Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Minggu, 13 Mei 2018

MAKALAH KONSEP DAN PRINSIF TES, EVALUASI DAN PENGUKURAN SEBAGAI ACUAN NORMA DAN PENGUKURAN ACUAN PATOKAN


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Penegendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan yang berkualitas merupakan bentuk tanggung jawab dari penyelenggaraan proses pendidikan. Dengan kata lain, penyelenggaraan proses pendidikan harus memberikan informasi kepada publik tentang pelaksanaan dan hasil yang telah dicapai, sehingga proses pendidikan dapat terpantau dan memberikan gambaran yang tepat kepada pihak-pihak terkait untuk melakukan pengembangan atau perbaikan. Tentunya informasi ini bisa diperoleh melalui proses evaluasi.
Evaluasi merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari proses pendidikan, sistem evaluasi yang baik akan menjadikan pendidikan menjadi lebih baik. Oleh karena itu evaluasi harus dilakukan secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik guna mencapai peningkatan kualitas pendidikan.
Evaluasi memiliki porsi besar pada aspek belajar mengajar yang disebut juga dengan aspek akademik, terkait dengan aspek ini, pelaksanaan evaluasi difokuskan pada kinerja proses dan hasil belajar yang dijadikan indikator keberhasilan proses belajar mengajar.[1] Sehingga untuk melakukan evaluasi terhadap proses dan hasil belajar tersebut, penilaian, pengukuran, dan tes akan sangat diperlukan untuk mengumpulkan data sebagai bahan evaluasi.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana konsep dasar evaluasi?.
2.      Bagaimana konsep dan prinsip tes?.
3.      Bagaimana konsep pengukuran acuan norma dan pengukuran acuan patokan?.
C.    Tujuan Pembahasan
1.      Untuk menjelaskan tentang konsep dasar evaluasi.
2.      Untuk menjelaskan konsep dan prinsip tes.
3.      Untuk menjelaskan tentang pengukuran acuan norma dan pengukuran acuan patokan.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Konsep Dasar Evaluasi
1.      Pengertian Tes, Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi
a.      Pengertian Tes
Secara harfiah, kata “tes” berasal dari bahasa Perancis kuno; testum dengan arti; ”piring untuk menyisihkan logam-logam mulia, dalam bahasa Inggris ditulis dengan test yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan “tes”, “ujian”, atau “percobaan”. Testing berarti saat dilaksanakannya atau peristiwa berlangsungnya pengukuran dan penilaian. Tester adalah orang yang melaksanakan tes atau pembuat tes. Testee adalah pihak yang dikenai tes (peserta tes).
Dari segi istilah, menurut Anne Anastasi yang dimaksud dengan tes adalah alat pengukur yang mempunyai standar yang obyektif sehingga dapat digunakan secara meluas, serta dapat betul-betul digunakan untuk mengukur dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu.
Dalam dunia evaluasi pendidikan, yang dimaksud dengan tes adalah cara atau prosedur dalam pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas, baik berupa pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab, atau perintah-perintah oleh testee, sehingga dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku atau prestasi testee, nilai mana dapat dibandingkan dengan nilai-nilai yang dicapai oleh testee lainnya, atau dibandingkan dengan nilai standar tertentu.[2]
b.      Pengertian Pengukuran
Pengukuran adalah suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas sesuatu. Kata “sesuatu” bisa berarti peserta didik, guru, gedung sekolah, meja belajar, papan tulis, dan sebagainya. Dalam pengukuran guru tentunya harus menggunakan alat ukur (tes atau nontes). Alat ukur harus standar harus memiliki derajat validitas dan realibilitas yang tinggi.[3]
Kegiatan pengukuran itu menjadi lebih kompleks lagi apabila digunakan dalam mengukur aspek psikologis seseorang, seperti kecerdasan, keahlian dan latihan tertentu. Demikian juga halnya pengukuran dalam bidang pendidikan, kita hanya mengukur atribut atau karakteristik peserta didik tertentu.[4] Misalnya, seorang guru dapat mengukur penguasaan peserta didik dalam mata pelajaran tertentu atau kemampuan dalam melakukan suatu keterampilan tertentu yang telah dilatih.
Wand dan Brown mengatakan bahwa, measurement means the act of process of exestaining the extent or quantity of something. Pengukuran adalag suatu tindakan proses untuk menentukan luas atau kuantitas daripada sesuatu.[5]
Dari beberapa pengertian tentang pengukuran diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengukuran itu merupakan suatu tundakan atau proses yang dilakukan untuk memperoleh informasi atau data secara kuantitatif.
c.       Pengertian Penilaian
Penialaian adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan untuk mengumpulkan informasi tentang proses hasil belajar peserta didik dalam rangka membuat keputusan-keputusan berdasarkan kriteria dan pertimbangan tertentu. Keputusan yang dimaksud adalah keputusan tentang peserta didik, seperti nilai yang akan diberikan atau juga keputusan tentang kenaikan kelas dan kelulusan.[6]
Sementara itu, Anthony J. Nitko menjelaskan “assesment is a broad term defined as a process for obtaining information that is used for making decision about students, curricula and programs, and educational policy”. Penilaian adalah tindakan mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran-ukuran yang bersifat kualitatif (baik buruk, panjang pendek, dan sebagainya).[7]
Menurut Suharsimi Arikunto; menilai adalah mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan baik, penilaian yang bersifat kuantitatif. Menurut Mahrens; penilaian adalah suatu pertimbangan profesional atau proses yang memungkinkan seseorang untuk membuat suatu pertimbangan mengenai nilai sesuatu.[8]
Ditinjau dari berbagai segi dalam sistem pendidikan, ada beberapa tujuan atau fungsi penilaian yaitu sebagai berikut:[9]
1.        Penilaian berfungsi selektif
a)    Untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu.
b)   Untuk memilih siswa yang dapat naik ke kelas atau tingkat berikutnya.
c)    Untuk memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa.
d)   Untuk memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah, dan sebagainya.
2.      Penilaian berfungsi diagnostic
Dengan melihat hasilnya, guru akan mengetahui kelemahan siswa. Jadi dengan mengadakan penilaian, sebenarnya guru melakukan diagnosis kepada siswa tentang kebaikan dan kelemahannya.
3.      Penilaian berfungsi sebagai penempatan
Penempatan disini lebih bersifat pada pengajaran secara berkelompok. Jadi untuk dapat menentukan dengan pasti di kelompok mana seorang siswa harus ditempatkan, digunakan suatu penilaian.
4.      Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan
Fungsi ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil diterapkan. Keberhasilan suatu program ditentukan oleh beberapa faktor yaitu faktor guru, metode mengajar, kurikulum, sarana, dan system administrasi.
d.      Pengertian Evaluasi
Evaluasi merupakan istilah serapan yang berasal dari istilah dalam bahasa Inggris yaitu “evaluation”. Evaluation sendiri berasal dari akar kata “value” yang berarti nilai. Selanjutnya dari kata nilai terbentuklah kata penilaian” yang dalam perbincangan sering digunakan sebagai padanan dari istilah evaluasi, padahal secara kosepsional, penilaian bukan merupakan alih bahasa dari istilah evaluasi.[10]
Evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas (nilai dan arti) dari sesuatu, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu dalam rangka pembuatan keputusan. Berdasarkan pengertian ini ada yang harus dijelaskan lebih lanjut, yaitu:
1)      Evaluasi adalah suatu proses bukan suatu hasil (produk).
2)      Tujuan evaluasi adalah untuk menentukan kualitas sesuatu, terutama yang berkenaan dengan nilai dan arti.
3)      Dalam proses evaluasi harus ada pemberian pertimbangan (judgement).
4)      Pemberian pertimbangan harus berdasarkan kepada kriteria tertentu.[11]
2.      Perbedaan Tes, Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi
Dari berbagai pembahasan sebelumnya telah kita kenal istilah tes, pengukuran (measurement), penilaian (assessment) dan evaluasi (evaluation). Antara ketiga istilah di atas (pengukuran, penilaian dan evaluasi) sering digunakan untuk hal yang sama padahal dilihat dari maknanya mempunyai arti yang berbeda. Sedangkan untuk Tes/non tes sudah jelas perbedaannya dengan ketiga istilah diatas karena tes/non tes ini merupakan teknik yang digunakan dalam evaluasi.[12]
Terkait ruang lingkup, maka evaluasi lebih luas ruang lingkupnya dengan penilaian, sedangkan penilaian atau pengukuran lebih terfokus pada aspek tertentu dan merupakan bagian dari ruang lingkup evaluasi.[13]
Tentang penilaian dengan pengukuran juga ada perbedaan yang sangat prinsip, penilaian bersifat kualitatif, sedangkan pengukuran bersifat kuantitatif (skor). Perbedaan dua istilah, yakni pengukuran dan penilaian juga adalah kalau pengukuran memberi jawaban terhadap pertanyaan “how much” sedangkan penilaian akan memberikan jawaban terhadap pertanyaan “what value”.[14]
Pengukuran adalah proses membandingkan sesuatu (bisa berupa fisik seperti tinggi, berat; atau non fisik seperti kecerdasan, kemampuan akademik, dll) dengan suatau ukuran yang bersifat kuantitatif, kemudian kalau penilaian adalah suatu  proses pemaknaan terhadap sesuatu dengan menggunakan tolak ukur tertentu yang bersifat kualitatif, seperti baik buruk, panjang pendek, dsb. Sedangkan evaluasi adalah proses pengambilan keputusan yang didasarkan atas hasil penilaian tersebut.[15]
3.      Prosedur Evaluasi Pembelajaran
Keberhasilan suatu evaluasi akan dipengaruhi oleh keberhasilan evaluator dalam melaksananakan prosedur evaluasi. Prosedur yang dimaksud adalah langkah-langkah pokok yang harus ditempuh dalam kegiatan evaluasi. Dalam literature evaluasi banyak dijumpai prosedur evaluasi sesuai dengan pandangannya masing-masing. Adapun prosedur evaluasi pembelajaran terdiri atas:
a.       Perencanaan evaluasi, yang meliputi analisis kebutuhan, merumuskan tujuan evaluasi, menyusun kisi-kisi, mengembangkan draf instrument, ujicoba dan analisis, merevisi dan menyusun instrument final.
b.      Pelaksanaan evaluasi dan monitoring.
c.       Pengolahan data dan analisis.
d.      Pelaporan hasil evaluasi.
e.       Pemanfaatan hasil evaluasi.[16]
4.      Prinsip-Prinsip Evaluasi Pembelajaran
Untuk memaksimalkan pelaksanaan prosedur dan hasil evaluasi, beberapa prinsip umum sebagai pijakan diantaranya:[17]
a.       Kontinuitas
Karena pembelajaran merupakan suatu proses yang kontinu, maka evaluasi pun harus dilakukan secara kontinu. Hasil evaluasi yang diperoleh pada suatu waktu harus senantiasa dihubungkan dengan hasil-hasil pada waktu sebelumnya. Sehingga dapat diperoleh gambaran jelas dan berarti tentang perkembangan peserta didik.


b.      Komprehensif
Dalam melakukan evaluasi terhadap suatu objek, misalnya pendidik ingin mengevaluasi peserta didik. Maka tidak hanya mengevaluasi satu aspek saja tetapi seluruh aspek kepribadian peserta didik itu harus dievaluasi, baik yang menyangkut kognitif, afektif maupun psikomotor.
c.       Adil dan Obyektif
Kata “adil” dan “objektif” memang mudah diucapkan tetapi sulit untuk dilaksanakan, namun kewajiban manusia adalah ikhtiar (berusaha). Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran maka semua peserta didik harus diperlakukan sama tanpa pandang bulu. Selain itu, pendidik juga hendaknya bertindak secara obyektif, apa adanya sesuai dengan kemampuan peserta didik. Evaluasi hasur didasarkan atas kenyataan (data dan fakta) yang sebenarnya. Bukan hasil manipulasi dan rekayasa.
d.      Kooperatif
Dalam kegiatan evaluasi, pendidik hendaknya bekerjasama dengan semua pihak, seperti orang tua peserta didik, sesama pendidik, kepala sekolah, termasuk dengan peserta didik itu sendiri. Hal ini dimaksudkan agar semua pihak merasa puas dengan hasil evaluasi dan merasa dihargai.
e.       Praktis
Praktis mengandung arti mudah digunakan, baik oleh pendidik itu sendiri yang menyusun alat evaluasi maupun orang lain yang akan menggunakan alat tersebut. Untuk itu harus diperhatikan bahasa dan petunjuk mengerjakan soal.
5.      Ciri-Ciri Evaluasi Pembelajaran
Adapun ciri-ciri evaluasi pembelajaran antara lain:[18]
1)      Penilaian dilakukan secara tidak langsung
Jika seorang guru ingin mengetahui mana dari siswanya yang cerdas atau kurang cerdas maka dalam evaluasi, yang diukur bukanlah kecerdasan atau kekurangan peserta didik, tetapi indikator atau hal-hal yang menandai bahwa seseorang itu bisa disebut pandai dan kurang pandai.
Menurut Carl Witherington tanda-tanda anak yang pandai adalah (1) kemampuan untuk bekerja dengan angka-angka, (2) kemampuan untuk menggunakan bahasa dengan baik dan benar, (3) kemampuan untuk menangkap sesuatu yang baru, (4) kemampuan untuk mengingat-ingat sesuatu, (5) kemampuan untuk memahami hubungan antar gejala yang satu dengan yang lain, (6) kemampuan untuk berfantasi atau berfikir abstrak.[19]
2)      Bersifat Relatif
Salah satu ciri evaluasi adalah bersifat relatif karena nilai seorang siswa tidak selalu konstan dari waktu ke waktu, tetapi bisa saja berubah-ubah.
3)      Bersifat Kuantitatif
Dalam evaluasi pembelajaran biasanya dilakukan pengukuran dengan menggunakan simbol bilangan (angka) sebagai hasil untuk pengukurannya. Hasil pengukuran berupa angka-angka ini kemudian dianalisis dan diinterpretasikan ke dalam kata-kata (kualitatif).
4)      Sering terjadi kesalahan dimana sumber-sumber kesalahan biasanya terletak pada: alat ukur (soal tes), pengukur (guru), yang dinilai (peserta didik) dan situasi dimana penilaian berlangsung.
5)      Menggunakan satuan-satuan unit-unit atau satuan-satuan yang tepat, seperti sangat memuaskan, memuaskan, cukup memuaskan, kurang memuaskan dan tidak memuaskan.


B.     Konsep dan Prinsip Tes
1.      Fungsi Tes
Secara umum, ada dua macam fungsi yang dimiliki oleh tes, yaitu:
a.        Sebagai alat pengukur terhadap  peserta didik. Dalam hubungan ini tes berfungsi mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik setelah mereka menempuh prosesbelajar mengajar dalam jangka waktu tertentu.
b.      Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab melalui tes tersebut akan dapat diketahui sudah berapa jauh program pengajaran yang telah ditentukan, telah dapat dicapai.[20]
Adapun fungsi tes secara khusus sebagai berikut:
a.       Fungsi untuk Kelas
1)      Mengadakan diagnosis terhadap kesulitan belajar siswa.
2)      Mengevaluasi celah antara bakat dengan pencapaian.
3)      Menaikkan tingkat prestasi.
4)      Mengelompokkan siswa dalam kelas pada waktu metode kelompok.
5)      Merencanakan kegiatan proses belajar-mengajar untuk siswa secara perseorangan.
6)      Menentukan siswa mana yang memerlukan bimbingan khusus.
7)      Menentukan tingkat pencapaian untuk setiap anak.[21]
b.      Fungsi untuk Bimbingan
1)      Menentukan arah pembicaraan dengan orang tua tentang anak-anak mereka.
2)      Membantu siswa dalam menentukan pilihan.
3)      Membantu siswa mencapai tujuan pendidikan dan jurusan.
4)      Memberi kesempatan kepada pembimbing, guru, dan orang tua dalam memahami kesulitan anak.[22]
2.      Tes Tersetandar dan Nonstandar
a.      Tes Terstandar
Pengertian tes terstandar adalah tes yang disusun oleh suatu tim ahli, atau disusun oleh lembaga yang khusus menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pembelajaran secara professional. Tes tersebut diketahui memenuhi syarat sebagai tes yang baik, apabila diketahui validitas dan realibilitasnya, baik validitas rasional maupun validitas empirik, realibilitas dalam arti teruji tingkat stabilitasnya maupun homogenitasnya.
Yang dituntut dalam tes standar bukan standar prestasi peserta didik dari penguasaan materi yang diajakan pada suatu tingkat atau lembaga pendidikan tertentu, melainkan adanya kesamaan performance pada kelompok peserta didik atau lembaga pendidikan yang disebabkan adanya tolok ukur. Oleh karena itu, dalam tes standar, masalah keseragaman dan konsistensi skoring penting untuk diperhatikan, sehingga tes tersebut dapat dipakai untuk membandingkan prestasi peserta didik dari berbagai sekolah.[23]
b.      Tes Nonstandar
Tes nonstandar adalah kebalikan tes terstandar, yaitu tes yang disusun seorang pendidik yang belum memiliki keahlian dalam penyusunan tes, atau mereka yang memiliki keahlian tetapi tidak sempat menyusun tes secara baik, mengujicobakan, melakukan analisis, sehingga validitas dan realibilitasnya belum dapat dipertanggungjawabkan. Tes non standar sering disebut dengan tes buatan pendidik.
Tes buatan pendidik memang memiliki beberapa kekhususan dan bisa jadi syarat kualitatif belum terpenuhi, tetapi ia memenuhi kelebihan lebih cocok untuk mengukur hal-hal khusus yang tidak distandarisasikan.[24]
3.      Tes Tulis, Lisan, dan Tindakan
a.      Tes Tulis
Tes tulis termasuk dalam kelompok tes verbal, ialah tes yang soal dan jawaban yang diberikan oleh siswa berupa bahan tulisan. Tes ini kelebihannya dapat mengukur kemampuan sejumlah besar peserta didik dalam tempat yang terpisah dalam waktu yang sama.
Dalam tes tulis, peserta didik relative memiliki kebebasan untuk menjawab soal, sebab tidak ada pengaruh kehadiran pribadi pendidik dalam soal tertentu, sehingga secara psikologis peseta didik lebih bebas dan tidak terikat.
Tes tulis secara umum dapat dibedakan menjadi dua:
1)      Tes Objektif (Tes Terstruktur)
Yaitu tes tulis yang itemnya dapat dijawa dengan memilih jawaban yangsudah tersedia, sehingga peserta didik menampilkan keseragaman data, baik bagi yang manjawab benar maupun yang menjawab salah. Kesamaan data inilah yang memungkinkan adanya keseragaman analisis, sehingga subyektivitas pendidik rendah, sebab unsur subyektivitasnya sulit berpengaruh dalam menentukan skor jawaban.
2)      Tes Subyektif (Tes Uraian)
Dalam tes ini peserta didik memiliki kebebasan memilih dan menentukan jawaban. Kebebasan ini berakibat data jawaban bervariasi, sehingga tingkat kebebnaran dan tingkat kesalahan juga menjadi bervariasi. Hal inilah yang mengundang subyektivitas penilai ikut berperan menentukan.[25]

b.      Tes Lisan
Tes ini termasuk kelompok tes verbal, yaitu tes soal dan jawabannya menggunakan bahasa lisan. Tes lisan dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1)      Tes Lisan Bebas
Artinya, pendidik dalam memberikan soal kepada peserta didik tanpa menggunakanpedoman yang dipersiapkan secara tertulis.
2)      Tes Lisan Berpedoman
Pendidik menggunakan pedoman tertulis tentang apa yang akan ditanyakan kepada peserta didik.
Dalam tes bebas, dialog terjadi lebih orisinal tidak terikat formalitas, namun sering jawaban lupa tidak tercatat. Sedangkan dengan pedoman, pertanyaan terarah, jawaban lebih mudah dicatat dan diseragamkan skoringnya.[26]
c.       Tes Tindakan
Yang dimaksud dengan tes tindakan adalah tes di mana respon atau jawaban yang dituntut dari peserta didik berupa tindakan, tingkah-laku kongnrit. Alat yang dapat digunakan untuk melakukan tes ini adalah observasi atau pengamatan terhadap tingkah-laku tersebut.
Tes digunakan untuk mengukur perubahan sikap peserta didik, kemampuan dalam meragakan atau mengaplikasikan jenis keterampilan tertentu.
Bentuk tes ini berupa petunjuk-petunjuk atau perintah-perintah baik secara lisan atau secara tertulis, dapat berupa penyediaan situasi di mana peserta didik diminta untuk bereaksi terhadap situasi tersebut baik dengan disengaja atau tidak.[27]

4.      Ciri-ciri Tes yang Baik
a.      Validitas Tes
Validitas merujuk kepada ketepatan (appropriateness), kebermaknaan (meaningfulness), dan kemanfaatan (usefulness) kesimpulan yang didapatkan dari interpretasi skor tes. Berdasarkan pengertian ini maka validitas memiliki beberapa karakteristik, antara lain:
1)      Validitas merujuk kepada ketepatan interpretasi terhadap hasil suatu tes yang dikenakan terhadap peserta tes, bukan merujuk pada tes itu sendiri.
2)      Validitas berkaitan dengan pengkategorian derajat tertentu, seperti validitasnya tinggi, sedang atau rendah.
3)      Validitas senantiasa berkaitan dengan kondisi kusus. Artinya, tidak ada tes yang valid untuk semua tujuan. Sebagai contoh, hasil tes tertentu dalam aritmatika mungkin memiliki validitas yang tinggi dalam hal kemampuan berhitung. Namun, tes tersebut memiliki validitas yang rendah dalam bidang music atau seni.[28]
b.      Realibilitas Tes
Realibilitas merujuk kepada konsistensi dari suatu pengukuran. Artinya, bagaimana skor tes konsisten dari segi pengukuran yang satu dengan yang lainnya. Misalkan, Pak Hudan memberikan tes tertentu kepada siswanya. Apakah tes itu bila diujikan minggu depan atau dua bulan lagi pada sekelompok siswa yang sama, akan memberikan skor yang serupa?, pertanyaan ini merupakan pertanyaan yang berkaitan dengan realibilitas.
Adapun karakteristik dari realibilitas dalah sebagai berikut:
1)      Realibilitas merujuk kepada hasil yang didapat melalui sebuah instrument tes, bukan merujuk kepada instrumennya sendiri.
2)      Realibilitas merupakan syarat perlu, tetapi belum cukup untuk syarat validitas. Sebuah tes yang memberikan hasil yang tidak kopnsisten mungkin tidak dapat memberikan informasi yang valid berkaitan dengan kemampuan yang diukur.
3)      Realibilitas utamanya berkaitan dengan statistic. Analisis logis dari suatu tes akan memberikan sedikit bukti berkaitan dengan reliabilitas skor tes.[29]
C.    Pengukuran Acuan Norma dan Pengukuran Acuan Patokan
1.      Pengukuran Acuan Norma (PAN)
PAN ialah penilaian yang membandingkan hasil belajar siswa terhadap hasil dalam kelompoknya. Pendekatan penilaian ini dapat dikatakan sebagai pendekatan “apa adanya”, dalam arti, bahwa patokan pembanding semata-mata diambil dari kenyataan yang diperoleh pada saat pengukuran atau penilaian itu berlangsung, yaitu hasil belajar siswa yang diukur itu beserta pengolahannya, penilaian ataupun patokan yang terletak di luar hasil-hasil pengukuran kelompok.
Standar keberhasilan dalam PAN didasarkan pada norma atau sistem yang berlaku dimana peserta didik belajar, baik nilai yang bersifat universal, lokal, maupun temporal. Tekanan peniliaannya didasarkan atas adanya proses perubahan peserta didik kea rah yang baik, dimana peserta didik menyadari suatu nilai itu dijadikan suaut sistem nilai yang terkandung dalam pembelajaran dan kemudian nilai-nilai itu dijadikan suatu “sistem nilai diri”, sehingga menuntun segenap pernyataan sikap, tingkah laku, dan perbuatan moralnya dalam menjalani kehidupan.[30]
a.      Ciri-ciri PAN
1)      Penilaian Acuan Normatif digunakan untuk menentukan status setiap peserta didik terhadap kemampuan peserta didik lainnya. Artinya, Penilaian Acuan Normatif digunakan apabila kita ingin mengetahui kemampuan peserta didik di dalam komunitasnya seperti di kelas, sekolah, dan lain sebagainya.
2)      Penilaian Acuan Normatif menggunakan kriteria yang bersifat “relative”. Artinya, selalu berubah-ubah disesuaikan dengan kondisi dan atau kebutuhan pada waktu tersebut.
3)      Nilai hasil dari Penilaian Acuan Normatif tidak mencerminkan tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang materi pengajaran yang diteskan, tetapi hanya menunjuk kedudukan peserta didik (peringkatnya) dalam komunitasnya (kelompoknya).
4)      Penilaian Acuan Normatif memiliki kecendrungan untuk menggunakan rentangan tingkat penguasaan seseorang terhadap kelompoknya, mulai dari yang sangat istimewa sampai dengan yang mengalami kesulitan yang serius.
5)      Penilaian Acuan Normatif memberikan skor yang menggambarkan penguasaan kelompok.
b.      Kelebihan PAN
1)      Kebiasaan penggunaan penilaian berdasarkan referensi norma atau kelompok di pendidikan tinggi;
2)      Asumsi bahwa tingkat kinerja yang sama diharapkan terjadi pada setiap kelompok siswa/mahasiswa;
3)      Hasil kelompok tengah (mean group) cocok dengan persentase untuk setiap tahun;
4)      Bermanfaat untuk membandingkan siswa/mahasiswa lintas mata pelajaran/kuliah dan memberikan hadiah atau penghargaan utama untuk sejumlah siswa/mahasiswa tertentu;
5)      Mendukung ide tradisional kekauan akademis dan menggunakan standar.
c.       Kelemahan PAN
1)      Sedikit menyebutkan tujuan pembelajaran atau kompetensi siswa/mahasiswa: apa yang mereka ketahui atau dapat mereka lakukan;
2)      Sedikit menyebutkan kualitas pembelajaran;
3)      Tidak fair karena peringkat siswa/mahasiswa tidak hanya tergantung pada tingkat prestasi, tetapi juga atas prestasi siswa/mahasiswa lain;
4)      Tidak dapat diandalkan: siswa/mahasiswa yang gagal sekarang mungkin dapat lulus pada tahun berikutnya;
5)      Tidak fair, khususnya pada kelompok kecil. Referensi ini dapat menyebarkan peringkat, memperbesar-besarkan perbedaan dalam prestasi, dan menekan berbagai perbedaan;
6)      Kurang transparan, karena hasil penilaian akhir tidak diketahui para mahasiswa.[31]
Contoh Penilaian Acuan Norma dalam menetukan nilai siswa. Dalam kelas matematika, peserta tes terdiri dari 9 orang dengan skor mentah 50, 45, 45, 40, 40, 40, 35, 35, dan 30. Jika menggunakan pendekatan Penilaian Acuan Norma (PAN), maka peserta tes yang mendapat skor tertinggi (50) akan mendapat nilai tertinggi, misalnya 10. sedangkan mereka yang mendapat skor di bawahnya akan mendapat nilai secara proporsional, yaitu 9, 9, 8, 8, 8, 7, 7, 6. Nilai-nilai tersebut diperoleh secara transpormasi sebagai berikut:
Skor 50 dikonversi menjadi nilai 10 sebagai nilai tertinggi yang dicapai peserta tes, yang diperoleh dengan cara:
50 x 10 = 10
10
45 x10 = 9,5
      50
45 x 10 = 8
50
35 x 10 = 7
50
35  x10 = 6
50
2.      Pengukuran Acuan Patokan (PAP)
PAP pada dasarnya berarti penilaian yang membandingkan hasil belajar mahasiswa terhadap suatu patokan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengertian ini menunjukkan bahwa sebelum usaha penilaian dilakukan terlebih dahulu harus ditetapkan patokan yang akan dipakai untuk membandingkan angka-angka hasil pengukuran agar hasil itu mempunyai arti tertentu. Dengan demikian patokan ini tidak dicari-cari di tempat lain dan pula tidak dicari di dalam sekelompok hasil pengukuran sebagaimana dilakukan pada PAN.
PAP ini digunakan dengan asumsi bahwa:
a.       Keragaman kemampuan peserta didik hendaknya dapat dikurangi. Hal ini berarti, seorang pendidik harus dapat memacu peserta didik yang berprestasi dan membantu peserta didik yang lemah.
b.      Peserta didik memiliki motivasi yang kuat untuk belajar, sehingga ada pebedaan kemampuan atara sebelum dan sesudah belajar.
c.       Pendidik dalam mengembangkan pembelajaran menyajikan materi dan metode yang sesuai dengan kemampuan peserta didik.
Apabila ketiga asumsi ini berjalan sebagaimana yang diharapkan, maka sebagian besar peserta didik seharusnya mendapatkan nilai baik, sedang sebagian kecil yang lain kurang. Misalnya, untuk skala penilaian 0-100. Seharusnya nilai minimal peserta didik minimal 70, sehingga rata-rata kelas masih diatas 7. Karena dalam PAP ada pembulatan-pembulatan dalam pemberian nilai.[32]
a.      Ciri-ciri PAP
1)      Kelulusan seseorang ditentukan oleh satu patokan atau persyaratan tertentu, bukan ditentukan oleh ranking dalam kelompok tertentu.
2)      Satu bentuk penilaian berbabsis kompetensi.
3)      Digunakan dalam belajar tuntas, semua komponen standar atau tujuan pembelajaran (learning objectives/outcomes), tujuan instruksional dikuasai.
4)      Siswa dinilai dengan kriteria yang telah ditentukan.
5)      Seringkali dihubungkan dengan penguasaan pembelajaran, misalnya lulus-gagal dalam test tertentu.
6)      Mengenali apa yang diketahui dan dapat dilakukan siswa.
b.      Kelebihan PAP
1)      Penilaian lebih transparan dengan menggunakan rubrik atau skema penilaian (marking scheme).
2)      Penilaian lebih dapat diandalkan, karena menggunakan standar dan kriteria minimal.
3)      Nilai dan peringkat lebih dapat dirundingkan;
4)      Nilai atau skor dapat dipertanggungjawabkan secara objektif karena berdasarkan prestasi yang disesuaikan dengan kriteria dan standar yang telah ditentukan.
5)      Lebih banyak partisipasi dan motivasi siswa serta fokus pada pembelajaran.
6)      Lebih adil dan fair, karena siswa diukur berdasarkan standar prestasi, bukan dengan membandingkan mahasiswa satu dengan lainnya.
7)      Prestasi tergantung pada tingkat kebaikan kinerja yang ditunjukkan siswa.
8)      Lebih dapat dipertanggungjawabkan kualitas dan prestasi siswa.
9)      Mengakui subjektifitas dan penilaian yang profesional dalam pemberian nilai.
10)  Cocok digunakan untuk penempatan kegiatan belajar bersyarat atau berseri.
11)  Cocok digunakan untuk mendiagnosa kemampuan seseorang dalam proses pembelajaran.
12)  Cocok digunakan untuk memonitor kemampuan setiap siswa/mahasiswa atau kelompok dalam proses pembelajaran.
c.       Kelemahan PAP
1)      Relatif agak rumit, karena perlu waktu untuk menyetujui sebuah kriteria dan standar.
2)      Berisiko mengembangkan daftar nama kriteria yang berlianan.
3)      Lebih menekankan hasil daripada proses.
4)      Peringkat dapat dinyatakan dengan tidak sebenarnya secara positif/negatif.
5)      Kadang akademisi kurang kompeten dan percaya diri untuk membuat penilaian professional.
6)      Tidak mudah bagi akademisi untuk mengubah kebiasaan dari menilai berdasarkan referensi norma menjadi referensi kriteria.
7)      Pikiran bahwa hanya persentase kecil yang memperoleh ranking rendah, dan sebaliknya, pasti mereka yang di pendidikan tinggi yang memperoleh ranking tinggi.
8)      Siswa/mahasiswa dapat mempertanyakan nilai mereka.[33]
Untukmendapatkan nilai A atau B, seorang siswa harus mendapatkan skor tertentu sesuai dengan batas yang ditentukan tanpa terpengaruh oleh kinerja (skor) yang diperoleh siswa lain dalam kelasnya. Salah satu kelemahan dalam menggunakan standar absolut adalah skor siswa bergantung pada tingkat kesulitan tes yang mereka terima. Artinya apabila tes yang diterima siswa mudah maka para siswa akan mendapat nilai A atau B, dan sebaliknya apabila tes tersebut terlalu sulit untuk diselesaikan maka kemungkinan untuk mendapatkan nilai A atau B akan sangat kecil. Sebagai contoh, seperti soal diatas jika kita menggunakan PAP akan seperti ini:
Langkah pertama yang dilakukan adalah menetapkan kriteria, misalnya sebagai berikut:
Rentang Skor
Nilai
90 s.d 100
10
80 s.d 89
9
70 s.d 79
8
60 s.d 69
7
50 s.d 59
6
40 s.d 49
5
30 s.d 39
4
20 s.d 29
3
10 s.d 19
2
0 s.d 9
1

Setelahkriteria ditetapkan,langkah berikutnya adalah mengkonversi skor mentah ke nilai. Untuk skor 50 dikonversi menjadi nilai 6, 45 dikonversi menjadi nilai 5, 40 dikonversi menjadi nilai 5, 35 dikonversi menjadi nilai 4, 30 dikonversi menjadi nilai 4.
Jika kita bandingkan masalah diatas, maka masing-masing nilai akan memiliki arti berbeda:skor Mentah, nilai berdasarkan pendekatan normal dan kriteria.
Skor Mentah
Nilai Berdasarkan Pendekatan
Normal
Kriteria
50
10
6
45
9
5
40
8
5
35
7
4
30
6
4

3.       Persamaan dan Perbedaan Pengukuran Acuan Norma (PAN) dan Pengukuran Acuan Patokan (PAP)
a.      Persamaan
1)      Penilaian acuan norma dan acuan patokan memerlukan adanya tujuan evaluasi spesifik sebagai penentuan fokus item yang diperlukan. Tujuan tersebut termasuk tujuan intruksional umum dan tujuan intruksional khusus
2)      Kedua pengukuran memerlukan sample yang relevan, digunakan sebagai subjek yang hendak dijadikan sasaran evaluasi. Sample yang diukur mempresentasikan populasi siwa yang hendak menjadi target akhir pengambilan keputusan.
3)      Untuk mandapatkan informasi yang diinginkan tenyang siswa, kedua pengukuran sama-sama nenerlukan item-item yang disusun dalam satu tes dengan menggunakan aturan dasar penulisan instrument.
4)      Keduanya mempersyaratkan perumusan secara spesifik perilaku yang akan diukur.
5)      Keduanya menggunakan macam tes yang sama seperti tes subjektif, tes karangan, tes penampilan atau keterampilan.
6)      Keduanya dinilai kualitasnya dari segi validitas dan reliabilitasnya.
7)      Keduanya digunakan ke dalam pendidikan walaupun untuk maksud yang berbeda.
b.      Perbedaan
1)      Pengukuran acuan norma biasanya mengukur sejumlah besar perilaku khusus dengan sedikit butir tes untuk setiap perilaku. Pengukuran acuan patokan biasanya mengukur perilaku khusus dalam jumlah yang terbatas dengan banyak butir tes untuk setiap perilaku.
2)      Pengukuran acuan norma menekankan perbedaan di antara peserta tes dari segi tingkat pencapaian belajar secara relatif. Pengukuran acuan patokan menekankan penjelasan tentang apa perilaku yang dapat dan yang tidak dapat dilakukan oleh setiap peserta tes.
3)      Penigukuran acuan norma lebih mementingkan butir-butir tes yang mempunyai tingkat kesulitan sedang dan biasanya membuang tes yang terlalu mudah dan terlalu sulit. Pengukuran acuan patokan mementingkan butir-butir tes yang relevan dengan perilaku yang akan diukur tanpa perduli dengan tingkat kesulitannya.
4)      Pengukuran acuan norma digunakan terutama untuk survei. Pengukuran acuan patokan digunakan terutama untuk penguasaan.[34]
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Evaluasi adalah sutau proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas (nilai dan arti) dari sesuatu, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu dalam rangka pembuatan keputusan. Adapun prosedur evaluasi pembelajaran terdiri atas: 1) perencanaan evaluasi, yang meliputi analisis kebutuhan, merumuskan tujuan evaluasi, menyusun kisi-kisi, mengembangkan draf instrument, ujicoba dan analisis, merevisi dan menyusun instrument final. 2) pelaksanaan evaluasi dan monitoring. 3) pengolahan data dan analisis. 4) pelaporan hasil evaluasi. 5) pemanfaatan hasil evaluasi.
Dalam dunia evaluasi pendidikan, yang dimaksud dengan tes adalah cara atau prosedur dalam pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas, baik berupa pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab, atau perintah-perintah oleh testee, sehingga dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku atau prestasi testee, nilai mana dapat dibandingkan dengan nilai-nilai yang dicapai oleh testee lainnya, atau dibandingkan dengan nilai standar tertentu.
PAN ialah penilaian yang membandingkan hasil belajar siswa terhadap hasil dalam kelompoknya. Pendekatan penilaian ini dapat dikatakan sebagai pendekatan “apa adanya”, sedangkan PAP berarti penilaian yang membandingkan hasil belajar mahasiswa terhadap suatu patokan yang telah ditetapkan sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin,Zaenal, 2011, EvaluasiPembelajaranPrinsip,Teknik, Prosedur, Bandung: PT RemajaRosdaKarya.
Arikunto,Suharsimi, 2012, Dasar-dasarEvaluasiPendidikan, Jakarta: BumiAksara.
_______, 2005, Dasar-DasarEvaluasiPendidikan, Jakarta: BumiAksara
Bukhari, M., 1989, Teknik-teknikEvaluasiPendidikan, Bandung: Jammars.
Djuwita,Warni, 2012, EvaluasiPembelajaran, Lombok Barat: Elhikan Press Lombok.
KusaeridanSuprananto, 2012, PengukurandanPenilaianPendidikan, Yogyakarta: GrahaInsani.
Maimun,Agus, 2006, PenilaianPembelajaran di Madrasah BerdasarkanKurikulumBerbasisKompetensi, Malang: FajarCemerlang.
SiregarEvelindanHartini Nara, 2010, TeoriBelajardanPembelajaran, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sudjiono,Anas, 2009, PengantarEvaluasiPendidikan, Jakarta: Raja Prees.
Tim PengembangIlmuPendidikan FIP-UPI, 2007, Ilmu&AplikasiPendidikan, Bagian 1, IlmuPendidikanTeoritis,Bandung: PT Imperial BaktiUtama.
Ciri-ciridanProsedurEvaluasi, 2013, http:Itok609.Blogspot.com, diaksespadatanggal10Maret 2015, 09:15 WIB.
HasanatulAini, PenilaianAcuanPatokandanAcuan Norma, 2014, http:nanaplb11.blogspot.com, diaksestanggal 10 Maret 2015, 15:55 WIB.
PrinsipdanCiriEvaluasi, 2012, http:chimmey70.wordpress.com, diaksespadatanggal 10Maret 2015 09:12 WIB.



[1] Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu & Aplikasi Pendidikan, Bagian 1, Ilmu Pendidikan Teoritis, (Bandung: PT Imperial Bakti Utama, 2007), hlm. 104.
[2] M. Bukhari, Teknik-teknikEvaluasiPendidikan, (Bandung: Jammars, 1989), hlm. 35.
[3] Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran Prinsip, Teknik, Prosedur, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2011), hlm. 4.
[4]Siregar Evelin dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010), hlm.139
[5]Warni Djuwita, EvaluasiPembelajaran, (Lombok Barat: Elhikan Press Lombok, 2012), hlm. 6-8.
[6] Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran Prinsip, Teknik, Prosedur, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2011), hlm. 4.
[7]Warni Djuwita, EvaluasiPembelajaran, (Lombok Barat: Elhikan Press Lombok, 2012), hlm. 10
[8]Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hlm. 3
[9]Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hlm. 10
[10]Warni Djuwita, EvaluasiPembelajaran, (Lombok Barat: Elhikan Press Lombok, 2012), hlm.12-13.
[11] Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran Prinsip, Teknik, Prosedur, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2011), hlm. 5-6.
[12]Warni Djuwita, EvaluasiPembelajaran, (Lombok Barat: Elhikan Press Lombok, 2012), hlm. 14.
[13]Warni Djuwita, EvaluasiPembelajaran, (Lombok Barat: Elhikan Press Lombok, 2012), hlm. 2.
[14]Warni Djuwita, EvaluasiPembelajaran, (Lombok Barat: Elhikan Press Lombok, 2012), hlm. 9.
[15]Warni Djuwita, EvaluasiPembelajaran, (Lombok Barat: Elhikan Press Lombok, 2012), hlm. 14.
[16] Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran Prinsip, Teknik, Prosedur, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2011), hlm. 88.
[17]Warni Djuwita, EvaluasiPembelajaran, (Lombok Barat: Elhikan Press Lombok, 2012), hlm 21-22.
[18]PrinsipdanCiriEvaluasi, 2012, http:chimmey70.wordpress.com, diakses pada tanggal 10Maret 2015 09:12 WIB.
[19]Ciri-ciri dan Prosedur Evaluasi, 2013, http:Itok609.Blogspot.com, diakses pada tanggal10Maret 2015, 09:15 WIB.
[20] Anas Sudjiono, PengantarEvaluasiPendidikan, (Jakarta: Raja Prees, 2009), hlm. 67.
[21] Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hlm. 165.
[22] Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hlm. 166.
[23] Agus Maimun, Penilaian Pembelajaran di Madrasah Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Malang: Fajar Cemerlang, 2006), hlm. 41.
[24] Agus Maimun, Penilaian Pembelajaran di Madrasah Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Malang: Fajar Cemerlang, 2006), hlm. 42-43.
[25] Agus Maimun, Penilaian Pembelajaran di Madrasah Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Malang: Fajar Cemerlang, 2006), hlm. 45-46.
[26] Agus Maimun, Penilaian Pembelajaran di Madrasah Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Malang: Fajar Cemerlang, 2006), hlm. 49-50.
[27] Agus Maimun, Penilaian Pembelajaran di Madrasah Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Malang: Fajar Cemerlang, 2006), hlm. 50.
[28] Kusaeri dan Suprananto, Pengukuran dan Penilaian Pendidikan, (Yogyakarta: Graha Insani, 2012), hlm. 75-76.
[29] Kusaeri dan Suprananto, Pengukuran dan Penilaian Pendidikan, (Yogyakarta: Graha Insani, 2012), hlm. 82-83.
[30] Agus Maimun, Penilaian Pembelajaran di Madrasah Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Malang: Fajar Cemerlang, 2006), hlm. 21.
[31] Hasanatul Aini, Penilaian Acuan Patokan dan Acuan Norma, 2014, http:nanaplb11.blogspot.com, diakses tanggal 10 Maret 2015, 15:55 WIB.
[32] Agus Maimun, Penilaian Pembelajaran di Madrasah Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Malang: Fajar Cemerlang, 2006), hlm. 19-20.
[33] Hasanatul Aini, Penilaian Acuan Patokan dan Acuan Norma, 2014, http:nanaplb11.blogspot.com, diakses tanggal 10 Maret 2015, 15:55 WIB.
[34] Hasanatul Aini, Penilaian Acuan Patokan dan Acuan Norma, 2014, http:nanaplb11.blogspot.com, diakses tanggal 10 Maret 2015, 15:55 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar