwa sebelum usaha penilaian dilakukan terlebih
dahulu harus ditetapkan patokan yang akan dipakai untuk membandingkan
angka-angka hasil pengukuran agar hasil itu mempunyai arti tertentu. Dengan
demikian patokan ini tidak dicari-cari di tempat lain dan pula tidak dicari di
dalam sekelompok hasil pengukuran sebagaimana dilakukan pada PAN.
PAP ini digunakan dengan asumsi
bahwa:
a.
Keragaman
kemampuan peserta didik hendaknya dapat dikurangi. Hal ini berarti, seorang
pendidik harus dapat memacu peserta didik yang berprestasi dan membantu peserta
didik yang lemah.
b.
Peserta didik
memiliki motivasi yang kuat untuk belajar, sehingga ada pebedaan kemampuan
atara sebelum dan sesudah belajar.
c.
Pendidik dalam
mengembangkan pembelajaran menyajikan materi dan metode yang sesuai dengan
kemampuan peserta didik.
Apabila ketiga asumsi ini berjalan sebagaimana yang diharapkan,
maka sebagian besar peserta didik seharusnya mendapatkan nilai baik, sedang
sebagian kecil yang lain kurang. Misalnya, untuk skala penilaian 0-100.
Seharusnya nilai minimal peserta didik minimal 70, sehingga rata-rata kelas
masih diatas 7. Karena dalam PAP ada pembulatan-pembulatan dalam pemberian
nilai.[32]
a.
Ciri-ciri PAP
1)
Kelulusan
seseorang ditentukan oleh satu patokan atau persyaratan tertentu, bukan
ditentukan oleh ranking dalam kelompok tertentu.
2)
Satu bentuk
penilaian berbabsis kompetensi.
3)
Digunakan dalam
belajar tuntas, semua komponen standar atau tujuan pembelajaran (learning
objectives/outcomes), tujuan instruksional dikuasai.
4)
Siswa dinilai
dengan kriteria yang telah ditentukan.
5)
Seringkali
dihubungkan dengan penguasaan pembelajaran, misalnya lulus-gagal dalam test
tertentu.
6)
Mengenali apa
yang diketahui dan dapat dilakukan siswa.
b.
Kelebihan PAP
1)
Penilaian lebih
transparan dengan menggunakan rubrik atau skema penilaian (marking scheme).
2)
Penilaian lebih
dapat diandalkan, karena menggunakan standar dan kriteria minimal.
3)
Nilai dan
peringkat lebih dapat dirundingkan;
4)
Nilai atau skor
dapat dipertanggungjawabkan secara objektif karena berdasarkan prestasi yang
disesuaikan dengan kriteria dan standar yang telah ditentukan.
5)
Lebih banyak
partisipasi dan motivasi siswa serta fokus pada pembelajaran.
6)
Lebih adil dan
fair, karena siswa diukur berdasarkan standar prestasi, bukan dengan
membandingkan mahasiswa satu dengan lainnya.
7)
Prestasi
tergantung pada tingkat kebaikan kinerja yang ditunjukkan siswa.
8)
Lebih dapat
dipertanggungjawabkan kualitas dan prestasi siswa.
9)
Mengakui
subjektifitas dan penilaian yang profesional dalam pemberian nilai.
10)
Cocok digunakan
untuk penempatan kegiatan belajar bersyarat atau berseri.
11)
Cocok digunakan
untuk mendiagnosa kemampuan seseorang dalam proses pembelajaran.
12)
Cocok digunakan
untuk memonitor kemampuan setiap siswa/mahasiswa atau kelompok dalam proses
pembelajaran.
c.
Kelemahan PAP
1)
Relatif agak
rumit, karena perlu waktu untuk menyetujui sebuah kriteria dan standar.
2)
Berisiko
mengembangkan daftar nama kriteria yang berlianan.
3)
Lebih
menekankan hasil daripada proses.
4)
Peringkat dapat
dinyatakan dengan tidak sebenarnya secara positif/negatif.
5)
Kadang
akademisi kurang kompeten dan percaya diri untuk membuat penilaian
professional.
6)
Tidak mudah
bagi akademisi untuk mengubah kebiasaan dari menilai berdasarkan referensi norma
menjadi referensi kriteria.
7)
Pikiran bahwa
hanya persentase kecil yang memperoleh ranking rendah, dan sebaliknya, pasti
mereka yang di pendidikan tinggi yang memperoleh ranking tinggi.
8)
Siswa/mahasiswa
dapat mempertanyakan nilai mereka.[33]
Untukmendapatkan nilai A atau B, seorang
siswa harus mendapatkan skor tertentu sesuai dengan batas yang ditentukan tanpa
terpengaruh oleh kinerja (skor) yang diperoleh siswa lain dalam kelasnya. Salah
satu kelemahan dalam menggunakan standar absolut adalah skor siswa bergantung
pada tingkat kesulitan tes yang mereka terima. Artinya apabila tes yang
diterima siswa mudah maka para siswa akan mendapat nilai A atau B, dan
sebaliknya apabila tes tersebut terlalu sulit untuk diselesaikan maka
kemungkinan untuk mendapatkan nilai A atau B akan sangat kecil. Sebagai contoh,
seperti soal diatas jika kita menggunakan PAP akan seperti ini:
Langkah pertama yang dilakukan adalah menetapkan kriteria, misalnya sebagai
berikut:
Rentang Skor
|
Nilai
|
90 s.d 100
|
10
|
80 s.d 89
|
9
|
70 s.d 79
|
8
|
60 s.d 69
|
7
|
50 s.d 59
|
6
|
40 s.d 49
|
5
|
30 s.d 39
|
4
|
20 s.d 29
|
3
|
10 s.d 19
|
2
|
0 s.d 9
|
1
|
Setelahkriteria ditetapkan,langkah berikutnya adalah mengkonversi skor mentah ke nilai.
Untuk skor 50 dikonversi menjadi nilai 6, 45 dikonversi menjadi nilai 5, 40 dikonversi
menjadi nilai 5, 35 dikonversi menjadi nilai 4, 30 dikonversi menjadi nilai 4.
Jika kita bandingkan masalah diatas, maka masing-masing nilai akan memiliki
arti berbeda:skor Mentah, nilai berdasarkan pendekatan normal dan kriteria.
Skor Mentah
|
Nilai Berdasarkan Pendekatan
|
|
Normal
|
Kriteria
|
|
50
|
10
|
6
|
45
|
9
|
5
|
40
|
8
|
5
|
35
|
7
|
4
|
30
|
6
|
4
|
3.
Persamaan dan Perbedaan Pengukuran Acuan Norma
(PAN) dan Pengukuran Acuan Patokan (PAP)
a.
Persamaan
1)
Penilaian acuan
norma dan acuan patokan memerlukan adanya tujuan evaluasi spesifik sebagai
penentuan fokus item yang diperlukan. Tujuan tersebut termasuk tujuan
intruksional umum dan tujuan intruksional khusus
2)
Kedua
pengukuran memerlukan sample yang relevan, digunakan sebagai subjek yang hendak
dijadikan sasaran evaluasi. Sample yang diukur mempresentasikan populasi siwa
yang hendak menjadi target akhir pengambilan keputusan.
3)
Untuk
mandapatkan informasi yang diinginkan tenyang siswa, kedua pengukuran sama-sama
nenerlukan item-item yang disusun dalam satu tes dengan menggunakan aturan
dasar penulisan instrument.
4)
Keduanya
mempersyaratkan perumusan secara spesifik perilaku yang akan diukur.
5)
Keduanya
menggunakan macam tes yang sama seperti tes subjektif, tes karangan, tes
penampilan atau keterampilan.
6)
Keduanya
dinilai kualitasnya dari segi validitas dan reliabilitasnya.
7)
Keduanya
digunakan ke dalam pendidikan walaupun untuk maksud yang berbeda.
b.
Perbedaan
1)
Pengukuran
acuan norma biasanya mengukur sejumlah besar perilaku khusus dengan sedikit
butir tes untuk setiap perilaku. Pengukuran acuan patokan biasanya mengukur
perilaku khusus dalam jumlah yang terbatas dengan banyak butir tes untuk setiap
perilaku.
2)
Pengukuran acuan
norma menekankan perbedaan di antara peserta tes dari segi tingkat pencapaian
belajar secara relatif. Pengukuran acuan patokan menekankan penjelasan tentang
apa perilaku yang dapat dan yang tidak dapat dilakukan oleh setiap peserta tes.
3)
Penigukuran acuan
norma lebih mementingkan butir-butir tes yang mempunyai tingkat kesulitan
sedang dan biasanya membuang tes yang terlalu mudah dan terlalu sulit. Pengukuran
acuan patokan mementingkan butir-butir tes yang relevan dengan perilaku yang
akan diukur tanpa perduli dengan tingkat kesulitannya.
4)
Pengukuran
acuan norma digunakan terutama untuk survei. Pengukuran acuan patokan digunakan
terutama untuk penguasaan.[34]
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Evaluasi
adalah sutau proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas
(nilai dan arti) dari sesuatu, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu
dalam rangka pembuatan keputusan. Adapun prosedur evaluasi pembelajaran terdiri
atas: 1) perencanaan evaluasi, yang meliputi analisis kebutuhan, merumuskan
tujuan evaluasi, menyusun kisi-kisi, mengembangkan draf instrument, ujicoba dan
analisis, merevisi dan menyusun instrument final. 2) pelaksanaan evaluasi dan
monitoring. 3) pengolahan data dan analisis. 4) pelaporan hasil evaluasi. 5) pemanfaatan
hasil evaluasi.
Dalam
dunia evaluasi pendidikan, yang dimaksud dengan tes adalah cara atau prosedur
dalam pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang berbentuk pemberian
tugas atau serangkaian tugas, baik berupa pertanyaan-pertanyaan yang harus
dijawab, atau perintah-perintah oleh testee, sehingga dapat dihasilkan nilai
yang melambangkan tingkah laku atau prestasi testee, nilai mana dapat
dibandingkan dengan nilai-nilai yang dicapai oleh testee lainnya, atau
dibandingkan dengan nilai standar tertentu.
PAN
ialah penilaian yang membandingkan hasil belajar siswa terhadap hasil dalam
kelompoknya. Pendekatan penilaian ini dapat dikatakan sebagai pendekatan “apa
adanya”, sedangkan PAP berarti penilaian yang membandingkan hasil belajar
mahasiswa terhadap suatu patokan yang telah ditetapkan sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin,Zaenal, 2011, EvaluasiPembelajaranPrinsip,Teknik,
Prosedur, Bandung: PT RemajaRosdaKarya.
Arikunto,Suharsimi, 2012, Dasar-dasarEvaluasiPendidikan,
Jakarta: BumiAksara.
_______, 2005, Dasar-DasarEvaluasiPendidikan,
Jakarta: BumiAksara
Bukhari, M., 1989, Teknik-teknikEvaluasiPendidikan,
Bandung: Jammars.
Djuwita,Warni, 2012, EvaluasiPembelajaran, Lombok Barat: Elhikan Press Lombok.
KusaeridanSuprananto, 2012, PengukurandanPenilaianPendidikan, Yogyakarta:
GrahaInsani.
Maimun,Agus, 2006, PenilaianPembelajaran di Madrasah
BerdasarkanKurikulumBerbasisKompetensi, Malang: FajarCemerlang.
SiregarEvelindanHartini Nara, 2010, TeoriBelajardanPembelajaran,
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sudjiono,Anas, 2009, PengantarEvaluasiPendidikan, Jakarta:
Raja Prees.
Tim PengembangIlmuPendidikan FIP-UPI, 2007, Ilmu&AplikasiPendidikan,
Bagian 1, IlmuPendidikanTeoritis,Bandung: PT Imperial BaktiUtama.
Ciri-ciridanProsedurEvaluasi,
2013, http:Itok609.Blogspot.com, diaksespadatanggal10Maret 2015,
09:15 WIB.
HasanatulAini, PenilaianAcuanPatokandanAcuan Norma, 2014,
http:nanaplb11.blogspot.com, diaksestanggal 10 Maret 2015, 15:55 WIB.
PrinsipdanCiriEvaluasi,
2012, http:chimmey70.wordpress.com, diaksespadatanggal 10Maret 2015
09:12 WIB.
[1] Tim Pengembang
Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu & Aplikasi Pendidikan, Bagian 1, Ilmu
Pendidikan Teoritis, (Bandung: PT Imperial Bakti Utama, 2007), hlm. 104.
[2] M. Bukhari, Teknik-teknikEvaluasiPendidikan,
(Bandung: Jammars, 1989), hlm. 35.
[3] Zaenal Arifin,
Evaluasi Pembelajaran Prinsip, Teknik, Prosedur, (Bandung: PT Remaja
Rosda Karya, 2011), hlm. 4.
[4]Siregar Evelin dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran,
(Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010), hlm.139
[5]Warni Djuwita, EvaluasiPembelajaran, (Lombok Barat: Elhikan Press
Lombok, 2012), hlm. 6-8.
[6] Zaenal Arifin,
Evaluasi Pembelajaran Prinsip, Teknik, Prosedur, (Bandung: PT Remaja
Rosda Karya, 2011), hlm. 4.
[11] Zaenal Arifin,
Evaluasi Pembelajaran Prinsip, Teknik, Prosedur, (Bandung: PT Remaja
Rosda Karya, 2011), hlm. 5-6.
[16] Zaenal Arifin,
Evaluasi Pembelajaran Prinsip, Teknik, Prosedur, (Bandung: PT Remaja
Rosda Karya, 2011), hlm. 88.
[18]PrinsipdanCiriEvaluasi, 2012,
http:chimmey70.wordpress.com, diakses pada tanggal 10Maret 2015 09:12 WIB.
[19]Ciri-ciri dan
Prosedur Evaluasi, 2013, http:Itok609.Blogspot.com, diakses pada tanggal10Maret 2015, 09:15 WIB.
[20] Anas Sudjiono,
PengantarEvaluasiPendidikan, (Jakarta: Raja Prees, 2009), hlm. 67.
[21] Suharsimi
Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012),
hlm. 165.
[22] Suharsimi
Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012),
hlm. 166.
[23] Agus Maimun, Penilaian
Pembelajaran di Madrasah Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi,
(Malang: Fajar Cemerlang, 2006), hlm. 41.
[24] Agus Maimun, Penilaian
Pembelajaran di Madrasah Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi,
(Malang: Fajar Cemerlang, 2006), hlm. 42-43.
[25] Agus Maimun,
Penilaian Pembelajaran di Madrasah Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi,
(Malang: Fajar Cemerlang, 2006), hlm. 45-46.
[26] Agus Maimun, Penilaian
Pembelajaran di Madrasah Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi,
(Malang: Fajar Cemerlang, 2006), hlm. 49-50.
[27] Agus Maimun, Penilaian
Pembelajaran di Madrasah Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi,
(Malang: Fajar Cemerlang, 2006), hlm. 50.
[28] Kusaeri dan
Suprananto, Pengukuran dan Penilaian Pendidikan, (Yogyakarta: Graha
Insani, 2012), hlm. 75-76.
[29] Kusaeri dan
Suprananto, Pengukuran dan Penilaian Pendidikan, (Yogyakarta: Graha
Insani, 2012), hlm. 82-83.
[30] Agus Maimun, Penilaian
Pembelajaran di Madrasah Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi,
(Malang: Fajar Cemerlang, 2006), hlm. 21.
[31] Hasanatul
Aini, Penilaian Acuan Patokan dan Acuan Norma, 2014,
http:nanaplb11.blogspot.com, diakses tanggal 10 Maret 2015, 15:55 WIB.
[32] Agus Maimun, Penilaian
Pembelajaran di Madrasah Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi,
(Malang: Fajar Cemerlang, 2006), hlm. 19-20.
[33] Hasanatul
Aini, Penilaian Acuan Patokan dan Acuan Norma, 2014, http:nanaplb11.blogspot.com,
diakses tanggal 10 Maret 2015, 15:55 WIB.
[34] Hasanatul
Aini, Penilaian Acuan Patokan dan Acuan Norma, 2014,
http:nanaplb11.blogspot.com, diakses tanggal 10 Maret 2015, 15:55 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar