BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dewasa ini, banyak sekali permasalahan-permasalahan fundamental
yang terjasi dalam praktek ibadah islam seorang muslim. Salah satu permasalahan
fundamental yang kian menjamur adalah menyangkut praktek dasar ajaran Islam.nDasar
ajaran Islam yang terdiri dari aqidah, syari’ah, dan akhlak sering sekali
dilupakan keterkaitannya.
Contohnya: seseorang melaksanakan shalat, berarti dia melakukan
syaria’h. Tetapi shalat itu dilakukannya untuk membuat kagum orang-orang
disekitarnya, berarti dia tidak melaksanakan aqidah. Karena shalat shalat itu
dilakukannya bukan karena Allah SWT, maka shalat itu tidak bermanfaat bagi
dirinya sendiri ataupun orang lain. Alhasil, dia tidak mendapatkan manfaat pada
akhlaknya. Itulah yang menjadikan suatu perbuatan yang seharusnya mendapat
ganjaran pahala, tapi malah menjadi suatu kesia-siaan karena tidak dilakukan
semata-mata karena Allah. Dengan penyusunan makalah ini, penulis berharap dapa
menegaskan kembali mengenai kerangka dasar ajaran Islam yang terdiri dari:
Aqidah, Syari’ah, dan Akhlak yang kian terlupakan.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Aqidah, Syariah, dan Akhlak dalam
Ajaran Islam?
2. Bagaimana klasifikasi Pokok Ajaran Islam?
3. Bagaiman hubungan Aqidah, Syariah, dan Akhlak dalam
Perilaku Manusia?
4. Bagaimana ruang lingkup Aqidah, Syariah, dan Akhlak
dalam Ajaran Islam?
5. Bagaimana kedudukan Aqidah, Syariah, dan Akhlak dalam
Ajaran Islam?
C.
Tujuan dan Manfaat
1.
Menjelaskan dan menegaskan kembali mengenai kerangka dasar ajaran
Islam yang terdiri dari: Aqidah, Syari’ah, dan Akhlak yang kian terlupakan.
2.
Menjelaskan mengenai ruang lingkup Aqidah, Syari’ah, dan Akhlak
dalam ajaran Islam dan kedudukannya dalam ajaran Islam.
3.
Pembaca memahami tentang kedudukan Aqidah, Syariah, dan Akhlak.
4.
Pembaca memahami mengenai hubungan antara Aqidah, Syariah, dan
Akhlak dalam perilaku manusia.
Manfaat
dari makalah “Kerangka Dasar Ajaran Islam”, yaitu:
5.
Memahami dan mangkaji mengenai Aqidah, Syariah, dan Akhlak
dalam ajaran Islam.
6.
Merefleksikan pemahaman yang didapat dalam kehidupan sehari-hari;
7.
Memahami kekeliruan-kekeliruan menyangkut Aqidah, Syariah, dan
Akhlak untuk kemudian menjadi cermin untuk
berintrospeksi diri.
PEMBAHASAN
Klasifikasipokok ajaran Islam menjadi dua, yaitu Aqidah
(kepercayaan) dan Syari’ah (kewajiban beragama sebagai konsekuensi percaya)
Namun demikian, terdapat ulama lain membagi pokok ajaran Islam menjadi tiga,
yaitu: Iman (aqidah), Islam (syari’ah), dan Ihsan (akhlak). Pengklasifikasian pokok ajaran Islam ini
didasarkan pada sebuah haditst yang diriwayatkan Abu Hurairah, yaitu:
عَنْعُمَرَرَضِيَاللهُعَنْهُأَيْضاًقَالَ
: بَيْنَمَانَحْنُجُلُوْسٌعِنْدَرَسُوْلِاللهِصَلَّىاللهُعَلَيْهِوَسَلَّمَذَاتَيَوْمٍإِذْطَلَعَعَلَيْنَارَجُلٌشَدِيْدُبَيَاضِالثِّيَابِشَدِيْدُسَوَادِالشَّعْرِ،لاَيُرَىعَلَيْهِأَثَرُالسَّفَرِ،وَلاَيَعْرِفُهُمِنَّاأَحَدٌ،حَتَّىجَلَسَإِلَىالنَّبِيِّصلىاللهعليهوسلمفَأَسْنَدَرُآْبَتَيْهِإِلَىرُآْبَتَيْهِوَوَضَعَآَفَّيْهِعَلَىفَخِذَيْهِوَقَالَ:
يَامُحَمَّدأَخْبِرْنِيعَنِاْلإِسْلاَمِ،فَقَالَرَسُوْلُاللهِصلىاللهعليهوسلم : اْلإِسِلاَمُأَنْتَشْهَدَأَنْلاَإِلَهَإِلاَّاللهُوَأَنَّمُحَمَّدًارَسُوْلُاللهِوَتُقِيْمَالصَّلاَةَوَتُؤْتِيَالزَّآاَةَوَتَصُوْمَرَمَضَانَوَتَحُجَّالْبَيْتَإِنِاسْتَطَعْتَإِلَيْهِسَبِيْلاًقَالَ:
صَدَقْتَ،فَعَجِبْنَالَهُيَسْأَلُهُوَيُصَدِّقُهُ،قَالَ: فَأَخْبِرْنِيعَنِاْلإِيْمَانِقَالَ
: أَنْتُؤْمِنَبِاللهِوَمَلاَئِكَتِهِوَآُتُبِهِوَرُسُلِهِوَالْيَوْمِالآخِرِوَتُؤْمِنَبِالْقَدَرِخَيْرِهِوَشَرِّهِ.
قَالَصَدَقْتَ،قَالَفَأَخْبِرْنِيعَنِاْلإِحْسَانِ،قَالَ: أَنْتَعْبُدَاللهَآَأَنَّكَتَرَاهُفَإِنْلَمْتَكُنْتَرَاهُفَإِنَّهُيَرَاكَ
. قَالَ: فَأَخْبِرْنِيعَنِالسَّاعَةِ،قَالَ: مَاالْمَسْؤُوْلُعَنْهَابِأَعْلَمَمِنَالسَّائِلِ.
قَالَفَأَخْبِرْنِيعَنْأَمَارَاتِهَا،قَالَأَنْتَلِدَاْلأَمَةُرَبَّتَهَاوَأَنْتَرَىالْحُفَاةَالْعُرَاةَالْعَالَةَرِعَاءَالشَّاءِيَتَطَاوَلُوْنَفِيالْبُنْيَانِ،ثُمَّانْطَلَقَفَلَبِثْتُمَلِيا،ثُمَّقَالَ
:يَاعُمَرَأَتَدْرِيمَنِالسَّائِلِ؟قُلْتُ : اللهُوَرَسُوْلُهُأَعْلَمَ
. قَالَفَإِنَّهُجِبْرِيْلُأَتَاآُمْيُعَلِّمُكُمْدِيْنَكُمْ.)رواهمسلم(
A. Tentang Hadits
1. Arti hadits / ترجمةالحديث
Dari Umar radhiallahuanhu juga dia berkata:
Ketika kami duduk-duduk disisi Rasulullah suatu hari tiba-tiba datanglah
seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat
hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada
seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan
Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah) seraya
berkata: “Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam?”, maka bersabdalah
Rasulullah: ”Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada ilah (tuhan yang
disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau
mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu“,
kemudian dia berkata: “anda benar“. Kami semua heran, dia yang bertanya dia
pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “Beritahukan aku tentang
Iman“. Lalu beliau bersabda: “ Engkau beriman kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan
engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk“, kemudian dia
berkata: “anda benar“. Kemudian dia berkata lagi: “Beritahukan aku tentang
ihsan.” Lalu beliau bersabda: “Ihsan
adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau
tidak melihatnya maka Dia melihat engkau.” Kemudian dia berkata: “Beritahukan
aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya).” Beliau
bersabda: “Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya.“ Dia
berkata: “Beritahukan aku tentang tanda-tandanya,“ beliau bersabda: “ Jika
seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang
kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba
meninggikan bangunannya,“ kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar.
Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “Tahukah engkau siapa yang bertanya?.”
aku berkata: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.“ Beliau bersabda: “Dia
adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian.“ (Riwayat
Muslim).
2. Catatan
a. Hadits ini merupakan hadits yang sangat dalam maknanya, karena
didalamnya terdapat pokok-pokok ajaran Islam, yaitu Iman, Islam dan Ihsan.
b. Hadits ini mengandung makna yang sangat agung karena berasal dari dua
makhluk Allah yang terpercaya, yaitu: Amiinussamaa’ (kepercayaan makhluk
di langit/Jibril) dan AmiinulArdh (kepercayaan makhluk di bumi/
Rasulullah).
3. Pelajaran yang Terdapat dalam Hadits / الفوائدمنالحديث
a. Disunnahkan untuk memperhatikan kondisi pakaian, penampilan dan
kebersihan, khususnya jika menghadapi ulama, orang-orang mulia dan penguasa.
b. Siapa yang menghadiri majlis ilmu dan menangkap bahwa orang–orang yang
hadir butuh untuk mengetahui suatu masalah dan tidak ada seorangpun yang
bertanya, maka wajib baginya bertanya tentang hal tersebut meskipun dia
mengetahuinya agar peserta yang hadir dapat mengambil manfaat darinya.
c. Jika seseorang yang ditanya tentang sesuatu maka tidak ada cela baginya
untuk berkata: “Saya tidak tahu“, dan hal tersebut tidak mengurangi
kedudukannya.
d. Kemungkinan malaikat tampil dalam wujud manusia.
e. Termasuk tanda hari kiamat adalah banyaknya pembangkangan terhadap kedua
orang tua. Sehingga anak-anak memperlakukan kedua orang tuanya sebagaimana
seorang tuan memperlakukan hambanya.
f. Tidak disukainya mendirikan bangunan yang tinggi dan membaguskannya
sepanjang tidak ada kebutuhan.
g. Didalamnya terdapat dalil bahwa perkara ghaib tidak ada yang
mengetahuinya selain Allah ta’ala.
h. Didalamnya terdapat keterangan tentang adab dan cara duduk dalam majlis
ilmu.[1]
Ringkasnya, terdapat tiga bagian pokok ajaran Islam,
yaitu:
a.
Aqidah, berisi kepercayaan pada hal ghaib.
b.
Syariah, berisi perbuatan sebagai konsekuensi dari kepercayaan.
c.
Akhlak, berisi dorongan hati untuk berbuat sebaik-baiknya meskipun
tanpapengawasan pihak lain, karena percaya Allah Maha Melihat dan
MahaMengetahui.[2]
1.
Hadits Jibril yang diriwayatkan oleh Umar radhiallahu 'anhu ini,
hanya dikeluarkan oleh Muslim saja dan tidak dikeluarkan oleh Al-Bukhari. Namun
mereka berdua sepakatmengeluarkan hadits ini dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu
'anhu. Dan Imam An-Nawawi radhiallahu 'anhu memulai hadits-hadits Arba'in-nya
dengan hadits Umar"Innamal a'maalu bin niyyaat", yang
merupakan hadits pertama dalam Shahih Al-Bukhari.Dan Imam An-Nawawi
menjadikan hadits Umar yang menjelaskan kisah Jibril ini sebagaihadits yang
kedua dalam Arba'in-nya, yang merupakan hadits pertama dalam ShahihMuslim.
Hal ini, telah dilakukan pula oleh orang sebelum Imam An-Nawawi, yaitu
ImamAl-Baghawi dalam kedua kitabnya; Syarhus Sunnah dan Mashabihus
Sunnah. Beliau(Imam Al-Baghawi) memulai kedua kirtabnya tersebut dengan
kedua hadits ini.Dan telah saya (Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad) pisahkan secara
tersendiri dalam satukitab dengan penjelasan yang lebih luas dari penjelasan di
sini.
2.
Hadits ini merupakan hadits yang pertama dalam Kitab Al-Iman dalam
Shahih Muslim. Hadits ini dibawakan oleh Ibnu Umar dari ayahnya. Dan
pada sebab beliau membawakan hadits ini terdapat kisah yang dibawakan oleh
Muslim dipermulaan hadits ini dengan sanad-nya dari Yahya bin Ya'mar, ia
berkata, "Orang yang pertama kali berbicara (dan mempermasalahkan) tentang
taqdir (mengingkari taqdir) di Bashrah adalah Ma'bad Al- Juhani.
Kemudian aku dan Humaid bin Abdurrahman Al-Himyari pergi (ke Mekkah) untuk
melakukan ibadah haji atau umrah. Kami berkata, seandainya kita bertemu salah
satu sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, kita dapat
tanyakan tentang apa yang telah dikatakan oleh mereka tentang taqdir. Kemudian,
kami diberi tawfiq (oleh Allah) untuk bertemu Abdullah bin Umar bin
Al-Khaththab, dan beliau sedang memasuki masjid. Maka saya (Yahya bin Ya'mar)
dan teman saya (Humaid bin Abdurrahman Al- Himyari) mendekati beliau. Salah
satu dari kami dari sebelah kanannya, dan yang lain dari sebelah kirinya. Saya
sudah mengira bahwa teman saya tersebut akan menyerahkan pembicaraan kepada
saya. Maka saya pun berkata, Wahai Abu Abdirrahman! Telah muncul dari daerah
kami orang-orang yang membaca Al-Qur'an, dan mereka pun memperdalam (mencari
hal-hal yang pelik) tentang ilmu". Kemudian disebutkan tentang sifat dan
keadaan mereka. "Dan mereka mengira bahwa tidak ada taqdir, dan
segala perkara adalah baru (terjadi dengan sendirinya dan tidak ada kaitannya
dengan taqdir Allah)". Abdullah bin Umar berkata, "Jika kamu
bertemu dengan mereka, beritahu mereka bahwa saya berlepas diri dengan mereka
dan mereka pun berlepas diri dariku. Demi Dzat yang dijadikan sumpah dengan-Nya
oleh Ibnu Umar (yakni; demi Allah), jika salah satu dari mereka memiliki emas
sebesar gunung Uhud, lalu ia menginfakannya, Allah tidak akan pernah
menerimanya sampai ia beriman dengan taqdir". Kemudian Abdullah bin
Umar berkata, "Telah mengkhabariku ayahku Umar bin Al-Khaththab…".
Kemudian beliau pun membawakan hadits ini (seluruhnya hanya) untuk berdalil
dengannya atas (wajibnya) beriman kepada taqdir. Dan pada kisah ini
terdapat penjelasan bahwa munculnya bid'ah Qadariyyah (orang-orang yang
mengingkari taqdir) sudah ada di zaman sahabat, tepatnya pada masa Ibnu
Umar masih hidup. Dan beliau wafat pada tahun 73 Hijriyah radhiallahu 'anhuma.
Sebagaimana didapatkan pada kisah ini bahwa para Tabi'in senantiasa
mengembalikan perkara agama mereka kepada para sahabat Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam. Dan demikianlah seharusnya, kembali kepada ahlul
'ilmi (para ulama) dalam setiap waktu, berdasarkan firman Allah Subhanahu
wa Ta'ala,
(#þqè=t«ó¡sù…@÷dr&Ìø.Ïe%!$#bÎ)óOçGYä.wtbqçHs>÷ès?ÇÍÌÈ
Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai
pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.(QS. An-Nahl: 43).
Dan bid'ah Qadariyyah adalah seburuk-buruk bid'ah.
Hal ini dapat dipahami dariperkataan yang keras dari Abdullah bin Umar. Dan
juga hendaknya seorang mufti (yangditanya dan memberikan fatwa atau jawaban)
menyebutkan hukum dan dalilnya.
3.
Dalam hadits Jibril ini terdapat dalil bahwa malaikat jika mendatangi
manusia ia dapatberubah bentuk seperti manusia pula. Dan telah terdapat dalam
Al-Qur'an bahwa jibrildatang kepada Maryam dalam bentuk manusia. Demikian pula
mereka (para malaikat)datang kepada Ibrahim dan Luth dalam bentuk manusia.
Mereka dapat berubah bentukdari bentuk mereka yang sesungguhnya ke bentuk
manusia dengan kekuasaan AllahSubhanahu wa Ta'ala. Dan Allah Subhanahu
wa Ta'ala telah menyebutkan tentang bentukpenciptaa mereka dalam
firman-Nya,
ßôJptø:$#¬!ÌÏÛ$sùÏNºuq»yJ¡¡9$#ÇÚöF{$#urÈ@Ïã%y`Ïps3Í´¯»n=yJø9$#¸xßâþÍ<'ré&7pysÏZô_r&4oY÷V¨By]»n=èOuryì»t/âur4ßÌtÎûÈ,ù=sø:$#$tBâä!$t±o4¨bÎ)©!$#4n?tãÈe@ä.&äóÓx«ÖÏs%ÇÊÈ
Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, yang
menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam
urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat.
Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Fathir: 1).
Dan dalam Shahih Al-Bukhari (4857) dan Shahih
Muslim (174) dijelaskan bahwa Nabishallallahu 'alaihi wa sallam melihat
Jibril, dan ia memiliki enam ratus sayap.
4.
Dalam kedatangan Jibril kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam dan duduknya didepan beliau terdapat penjelasan tentang sebagian
etika penuntut ilmu di hadapan seorangguru. Dan hendaknya orang yang bertanya
tidak hanya menanyakan tentang hukum yangtidak ia ketahuinya saja, akan tetapi
ia juga boleh menanyakan hal-hal lainnya walaupun iasudah mengatahui hukumnya,
dengan tujuan agar orang-orang yang hadir dapatmendengarkan jawabannya pula.
Oleh karena itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallammenisbahkan ta'lim
(pengajaran) ini kepada Jibril. Beliau bersabda "Dia adalah Jibril,
datang kepadamu untuk mengajarkan perkara agamamu." Padahal ta'lim tersebutberasal
dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, karena beliaulah yang
langsungmenjelaskannya. Namun disandarkan kepada Jibril, karena beliau itulah
yangmenyebabkan Rasulullah menjelaskan perkara tersebut.
5.
Dalam hadits disebutkan; Wahai Muhammad, beritahu aku tentang
Islam!”. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Islam adalah
engkau bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan
sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan
zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan mengerjakan haji ke Baitullah jika
engkau mampu melakukannya.”
Di sini, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab
pertanyaan Jibril tentang Islamdengan perkara-perkara yang zhahir. Dan
tatkala Jibril bertanya tentang iman, nabimenjawabnya dengan perkara-perkara
yang batin. Dan lafazh "Islam" dan "Iman"termasuk
lafazh-lafazh yang apabila keduanya bergabung dalam penyebutan, makakeduanya
memiliki perbedaan dalam makna. Dan di sini, kedua lafazh tersebutbergabung.
Sehingga Islam ditafsirkan dengan perkara-perkara yang lahir. Dan inilah
yangselaras dan sesuai dengan makna Islam yang artinya berserah diri dan tunduk
patuh kepadaAllah Subhanahu wa Ta'ala. sedangkan Iman. Ia ditafsirkan
dengan perkara-perkara yangbatin. Dan ini pun sesuai dengan makna Iman yang
artinya membenarkan dan meyakini.
Namun, jika masing-masingnya berpisah dan berdiri
sendiri, ia mencakup kedua maknatersebut sekaligus, baik perkara-perkara yang
lahir maupun yang batin. Di antara dalilyang menunjukkan lafazh Islam yang
berdiri sendiri adalah firman-Nya Subhanahu waTa'ala,
`tBurÆ÷tGö;tuöxîÄN»n=óM}$#$YYÏ`n=sù@t6ø)ãçm÷YÏBuqèdurÎûÍotÅzFy$#z`ÏBz`ÌÅ¡»yø9$#ÇÑÎÈ
Barangsiapa mencari agama selain agama islam,
Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di
akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (Ali Imran: 85).
Dan di antara dalil yang menunjukkan lafazh iman yang
berdiri sendiri adalah firman-NyaSubhanahu wa Ta'ala,
…`tBuröàÿõ3tÇ`»uKM}$$Î/ôs)sùxÝÎ6ym¼ã&é#yJtãuqèdurÎûÍotÅzFy$#z`ÏBz`ÎÅ£»sø:$#ÇÎÈ
…dan barangsiapa yang kafir
sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukumIslam), maka terhapuslah amalannya
dan ia di hari kiamat termasuk orang-orangmerugi. (QS. Al-Maidah: 5).
Dan yang semisal dengan masalah ini adalah dua kata
"faqir" dan "miskin", "al-birr" dan"at-takwa",
dan yang semisalnya.
Dan perkara pertama tentang penafsiran Islam adalah syahadat laa ilaaha illallah, dansyahadat Muhammad Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan kedua syahadat inisaling berkaitan (tidak terpisahkan). Dan kedua syahadat ini pun wajib diucapkan dandiyakini oleh jin dan manusia sejak diutusnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallamhingga hari kiamat. Barangsiapa yang tidak beriman kepada Rasulullah shallallahu 'alaihiwa sallam, maka kelak ia termasuk penghuni neraka, berdasarkan sabdanya shallallahu'alaihi wa sallam,
Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangannya,
tidaklah seorang punmendengar tentang diriku dari umat ini, seorang Yahudi atau
pun Nashrani, lalu iamati dalam keadaan tidak beriman kepada apa-apa yang aku
diutus dengannya,melainkan ia termasuk penghuni neraka.Diriwayatkan oleh Muslim
dalam Shahih-nya (153).
Dan syahadat laa ilaaha illallah maknanya adalah
laa ma'buuda haqqun illallah (Tiadasesembahan yang haq benar untuk
disembah selain Allah). Dan kalimatul ikhlas (syahadatlaa ilaaha
illallah) ini mencakup dua rukun; peniadaan menyeluruh di awalnya,
danpenetapan khusus di akhirnya. Di awalnya adalah peniadaan segala bentuk
ibadah yangditujukan kepada selain Allah. Dan di akhirnya adalah penetapan
segala ibadah hanyauntuk Allah saja yang tiada sekutu bagi-Nya. Dan khabar (predikat)
huruf "Laa" yangbersifat menafikan segala jenis taqdir-nya
adalah "haq". Dan tidak benar jika di-taqdirkan"maujud"
(ada). Karena masalahnya; tuhan-tuhan yang batil yang tidak berhakdisembah itu
kenyataannya ada, dan bahkan banyak. Yang ditiadakan adalah sifatketuhanan yang
haq (berhak untuk disembah satu-satunya). Sifat inilah yang tidak
adapada tuhan-tuhan selain Allah, dan hanya ada pada Allah saja.
Adapun makna syahadat Muhammad Rasulullah adalah;
beliau harus lebih dan palingdicintai dari semua makhluk. Dan beliau wajib
ditaati dalam segala perintahnya, danmeninggalkan segala yang dilarangnya. Dan
semua khabar yang datang dari beliau wajibdibenarkan, sama saja khabar-khabar
yang sudah terjadi, atau yang belum terjadi di masayang akan datang, atau
pun yang sedang berlangsung. Walaupun khabar tersebut belumterlihat atau
tersaksikan. Dan Allah wajib disembah sesuai dengan apa-apa yang beliaubawa
berupa al-haq dan al-huda (kebanaran dan petunjuk).
Mengikhlaskan amal ibadah hanya untuk Allah dan
mengikuti apa-apa yang dibawa olehRasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam merupakan
konsekuensi syahadat laa ilaahaillallah, dan syahadat Muhammad
Rasulullah. Setiap amal perbuatan apapun yangditujukan untuk pendekatan diri
kepada Allah (beribadah dengannya kepada Allah), makaitu harus dilakukan dengan
ikhlas dan sesuai dengan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihiwa
sallam. Maka jika Ikhlas tidak terpenuhi, amal ibadah tidak akan diterima.
Berdasarkanfirman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
!$uZøBÏs%ur4n<Î)$tB(#qè=ÏJtãô`ÏB9@yJtãçm»oYù=yèyfsù[ä!$t6yd#·qèWY¨BÇËÌÈ
Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu
Kami jadikan amal itu(bagaikan) debu yang berterbangan.(QS. Al-Furqan: 23).
Dan juga firman-Nya dalam sebuah hadits qudsi,
…Aku Dzat Yang Mahakaya dari segala sekutu. Barangsiapa
yang beramal sebuahamalan yang ia menyekutukan-Ku di dalamnya, pasti Aku
tinggalkan dia dan kesyirikannya itu. Diriwayatkan oleh Muslim (2985).
Demikian pula jika ittiba' tidak terpenuhi, maka amal ibadah pun tidak akan diterima.Berdasarkan sabdanya shallallahu 'alaihi wa sallam,
Barangsiapa yang mengada-ada perkara baru dalam agama
kami yang bukan dariagama kami, maka perkara tersebut tertolak.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (2697) dan Muslim (1718). Dan dalam Shahih Muslimdengan lafazh,
Barangsiapa mengamalkan sebuah amalan yang tidak ada
(contohnya) dalam agamakami, maka amalan tersebut tertolak.
Dan kalimat dalam hadits ini lebih umum dari yang
hadits yang pertama. Karenamencakup orang yang melakukan perbuatan bid'ah yang
pertama kali membuatnya, danjuga mencakup orang yang melakukannya karena hanya
ikut-ikutan yang lainnya saja.
Adapun penjelasan tentang shalat, zakat, puasa, dan
haji akan datang pada penjelasanhadits "Buniyal Islamu 'ala khams",
yang akan datang langsung setelah penjelasan haditsini (hadits yang ketiga).
6.
Perkataan "Orang itu berkata, “Engkau benar”. Maka kami
pun heran, dia yang bertanyanamun dia pula yang membenarkan jawabannya".
Letak keheranannya adalah karena padaumumnya orang yang bertanya tidak
mengetahui jawaban pertanyaannya. Biasanya sipenanya bertanya untuk mengetahui
jawabannya. Dan penanya yang seperti ini, tidak akanberkata kepada orang yang
menjawab pertanyaannya "kamu benar". Karena jika sampaiberkata
demikian, berarti ia sudah memiliki jawaban sebelum ia bertanya. Oleh sebabinilah
para sahabat merasa heran dengan pembenaran si penanya yang asing ini.
7.
Perkataan "Maka orang itu bertanya lagi, “Beritahu aku
tentang iman!”. Nabi shallallahu'alaihi wa sallam menjawab, “Hendaklah engkau
beriman kepada Allah, malaikatmalaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, utusan-utusan-Nya
(Rasul-Rasul-Nya), hari kiamat,dan kepada takdir yang baik dan buruk”".
Jawaban ini mencakup rukun Iman yang enam. Dan rukun
pertamanya adalah berimankepada Allah. Dan ini merupakan asas dan dasar segala
sesuatu yang wajib diimani. Olehkarena itu, beriman kepada malaikat,
kitab-kitab dan Rasul-Rasul disandarkan kepada-Nya. Dan barangsiapa yang tidak
beriman kepada Allah, ia tidak mungkin beriman denganrukun-rukun yang
setelahnya. Dan beriman kepada Allah, mencakup beriman kepadakeberadaan-Nya,
sifat ketuhanan-Nya, hak-Nya sebagai tuhan (yakni; untuk diibadahi),dan beriman
kepada nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Dan juga beriman bahwa Allahtersifati
dengan segala kesempurnaan yang layak bagi-Nya dan Yang Maha Suci darisegala kekurangan.
Maka, wajiblah mengesakan-Nya dalam sifat ketuhanan-Nya, hak-Nyauntuk
diibadahi, dan beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat-Nya.
Dan maksud dari mengesakan-Nya dalam sifat
ketuhanan-Nya adalah meyakini bahwaAllah Mahasatu dalam segala perbuatan-Nya.
Tidak ada sekutu terhadap perbuatan-Nyaitu. Seperti; menciptakan, memberikan
rezeki, menghidupkan, mematikan, mengatursegala urusan alam semesta, dan
perbuatan lainnya yang berkaitan dengan sifat-sifatketuhanan-Nya.
Dan maksud dari mengesakan-Nya dalam hak-haknya sebagai
tuhan, adalah mengesakansegala perbuatan hamba yang berkaitan dengan ibadah
(penghambaan) hanya untuk-Nya.Seperti; berdoa, taku, berharap, bertawakal,
memohon pertolongan, memohonperlindungan, meminta hujan, menyembelih, ber-nadzar,
dan lainnya yang merupakanbentuk ibadah yang wajib diperuntukkan khusus
untuk-Nya. Maka, tidak boleh seorangpun memalingkan satu pun dari jenis-jenis
ibadah ini kepada selain-Nya. Walaupundipalingkan kepada malaikat yang dekat
kedudukannya (di sisi Allah), atau pun kepadaNabi yang diutus (oleh Allah).
Terlebih lagi kepada siapapun selain mereka dari makhluk-Nya.
Adapun maksud dari mengesakan-Nya dalam nama-nama dan
sifat-sifat-Nya, adalahmenetapkan segala sesuatu yang Allah sendiri tetapkan
untuk diri-Nya, dan jugamenetapkan segala sesuatu yang Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam tetapkan untuk-Nya berupa nama-nama dan sifat-sifat,
sesuai dengan kelayakan yang sesuai dengankesempurnaan-Nya dan keagungan-Nya.
Ini semua wajib dilakukan dengan tanpa takyiif(yakni; tanpa bertanya
bagaimana hakikat atau keadaan sesungguhnya). Juga tanpa tamtsiil(yakni;
tanpa menyamakan atau memisal-misalkan dengan apa-apa yang ada di
antaramakhluknya). Dan tanpa tahriif (yakni; tanpa mengubah-ubah lafazh
atau maknanya). Dantanpa ta'wiil (yakni; tanpa memalingkan maknanya
kepada makna yang bukansebenarnya). Dan demikian pula, dengan tanpa ta'thiil
(yakni; tanpa menolak danmembatalkan lafazh atau maknanya). Dengan tetap
menyucikannya dari segala sifat danperkara yang tidak pantas dan tidak layak
untuk-Nya. Sebagaimana
firman-Nya,
…§øs9¾ÏmÎ=÷WÏJx.Öäïx«(uqèdurßìÏJ¡¡9$#çÅÁt7ø9$#ÇÊÊÈ
…tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang
Maha Mendengardan Melihat. (QS. ASy-Syuraa: 11).
Dalam ayat ini, Allah menggabungkan antara penetapan
dan penyucian. Adapunpenetapan, maka pada firman-Nya (ußÅÁt7ø9$#ìÏJ¡¡9$#qèdurç)
"…dan Dia-lah Yang MahaMendengar dan Melihat". Dan penyucian
pada firman-Nya (Öäïx«mÎ=÷WÏJx.§øs9Ï) "…tidakada sesuatupun yangserupa dengan Dia…".
Maka, Allah Subhanahu wa Ta'alamemiliki pendengaran, namun
pendengaran-Nya tidak seperti pendengaran-pendengaranlainnya (dari makhluknya).
Allah memiliki penglihatan, namun penglihatan-Nya tidakseperti
penglihatan-penglihatan lainnya (dari makhluknya). Dan demikian
seterusnyaberlaku hal seperti ini pada seluruh nama dan sifat-Nya.
Dan beriman kepada para malaikat, maksudnya adalah beriman bahwa mereka makhlukAllah. Mereka diciptakan dari cahaya. Sebagaimana dalam Shahih Muslim (2996),Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
Malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari
api yang menyala-nyala, dan Adamdiciptakan dari apa-apa yang tersifati pada
kalian.
Para malaikat memiliki sayap-sayap sebagaimana yang
ditunjukkan pada ayat pertamadalam surat Fathir. Dan Jibril memiliki enam ratus
sayap, sebagaimana yang ditunjukkanoleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam, dan telah lalu di atas. Jumlah mereka sangatbanyak, tadak ada yang
mengatahuinya melainkan hanya Allah Subhanahu wa Ta'ala. Danmenunjukkan
hal itu, bahwa Al-Baitul Ma'mur yang ada di langit ke tujuh, setiap hariselalu
dimasuki oleh para malaikat, dan mereka (jika sudah keluar) tidak kembali lagi
keAl-Baitul Ma'mur tersebut. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh
Al-Bukhari (3207) danMuslim (162).
Dan Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya (2842), dari Abdullah bin Mas'ud a, beliauberkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
Kelak akan didatangkan neraka Jahannam pada hari
kiamat, dan padanya terdapattujuh puluh ribu tali kekang. Dan pada setiap
talikekang tersebut diseret oleh tujuhpuluh ribu malaikat.
Dan para malaikat, di antara mereka ada yang ditugaskan
(oleh Allah) sebagai penyampaiwahyu. Di antara mereka juga ada yang ditugaskan sebagai
penurun hujan. Ada yangbertugas sebagai pencabut nyawa. Ada pula yang bertugas
sebagai penyambungsilaturahim (malaikat rahmat). Ada yang bertugas sebagai
penjaga surga. Ada yangbertugas sebagai penjaga neraka. Dan ada pula yang lainnya.
Mereka semua berserah diridan tunduk patuh kepada perintah Allah. Mereka tidak
pernah membantah danmembangkang apa-apa yang Allah perintahkan kepada mereka,
bahkan mereka senantiasamelakukan apa-apa yang Allah perintahkan. Di antara mereka
ada yang kita ketahui namamereka karena tercantum dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Di antara mereka; Jibril,Mikail, Israfil, Malik, Munkar dan Nakir. Dan kewajiban
setiap Muslim adalah berimankepada (keberadaan) seluruh malaikat, baik yang
diketahui namanya di antara mereka,atau pun yang tidak diketahui. Dan kewajiban
kita sebagai seorang Muslim adalahberiman dan membenarkan setiap apa yang
tertera dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah yangberkaitan dengan kabar para
malaikat.
Dan beriman kepada kitab-kitab Allah artinya membenarkan
dan meyakini dengan semuakitab suci yang Allah turunkan kepada salah satu Rasul
dari Rasul-Rasul-Nya.Berkeyakinan bahwa kitab-kitab suci tersebut adalah haq.
Diturunkan oleh Allah danbukan makhluk-Nya. Kitab-kitab suci tersebut mencakup
segala hal yang dapat membuatbahagia orang yang diturunkan kepadanya. Orang
yang mengambilnya sebagaipedomannya, ia akan selamat dan beruntung. Dan orang yang
berpaling darinya, ia akancelaka dan merugi. Dan di antara kitab-kitab suci
ini, ada yang disebutkan dalam Al-Qur'an. Dan ada pula yang tidak disebutkan.
Dan di antara yang disebutkan dalam Al-Qur'an adalah
At-Taurat, Al-Injil, Az-Zabur, dan Shuhuf Ibrahim dan Musa. Adapuntentang Shuhuf
Ibrahim dan Musa, maka tercantum dalam dua ayat dalam Al-Qur'an,dalam surat
An-Najm dan Al-A'la dan Zabur (yang diturunkan kepada) Nabi Dawud jugatercantum
dalam dua ayat dalam Al-Qur'an, dalam surat An-Nisa dan Al-Israa.
Allahberfirman pada dua ayat tersebut:
$oY÷s?#uäur...y¼ãr#y#Yqç/yÇÊÏÌÈ
…dan kami berikan Zabur kepada
Daud.(QS. An-Nisaa': 163).
At-Taurat dan Al-Injil, maka kedua kitab suci ini
disebutkan dalam banyak ayatdalam Al-Qur'an. Yang yang paling banyak dari keduanya
adalah At-Taurat. Dan tidakada seorang rasul pun yang disebutkan dalam
Al-Qur'an lebih banyak penyebutannya dariMusa. Dan tidak ada kitab suci pun
yang disebutkan dalam Al-Qur'an lebih banyakpenyebutannya dari kitab suci Musa.
Dan At-Taurat ini disebutkan dalam Al-Qur'andengan namanya, yaitu At-Taurat,
dan juga dinamakan Al-Kitab, Al-Furqan, Adh-Dhiyaa',dan Adz-Dzikr.Dan
kelebihan Al-Qur'an dari kitab-kitab suci sebelumnya, ia merupakan mu'jizat yangkekal
abadi. Allah pun menjamin untuk menjaganya. Al-Qur'an tidak pernah dan tidakakan
pernah mengalami perubahan. Dan ia pula diturunkan secara berangsur-angsur.
Dan beriman kepada para Rasul artinya membenarkan dan
meyakini bahwa Allah memilihdari manusia para utusan (Rasul) dan Nabi yang
menunjukkan seluruh manusia kepada Al-Haq, dan mengeluarkan manusia dari
kegelapan menuju cahaya. Allah Subhanahu waTa'ala berfirman,
ª!$#Å"sÜóÁtÆÏBÏpx6Í´¯»n=yJø9$#WxßâÆÏBurĨ$¨Z9$#…
Allahmemilih utusan-utusan-Nya dari malaikat dan dari
manusia… (QS. Al-Hajj: 75).
Adapun kalangan jin, maka tidak ada di antara mereka
yang menjadi Rasul. Yang adapada mereka adalah para pemberi peringatan.
Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'alaberfirman,
øÎ)ur!$oYøùu|Ày7øs9Î)#\xÿtRz`ÏiBÇd`Éfø9$#cqãèÏJtGó¡otb#uäöà)ø9$#$£Jn=sùçnrç|Øym(#þqä9$s%(#qçFÅÁRr&($£Jn=sùzÓÅÓè%(#öq©9ur4n<Î)OÎgÏBöqs%z`ÍÉYBÇËÒÈ(#qä9$s%!$oYtBöqs)»t$¯RÎ)$oY÷èÏJy$·7»tFÅ2tAÌRé&.`ÏBÏ÷èt/4ÓyqãB$]%Ïd|ÁãB$yJÏj9tû÷üt/Ïm÷ytüÏökun<Î)Èd,ysø9$#4n<Î)ur9,ÌsÛ8LìÉ)tGó¡BÇÌÉÈ!$uZtBöqs)»t(#qç7Å_r&zÓÅç#y«!$#(#qãZÏB#uäur¾ÏmÎ/öÏÿøótNà6s9`ÏiBö/ä3Î/qçRèNä.öÅgäurô`ÏiBA>#xtã5OÏ9r&ÇÌÊÈ`tBurwó=ÅgäzÓÅç#y«!$#}§øn=sù9Éf÷èßJÎ/ÎûÇÚöF{$#}§øs9ur¼çms9`ÏBÿ¾ÏmÏRrßâä!$uÏ9÷rr&4Í´¯»s9'ré&Îû9@»n=|ÊAûüÎ7BÇÌËÈ
Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin
kepadamu yang mendengarkanAl-Qur'an, maka tatkala mereka menghadiri
pembacaannya lalu mereka berkata, "Diamlah kamu (untuk
mendengarkannya)". Ketika pembacaan telah selesai merekakembali kepada
kaumnya (untuk) memberi peringatan. Mereka berkata, "Hai kaum kami,
sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al-Qur'an) yang telah diturunkan
sesudah Musa, yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya, lagi memimpin
kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. Hai kaum kami, terimalah(seruan)
orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allahakan
mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari adzab yang pedih. Dan orang
yang tidak menerima (seruan) orang yang menyeru kepada Allah, maka dia tidak
akan melepaskan diri dari adzab Allah di muka bumi, dan tidak ada baginya
pelindung selain Allah, mereka itu dalam kesesatan yang nyata."(QS.
Al-Ahqaaf: 29-32).
Pada ayat-ayat di atas, tidak sekelompok Jin tersebut
sama sekali Rasul-Rasul darikalangan mereka, tidak pula disebutkan kitab suci
yang diturunkan kepada mereka. Akantetapi yang disebutkan adalah dua kitab suci
yang diturunkan kepada Musa danMuhammad -'alaihimash shalatu was salam-.
Dan tidak pula disebutkan kitab Al-Injil,padahal kitab suci tersebut diturunkan
setelah At-Taurat.Ibnu Katsir, dalam menafsirkan ayat di atas berkata, "Mereka
(sekelompok Jin tersebut)tidak menyebutkan 'Isa, karena 'Isa 'alaihissalam diturunkan
kepadanya Al-Injil yangdidalamnya banyak mengandung nasihat-nasihat dan
anjuran-anjuran, dan sedikitditerangkan di dalamnya masalah halal dan haram.
Sehingga, sesungguhnya Al-Injil inisebagai penyempurna syariat yang diterangkan
dalam At-Taurat. Maka, yang dijadikanacuan adalah At-Taurat. Oleh karena itu,
mereka berkata "…yang telah diturunkansesudah Musa…".
Dan para Rasul, mereka dibebani oleh Allah untuk
menyampaikan syariat-syariat yangditurunkan kepada mereka. Sebagaimana Allah Subhanahu
wa Ta'ala berfirman,
ÇËÎÈ...b#uÏJø9$#ur |=»tGÅ3ø9$# ÞOßgyètB $uZø9tRr&ur ÏM»uZiÉt7ø9$Î/ $oYn=ßâ $uZù=yör& ôs)s9
Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami
dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka
Al-Kitab dan neraca (keadilan)… (QS. Al-Hadid: 25).
Dan Al-Kitab di sini adalah nama jenis yang mencakup semua kitab
suci. Dan para nabi,mereka diberi wahyu untuk untuk menyampaikan syariat (para
Rasul) sebelum mereka.Sebagiamana Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di
dalamnya (ada) petunjuk danmcahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu
diputuskan perkara orang-orangmYahudi oleh nabi-nabi yang berserah diri kepada Allah,
oleh orang-orang alim merekamdan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka
diperintahkan memelihara kitab-kitabAllah…(QS. Al-Maidah: 44).
Dan seluruh Nabi dan Rasul telah menyampaikan apa-apa yang
diperintahkan (oleh Allah)untuk disampaikan secara baik dan
sempurna.Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'alaberfirman,
ÇÌÎÈ ßûüÎ7ßJø9$# à÷»n=t7ø9$# wÎ) È@ß9$# n?tã ö@ygsù...
…maka tidak ada kewajiban atas para rasul, selain
menyampaikan (amanat Allah)dengan terang. (QS. An-Nahl: 35).
Dan Allah berfirman,
Orang-orang kafir dibawa ke neraka Jahannam
berombong-rombongan. Sehinggaapabila mereka sampai ke neraka itu, dibukakanlah
pintu-pintunya dan berkatalahkepada mereka penjaga-penjaganya, "Apakah
belum pernah datang kepadamu rasulrasuldi antaramu yang membacakan kepadamu
ayat-ayat Tuhanmu danmemperingatkan kepadamu akan pertemuan dengan hari ini?".
Mereka menjawab,"Benar (telah datang)". Tetapi telah pasti berlaku
ketetapan adzab terhadap orangorangyang kafiir. (QS.Az-Zumar: 71).
Az-Zuhri berkata, "Dari Allah Subhanahu wa Ta'ala risalah
ini, dan kewajiban para Rasuladalah menyampaikan, dan kewajiban kita semua
untuk menerimanya". Perkataan inidibawakan oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya,
pada kitab At-Tauhid, Bab firman Allah
"Hai Rasul, sampaikanlahapa yang di turunkan
kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apayang diperintahkan itu,
berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya." (13/503 - Al-Fath).
Dan para Rasul, di antara mereka ada yang Allah kisahkan mereka
dalam Al-Qur'an, danada pula yang tidak. Sebagaimana firman Allah Subhanahu
wa Ta'ala,
ÇÊÏÍÈ ...4 øn=tã öNßgóÁÝÁø)tR öN©9 Wxßâur ã@ö6s% `ÏB øn=tã öNßg»oYóÁ|Ás% ôs% Wxßâur
Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh
telah Kami kisahkan tentangmereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak
Kami kisahkan tentang merekakepadamu… (QS. An-Nisaa': 164).
Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang Rasul
sebelum kamu, di antaramereka ada yang kami ceritakan kepadamu dan di antara
mereka ada (pula) yang tidakkami ceritakan kepadamu…(QS. Al-Mu'min: 78).
Dan para Nabi dan Rasul yang dikisahkan dalam Al-Qur'an berjumlah
dua puluh lima (25)orang. Delapan belas (18) orang di antara mereka disebutkan
dalam surat Al-An'am dalamfirman-Nya,
Dan Itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim
untuk menghadapikaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa
derajat. SesungguhnyaTuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. Dan Kami
telah menganugerahkanIshak dan Ya'qub kepadanya. Kepada keduanya masing-masing
telah Kami beripetunjuk, dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri
petunjuk, dan kepadasebagian dari keturunannya (Nuh) yaitu Daud, Sulaiman,
Ayyub, Yusuf, Musa danHarun. Demikianlah Kami memberi balasan kepada
orang-orang yang berbuat baik.Dan Zakaria, Yahya, Isa dan Ilyas, semuanya
termasuk orang-orang yang shalih. DanIsmail, Al-Yasa', Yunus dan Luth,
masing-masing Kami lebihkan derajatnya di atasumat (di masanya). (QS. Al-An'am: 83-86).
Dan tujuh (7) orang para Nabi dan Rasul lainnya adalah; Adam,
Idris, Hud, Shalih,Syu'aib, Dzul Kifli, dan Muhammad. Semoga shalawat, salam,
dan barakah Allahsenantiasa terlimpah kepada mereka semua.Dan beriman kepada
hari akhir, maksudnya adalah membenarkan dan meyakini semuayang tertera dalam
Al-Kitab maupun As-Sunnah tentang apa-apa yang terjadi setelahkematian.
Allah telah menjadikan dua rumah (tempat dan kehidupan); dunia dan akhirat.
Dan pembatas yang membedakan dan memisahkan antara dua tempat ini
adalah kematiandan ditiupnya sangkakala yang mengakibatkan kematian orang yang
saat itu masih hidup di akhir zaman di dunia ini. Dan setiap orang yang mati, berarti
telah berdiri hari qiyamatbaginya. Dan ia berpindah dari tempat amal
menuju tempat pembalasan. Adapunkehidupan setalah kematian, maka ada dua
kehidupan; kehidupan barzakhiyyah (di alambarzakh) -yang terjadi
antara kematian dan hari kebangkitan-, dan kehidupan setelah harikebangkitan.
Dan kehidupan barzakhiyyah (di alam barzakh), tidak ada yang mengetahuihakikatnya
kecuali Allah. Dan kehidupan barzakhiyyah ini mengikuti kehidupan
setelahhari kebangkitan (yakni; terjadi sebelum kehidupan akhirat). Karena pada
masing-masingkehidupan (yakni; kehidupan barzakhiyyah dan kehidupan
akhirat) terjadipembalasan terhadap amalan-amalan (yang dahulu dilakukan pada
kehidupan dunia).Orang yang berbahagia, akan mendapatkan kenikmatan dalam
kuburnya dengankenikmatan surga. Dan orang yang sengsara dan merugi, ia pun
akan siksa dalamkuburnya dengan siksaan neraka.Dan termasuk ke dalam iman
kepada hari akhir adalah beriman kepada hari kebangkitan,hari dikumpulkannya
semua makhluk Allah, syafa'at, telaga (danau yang dimiliki
olehRasulullah), hari perhitungan, timbangan, shirath (jembatan yang
membentang antarasurga dan neraka), surga, neraka, dan hal-hal lainnya yang
telah diterangkan dalam Al-Kitab maupun As-Sunnah.Dan beriman kepada taqdir,
maksudnya adalah beriman bahwa Allah telah menentukan(mentaqdirkan) segala
sesuatu yang terjadi hingga hari kiamat. Dan beriman kepada taqdirini
terdapat empat perkara secara berurutan; (pertama) meyakini bahwa Allah
mengetahuiapa-apa yang akan terjadi. (Kedua;) meyakini bahwa Allah telah
menulis taqdir danmenetapkan ketentuan seluruh makhluk-Nya sebelum Ia
menciptakan langit dan bumiselama lima puluh ribu tahun yang lampau. (Ketiga;)
meyakini bahwa Allah melakukansemua itu karena kehendak-Nya. (Dan keempat;)
meyakini bahwa Allah menciptakan danmembuat semua yang telah ditulis dan
ditetapkan menjadi ada, dan sesuai denganketetapan taqdir-Nya
tersebut.Maka, wajib (bagi setiap Muslim) untuk beriman kepada seluruh empat
perkara yangberurutan di atas, dan meyakini bahwa segala yang Allah kehendaki
pasti terjadi. Dan apaapayang tidak Allah kehendaki, maka tidak akan mungkin
terjadi. Dan inilah maknasabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,
Dan ketahuilah, sesungguhnya segala sesuatu (yang telah
Allah Subhanahu wa Ta'alatetapkan) tidak akan menimpamu, maka semua itu (pasti)
tidak akan menimpamu, dansegala sesuatu (yang telah Allah Subhanahu wa Ta'ala
tetapkan) akan menimpamu,maka semua itu (pasti) akan menimpamu…
8.
Perkataannya "Beritahu
aku tentang Ihsan!”. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallammenjawab, "Engkau beribadah
kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, namunjika engkau tidak bisa melihatnya,
yakinlah bahwa Dia melihatmu!".
Al-Ihsanmerupakan tingkatan (ibadah) yang tertinggi, di bawah tingkatan
ini adalah Al-Iman, dan di bawah tingkatan Al-Iman adalah Al-Islam.
Setiap Mu'min adalah Muslim,dan setiap Muhsin adalah Mu'min dan Muslim. Dan tidak
setiap Muslim adalah Mu'mindan Muslim. Oleh karena itu, diterangkan dalam surat
Al-Hujurat,
Orang-orang Arab Badui
itu berkata, "Kami telah beriman". Katakanlah, "Kamubelum
beriman, tapi katakan 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk kedalam
hatimu… (QS. Al-Hujurat: 14).
Dan telah datang dalam hadits penjelasan tingginya derajat Al-Ihsan
dalam sabdanya"Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau
melihatnya…". Yaitu; engkauberibadah kepada-Nya seolah-olah engkau
berdiri di hadapan-Nya dalam keadaan melihat-Nya. Dan barangsiapa mampu
melakukan demikian, berarti ia akan melakukan ibadahdengan sebaik-baiknya dan
sempurna. Namun, jika ia tidak mampu melakukan hal sepertiini, maka hendaknya
ia selalu merasakan bahwa Allah senantiasa malihatnya, dan tiadasesuatu pun
yang tersembunyi dari-Nya. Dengan demikian, ia akan selalu berhati-hatikarena
Allah akan melihatnya jika ia akan melakukan apa-apa yang dilarang oleh-Nya.
Dan ia pun akan beramal (dengan baik) karena Allah akan melihatnya
jika ia akanmelakukan apa-apa yang diperintah oleh-Nya.
9.
Perkataannya "Orang itu bertanya lagi, “Beritahu aku
tentang hari kiamat!”. Nabinshallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Orang yang
ditanya tentang itu, tidak lebihtahu dari yang bertanya".
Hanya Allah yang mengatahui tentang kapan terjadinya hari kiamat.
Tiada satu makhlukpun yang mengetahui hari kiamat kecuali hanya Allah Subhanahu
wa Ta'ala. AllahSubhanahu wa Ta'ala berfirman,
Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang
hari kiamat.Dan Dia-lah yang menurunkan hujan dan mengetahui apa yang ada dalam
rahim. Dantiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan
diusahakannyabesok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia
akan mati.Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Luqman: 34).
Dan Allah berfirman,
Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib… (QS.
Al-An'am: 59)
Di antaranya adalah pengatahuan tentang hari kiamat.Dalam Shahih
Al-Bukhari (4778) dari Abdullah bin Umar beliau berkata, Nabi shallallahu'alaihi
wa sallam bersabda,
"Kunci-kunci perkara yang ghaib ada lima". Kemudian
beliau membaca ayat"Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah
pengetahuan tentang harikiamat…"
Dan Allah juga berfirman,
Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat,
"Bilamanakah terjadinya?".Katakanlah, "Sesungguhnya pengetahuan
tentang kiamat itu adalah pada sisiTuhanku, tidak seorangpun yang dapat
menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia.Kiamat itu amat berat (huru haranya
bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamatitu tidak akan datang kepadamu
melainkan dengan tiba-tiba". Mereka bertanyakepadamu seakan-akan kamu
benar-benar mengetahuinya. Katakanlah,"Sesungguhnya pengetahuan tentang
hari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapikebanyakan manusia tidak
mengetahui.” (QS. Al-A'raaf: 187).
Dan dalam As-Sunnah dijelaskan bahwa kiamat terjadi pada
hari Jumat. Adapun padatahun kapan? Dan pada bulan apa di tahun tersebut? Dan
pada Jumat mana dalam bulantersebut? Maka semua itu tidak ada yang mengetahui
kecuali hanya Allah. Dalam SunanAbi Dawud (1046), dari Abu Hurairah berkata,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallambersabda,
Sebaik-baik hari yang padanya terbit
matahari adalah hari Jumat. Pada hari itudiciptakan Adam, pada hari itu pula ia
diturunkan (ke bumi), pada hari itu puladiterima taubatnya (oleh Allah), pada
hari itu pula terjadi hari kiamat. Dan pada hariJumat, tidak ada satu makhluk
pun kecuali ia dapat mendengar sejak subuh hinggaterbit matahari, dikarenakan
takut terjadi kiamat, kecuali hanya jin dan manusia…
Dan hadits ini shahih, para periwayatnya adalah para periwayat Al-Kutubus
Sittah, kecuali perawi yang bernama Al-Qa'nabi, maka beliau tidak dikeluarkan
(haditsnya) oleh IbnuMajah.Dan sabdanya "Orang yang ditanya tentang
itu, tidak lebih tahu dari yang bertanya".
Maksudnya adalah semua makhluk tidak ada yang mengetahui kapan
terjadinya harikiamat. Dan siapapun penanya dan yang ditanya, maka kedua-duanya
sama saja dalamketidaktahuan kapan terjadinya hari kiamat.
10. Perkataan "Kemudian orang itu bertanya lagi,
“Beritahu aku tentang tanda-tandanya!”.Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
menjawab, “Yaitu (jika) seorang budak wanitamelahirkan majikan perempuannya
(nyonyanya), dan (jika) engkau melihat orangtidak beralas kaki, tidak
berpakaian, miskin dan penggembala kambing, merekaberlomba-lomba dalam
meninggikan bangunan".
Amaratuha artinya 'alamatuha
(tanda-tandanya). Dan tanda-tanda hari kiamat terbagimenjadi dua macam;
tanda-tanda yang dekat dengan kejadiannya, seperti terbitnyamatahari dari
sebelah barat, keluarnya Dajjal, keluarnya Ya'juj dan Ma'juj,
dan sepertiturunnya Isa bin Maryam 'alaihissalam dari langit. Dan yang
(kedua) tanda-tanda harikiamat yang terjadi sebelum peristiwa-peristiwa
tersebut, seperti dua tanda yangdisebutkan dalam hadits ini.
Dan maksud sabdanya "Yaitu (jika) seorang budak wanita
melahirkan majikanperempuannya (nyonyanya)", ditafsirkan dengan
(beberapa penafsiran, di antaranya;)banyaknya penaklukan dan banyaknya tawanan
(budak). Dan di antara budak-budakwanita, ada yang disetubuhi oleh tuannya,
sehingga budak wanita tersebut melahirkananak yang sederajat dengan ayahnya,
dan ibunya menjadi ummu walad (budak yangmelahirkan anak dari tuannya).
Dan juga ditafsirkan dengan (banyaknya) perubahankeadaan dan banyaknya terjadi
kedurhakaan anak-anak kepada orang tua (ayah dan ibu)mereka. Juga dominasi anak
atas orang tuanya (durhaka dan banyak mengatur orangtuanya). Dengan demikian,
seolah-olah (karena banyaknya terjadi hal ini) anak-anaktersebut tuan-tuan bagi
ayah dan ibu mereka.
Dan makna "…dan (jika) engkau melihat orang tidak beralas kaki, tidak
berpakaian,miskin dan penggembala kambing, mereka berlomba-lomba dalam
meninggikanbangunan" adalah bahwa
orang-orang miskin yang biasa menggembala kambing dantidak mendapatkan apapun
yang dapatdijadikan untuk pakaian, keadaan merekaberubah. Mereka berlomba-lomba
membangun bangunan dan kota. Dan kedua tanda initelah terjadi.
11. Perkataan "Kemudian orang itu beranjak pergi.
Sedangkan aku (Umar) terdiam cukuplama. Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam bertanya kepadaku, “Wahai Umar,tahukah engkau siapa orang yang bertanya
itu?”. Aku menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui”. Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam pun bersabda, “Dia adalahJibril, datang kepadamu untuk
mengajarkan perkara agamamu".
Makna "maliyyan" artinya zamaanan (beberapa
waktu). Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah mengkhabarkan kepada
para sahabat tentang si penanya bahwa ia adalahJibril, setelah ia berpaling
keluar. Dan dijelaskan pula (dalam sebuah riwayat yang lain)bahwa nabi
mengabarkan Umar tiga hari kemudian. Dan ini tidak bertentangan. Karena(mungkin
saja) Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengkhabarkan orang-orang
yanghadir dari para sahabat, dan saat itu Umar sudah pergi pula dari majlis.
Lalu, tiga harikemudian beliau bertemu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,
dan nabi punmengabarinya.
12. Pelajaran dan faidah
hadits:
a.
Orang yang
bertanya, sebagaimana ia boleh bertanya untuk belajar, maka ia pun
bolehbertanya untuk mengajarkan (yang lainnya). Ia boleh bertanya kepada orang
yangmemiliki ilmu tentang sesuatu, agar yang lainnya yang hadits dapat
mendengarkanbjawabannya.
b.
Para
malaikat dapat berubah bentuk menjadi rupa manusia. Dan ini bukan dalil akanbolehnya
sandiwara atau drama yang sangat dikenal di zaman ini. Karena ini satubentuk
kedustaan. Adapun yang terjadi pada Jibril, maka itu (hakikat dan)
terjadidengan izin dan kekuasaan Allah.
c.
Adab
pelajar terhadap gurunya.
d.
Tatkala
lafazh Iman dan Islam bergabung, maka Islam ditafsirkan dengan perkaraperkarayang
lahir, dan Iman ditafsirkan dengan perkara-perkara yang batin.
e.
Memulai
segala perkara dari yang terpenting, kemudian yang penting, dan seterusnya.Karena,
dalam hadits ini dimulai dengan syahadatain dalam penafsiran
Islam,kemudian setelahnya Iman kepada Allah dalam penafsiran Iman.
f.
Sesungguhnya
rukun Islam ada lima, dan pokok-pokok Iman ada enam.
g.
Sesungguhnya
beriman kepada pokok-pokok Iman yang enam termasuk berimankepada perkara yang
ghaib.
h.
Adanya
perbedaaan antara Islam, Iman, dan Ihsan.
i.
Tingginya
derajat Ihsan.
j.
Sesungguhnya
ilmu (pengetahuan) tentang hari kiamat termasuk ilmu yang Allahsembunyikan.
k.
Penjelasan
sekilas tentang tanda-tanda hari Islam.
l.
Orang yang
ditanya, tatkala ia tidak mengetahui jawaban pertanyaanyang diajukankepadanya,
hendaknya berkata "Allahu A'lam" (Allah lebih mengetahui).
C.
Hubungan Aqidah, Syari’ah, dan Akhlak dalam Perilaku Manusia
Tujuan
ajaran Islam diberikan Allah kepada manusia adalah untuk mencapai keselamatan
semenjak lahir hingga ajal menjemput, bahkan hingga bertemu dengan Dzat yang
Maha Merajai Hari Pembalasan, Allah SWT.
Allah
menawarkan kepada kita jalan keselamatan hidup melalui lisan dan perbuatan para
Nabi. Disini kita hanya tinggal memilih, mau mengikuti jalan keselamatan itu
ataupun tidak.
Ajaran
Islam menjamin keselamatan hidup manusia apabila manusia berpegang teguh kepada
ajaran Allah tersebut dan berpegang teguh pada perjanjian dengan manusia,
sebagaimana firman Allah:
“Mereka
diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, (kecuali jika mereka berpegang
teguh pada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia), dan mereka
kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan merekan diliputi kerendahan. Yang
demikian itu karena mereka kafir terhadap ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi
tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan merekan durhaka dan
melempaui batas.” (QS.
Ali-Imran, 3:112).[4]
Berpegang
teguh pada ajaran Allah merupakan aqidah. Berpegang teguh pada perjanjian
dengan manusia adalah perwujudan akhlak. Aktivitas memegang teguh ajaran Allah
dan perjanjian dengan manusia merupakan penerapan syariah.
Dengan
kata lain, perbuatan (syariah) yang didasari oleh kelurusan aqidah dan
dampaknya adalah akhlak (kemanfaatannya dirasakan oleh manusia lain).
Contohnya
adalah shalat. Perbuatan shalat (syariah) akan bermakna apabila didasari
motivasi semata-mata karena Allah (aqidah) dan berdampak positif bagi perilaku
oranf yang melaksanakan shalat untuk digunakan dalam kehidupan bermasyarakat
dengan orang lain (akhlak).
Hubungan
aqidah, syariah, dan akhlak bila dianalogikan adalah seperti uang logam.
Syariah adalah uang logam itu sendiri yang memiliki dua sisi penunjang yaitu
aqidah dan akhlak. Uang logam, tidak akan berguna tanpa kedua sisinya,
begitupun dengan perbuatan manusia. Segala perbuatan (syariah) akan bermakna
bila dibarengi dengan tujuan yang jelas (aqidah) dan berdampak positif bagi
manusia lain (akhlak).
D.
Aqidah
1.
Pengertian Aqidah
Aqidah adalah bentuk dari kata “aqoda, ya’qidu, aqdan,
aqidatan” yang berarti simpulan, ikatan, sangkutan, perjanjian, dan kokoh.
Penggunaan kata Aqidah dalam Al-Qur’an berarti sumpah setia di antara manusia
(QS. An-Nisa, 4:33; Al-Maidah, 5:1&89). Misalnya dalam hal pembagian harta
waris, orang yang terikat sumpah setia dengan orang yang meninggal dunia
tersebut berhak menerima harta waris. Apabila sumpah itu dilanggar, ia harus
menggantinya dengan khafarat. Aqidah juga berarti ikatan nikah (QS. Al-Baqarah,
2: 235&237) atau kekakuan lidah (QS. Thaha, 20:27) atau ikatan tali (QS.
Al-Alaq, 113:4)
Hasbi Ash Shiddiqi mengatakan aqidah menurut ketentuan
bahasa (bahasa Arab) ialah sesuatu yang dipegang teguh dan terhujam kuat di
dalam lubuk jiwa dan tak dapat beralih dari padanya. Sedangkan Syekh Hasan
Al-Bannah menyatakan aqidah sebagai sesuatu yang seharusnya hati membenarkannya
sehingga menjadi ketenangan jiwa, yang menjadikan kepercayaan bersih dari
kebimbangan dan keragu-raguan.
Secara umum, aqidah dalam Islam berarti perjanjian
teguh manusia dengan Allah yang berisi tentang kesediaan manusia untuk tunduk
dan patuh secara sukarela tanpa keragu-raguan pada kehendak Allah.
2.
Ruang Lingkup Aqidah
Kesediaan manusia untuk tunduk dan patuh secara
sukarela tanpa keragu-raguan pada kehendak Allah tersebut mengandung enam dasar
perjanjian, yaitu: keyakinan hati bahwa ada hal yang ghaib seperti malaikat,
keyakinan hati bahwa ada pertanggungjawaban amal perbuatan setelah kematian,
dan keyakinan hati bahwa ada aturan pasti yang melandasi kehidupan ini yang
dibuat Allah (QS. Al-Baqarah, 2;2-4&177; Al-Bayan, Kitab Iman, No. 5).
Dampak keyakinan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah
adalah kita yakin bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Ketika kita dihadapkan
pada suatu masalah, kita hanya memohon pertolongan pada Allah. Sehingga kita
terhindar dari menyekutukan Allah atau syirik. Sedangkan dampak keyakinan bahwa
malaikat itu ada adalah kontrol diri yang stabil dan amanah kerasulan yang
diberikan Allah pada rasul dari manusia biasa adalah penghargaan terhadap
objektivitas informasi. Hanya informasi yang akurat kebenarannya sajalah yang
dijadikan landasan perbuatan kita sebagai manusia yang bisa berpikir.
Dampak dari keyakinan adanya kumpulan petunjuk Allah
yang diberikan kepada nabi adalah kepastian petunjuk hidup yang bisa diikuti
manusia. Sedangkan dampak dari keyakinan adanya pertanggungjawaban amal
perbuatan setelah kematian adalah terjaganya perilaku selama hidup di dunia dan
menjalani hidup dengan penuh makna.
Dampak keyakinan bahwa adanya aturan pasti yang
mengikat alam semesta ini termasuk tubuh kita adalah keluasan ruang dan waktu
bagi manusia untuk mengembangkan seluruh potensi dirinya.
3.
Kedudukan Aqidah dalam Pokok Ajaran Islam
Aqidah merupakan akar bagi setiap perbuatan manusia.
Apabila akar pohon perbuatan manusia itu kokoh, maka pohon perbuatan manusia
itu akan berbuah dan tahan dari berbagai tiupan angin cobaan. Sebaliknya,
apabila akar pohon perbuatan manusia itu lemah, maka buah perbuatan manusia itu
akan tidak bermakna dan mudah roboh dengan tiupan godaan angin sepoi-sepoi
sekalipun.
Manusia yang lisan dan hatinya menyatakan tunduk dan
patuh secara sukarela tanpa keragu-raguan pada kehendak Allah, pasti dampak
perbuatannya akan bermanfaat bagi manusia lain yang ada di sekitarnya.
E.
Syari’ah
1.
Pengertian Syari’ah
Syara’a-Yasyra’u-Syar’an artinya membuat undang-undang,
menerangkan rute perjalanan, adat kebiasaan, jalan raya.
Syara’a-Yasyra’u-Syuru’an, artinya masuk ke dalam air memulai pekerjaan, jalan
ke air, layar kapal, dan tali panah (Mahmud Yunus, 1989:195).
Syariah adalah jalan ke sumber (mata) air. Dahulu orang
Arab menggunakan syari’ah untuk sebutan jalan setapak menuju sumber (mata) air
untuk mencuci atau membersihkan diri. (Mohammad Daud Ali, 1997:235).
Syariah juga berarti jalan lurus, jalan yang lempeng,
tidak berkelok-kelok, jalan raya. Penggunaan kata syari’ah bermakna peraturan,
adat kebiasaan, undang-undang, dan hukum (Ahmad Wason Munawwir, 1984:762).
Dari pengertian di atas Syariah adalah segala peraturan
agama yang telah ditetapkan Allah SWT untuk umat Islam, baik dari Al-Qur’an,
maupun dari sunnah Rasulullah SAW, yang diberikan kepada manusia melaluli para
Nabi agar manusia hidup selamat di dunia maupun di akhirat.
Para pakar hukum Islam memberikan batasan pengertian
“Syariah” yang lebih tegas untuk membedakannya dengan “Ilmu Fiqh”, yang
diantaranya sebagai berikut:
a.
Imam Abu Ishak As-Syatibi dalam bukunya Al-Muwafaqat fi ushulil
bahkan mengatakan, “Bahwasanya arti syariah itu, sesungguhnya, menetapkan batas
tegas bagi orang-orang mukallaf, dalam segala perbuatan, perkataan, dan akidah
mereka.”
b.
Syekh Muhammad Ali Ath-Thahawi dalam bukunya kassyful istilah
funun mengatakan, “Syariah ialah segala yang telah diisyaratkan Allah SWT untuk
para hamba-Nya, dari hukum-hukum yang telah dibawa oleh para Nabi Allah as.
Baik yang berkaitan dengan cara pelaksanaannya, dan disebut dengan far’iyah
amaliah lalu dihimpun dalam ilmu fiqh atau cara berkaidah yang disebut pokok
akidah, dan dihmpun oleh ilmu kalam, dan syariah ini dapat disebut juga dengan din
(agama) dan millah.
c.
Prof. DR. Mahmud Salthut mengatakan bahwa, “Syariah adalah segala
peraturan yang telah disyariatkan Allah, atau Ia telah mensyariatkan
dasar-dasarnya, agar manusia melaksanakannya, untuk dirinya sendiri, dalam
berkomunikasi dengan Tuhannya, dengan sesama muslim, dengan sesama manusia,
dengan alam semesta, dan berkomunikasi dengan kehidupan.”
Dengan tersebut menegaskan bahwa syariah sama artinya
dengan din (agama) dan millah. Berbeda dengan ilmu fiqh yang
hanya membahas tentang amaliyah hukum (ibadah). Sedangkan bidang akidah dan
hal-hal yang berhubungan dengan alam gaib, dibahas oleh ilmu kalam atau ilmu
tauhid.
2.
Ruang Lingkup Syariah
Ruang Lingkup Syariah (Hukum Islam) meliputi hubungan
vertikal dengan Allah (ibadah) dan hubungan horizontal dengan sesama manusia (muamalat).
a.
Hubungan manusia dengan Allah SWT secara vertikal, melalui ibadah,
seperti:
·
Thaharah (Bersuci diri dari kotoran dan najis), tujuan: membiasakan
manusia hidup bersih agar manusia lain merasa nyaman di tengah-tengah
kehadirannya;
·
Shalat, tujuan: menanamkan kesadaran diri manusia tentang
identitas asal usulnya dari tanah serta janji akan tunduk dan patuh secara
sukarela kepada Allah dalam kurun waktu 24 jam kehidupannya yang dibuktikan
dengan tidak melakukan perbuatan merugikan orang banyak (fahisah) dan
lisannya tidak melukai perasaan orang lain (munkar);
·
Zakat, tujuan: membiasakan manusia untuk berbagi dengan manusia
lain yang tidak bekerja produktif (petani, pedagang musiman, tukang becak, dll)
yang ada di lingkungan sekitar tenpat tinggalnya;
·
Puasa, tujuan: membiasakan manusia untuk jujur pada diri sendiri
dan berempati atas penderitaan orang lain dengan cara meniru sifat-sifat Allah
SWT, seperti sifat Allah SWT yang tidak pernah makan, minum, dan berkeluarga.
·
Haji, tujuan: mempersiapkan manusia untuk sanggup datang kepada
Allah SWT sendiri-sendiri dengan menanggalkan seluruh kekayaan, ikatan
kekerabatan, jabatan kekuasaan, kecuali amal perbuatan yang telah dilakukannya.
b.
Hubungan manusia dengan manusia secara horizontal, seperti:
1)
Ikatan pertukaran barang dan jasa, tujuan: agar kehidupan dasar
manusia yang satu dengan yang lain dapat tercukupi dengan sportif;
2)
Ikatan pernikahan, tujuan: melestarikan generasi manusia
berdasarkan aturan yang berlaku;
3)
Ikatan pewarisan, tujuan: agar terjadu pembagian peran dan fungsi
sosial yang seadil-adilnya atas dasar musyawarah di bawah hukum kemasyarakatan
yang dibuat bersama;
4)
Ikatan kemanusiaan, tujuan: agar terjadi saling tenggang rasa,
karya, dan cipta di antara manusia yang berkaitan
3.
Kedudukan Syariah dalam Pokok Ajaran Islam
Syariah Islam secara mutlak dimaksudkan seluruh ajaran
Islam baik yang mengenai keimanan, amaliah ibadah, maupun mengenai akhlak.
Firman Allah SWT:
Artinya: “Kemudian Kami jadikan engkau berada di atas
suatu syariah (peraturan) dari urusan agama itu, maka ikutilah dia (syariah),
dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.”
(QS. Al-Jatsiyah: 18).[5]
Kedudukan syariah dalam ajaran Islam adalah sebagai
bukti aqidah. Setiap detik kehidupan manusia diisi dengan perbuatan-perbuatan.
Perbuatan-perbuatan itu dilandasi akar keyakinan hati akan tunduk dan patuh
secara sukarela terhadap kehendak Allah (aqidah). Buah dari perbuatan itu
dinamai akhlak.
F.
Akhlak
1.
Pengertian Akhlak
Akhlak berasal dari bahasa Arab, yang berasal dari kata
khalaqa-yakhluqu-khalqan artinya perangai (Mahmud Yunus, 1980:120). Penggunaan
kata “khalaqa” dan turunannya dalam
Al-Qur’an berarti menciptakan sesuatu. Dengan demikian, pengertian akhlak dari
segi bahasa maupun penggunaannya dalam Al-Qur’an dapat didefinisikan sebagai
tindakan membentuk atau membiasakan perbuatan. Akhlak adalah perilaku yang
dimiliki oleh manusia, baik akhlak yang terpuji atau akhlakul karimah maupun
yang tercela atau akhlakul madzmumah.
Dalam prakteknya akhlak bisa dikatakan buah atau hasil
dari akidah yang kuat dan syariah yang benar. Allah SWT mengutus Nabi Muhammad
SAW tidak lain dan tidak bukan adalah untuk memperbaiki akhlak. Sebagai bahan
perbandingan. Ahmad Amin (1988) mendefinisikan akhlak sebagai perbuatan yang
diulang-ulang sehingga menjadi mudah untuk melakukannya dan tidak perlu
berpikir lagi bagaimana melakukannya. Contohnya adalah seperti shalat tahajud. Pada
malam pertama mungkin akan sedikit berat untuk dapat bangun malam. Namun, bila
hal itu dilakukan berulang-ulang itu akan menjadi sangat mudah. Kita tidak
perlu berpikir lagi bagaimana melakukannya. Demikian juga dengan bersedekah.
Bila kita rajin melakukan sedekah, tentu hal ini menjadi mudah untuk kita
lakukan. Tak perlu lagi berpikir bagaimana caranya bersedekah. Maka kita dapat
berkesimpulan bahwa bersedekah/membantu orang lain adalah akhlak.[6]
Menurut Yunahar Ilyas (2004:12-14) akhlak dalam Islam
memiliki lima macam ciri, yaitu:
a.
Akhlak Rabani
Ajaran
akhlak dalam Islam bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Di dalam Al-Qur’an
terdapat 1500 ayat yang mengandung ajaran tentang akhlak, baik secara teoritis
maupun praktis. Demikian pula dalam haditst juga terdapat banyak pedoman
mengenai akhlak.
Sifat
Rabbani dari akhlak berkaitan dengan tujuannya, yakni memperoleh kebahagiaan di
dunia dan akhirat. Akhlak Rabbani mampu menghindari dari kekacauan nilai
moralitas dalam hidup manusia. Allah SWT berfirman dalam surah Al-An’am ayat
153:
“Inilah
jalanku yang lurus: hendaknya kamu mengikutinya, jangan ikuti jalan-jalan yang
lain, sehingga kamu bercerai-berai dari jalan-Nya. Demikian diperintahkan
padamu agar kamu bertaqwa.”.[7]
b.
Akhlak Manusiawi
Ajaran
akhlak dalam Islam sejalan dan memenuhi fitrah sebagai manusia. Akhlak dalam
Islam adalah akhlak yang benar-benar memelihara eksistensi sebagai seorang
manusia yang merupakan makhluk yang terhormat, sesuai dengan fitrahnya, yang
menjunjung tinggi hak asasi manusia dimana hal ini merupakan hak yang
fundamental dan mutlak dimiliki oleh manusia.[8]
c.
Akhlak Universal
Ajaran
akhlak dalam Islam sesuai dengan kemanusiaan yang universal dan mencakup segala
aspek kehidupan manusia, baik dimensi vertikal maupun horisontal. Contohnya
dalam Al-Qur’an terdapat 10 macam keburukan yang wajib dijauhi oleh setiap
orang, yakni menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh anak
karena takut miskin, berbuat keji baik secara terbuka maupun tersembunyi, membunuh
orang tanpa alasan yang sah, makan harta anak yatim, mengurangi takaran dan
timbangan, membebani orang lain dengan kewajiban melampauin kekuatannya,
persaksian tidak adil, dan menghianati janji dengan Allah (QS. Al-An’am, 6:
151-152). Sepuluh macam keburukan ini adalah nilai-nilai yang bersifat
universal bagi siapapun, dimanapun, dan kapanpun akan dinyatakan sebagai
keburukan.[9]
d.
Akhlak Keseimbangan
Akhlak
dalam Islam berada di antara dua sisi. Di satu sisi mengkhayalkan manusia
sebagai malaikat yang menitikberatkan pada sifat kebinatangannya (hawa nafsu).
Manusia
dalam Islam memiliki dua kekuatan, yaitu: kekuatan kebaikan yang berada dalam
hati nurani dan akalnya, kekuatan buruk yang berada pada hawa nafsunya.
Manusia
memiliki unsur rohaniah malaikat dan juga unsur naluriah hewani yang
masing-masing memerlukan pelayanan secara seimbang.
Manusia
tidak hanya hidup di dunia namun juga akan menghadapi kehidupan di akhirat
kelak. Akhlak dalam Islam memenuhi tuntutan hidup manusia secara seimbang, baik
dalam kebutuhan jasmani ataupun rohani.[10]
e.
Akhlak Realistik
Ajaran
akhlak dalam Islam memperhatikan kenyataan hidup manusia. Meskipun manusia
dinyatakan sebagai makhluk yang memiliki kelebihan dibanding makhluk-makhluk
yang lain, akan tetapi manusia juga memiliki kelemahan yang sering terjadi
akibat ketidakmampuan untuk mengontrol diri. Oleh karena itu dalam ajaran Islam
memberikan kesempatan bagi manusia untuk memperbaiki diri dengan bertaubat.
Bahkan dalam keadaan terpaksa, Islam memperbolehkan manusia melakukan sesuatu
dalam keadaan biasa tidak dibenarkan. Allah berfirman dalam, QS. Al-Baqarah,
2:173:
“Barangsiapa
terpaksa, bukan karena membangkang dan sengaja melanggar aturan, tidaklah ia
berdosa. Sungguh Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Suatu
perbuatan dapat dikatakan sebagai cerminan akhlak apabila memiliki kriteria
sebagai berikut:
a.
Dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi suatu kebiasaan;
b.
Timbul dengan sendirinya (spontan), tanpa dipikir-pikir terlebih
dahulu.
2.
Ruang Lingkup Akhlak
Apabila perbuatan-perbuatan manusia (syariah)
dikelompokkan menjadi ibadah dan muamalah, maka akhlak pun dapat dikelomokkan
menjadi dua, yaitu: akhlak pada Allah, akhlak pada manusia.
a.
Akhlak pada Allah
Akhlak
kepada Allah adalah tanda terimakasih kita padaNya. Contoh akhlak kepada Allah:
melaksanakan perintah Allah dan menjauhi laranganNya.
b.
Akhlak pada manusia
Akhlak
kepada manusia adalah cara kita untuk menemukan kemanfaatan bagi hidup bersama.
Contoh akhlak kepada manusia: menghormati orang tua, menolong orang lain,
menghormati orangtua terdapat pada firman Allah SWT dalam surat Al-Ahqaaf: 15,
yaitu:
“Dan
Kami telah perinyahkan manusia untuk berbuat baik kepada ibu-bapaknya. Ibunya
telah mengandungnya dengan kepayahan dan melahirkannya dengan kepayahan (pula).
Dia mengandungnya sampai masa menyapihnya tiga puluh bulan, sehingga apabila
anak itu mencapai dewasa dan mencapai usia empat puluh tahun, dia berkata, “Ya
Tuhanku, berilah aku petunjuk supaya aku mensyukuri nikmatMu yang Engkau
anugerahkan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat mengerjakan
amal saleh yang Engkau ridlainya, dan berilah kebaikan kepadaku (juga) pada
keturunanku. Sesungguhnya aku taubat kepada-Mu dan sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang berserah diri (muslim)”.[11]
3.
Kedudukan Akhlak dalam Pokok Ajaran Islam
Kedudukan akhlak dalam ajaran Islam adalah hasil, dampak, atau
buah dari perbuatan-perbuatan (syariah) yang dilandasi keyakinan hati tunduk
dan patuh secara sukarela pada kehendak Allah (aqidah). Seperti halnya adalah
jujur dan patuh secara sukarela pada kehendak Allah (aqidah). Seperti halnya
adalah jujur pada diri sendiri yang merupakan bagian dari akhlak adalah dampak
perbuatan puasa (syariah) yang dilandasi keyakinan hati (aqidah) bahwa puasa
kita dapat berempati terhadap penderitaan orang lain yang menjalani hidupnya
serba kekurangan.[12]
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kerangka dasar ajaran Islam adalah cetak biru ajaran Allah SWT
kepada utusan Allah. Dimana di dalam kerangka dasar ajaran terdapat tiga bagian
utama yang saling berkaitan, yaitu: Aqidah, Syariah, dan Akhlak. Aqidah
merupakan akar (dasar) dari setiap perbuatan manusia. Sedangkan Syariah adalah
perbuatan-perbuatan yang merupakan wujud dari aqidah. Dari penetapan aqidah dan
perwujudannya berupa Syariah muncullah buah berupa kebermanfaatannya baik bagi
diri sendiri maupun orang lain yang disebut dengan akhlak.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Kaisy Marwan Ibrahim.
2007. Yang Pantas Patut Bagi Seorang Muslim. Jakarta:
Raja Grafindo.
Bisri. 2009. Akhlak. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Depag RI.
Fauqi, Hajjaj Muhammad. 2011. Tasawuf
Islam & Akhlak. Jakarta: Amzah.
Gunawan,Teddy Surya & Kartiwi,Mira (ed.). 2003. Hadits 40 Imam Nawawi. File pdf.
Hajaroh, Mami. 2008. Akhlak, Etika, dan Moral,
dalam Ajat Sudrajat, dkk. Din al-Islam Pendidikan Agama Islam di perguruan
Tinggi Umum. Yogyakarta: UNY Press.
Mahjuddin. 1991. Kuliah
Akhlak Tasawuf. Jakarta: Kalam
Mulia.
Muhsin bin
Hamd al 'Abbad al Badr,Abdul. 2012. Fat-hul
Qawiyyil Matin fi Syarhil Arba'in wa Tatimmatul Khamsin. disebarkan
dalam bentuk ebook oleh www.yufid.com.
Nasirudin. 2009. Pendidikan
Tasawuf. Semarang: Rasail Media Group.
Utsman,
Mahmud. 1992. Terjemah
Al-Qur’anul Karim. Jakarta: Depag
RI.
Wahyuddin dkk. 2009. Pendidikan
Agama Islam. Jakarta:
Grasindo.
[2] Al-Kaisy Marwan Ibrahim, Yang Pantas Patut Bagi
Seorang Muslim, (Jakarta: Raja Grafindo, 2007), hlm. 7
[3]Abdul Muhsin
bin Hamd al 'Abbad al Badr, Fat-hul
Qawiyyil Matin fi Syarhil Arba'in wa Tatimmatul Khamsin (disebarkan dalam
bentuk ebook oleh www.yufid.com, 2012), hlm. 59
[4] Mahmud Utsman, Terjemah Al-Qur’anul Karim, (Jakarta: Depag
RI, 1992).
[5] Mahmud Utsman, Terjemah Al-Qur’anul Karim, (Jakarta: Depag
RI, 1992).
[7] Mahmud Utsman, Terjemah Al-Qur’anul Karim, (Jakarta: Depag
RI, 1992).
[11] Mahmud Utsman, Terjemah Al-Qur’anul Karim, (Jakarta: Depag
RI, 1992).
[12] Hajjaj
Muhammad Fauqi, Tasawuf Islam & Akhlak, (Jakarta: Amzah,
2011), hlm. 102.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar