Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Minggu, 13 Mei 2018

MAKALAH KLASIFIKASI POKOK POKOK AJARAN ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang
Dewasa ini, banyak sekali permasalahan-permasalahan fundamental yang terjasi dalam praktek ibadah islam seorang muslim. Salah satu permasalahan fundamental yang kian menjamur adalah menyangkut praktek dasar ajaran Islam.nDasar ajaran Islam yang terdiri dari aqidah, syari’ah, dan akhlak sering sekali dilupakan keterkaitannya.
Contohnya: seseorang melaksanakan shalat, berarti dia melakukan syaria’h. Tetapi shalat itu dilakukannya untuk membuat kagum orang-orang disekitarnya, berarti dia tidak melaksanakan aqidah. Karena shalat shalat itu dilakukannya bukan karena Allah SWT, maka shalat itu tidak bermanfaat bagi dirinya sendiri ataupun orang lain. Alhasil, dia tidak mendapatkan manfaat pada akhlaknya. Itulah yang menjadikan suatu perbuatan yang seharusnya mendapat ganjaran pahala, tapi malah menjadi suatu kesia-siaan karena tidak dilakukan semata-mata karena Allah. Dengan penyusunan makalah ini, penulis berharap dapa menegaskan kembali mengenai kerangka dasar ajaran Islam yang terdiri dari: Aqidah, Syari’ah, dan Akhlak yang kian terlupakan.
B.            Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian dari Aqidah, Syariah, dan Akhlak dalam Ajaran Islam?
2.    Bagaimana klasifikasi Pokok Ajaran Islam?
3.    Bagaiman hubungan Aqidah, Syariah, dan Akhlak dalam Perilaku Manusia?
4.    Bagaimana ruang lingkup Aqidah, Syariah, dan Akhlak dalam Ajaran Islam?
5.    Bagaimana kedudukan Aqidah, Syariah, dan Akhlak dalam Ajaran Islam?
C.           Tujuan dan Manfaat
1.      Menjelaskan dan menegaskan kembali mengenai kerangka dasar ajaran Islam yang terdiri dari: Aqidah, Syari’ah, dan Akhlak yang kian terlupakan.
2.      Menjelaskan mengenai ruang lingkup Aqidah, Syari’ah, dan Akhlak dalam ajaran Islam dan kedudukannya dalam ajaran Islam.
3.      Pembaca memahami tentang kedudukan Aqidah, Syariah, dan Akhlak.
4.      Pembaca memahami mengenai hubungan antara Aqidah, Syariah, dan Akhlak dalam perilaku manusia.
Manfaat dari makalah “Kerangka Dasar Ajaran Islam”, yaitu:
5.      Memahami dan mangkaji mengenai Aqidah, Syariah, dan Akhlak
dalam ajaran Islam.
6.      Merefleksikan pemahaman yang didapat dalam kehidupan sehari-hari;
7.      Memahami kekeliruan-kekeliruan menyangkut Aqidah, Syariah, dan
Akhlak untuk kemudian menjadi cermin untuk berintrospeksi diri.
PEMBAHASAN

Klasifikasipokok ajaran Islam menjadi dua, yaitu Aqidah (kepercayaan) dan Syari’ah (kewajiban beragama sebagai konsekuensi percaya) Namun demikian, terdapat ulama lain membagi pokok ajaran Islam menjadi tiga, yaitu: Iman (aqidah), Islam (syariah), dan Ihsan (akhlak). Pengklasifikasian pokok ajaran Islam ini didasarkan pada sebuah haditst yang diriwayatkan Abu Hurairah, yaitu:
عَنْعُمَرَرَضِيَاللهُعَنْهُأَيْضاًقَالَ : بَيْنَمَانَحْنُجُلُوْسٌعِنْدَرَسُوْلِاللهِصَلَّىاللهُعَلَيْهِوَسَلَّمَذَاتَيَوْمٍإِذْطَلَعَعَلَيْنَارَجُلٌشَدِيْدُبَيَاضِالثِّيَابِشَدِيْدُسَوَادِالشَّعْرِ،لاَيُرَىعَلَيْهِأَثَرُالسَّفَرِ،وَلاَيَعْرِفُهُمِنَّاأَحَدٌ،حَتَّىجَلَسَإِلَىالنَّبِيِّصلىاللهعليهوسلمفَأَسْنَدَرُآْبَتَيْهِإِلَىرُآْبَتَيْهِوَوَضَعَآَفَّيْهِعَلَىفَخِذَيْهِوَقَالَ: يَامُحَمَّدأَخْبِرْنِيعَنِاْلإِسْلاَمِ،فَقَالَرَسُوْلُاللهِصلىاللهعليهوسلم : اْلإِسِلاَمُأَنْتَشْهَدَأَنْلاَإِلَهَإِلاَّاللهُوَأَنَّمُحَمَّدًارَسُوْلُاللهِوَتُقِيْمَالصَّلاَةَوَتُؤْتِيَالزَّآاَةَوَتَصُوْمَرَمَضَانَوَتَحُجَّالْبَيْتَإِنِاسْتَطَعْتَإِلَيْهِسَبِيْلاًقَالَ: صَدَقْتَ،فَعَجِبْنَالَهُيَسْأَلُهُوَيُصَدِّقُهُ،قَالَ: فَأَخْبِرْنِيعَنِاْلإِيْمَانِقَالَ : أَنْتُؤْمِنَبِاللهِوَمَلاَئِكَتِهِوَآُتُبِهِوَرُسُلِهِوَالْيَوْمِالآخِرِوَتُؤْمِنَبِالْقَدَرِخَيْرِهِوَشَرِّهِ. قَالَصَدَقْتَ،قَالَفَأَخْبِرْنِيعَنِاْلإِحْسَانِ،قَالَ: أَنْتَعْبُدَاللهَآَأَنَّكَتَرَاهُفَإِنْلَمْتَكُنْتَرَاهُفَإِنَّهُيَرَاكَ . قَالَ: فَأَخْبِرْنِيعَنِالسَّاعَةِ،قَالَ: مَاالْمَسْؤُوْلُعَنْهَابِأَعْلَمَمِنَالسَّائِلِ. قَالَفَأَخْبِرْنِيعَنْأَمَارَاتِهَا،قَالَأَنْتَلِدَاْلأَمَةُرَبَّتَهَاوَأَنْتَرَىالْحُفَاةَالْعُرَاةَالْعَالَةَرِعَاءَالشَّاءِيَتَطَاوَلُوْنَفِيالْبُنْيَانِ،ثُمَّانْطَلَقَفَلَبِثْتُمَلِيا،ثُمَّقَالَ :يَاعُمَرَأَتَدْرِيمَنِالسَّائِلِ؟قُلْتُ : اللهُوَرَسُوْلُهُأَعْلَمَ . قَالَفَإِنَّهُجِبْرِيْلُأَتَاآُمْيُعَلِّمُكُمْدِيْنَكُمْ.)رواهمسلم(
A.    Tentang Hadits
1.      Arti hadits / ترجمةالحديث
Dari Umar radhiallahuanhu juga dia berkata: Ketika kami duduk-duduk disisi Rasulullah suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah) seraya berkata: “Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam?”, maka bersabdalah Rasulullah: ”Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada ilah (tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu“, kemudian dia berkata: “anda benar“. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “Beritahukan aku tentang Iman“. Lalu beliau bersabda: “ Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk“, kemudian dia berkata: “anda benar“. Kemudian dia berkata lagi: “Beritahukan aku tentang ihsan.”  Lalu beliau bersabda: “Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau.” Kemudian dia berkata: “Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya).” Beliau bersabda: “Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya.“ Dia berkata: “Beritahukan aku tentang tanda-tandanya,“ beliau bersabda: “ Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya,“ kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “Tahukah engkau siapa yang bertanya?.” aku berkata: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.“ Beliau bersabda: “Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian.“ (Riwayat Muslim).
2.      Catatan
a.       Hadits ini merupakan hadits yang sangat dalam maknanya, karena didalamnya terdapat pokok-pokok ajaran Islam, yaitu Iman, Islam dan Ihsan.
b.      Hadits ini mengandung makna yang sangat agung karena berasal dari dua makhluk Allah yang terpercaya, yaitu: Amiinussamaa’ (kepercayaan makhluk di langit/Jibril) dan AmiinulArdh (kepercayaan makhluk di bumi/ Rasulullah).
3.      Pelajaran yang Terdapat dalam Hadits / الفوائدمنالحديث
a.       Disunnahkan untuk memperhatikan kondisi pakaian, penampilan dan kebersihan, khususnya jika menghadapi ulama, orang-orang mulia dan penguasa.
b.      Siapa yang menghadiri majlis ilmu dan menangkap bahwa orang–orang yang hadir butuh untuk mengetahui suatu masalah dan tidak ada seorangpun yang bertanya, maka wajib baginya bertanya tentang hal tersebut meskipun dia mengetahuinya agar peserta yang hadir dapat mengambil manfaat darinya.
c.       Jika seseorang yang ditanya tentang sesuatu maka tidak ada cela baginya untuk berkata: “Saya tidak tahu“, dan hal tersebut tidak mengurangi kedudukannya.
d.      Kemungkinan malaikat tampil dalam wujud manusia.
e.       Termasuk tanda hari kiamat adalah banyaknya pembangkangan terhadap kedua orang tua. Sehingga anak-anak memperlakukan kedua orang tuanya sebagaimana seorang tuan memperlakukan hambanya.
f.       Tidak disukainya mendirikan bangunan yang tinggi dan membaguskannya sepanjang tidak ada kebutuhan.
g.      Didalamnya terdapat dalil bahwa perkara ghaib tidak ada yang mengetahuinya selain Allah ta’ala.
h.      Didalamnya terdapat keterangan tentang adab dan cara duduk dalam majlis ilmu.[1]
Ringkasnya, terdapat tiga bagian pokok ajaran Islam, yaitu:
a.       Aqidah, berisi kepercayaan pada hal ghaib.
b.      Syariah, berisi perbuatan sebagai konsekuensi dari kepercayaan.
c.       Akhlak, berisi dorongan hati untuk berbuat sebaik-baiknya meskipun tanpapengawasan pihak lain, karena percaya Allah Maha Melihat dan MahaMengetahui.[2]
B.     Penjelasan Hadits[3]
1.      Hadits Jibril yang diriwayatkan oleh Umar radhiallahu 'anhu ini, hanya dikeluarkan oleh Muslim saja dan tidak dikeluarkan oleh Al-Bukhari. Namun mereka berdua sepakatmengeluarkan hadits ini dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu 'anhu. Dan Imam An-Nawawi radhiallahu 'anhu memulai hadits-hadits Arba'in-nya dengan hadits Umar"Innamal a'maalu bin niyyaat", yang merupakan hadits pertama dalam Shahih Al-Bukhari.Dan Imam An-Nawawi menjadikan hadits Umar yang menjelaskan kisah Jibril ini sebagaihadits yang kedua dalam Arba'in-nya, yang merupakan hadits pertama dalam ShahihMuslim. Hal ini, telah dilakukan pula oleh orang sebelum Imam An-Nawawi, yaitu ImamAl-Baghawi dalam kedua kitabnya; Syarhus Sunnah dan Mashabihus Sunnah. Beliau(Imam Al-Baghawi) memulai kedua kirtabnya tersebut dengan kedua hadits ini.Dan telah saya (Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad) pisahkan secara tersendiri dalam satukitab dengan penjelasan yang lebih luas dari penjelasan di sini.
2.      Hadits ini merupakan hadits yang pertama dalam Kitab Al-Iman dalam Shahih Muslim. Hadits ini dibawakan oleh Ibnu Umar dari ayahnya. Dan pada sebab beliau membawakan hadits ini terdapat kisah yang dibawakan oleh Muslim dipermulaan hadits ini dengan sanad-nya dari Yahya bin Ya'mar, ia berkata, "Orang yang pertama kali berbicara (dan mempermasalahkan) tentang taqdir (mengingkari taqdir) di Bashrah adalah Ma'bad Al- Juhani. Kemudian aku dan Humaid bin Abdurrahman Al-Himyari pergi (ke Mekkah) untuk melakukan ibadah haji atau umrah. Kami berkata, seandainya kita bertemu salah satu sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, kita dapat tanyakan tentang apa yang telah dikatakan oleh mereka tentang taqdir. Kemudian, kami diberi tawfiq (oleh Allah) untuk bertemu Abdullah bin Umar bin Al-Khaththab, dan beliau sedang memasuki masjid. Maka saya (Yahya bin Ya'mar) dan teman saya (Humaid bin Abdurrahman Al- Himyari) mendekati beliau. Salah satu dari kami dari sebelah kanannya, dan yang lain dari sebelah kirinya. Saya sudah mengira bahwa teman saya tersebut akan menyerahkan pembicaraan kepada saya. Maka saya pun berkata, Wahai Abu Abdirrahman! Telah muncul dari daerah kami orang-orang yang membaca Al-Qur'an, dan mereka pun memperdalam (mencari hal-hal yang pelik) tentang ilmu". Kemudian disebutkan tentang sifat dan keadaan mereka. "Dan mereka mengira bahwa tidak ada taqdir, dan segala perkara adalah baru (terjadi dengan sendirinya dan tidak ada kaitannya dengan taqdir Allah)". Abdullah bin Umar berkata, "Jika kamu bertemu dengan mereka, beritahu mereka bahwa saya berlepas diri dengan mereka dan mereka pun berlepas diri dariku. Demi Dzat yang dijadikan sumpah dengan-Nya oleh Ibnu Umar (yakni; demi Allah), jika salah satu dari mereka memiliki emas sebesar gunung Uhud, lalu ia menginfakannya, Allah tidak akan pernah menerimanya sampai ia beriman dengan taqdir". Kemudian Abdullah bin Umar berkata, "Telah mengkhabariku ayahku Umar bin Al-Khaththab…". Kemudian beliau pun membawakan hadits ini (seluruhnya hanya) untuk berdalil dengannya atas (wajibnya) beriman kepada taqdir. Dan pada kisah ini terdapat penjelasan bahwa munculnya bid'ah Qadariyyah (orang-orang yang mengingkari taqdir) sudah ada di zaman sahabat, tepatnya pada masa Ibnu Umar masih hidup. Dan beliau wafat pada tahun 73 Hijriyah radhiallahu 'anhuma. Sebagaimana didapatkan pada kisah ini bahwa para Tabi'in senantiasa mengembalikan perkara agama mereka kepada para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan demikianlah seharusnya, kembali kepada ahlul 'ilmi (para ulama) dalam setiap waktu, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
(#þqè=t«ó¡sùŸ@÷dr&̍ø.Ïe%!$#bÎ)óOçGYä.ŸwtbqçHs>÷ès?ÇÍÌÈ
Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.(QS. An-Nahl: 43).
Dan bid'ah Qadariyyah adalah seburuk-buruk bid'ah. Hal ini dapat dipahami dariperkataan yang keras dari Abdullah bin Umar. Dan juga hendaknya seorang mufti (yangditanya dan memberikan fatwa atau jawaban) menyebutkan hukum dan dalilnya.
3.      Dalam hadits Jibril ini terdapat dalil bahwa malaikat jika mendatangi manusia ia dapatberubah bentuk seperti manusia pula. Dan telah terdapat dalam Al-Qur'an bahwa jibrildatang kepada Maryam dalam bentuk manusia. Demikian pula mereka (para malaikat)datang kepada Ibrahim dan Luth dalam bentuk manusia. Mereka dapat berubah bentukdari bentuk mereka yang sesungguhnya ke bentuk manusia dengan kekuasaan AllahSubhanahu wa Ta'ala. Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menyebutkan tentang bentukpenciptaa mereka dalam firman-Nya,
ßôJptø:$#¬!̍ÏÛ$sùÏNºuq»yJ¡¡9$#ÇÚöF{$#urÈ@Ïã%y`Ïps3Í´¯»n=yJø9$#¸xßâþÍ<'ré&7pysÏZô_r&4oY÷V¨By]»n=èOuryì»t/âur4߃ÌtƒÎûÈ,ù=sƒø:$#$tBâä!$t±o4¨bÎ)©!$#4n?tãÈe@ä.&äóÓx«ÖƒÏs%ÇÊÈ
Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Fathir: 1).
Dan dalam Shahih Al-Bukhari (4857) dan Shahih Muslim (174) dijelaskan bahwa Nabishallallahu 'alaihi wa sallam melihat Jibril, dan ia memiliki enam ratus sayap.
4.      Dalam kedatangan Jibril kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan duduknya didepan beliau terdapat penjelasan tentang sebagian etika penuntut ilmu di hadapan seorangguru. Dan hendaknya orang yang bertanya tidak hanya menanyakan tentang hukum yangtidak ia ketahuinya saja, akan tetapi ia juga boleh menanyakan hal-hal lainnya walaupun iasudah mengatahui hukumnya, dengan tujuan agar orang-orang yang hadir dapatmendengarkan jawabannya pula. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallammenisbahkan ta'lim (pengajaran) ini kepada Jibril. Beliau bersabda "Dia adalah Jibril, datang kepadamu untuk mengajarkan perkara agamamu." Padahal ta'lim tersebutberasal dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, karena beliaulah yang langsungmenjelaskannya. Namun disandarkan kepada Jibril, karena beliau itulah yangmenyebabkan Rasulullah menjelaskan perkara tersebut.
5.      Dalam hadits disebutkan; Wahai Muhammad, beritahu aku tentang Islam!”. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Islam adalah engkau bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan mengerjakan haji ke Baitullah jika engkau mampu melakukannya.”
Di sini, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab pertanyaan Jibril tentang Islamdengan perkara-perkara yang zhahir. Dan tatkala Jibril bertanya tentang iman, nabimenjawabnya dengan perkara-perkara yang batin. Dan lafazh "Islam" dan "Iman"termasuk lafazh-lafazh yang apabila keduanya bergabung dalam penyebutan, makakeduanya memiliki perbedaan dalam makna. Dan di sini, kedua lafazh tersebutbergabung. Sehingga Islam ditafsirkan dengan perkara-perkara yang lahir. Dan inilah yangselaras dan sesuai dengan makna Islam yang artinya berserah diri dan tunduk patuh kepadaAllah Subhanahu wa Ta'ala. sedangkan Iman. Ia ditafsirkan dengan perkara-perkara yangbatin. Dan ini pun sesuai dengan makna Iman yang artinya membenarkan dan meyakini.
Namun, jika masing-masingnya berpisah dan berdiri sendiri, ia mencakup kedua maknatersebut sekaligus, baik perkara-perkara yang lahir maupun yang batin. Di antara dalilyang menunjukkan lafazh Islam yang berdiri sendiri adalah firman-Nya Subhanahu waTa'ala,
`tBurÆ÷tGö;tƒuŽöxîÄN»n=óM}$#$YYƒÏŠ`n=sùŸ@t6ø)ãƒçm÷YÏBuqèdurÎûÍotÅzFy$#z`ÏBz`ƒÌÅ¡»yø9$#ÇÑÎÈ
 Barangsiapa mencari agama selain agama islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (Ali Imran: 85).
Dan di antara dalil yang menunjukkan lafazh iman yang berdiri sendiri adalah firman-NyaSubhanahu wa Ta'ala,
`tBuröàÿõ3tƒÇ`»uKƒM}$$Î/ôs)sùxÝÎ6ym¼ã&é#yJtãuqèdurÎûÍotÅzFy$#z`ÏBz`ƒÎŽÅ£»sƒø:$#ÇÎÈ
…dan barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukumIslam), maka terhapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orangmerugi. (QS. Al-Maidah: 5).
Dan yang semisal dengan masalah ini adalah dua kata "faqir" dan "miskin", "al-birr" dan"at-takwa", dan yang semisalnya.



Dan perkara pertama tentang penafsiran Islam adalah syahadat laa ilaaha illallah, dansyahadat Muhammad Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan kedua syahadat inisaling berkaitan (tidak terpisahkan). Dan kedua syahadat ini pun wajib diucapkan dandiyakini oleh jin dan manusia sejak diutusnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallamhingga hari kiamat. Barangsiapa yang tidak beriman kepada Rasulullah shallallahu 'alaihiwa sallam, maka kelak ia termasuk penghuni neraka, berdasarkan sabdanya shallallahu'alaihi wa sallam,
Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangannya, tidaklah seorang punmendengar tentang diriku dari umat ini, seorang Yahudi atau pun Nashrani, lalu iamati dalam keadaan tidak beriman kepada apa-apa yang aku diutus dengannya,melainkan ia termasuk penghuni neraka.Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya (153).
Dan syahadat laa ilaaha illallah maknanya adalah laa ma'buuda haqqun illallah (Tiadasesembahan yang haq benar untuk disembah selain Allah). Dan kalimatul ikhlas (syahadatlaa ilaaha illallah) ini mencakup dua rukun; peniadaan menyeluruh di awalnya, danpenetapan khusus di akhirnya. Di awalnya adalah peniadaan segala bentuk ibadah yangditujukan kepada selain Allah. Dan di akhirnya adalah penetapan segala ibadah hanyauntuk Allah saja yang tiada sekutu bagi-Nya. Dan khabar (predikat) huruf "Laa" yangbersifat menafikan segala jenis taqdir-nya adalah "haq". Dan tidak benar jika di-taqdirkan"maujud" (ada). Karena masalahnya; tuhan-tuhan yang batil yang tidak berhakdisembah itu kenyataannya ada, dan bahkan banyak. Yang ditiadakan adalah sifatketuhanan yang haq (berhak untuk disembah satu-satunya). Sifat inilah yang tidak adapada tuhan-tuhan selain Allah, dan hanya ada pada Allah saja.
Adapun makna syahadat Muhammad Rasulullah adalah; beliau harus lebih dan palingdicintai dari semua makhluk. Dan beliau wajib ditaati dalam segala perintahnya, danmeninggalkan segala yang dilarangnya. Dan semua khabar yang datang dari beliau wajibdibenarkan, sama saja khabar-khabar yang sudah terjadi, atau yang belum terjadi di masayang akan datang, atau pun yang sedang berlangsung. Walaupun khabar tersebut belumterlihat atau tersaksikan. Dan Allah wajib disembah sesuai dengan apa-apa yang beliaubawa berupa al-haq dan al-huda (kebanaran dan petunjuk).
Mengikhlaskan amal ibadah hanya untuk Allah dan mengikuti apa-apa yang dibawa olehRasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam merupakan konsekuensi syahadat laa ilaahaillallah, dan syahadat Muhammad Rasulullah. Setiap amal perbuatan apapun yangditujukan untuk pendekatan diri kepada Allah (beribadah dengannya kepada Allah), makaitu harus dilakukan dengan ikhlas dan sesuai dengan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihiwa sallam. Maka jika Ikhlas tidak terpenuhi, amal ibadah tidak akan diterima. Berdasarkanfirman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
!$uZøBÏs%ur4n<Î)$tB(#qè=ÏJtãô`ÏB9@yJtãçm»oYù=yèyfsù[ä!$t6yd#·qèWY¨BÇËÌÈ
Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu(bagaikan) debu yang berterbangan.(QS. Al-Furqan: 23).



Dan juga firman-Nya dalam sebuah hadits qudsi,
…Aku Dzat Yang Mahakaya dari segala sekutu. Barangsiapa yang beramal sebuahamalan yang ia menyekutukan-Ku di dalamnya, pasti Aku tinggalkan dia dan kesyirikannya itu. Diriwayatkan oleh Muslim (2985).



Demikian pula jika ittiba' tidak terpenuhi, maka amal ibadah pun tidak akan diterima.Berdasarkan sabdanya shallallahu 'alaihi wa sallam,
Barangsiapa yang mengada-ada perkara baru dalam agama kami yang bukan dariagama kami, maka perkara tersebut tertolak.



Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (2697) dan Muslim (1718). Dan dalam Shahih Muslimdengan lafazh,
Barangsiapa mengamalkan sebuah amalan yang tidak ada (contohnya) dalam agamakami, maka amalan tersebut tertolak.
Dan kalimat dalam hadits ini lebih umum dari yang hadits yang pertama. Karenamencakup orang yang melakukan perbuatan bid'ah yang pertama kali membuatnya, danjuga mencakup orang yang melakukannya karena hanya ikut-ikutan yang lainnya saja.
Adapun penjelasan tentang shalat, zakat, puasa, dan haji akan datang pada penjelasanhadits "Buniyal Islamu 'ala khams", yang akan datang langsung setelah penjelasan haditsini (hadits yang ketiga).
6.      Perkataan "Orang itu berkata, “Engkau benar”. Maka kami pun heran, dia yang bertanyanamun dia pula yang membenarkan jawabannya". Letak keheranannya adalah karena padaumumnya orang yang bertanya tidak mengetahui jawaban pertanyaannya. Biasanya sipenanya bertanya untuk mengetahui jawabannya. Dan penanya yang seperti ini, tidak akanberkata kepada orang yang menjawab pertanyaannya "kamu benar". Karena jika sampaiberkata demikian, berarti ia sudah memiliki jawaban sebelum ia bertanya. Oleh sebabinilah para sahabat merasa heran dengan pembenaran si penanya yang asing ini.
7.      Perkataan "Maka orang itu bertanya lagi, “Beritahu aku tentang iman!”. Nabi shallallahu'alaihi wa sallam menjawab, “Hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikatmalaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, utusan-utusan-Nya (Rasul-Rasul-Nya), hari kiamat,dan kepada takdir yang baik dan buruk”".
Jawaban ini mencakup rukun Iman yang enam. Dan rukun pertamanya adalah berimankepada Allah. Dan ini merupakan asas dan dasar segala sesuatu yang wajib diimani. Olehkarena itu, beriman kepada malaikat, kitab-kitab dan Rasul-Rasul disandarkan kepada-Nya. Dan barangsiapa yang tidak beriman kepada Allah, ia tidak mungkin beriman denganrukun-rukun yang setelahnya. Dan beriman kepada Allah, mencakup beriman kepadakeberadaan-Nya, sifat ketuhanan-Nya, hak-Nya sebagai tuhan (yakni; untuk diibadahi),dan beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Dan juga beriman bahwa Allahtersifati dengan segala kesempurnaan yang layak bagi-Nya dan Yang Maha Suci darisegala kekurangan. Maka, wajiblah mengesakan-Nya dalam sifat ketuhanan-Nya, hak-Nyauntuk diibadahi, dan beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat-Nya.
Dan maksud dari mengesakan-Nya dalam sifat ketuhanan-Nya adalah meyakini bahwaAllah Mahasatu dalam segala perbuatan-Nya. Tidak ada sekutu terhadap perbuatan-Nyaitu. Seperti; menciptakan, memberikan rezeki, menghidupkan, mematikan, mengatursegala urusan alam semesta, dan perbuatan lainnya yang berkaitan dengan sifat-sifatketuhanan-Nya.
Dan maksud dari mengesakan-Nya dalam hak-haknya sebagai tuhan, adalah mengesakansegala perbuatan hamba yang berkaitan dengan ibadah (penghambaan) hanya untuk-Nya.Seperti; berdoa, taku, berharap, bertawakal, memohon pertolongan, memohonperlindungan, meminta hujan, menyembelih, ber-nadzar, dan lainnya yang merupakanbentuk ibadah yang wajib diperuntukkan khusus untuk-Nya. Maka, tidak boleh seorangpun memalingkan satu pun dari jenis-jenis ibadah ini kepada selain-Nya. Walaupundipalingkan kepada malaikat yang dekat kedudukannya (di sisi Allah), atau pun kepadaNabi yang diutus (oleh Allah). Terlebih lagi kepada siapapun selain mereka dari makhluk-Nya.
Adapun maksud dari mengesakan-Nya dalam nama-nama dan sifat-sifat-Nya, adalahmenetapkan segala sesuatu yang Allah sendiri tetapkan untuk diri-Nya, dan jugamenetapkan segala sesuatu yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tetapkan untuk-Nya berupa nama-nama dan sifat-sifat, sesuai dengan kelayakan yang sesuai dengankesempurnaan-Nya dan keagungan-Nya. Ini semua wajib dilakukan dengan tanpa takyiif(yakni; tanpa bertanya bagaimana hakikat atau keadaan sesungguhnya). Juga tanpa tamtsiil(yakni; tanpa menyamakan atau memisal-misalkan dengan apa-apa yang ada di antaramakhluknya). Dan tanpa tahriif (yakni; tanpa mengubah-ubah lafazh atau maknanya). Dantanpa ta'wiil (yakni; tanpa memalingkan maknanya kepada makna yang bukansebenarnya). Dan demikian pula, dengan tanpa ta'thiil (yakni; tanpa menolak danmembatalkan lafazh atau maknanya). Dengan tetap menyucikannya dari segala sifat danperkara yang tidak pantas dan tidak layak untuk-Nya. Sebagaimana firman-Nya,
§øŠs9¾ÏmÎ=÷WÏJx.Öäïx«(uqèdurßìŠÏJ¡¡9$#玍ÅÁt7ø9$#ÇÊÊÈ
…tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengardan Melihat. (QS. ASy-Syuraa: 11).
Dalam ayat ini, Allah menggabungkan antara penetapan dan penyucian. Adapunpenetapan, maka pada firman-Nya (uߎÅÁt7ø9$#ìŠÏJ¡¡9$#qèdurç) "…dan Dia-lah Yang MahaMendengar dan Melihat". Dan penyucian pada firman-Nya (Öäïx«mÎ=÷WÏJx.§øŠs9Ï) "…tidakada sesuatupun yangserupa dengan Dia…". Maka, Allah Subhanahu wa Ta'alamemiliki pendengaran, namun pendengaran-Nya tidak seperti pendengaran-pendengaranlainnya (dari makhluknya). Allah memiliki penglihatan, namun penglihatan-Nya tidakseperti penglihatan-penglihatan lainnya (dari makhluknya). Dan demikian seterusnyaberlaku hal seperti ini pada seluruh nama dan sifat-Nya.



Dan beriman kepada para malaikat, maksudnya adalah beriman bahwa mereka makhlukAllah. Mereka diciptakan dari cahaya. Sebagaimana dalam Shahih Muslim (2996),Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
Malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari api yang menyala-nyala, dan Adamdiciptakan dari apa-apa yang tersifati pada kalian.
Para malaikat memiliki sayap-sayap sebagaimana yang ditunjukkan pada ayat pertamadalam surat Fathir. Dan Jibril memiliki enam ratus sayap, sebagaimana yang ditunjukkanoleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan telah lalu di atas. Jumlah mereka sangatbanyak, tadak ada yang mengatahuinya melainkan hanya Allah Subhanahu wa Ta'ala. Danmenunjukkan hal itu, bahwa Al-Baitul Ma'mur yang ada di langit ke tujuh, setiap hariselalu dimasuki oleh para malaikat, dan mereka (jika sudah keluar) tidak kembali lagi keAl-Baitul Ma'mur tersebut. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari (3207) danMuslim (162).



Dan Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya (2842), dari Abdullah bin Mas'ud a, beliauberkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
Kelak akan didatangkan neraka Jahannam pada hari kiamat, dan padanya terdapattujuh puluh ribu tali kekang. Dan pada setiap talikekang tersebut diseret oleh tujuhpuluh ribu malaikat.
Dan para malaikat, di antara mereka ada yang ditugaskan (oleh Allah) sebagai penyampaiwahyu. Di antara mereka juga ada yang ditugaskan sebagai penurun hujan. Ada yangbertugas sebagai pencabut nyawa. Ada pula yang bertugas sebagai penyambungsilaturahim (malaikat rahmat). Ada yang bertugas sebagai penjaga surga. Ada yangbertugas sebagai penjaga neraka. Dan ada pula yang lainnya. Mereka semua berserah diridan tunduk patuh kepada perintah Allah. Mereka tidak pernah membantah danmembangkang apa-apa yang Allah perintahkan kepada mereka, bahkan mereka senantiasamelakukan apa-apa yang Allah perintahkan. Di antara mereka ada yang kita ketahui namamereka karena tercantum dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Di antara mereka; Jibril,Mikail, Israfil, Malik, Munkar dan Nakir. Dan kewajiban setiap Muslim adalah berimankepada (keberadaan) seluruh malaikat, baik yang diketahui namanya di antara mereka,atau pun yang tidak diketahui. Dan kewajiban kita sebagai seorang Muslim adalahberiman dan membenarkan setiap apa yang tertera dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah yangberkaitan dengan kabar para malaikat.
Dan beriman kepada kitab-kitab Allah artinya membenarkan dan meyakini dengan semuakitab suci yang Allah turunkan kepada salah satu Rasul dari Rasul-Rasul-Nya.Berkeyakinan bahwa kitab-kitab suci tersebut adalah haq. Diturunkan oleh Allah danbukan makhluk-Nya. Kitab-kitab suci tersebut mencakup segala hal yang dapat membuatbahagia orang yang diturunkan kepadanya. Orang yang mengambilnya sebagaipedomannya, ia akan selamat dan beruntung. Dan orang yang berpaling darinya, ia akancelaka dan merugi. Dan di antara kitab-kitab suci ini, ada yang disebutkan dalam Al-Qur'an. Dan ada pula yang tidak disebutkan.
Dan di antara yang disebutkan dalam Al-Qur'an adalah At-Taurat, Al-Injil, Az-Zabur, dan Shuhuf Ibrahim dan Musa. Adapuntentang Shuhuf Ibrahim dan Musa, maka tercantum dalam dua ayat dalam Al-Qur'an,dalam surat An-Najm dan Al-A'la dan Zabur (yang diturunkan kepada) Nabi Dawud jugatercantum dalam dua ayat dalam Al-Qur'an, dalam surat An-Nisa dan Al-Israa. Allahberfirman pada dua ayat tersebut:
$oY÷s?#uäur...yŠ¼ãr#yŠ#Yqç/yÇÊÏÌÈ
…dan kami berikan Zabur kepada Daud.(QS. An-Nisaa': 163).
At-Taurat dan Al-Injil, maka kedua kitab suci ini disebutkan dalam banyak ayatdalam Al-Qur'an. Yang yang paling banyak dari keduanya adalah At-Taurat. Dan tidakada seorang rasul pun yang disebutkan dalam Al-Qur'an lebih banyak penyebutannya dariMusa. Dan tidak ada kitab suci pun yang disebutkan dalam Al-Qur'an lebih banyakpenyebutannya dari kitab suci Musa. Dan At-Taurat ini disebutkan dalam Al-Qur'andengan namanya, yaitu At-Taurat, dan juga dinamakan Al-Kitab, Al-Furqan, Adh-Dhiyaa',dan Adz-Dzikr.Dan kelebihan Al-Qur'an dari kitab-kitab suci sebelumnya, ia merupakan mu'jizat yangkekal abadi. Allah pun menjamin untuk menjaganya. Al-Qur'an tidak pernah dan tidakakan pernah mengalami perubahan. Dan ia pula diturunkan secara berangsur-angsur.
Dan beriman kepada para Rasul artinya membenarkan dan meyakini bahwa Allah memilihdari manusia para utusan (Rasul) dan Nabi yang menunjukkan seluruh manusia kepada Al-Haq, dan mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya. Allah Subhanahu waTa'ala berfirman,
ª!$#Å"sÜóÁtƒšÆÏBÏpx6Í´¯»n=yJø9$#WxßâšÆÏBurĨ$¨Z9$#
Allahmemilih utusan-utusan-Nya dari malaikat dan dari manusia… (QS. Al-Hajj: 75).
Adapun kalangan jin, maka tidak ada di antara mereka yang menjadi Rasul. Yang adapada mereka adalah para pemberi peringatan. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'alaberfirman,
øŒÎ)ur!$oYøùuŽ|Ày7øs9Î)#\xÿtRz`ÏiBÇd`Éfø9$#šcqãèÏJtGó¡otb#uäöà)ø9$#$£Jn=sùçnrçŽ|Øym(#þqä9$s%(#qçFÅÁRr&($£Jn=sùzÓÅÓè%(#öq©9ur4n<Î)OÎgÏBöqs%z`ƒÍÉYBÇËÒÈ(#qä9$s%!$oYtBöqs)»tƒ$¯RÎ)$oY÷èÏJy$·7»tFÅ2tAÌRé&.`ÏBÏ÷èt/4ÓyqãB$]%Ïd|ÁãB$yJÏj9tû÷üt/Ïm÷ƒytƒüÏökun<Î)Èd,ysø9$#4n<Î)ur9,ƒÌsÛ8LìÉ)tGó¡BÇÌÉÈ!$uZtBöqs)»tƒ(#qç7ŠÅ_r&zÓÅç#yŠ«!$#(#qãZÏB#uäur¾ÏmÎ/öÏÿøótƒNà6s9`ÏiBö/ä3Î/qçRèŒNä.öÅgäurô`ÏiBA>#xtã5OŠÏ9r&ÇÌÊÈ`tBuržwó=ÅgäzÓÅç#yŠ«!$#}§øŠn=sù9Éf÷èßJÎ/ÎûÇÚöF{$#}§øŠs9ur¼çms9`ÏBÿ¾ÏmÏRrߊâä!$uÏ9÷rr&4šÍ´¯»s9'ré&Îû9@»n=|ÊAûüÎ7BÇÌËÈ
Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkanAl-Qur'an, maka tatkala mereka menghadiri pembacaannya lalu mereka berkata, "Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)". Ketika pembacaan telah selesai merekakembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. Mereka berkata, "Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al-Qur'an) yang telah diturunkan sesudah Musa, yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya, lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. Hai kaum kami, terimalah(seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allahakan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari adzab yang pedih. Dan orang yang tidak menerima (seruan) orang yang menyeru kepada Allah, maka dia tidak akan melepaskan diri dari adzab Allah di muka bumi, dan tidak ada baginya pelindung selain Allah, mereka itu dalam kesesatan yang nyata."(QS. Al-Ahqaaf: 29-32).
Pada ayat-ayat di atas, tidak sekelompok Jin tersebut sama sekali Rasul-Rasul darikalangan mereka, tidak pula disebutkan kitab suci yang diturunkan kepada mereka. Akantetapi yang disebutkan adalah dua kitab suci yang diturunkan kepada Musa danMuhammad -'alaihimash shalatu was salam-. Dan tidak pula disebutkan kitab Al-Injil,padahal kitab suci tersebut diturunkan setelah At-Taurat.Ibnu Katsir, dalam menafsirkan ayat di atas berkata, "Mereka (sekelompok Jin tersebut)tidak menyebutkan 'Isa, karena 'Isa 'alaihissalam diturunkan kepadanya Al-Injil yangdidalamnya banyak mengandung nasihat-nasihat dan anjuran-anjuran, dan sedikitditerangkan di dalamnya masalah halal dan haram. Sehingga, sesungguhnya Al-Injil inisebagai penyempurna syariat yang diterangkan dalam At-Taurat. Maka, yang dijadikanacuan adalah At-Taurat. Oleh karena itu, mereka berkata "…yang telah diturunkansesudah Musa…".
Dan para Rasul, mereka dibebani oleh Allah untuk menyampaikan syariat-syariat yangditurunkan kepada mereka. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
ÇËÎÈ...šb#uÏJø9$#ur |=»tGÅ3ø9$# ÞOßgyètB $uZø9tRr&ur ÏM»uZt7ø9$Î/ $oYn=ßâ‘ $uZù=yör& ôs)s9
Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca (keadilan)… (QS. Al-Hadid: 25).
Dan Al-Kitab di sini adalah nama jenis yang mencakup semua kitab suci. Dan para nabi,mereka diberi wahyu untuk untuk menyampaikan syariat (para Rasul) sebelum mereka.Sebagiamana Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk danmcahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orangmYahudi oleh nabi-nabi yang berserah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim merekamdan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitabAllah…(QS. Al-Maidah: 44).
Dan seluruh Nabi dan Rasul telah menyampaikan apa-apa yang diperintahkan (oleh Allah)untuk disampaikan secara baik dan sempurna.Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'alaberfirman,
ÇÌÎÈ ßûüÎ7ßJø9$# à÷»n=t7ø9$# žwÎ) È@ߍ9$# n?tã ö@ygsù...
…maka tidak ada kewajiban atas para rasul, selain menyampaikan (amanat Allah)dengan terang. (QS. An-Nahl: 35).
Dan Allah berfirman,
Orang-orang kafir dibawa ke neraka Jahannam berombong-rombongan. Sehinggaapabila mereka sampai ke neraka itu, dibukakanlah pintu-pintunya dan berkatalahkepada mereka penjaga-penjaganya, "Apakah belum pernah datang kepadamu rasulrasuldi antaramu yang membacakan kepadamu ayat-ayat Tuhanmu danmemperingatkan kepadamu akan pertemuan dengan hari ini?". Mereka menjawab,"Benar (telah datang)". Tetapi telah pasti berlaku ketetapan adzab terhadap orangorangyang kafiir. (QS.Az-Zumar: 71).
Az-Zuhri berkata, "Dari Allah Subhanahu wa Ta'ala risalah ini, dan kewajiban para Rasuladalah menyampaikan, dan kewajiban kita semua untuk menerimanya". Perkataan inidibawakan oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya, pada kitab At-Tauhid, Bab firman Allah
"Hai Rasul, sampaikanlahapa yang di turunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apayang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya." (13/503 - Al-Fath).
Dan para Rasul, di antara mereka ada yang Allah kisahkan mereka dalam Al-Qur'an, danada pula yang tidak. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
ÇÊÏÍÈ ...4 šøn=tã öNßgóÁÝÁø)tR öN©9 Wxßâur ã@ö6s% `ÏB šøn=tã öNßoYóÁ|Ás% ôs% Wxßâur
Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentangmereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang merekakepadamu… (QS. An-Nisaa': 164).
Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang Rasul sebelum kamu, di antaramereka ada yang kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidakkami ceritakan kepadamu…(QS. Al-Mu'min: 78).
Dan para Nabi dan Rasul yang dikisahkan dalam Al-Qur'an berjumlah dua puluh lima (25)orang. Delapan belas (18) orang di antara mereka disebutkan dalam surat Al-An'am dalamfirman-Nya,
Dan Itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapikaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. SesungguhnyaTuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. Dan Kami telah menganugerahkanIshak dan Ya'qub kepadanya. Kepada keduanya masing-masing telah Kami beripetunjuk, dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk, dan kepadasebagian dari keturunannya (Nuh) yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa danHarun. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.Dan Zakaria, Yahya, Isa dan Ilyas, semuanya termasuk orang-orang yang shalih. DanIsmail, Al-Yasa', Yunus dan Luth, masing-masing Kami lebihkan derajatnya di atasumat (di masanya). (QS. Al-An'am: 83-86).
Dan tujuh (7) orang para Nabi dan Rasul lainnya adalah; Adam, Idris, Hud, Shalih,Syu'aib, Dzul Kifli, dan Muhammad. Semoga shalawat, salam, dan barakah Allahsenantiasa terlimpah kepada mereka semua.Dan beriman kepada hari akhir, maksudnya adalah membenarkan dan meyakini semuayang tertera dalam Al-Kitab maupun As-Sunnah tentang apa-apa yang terjadi setelahkematian. Allah telah menjadikan dua rumah (tempat dan kehidupan); dunia dan akhirat.
Dan pembatas yang membedakan dan memisahkan antara dua tempat ini adalah kematiandan ditiupnya sangkakala yang mengakibatkan kematian orang yang saat itu masih hidup di akhir zaman di dunia ini. Dan setiap orang yang mati, berarti telah berdiri hari qiyamatbaginya. Dan ia berpindah dari tempat amal menuju tempat pembalasan. Adapunkehidupan setalah kematian, maka ada dua kehidupan; kehidupan barzakhiyyah (di alambarzakh) -yang terjadi antara kematian dan hari kebangkitan-, dan kehidupan setelah harikebangkitan. Dan kehidupan barzakhiyyah (di alam barzakh), tidak ada yang mengetahuihakikatnya kecuali Allah. Dan kehidupan barzakhiyyah ini mengikuti kehidupan setelahhari kebangkitan (yakni; terjadi sebelum kehidupan akhirat). Karena pada masing-masingkehidupan (yakni; kehidupan barzakhiyyah dan kehidupan akhirat) terjadipembalasan terhadap amalan-amalan (yang dahulu dilakukan pada kehidupan dunia).Orang yang berbahagia, akan mendapatkan kenikmatan dalam kuburnya dengankenikmatan surga. Dan orang yang sengsara dan merugi, ia pun akan siksa dalamkuburnya dengan siksaan neraka.Dan termasuk ke dalam iman kepada hari akhir adalah beriman kepada hari kebangkitan,hari dikumpulkannya semua makhluk Allah, syafa'at, telaga (danau yang dimiliki olehRasulullah), hari perhitungan, timbangan, shirath (jembatan yang membentang antarasurga dan neraka), surga, neraka, dan hal-hal lainnya yang telah diterangkan dalam Al-Kitab maupun As-Sunnah.Dan beriman kepada taqdir, maksudnya adalah beriman bahwa Allah telah menentukan(mentaqdirkan) segala sesuatu yang terjadi hingga hari kiamat. Dan beriman kepada taqdirini terdapat empat perkara secara berurutan; (pertama) meyakini bahwa Allah mengetahuiapa-apa yang akan terjadi. (Kedua;) meyakini bahwa Allah telah menulis taqdir danmenetapkan ketentuan seluruh makhluk-Nya sebelum Ia menciptakan langit dan bumiselama lima puluh ribu tahun yang lampau. (Ketiga;) meyakini bahwa Allah melakukansemua itu karena kehendak-Nya. (Dan keempat;) meyakini bahwa Allah menciptakan danmembuat semua yang telah ditulis dan ditetapkan menjadi ada, dan sesuai denganketetapan taqdir-Nya tersebut.Maka, wajib (bagi setiap Muslim) untuk beriman kepada seluruh empat perkara yangberurutan di atas, dan meyakini bahwa segala yang Allah kehendaki pasti terjadi. Dan apaapayang tidak Allah kehendaki, maka tidak akan mungkin terjadi. Dan inilah maknasabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,
Dan ketahuilah, sesungguhnya segala sesuatu (yang telah Allah Subhanahu wa Ta'alatetapkan) tidak akan menimpamu, maka semua itu (pasti) tidak akan menimpamu, dansegala sesuatu (yang telah Allah Subhanahu wa Ta'ala tetapkan) akan menimpamu,maka semua itu (pasti) akan menimpamu…
8.      Perkataannya "Beritahu aku tentang Ihsan!”. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallammenjawab, "Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, namunjika engkau tidak bisa melihatnya, yakinlah bahwa Dia melihatmu!".
Al-Ihsanmerupakan tingkatan (ibadah) yang tertinggi, di bawah tingkatan ini adalah Al-Iman, dan di bawah tingkatan Al-Iman adalah Al-Islam. Setiap Mu'min adalah Muslim,dan setiap Muhsin adalah Mu'min dan Muslim. Dan tidak setiap Muslim adalah Mu'mindan Muslim. Oleh karena itu, diterangkan dalam surat Al-Hujurat,
Orang-orang Arab Badui itu berkata, "Kami telah beriman". Katakanlah, "Kamubelum beriman, tapi katakan 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk kedalam hatimu… (QS. Al-Hujurat: 14).
Dan telah datang dalam hadits penjelasan tingginya derajat Al-Ihsan dalam sabdanya"Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya…". Yaitu; engkauberibadah kepada-Nya seolah-olah engkau berdiri di hadapan-Nya dalam keadaan melihat-Nya. Dan barangsiapa mampu melakukan demikian, berarti ia akan melakukan ibadahdengan sebaik-baiknya dan sempurna. Namun, jika ia tidak mampu melakukan hal sepertiini, maka hendaknya ia selalu merasakan bahwa Allah senantiasa malihatnya, dan tiadasesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya. Dengan demikian, ia akan selalu berhati-hatikarena Allah akan melihatnya jika ia akan melakukan apa-apa yang dilarang oleh-Nya.
Dan ia pun akan beramal (dengan baik) karena Allah akan melihatnya jika ia akanmelakukan apa-apa yang diperintah oleh-Nya.
9.      Perkataannya "Orang itu bertanya lagi, “Beritahu aku tentang hari kiamat!”. Nabinshallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Orang yang ditanya tentang itu, tidak lebihtahu dari yang bertanya".
Hanya Allah yang mengatahui tentang kapan terjadinya hari kiamat. Tiada satu makhlukpun yang mengetahui hari kiamat kecuali hanya Allah Subhanahu wa Ta'ala. AllahSubhanahu wa Ta'ala berfirman,
Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat.Dan Dia-lah yang menurunkan hujan dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dantiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannyabesok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Luqman: 34).
Dan Allah berfirman,
Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib… (QS. Al-An'am: 59)
Di antaranya adalah pengatahuan tentang hari kiamat.Dalam Shahih Al-Bukhari (4778) dari Abdullah bin Umar beliau berkata, Nabi shallallahu'alaihi wa sallam bersabda,
"Kunci-kunci perkara yang ghaib ada lima". Kemudian beliau membaca ayat"Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang harikiamat…"
Dan Allah juga berfirman,
Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat, "Bilamanakah terjadinya?".Katakanlah, "Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisiTuhanku, tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia.Kiamat itu amat berat (huru haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamatitu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba". Mereka bertanyakepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah,"Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapikebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Al-A'raaf: 187).
Dan dalam As-Sunnah dijelaskan bahwa kiamat terjadi pada hari Jumat. Adapun padatahun kapan? Dan pada bulan apa di tahun tersebut? Dan pada Jumat mana dalam bulantersebut? Maka semua itu tidak ada yang mengetahui kecuali hanya Allah. Dalam SunanAbi Dawud (1046), dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallambersabda,
Sebaik-baik hari yang padanya terbit matahari adalah hari Jumat. Pada hari itudiciptakan Adam, pada hari itu pula ia diturunkan (ke bumi), pada hari itu puladiterima taubatnya (oleh Allah), pada hari itu pula terjadi hari kiamat. Dan pada hariJumat, tidak ada satu makhluk pun kecuali ia dapat mendengar sejak subuh hinggaterbit matahari, dikarenakan takut terjadi kiamat, kecuali hanya jin dan manusia…
Dan hadits ini shahih, para periwayatnya adalah para periwayat Al-Kutubus Sittah, kecuali perawi yang bernama Al-Qa'nabi, maka beliau tidak dikeluarkan (haditsnya) oleh IbnuMajah.Dan sabdanya "Orang yang ditanya tentang itu, tidak lebih tahu dari yang bertanya".
Maksudnya adalah semua makhluk tidak ada yang mengetahui kapan terjadinya harikiamat. Dan siapapun penanya dan yang ditanya, maka kedua-duanya sama saja dalamketidaktahuan kapan terjadinya hari kiamat.
10.  Perkataan "Kemudian orang itu bertanya lagi, “Beritahu aku tentang tanda-tandanya!”.Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Yaitu (jika) seorang budak wanitamelahirkan majikan perempuannya (nyonyanya), dan (jika) engkau melihat orangtidak beralas kaki, tidak berpakaian, miskin dan penggembala kambing, merekaberlomba-lomba dalam meninggikan bangunan".
Amaratuha artinya 'alamatuha (tanda-tandanya). Dan tanda-tanda hari kiamat terbagimenjadi dua macam; tanda-tanda yang dekat dengan kejadiannya, seperti terbitnyamatahari dari sebelah barat, keluarnya Dajjal, keluarnya Ya'juj dan Ma'juj, dan sepertiturunnya Isa bin Maryam 'alaihissalam dari langit. Dan yang (kedua) tanda-tanda harikiamat yang terjadi sebelum peristiwa-peristiwa tersebut, seperti dua tanda yangdisebutkan dalam hadits ini.
Dan maksud sabdanya "Yaitu (jika) seorang budak wanita melahirkan majikanperempuannya (nyonyanya)", ditafsirkan dengan (beberapa penafsiran, di antaranya;)banyaknya penaklukan dan banyaknya tawanan (budak). Dan di antara budak-budakwanita, ada yang disetubuhi oleh tuannya, sehingga budak wanita tersebut melahirkananak yang sederajat dengan ayahnya, dan ibunya menjadi ummu walad (budak yangmelahirkan anak dari tuannya). Dan juga ditafsirkan dengan (banyaknya) perubahankeadaan dan banyaknya terjadi kedurhakaan anak-anak kepada orang tua (ayah dan ibu)mereka. Juga dominasi anak atas orang tuanya (durhaka dan banyak mengatur orangtuanya). Dengan demikian, seolah-olah (karena banyaknya terjadi hal ini) anak-anaktersebut tuan-tuan bagi ayah dan ibu mereka.
Dan makna "dan (jika) engkau melihat orang tidak beralas kaki, tidak berpakaian,miskin dan penggembala kambing, mereka berlomba-lomba dalam meninggikanbangunan" adalah bahwa orang-orang miskin yang biasa menggembala kambing dantidak mendapatkan apapun yang dapatdijadikan untuk pakaian, keadaan merekaberubah. Mereka berlomba-lomba membangun bangunan dan kota. Dan kedua tanda initelah terjadi.
11.  Perkataan "Kemudian orang itu beranjak pergi. Sedangkan aku (Umar) terdiam cukuplama. Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepadaku, “Wahai Umar,tahukah engkau siapa orang yang bertanya itu?”. Aku menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui”. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda, “Dia adalahJibril, datang kepadamu untuk mengajarkan perkara agamamu".
Makna "maliyyan" artinya zamaanan (beberapa waktu). Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah mengkhabarkan kepada para sahabat tentang si penanya bahwa ia adalahJibril, setelah ia berpaling keluar. Dan dijelaskan pula (dalam sebuah riwayat yang lain)bahwa nabi mengabarkan Umar tiga hari kemudian. Dan ini tidak bertentangan. Karena(mungkin saja) Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengkhabarkan orang-orang yanghadir dari para sahabat, dan saat itu Umar sudah pergi pula dari majlis. Lalu, tiga harikemudian beliau bertemu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dan nabi punmengabarinya.
12.  Pelajaran dan faidah hadits:
a.       Orang yang bertanya, sebagaimana ia boleh bertanya untuk belajar, maka ia pun bolehbertanya untuk mengajarkan (yang lainnya). Ia boleh bertanya kepada orang yangmemiliki ilmu tentang sesuatu, agar yang lainnya yang hadits dapat mendengarkanbjawabannya.
b.      Para malaikat dapat berubah bentuk menjadi rupa manusia. Dan ini bukan dalil akanbolehnya sandiwara atau drama yang sangat dikenal di zaman ini. Karena ini satubentuk kedustaan. Adapun yang terjadi pada Jibril, maka itu (hakikat dan) terjadidengan izin dan kekuasaan Allah.
c.       Adab pelajar terhadap gurunya.
d.      Tatkala lafazh Iman dan Islam bergabung, maka Islam ditafsirkan dengan perkaraperkarayang lahir, dan Iman ditafsirkan dengan perkara-perkara yang batin.
e.       Memulai segala perkara dari yang terpenting, kemudian yang penting, dan seterusnya.Karena, dalam hadits ini dimulai dengan syahadatain dalam penafsiran Islam,kemudian setelahnya Iman kepada Allah dalam penafsiran Iman.
f.       Sesungguhnya rukun Islam ada lima, dan pokok-pokok Iman ada enam.
g.      Sesungguhnya beriman kepada pokok-pokok Iman yang enam termasuk berimankepada perkara yang ghaib.
h.      Adanya perbedaaan antara Islam, Iman, dan Ihsan.
i.        Tingginya derajat Ihsan.
j.        Sesungguhnya ilmu (pengetahuan) tentang hari kiamat termasuk ilmu yang Allahsembunyikan.
k.      Penjelasan sekilas tentang tanda-tanda hari Islam.
l.        Orang yang ditanya, tatkala ia tidak mengetahui jawaban pertanyaanyang diajukankepadanya, hendaknya berkata "Allahu A'lam" (Allah lebih mengetahui).
C.    Hubungan Aqidah, Syari’ah, dan Akhlak dalam Perilaku Manusia
Tujuan ajaran Islam diberikan Allah kepada manusia adalah untuk mencapai keselamatan semenjak lahir hingga ajal menjemput, bahkan hingga bertemu dengan Dzat yang Maha Merajai Hari Pembalasan, Allah SWT.
Allah menawarkan kepada kita jalan keselamatan hidup melalui lisan dan perbuatan para Nabi. Disini kita hanya tinggal memilih, mau mengikuti jalan keselamatan itu ataupun tidak.
Ajaran Islam menjamin keselamatan hidup manusia apabila manusia berpegang teguh kepada ajaran Allah tersebut dan berpegang teguh pada perjanjian dengan manusia, sebagaimana firman Allah:
“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, (kecuali jika mereka berpegang teguh pada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia), dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan merekan diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir terhadap ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan merekan durhaka dan melempaui batas.” (QS. Ali-Imran, 3:112).[4]
Berpegang teguh pada ajaran Allah merupakan aqidah. Berpegang teguh pada perjanjian dengan manusia adalah perwujudan akhlak. Aktivitas memegang teguh ajaran Allah dan perjanjian dengan manusia merupakan penerapan syariah.
Dengan kata lain, perbuatan (syariah) yang didasari oleh kelurusan aqidah dan dampaknya adalah akhlak (kemanfaatannya dirasakan oleh manusia lain).
Contohnya adalah shalat. Perbuatan shalat (syariah) akan bermakna apabila didasari motivasi semata-mata karena Allah (aqidah) dan berdampak positif bagi perilaku oranf yang melaksanakan shalat untuk digunakan dalam kehidupan bermasyarakat dengan orang lain (akhlak).
Hubungan aqidah, syariah, dan akhlak bila dianalogikan adalah seperti uang logam. Syariah adalah uang logam itu sendiri yang memiliki dua sisi penunjang yaitu aqidah dan akhlak. Uang logam, tidak akan berguna tanpa kedua sisinya, begitupun dengan perbuatan manusia. Segala perbuatan (syariah) akan bermakna bila dibarengi dengan tujuan yang jelas (aqidah) dan berdampak positif bagi manusia lain (akhlak).
D.    Aqidah
1.      Pengertian Aqidah
Aqidah adalah bentuk dari kata “aqoda, ya’qidu, aqdan, aqidatan” yang berarti simpulan, ikatan, sangkutan, perjanjian, dan kokoh. Penggunaan kata Aqidah dalam Al-Qur’an berarti sumpah setia di antara manusia (QS. An-Nisa, 4:33; Al-Maidah, 5:1&89). Misalnya dalam hal pembagian harta waris, orang yang terikat sumpah setia dengan orang yang meninggal dunia tersebut berhak menerima harta waris. Apabila sumpah itu dilanggar, ia harus menggantinya dengan khafarat. Aqidah juga berarti ikatan nikah (QS. Al-Baqarah, 2: 235&237) atau kekakuan lidah (QS. Thaha, 20:27) atau ikatan tali (QS. Al-Alaq, 113:4)
Hasbi Ash Shiddiqi mengatakan aqidah menurut ketentuan bahasa (bahasa Arab) ialah sesuatu yang dipegang teguh dan terhujam kuat di dalam lubuk jiwa dan tak dapat beralih dari padanya. Sedangkan Syekh Hasan Al-Bannah menyatakan aqidah sebagai sesuatu yang seharusnya hati membenarkannya sehingga menjadi ketenangan jiwa, yang menjadikan kepercayaan bersih dari kebimbangan dan keragu-raguan.
Secara umum, aqidah dalam Islam berarti perjanjian teguh manusia dengan Allah yang berisi tentang kesediaan manusia untuk tunduk dan patuh secara sukarela tanpa keragu-raguan pada kehendak Allah.
2.      Ruang Lingkup Aqidah
Kesediaan manusia untuk tunduk dan patuh secara sukarela tanpa keragu-raguan pada kehendak Allah tersebut mengandung enam dasar perjanjian, yaitu: keyakinan hati bahwa ada hal yang ghaib seperti malaikat, keyakinan hati bahwa ada pertanggungjawaban amal perbuatan setelah kematian, dan keyakinan hati bahwa ada aturan pasti yang melandasi kehidupan ini yang dibuat Allah (QS. Al-Baqarah, 2;2-4&177; Al-Bayan, Kitab Iman, No. 5).
Dampak keyakinan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah adalah kita yakin bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Ketika kita dihadapkan pada suatu masalah, kita hanya memohon pertolongan pada Allah. Sehingga kita terhindar dari menyekutukan Allah atau syirik. Sedangkan dampak keyakinan bahwa malaikat itu ada adalah kontrol diri yang stabil dan amanah kerasulan yang diberikan Allah pada rasul dari manusia biasa adalah penghargaan terhadap objektivitas informasi. Hanya informasi yang akurat kebenarannya sajalah yang dijadikan landasan perbuatan kita sebagai manusia yang bisa berpikir.
Dampak dari keyakinan adanya kumpulan petunjuk Allah yang diberikan kepada nabi adalah kepastian petunjuk hidup yang bisa diikuti manusia. Sedangkan dampak dari keyakinan adanya pertanggungjawaban amal perbuatan setelah kematian adalah terjaganya perilaku selama hidup di dunia dan menjalani hidup dengan penuh makna.
Dampak keyakinan bahwa adanya aturan pasti yang mengikat alam semesta ini termasuk tubuh kita adalah keluasan ruang dan waktu bagi manusia untuk mengembangkan seluruh potensi dirinya.

3.      Kedudukan Aqidah dalam Pokok Ajaran Islam
Aqidah merupakan akar bagi setiap perbuatan manusia. Apabila akar pohon perbuatan manusia itu kokoh, maka pohon perbuatan manusia itu akan berbuah dan tahan dari berbagai tiupan angin cobaan. Sebaliknya, apabila akar pohon perbuatan manusia itu lemah, maka buah perbuatan manusia itu akan tidak bermakna dan mudah roboh dengan tiupan godaan angin sepoi-sepoi sekalipun.
Manusia yang lisan dan hatinya menyatakan tunduk dan patuh secara sukarela tanpa keragu-raguan pada kehendak Allah, pasti dampak perbuatannya akan bermanfaat bagi manusia lain yang ada di sekitarnya.
E.     Syari’ah
1.      Pengertian Syari’ah
Syara’a-Yasyra’u-Syar’an artinya membuat undang-undang, menerangkan rute perjalanan, adat kebiasaan, jalan raya. Syara’a-Yasyra’u-Syuru’an, artinya masuk ke dalam air memulai pekerjaan, jalan ke air, layar kapal, dan tali panah (Mahmud Yunus, 1989:195).
Syariah adalah jalan ke sumber (mata) air. Dahulu orang Arab menggunakan syari’ah untuk sebutan jalan setapak menuju sumber (mata) air untuk mencuci atau membersihkan diri. (Mohammad Daud Ali, 1997:235).
Syariah juga berarti jalan lurus, jalan yang lempeng, tidak berkelok-kelok, jalan raya. Penggunaan kata syari’ah bermakna peraturan, adat kebiasaan, undang-undang, dan hukum (Ahmad Wason Munawwir, 1984:762).
Dari pengertian di atas Syariah adalah segala peraturan agama yang telah ditetapkan Allah SWT untuk umat Islam, baik dari Al-Qur’an, maupun dari sunnah Rasulullah SAW, yang diberikan kepada manusia melaluli para Nabi agar manusia hidup selamat di dunia maupun di akhirat.
Para pakar hukum Islam memberikan batasan pengertian “Syariah” yang lebih tegas untuk membedakannya dengan “Ilmu Fiqh”, yang diantaranya sebagai berikut:
a.       Imam Abu Ishak As-Syatibi dalam bukunya Al-Muwafaqat fi ushulil bahkan mengatakan, “Bahwasanya arti syariah itu, sesungguhnya, menetapkan batas tegas bagi orang-orang mukallaf, dalam segala perbuatan, perkataan, dan akidah mereka.”
b.      Syekh Muhammad Ali Ath-Thahawi dalam bukunya kassyful istilah funun mengatakan, “Syariah ialah segala yang telah diisyaratkan Allah SWT untuk para hamba-Nya, dari hukum-hukum yang telah dibawa oleh para Nabi Allah as. Baik yang berkaitan dengan cara pelaksanaannya, dan disebut dengan far’iyah amaliah lalu dihimpun dalam ilmu fiqh atau cara berkaidah yang disebut pokok akidah, dan dihmpun oleh ilmu kalam, dan syariah ini dapat disebut juga dengan din (agama) dan millah.
c.       Prof. DR. Mahmud Salthut mengatakan bahwa, “Syariah adalah segala peraturan yang telah disyariatkan Allah, atau Ia telah mensyariatkan dasar-dasarnya, agar manusia melaksanakannya, untuk dirinya sendiri, dalam berkomunikasi dengan Tuhannya, dengan sesama muslim, dengan sesama manusia, dengan alam semesta, dan berkomunikasi dengan kehidupan.”
Dengan tersebut menegaskan bahwa syariah sama artinya dengan din (agama) dan millah. Berbeda dengan ilmu fiqh yang hanya membahas tentang amaliyah hukum (ibadah). Sedangkan bidang akidah dan hal-hal yang berhubungan dengan alam gaib, dibahas oleh ilmu kalam atau ilmu tauhid.
2.      Ruang Lingkup Syariah
Ruang Lingkup Syariah (Hukum Islam) meliputi hubungan vertikal dengan Allah (ibadah) dan hubungan horizontal dengan sesama manusia (muamalat).
a.       Hubungan manusia dengan Allah SWT secara vertikal, melalui ibadah, seperti:
·         Thaharah (Bersuci diri dari kotoran dan najis), tujuan: membiasakan manusia hidup bersih agar manusia lain merasa nyaman di tengah-tengah kehadirannya;
·         Shalat, tujuan: menanamkan kesadaran diri manusia tentang identitas asal usulnya dari tanah serta janji akan tunduk dan patuh secara sukarela kepada Allah dalam kurun waktu 24 jam kehidupannya yang dibuktikan dengan tidak melakukan perbuatan merugikan orang banyak (fahisah) dan lisannya tidak melukai perasaan orang lain (munkar);
·         Zakat, tujuan: membiasakan manusia untuk berbagi dengan manusia lain yang tidak bekerja produktif (petani, pedagang musiman, tukang becak, dll) yang ada di lingkungan sekitar tenpat tinggalnya;
·         Puasa, tujuan: membiasakan manusia untuk jujur pada diri sendiri dan berempati atas penderitaan orang lain dengan cara meniru sifat-sifat Allah SWT, seperti sifat Allah SWT yang tidak pernah makan, minum, dan berkeluarga.
·         Haji, tujuan: mempersiapkan manusia untuk sanggup datang kepada Allah SWT sendiri-sendiri dengan menanggalkan seluruh kekayaan, ikatan kekerabatan, jabatan kekuasaan, kecuali amal perbuatan yang telah dilakukannya.
b.      Hubungan manusia dengan manusia secara horizontal, seperti:
1)      Ikatan pertukaran barang dan jasa, tujuan: agar kehidupan dasar manusia yang satu dengan yang lain dapat tercukupi dengan sportif;
2)      Ikatan pernikahan, tujuan: melestarikan generasi manusia berdasarkan aturan yang berlaku;
3)      Ikatan pewarisan, tujuan: agar terjadu pembagian peran dan fungsi sosial yang seadil-adilnya atas dasar musyawarah di bawah hukum kemasyarakatan yang dibuat bersama;
4)      Ikatan kemanusiaan, tujuan: agar terjadi saling tenggang rasa, karya, dan cipta di antara manusia yang berkaitan
3.      Kedudukan Syariah dalam Pokok Ajaran Islam
Syariah Islam secara mutlak dimaksudkan seluruh ajaran Islam baik yang mengenai keimanan, amaliah ibadah, maupun mengenai akhlak. Firman Allah SWT:
Artinya: “Kemudian Kami jadikan engkau berada di atas suatu syariah (peraturan) dari urusan agama itu, maka ikutilah dia (syariah), dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (QS. Al-Jatsiyah: 18).[5]
Kedudukan syariah dalam ajaran Islam adalah sebagai bukti aqidah. Setiap detik kehidupan manusia diisi dengan perbuatan-perbuatan. Perbuatan-perbuatan itu dilandasi akar keyakinan hati akan tunduk dan patuh secara sukarela terhadap kehendak Allah (aqidah). Buah dari perbuatan itu dinamai akhlak.
F.     Akhlak
1.      Pengertian Akhlak
Akhlak berasal dari bahasa Arab, yang berasal dari kata khalaqa-yakhluqu-khalqan artinya perangai (Mahmud Yunus, 1980:120). Penggunaan kata  “khalaqa” dan turunannya dalam Al-Qur’an berarti menciptakan sesuatu. Dengan demikian, pengertian akhlak dari segi bahasa maupun penggunaannya dalam Al-Qur’an dapat didefinisikan sebagai tindakan membentuk atau membiasakan perbuatan. Akhlak adalah perilaku yang dimiliki oleh manusia, baik akhlak yang terpuji atau akhlakul karimah maupun yang tercela atau akhlakul madzmumah.
Dalam prakteknya akhlak bisa dikatakan buah atau hasil dari akidah yang kuat dan syariah yang benar. Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW tidak lain dan tidak bukan adalah untuk memperbaiki akhlak. Sebagai bahan perbandingan. Ahmad Amin (1988) mendefinisikan akhlak sebagai perbuatan yang diulang-ulang sehingga menjadi mudah untuk melakukannya dan tidak perlu berpikir lagi bagaimana melakukannya. Contohnya adalah seperti shalat tahajud. Pada malam pertama mungkin akan sedikit berat untuk dapat bangun malam. Namun, bila hal itu dilakukan berulang-ulang itu akan menjadi sangat mudah. Kita tidak perlu berpikir lagi bagaimana melakukannya. Demikian juga dengan bersedekah. Bila kita rajin melakukan sedekah, tentu hal ini menjadi mudah untuk kita lakukan. Tak perlu lagi berpikir bagaimana caranya bersedekah. Maka kita dapat berkesimpulan bahwa bersedekah/membantu orang lain adalah akhlak.[6]
Menurut Yunahar Ilyas (2004:12-14) akhlak dalam Islam memiliki lima macam ciri, yaitu:
a.       Akhlak Rabani
Ajaran akhlak dalam Islam bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Di dalam Al-Qur’an terdapat 1500 ayat yang mengandung ajaran tentang akhlak, baik secara teoritis maupun praktis. Demikian pula dalam haditst juga terdapat banyak pedoman mengenai akhlak.
Sifat Rabbani dari akhlak berkaitan dengan tujuannya, yakni memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Akhlak Rabbani mampu menghindari dari kekacauan nilai moralitas dalam hidup manusia. Allah SWT berfirman dalam surah Al-An’am ayat 153:
“Inilah jalanku yang lurus: hendaknya kamu mengikutinya, jangan ikuti jalan-jalan yang lain, sehingga kamu bercerai-berai dari jalan-Nya. Demikian diperintahkan padamu agar kamu bertaqwa.”.[7]
b.      Akhlak Manusiawi
Ajaran akhlak dalam Islam sejalan dan memenuhi fitrah sebagai manusia. Akhlak dalam Islam adalah akhlak yang benar-benar memelihara eksistensi sebagai seorang manusia yang merupakan makhluk yang terhormat, sesuai dengan fitrahnya, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dimana hal ini merupakan hak yang fundamental dan mutlak dimiliki oleh manusia.[8]
c.       Akhlak Universal
Ajaran akhlak dalam Islam sesuai dengan kemanusiaan yang universal dan mencakup segala aspek kehidupan manusia, baik dimensi vertikal maupun horisontal. Contohnya dalam Al-Qur’an terdapat 10 macam keburukan yang wajib dijauhi oleh setiap orang, yakni menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh anak karena takut miskin, berbuat keji baik secara terbuka maupun tersembunyi, membunuh orang tanpa alasan yang sah, makan harta anak yatim, mengurangi takaran dan timbangan, membebani orang lain dengan kewajiban melampauin kekuatannya, persaksian tidak adil, dan menghianati janji dengan Allah (QS. Al-An’am, 6: 151-152). Sepuluh macam keburukan ini adalah nilai-nilai yang bersifat universal bagi siapapun, dimanapun, dan kapanpun akan dinyatakan sebagai keburukan.[9]
d.      Akhlak Keseimbangan
Akhlak dalam Islam berada di antara dua sisi. Di satu sisi mengkhayalkan manusia sebagai malaikat yang menitikberatkan pada sifat kebinatangannya (hawa nafsu).
Manusia dalam Islam memiliki dua kekuatan, yaitu: kekuatan kebaikan yang berada dalam hati nurani dan akalnya, kekuatan buruk yang berada pada hawa nafsunya.
Manusia memiliki unsur rohaniah malaikat dan juga unsur naluriah hewani yang masing-masing memerlukan pelayanan secara seimbang.
Manusia tidak hanya hidup di dunia namun juga akan menghadapi kehidupan di akhirat kelak. Akhlak dalam Islam memenuhi tuntutan hidup manusia secara seimbang, baik dalam kebutuhan jasmani ataupun rohani.[10]
e.       Akhlak Realistik
Ajaran akhlak dalam Islam memperhatikan kenyataan hidup manusia. Meskipun manusia dinyatakan sebagai makhluk yang memiliki kelebihan dibanding makhluk-makhluk yang lain, akan tetapi manusia juga memiliki kelemahan yang sering terjadi akibat ketidakmampuan untuk mengontrol diri. Oleh karena itu dalam ajaran Islam memberikan kesempatan bagi manusia untuk memperbaiki diri dengan bertaubat. Bahkan dalam keadaan terpaksa, Islam memperbolehkan manusia melakukan sesuatu dalam keadaan biasa tidak dibenarkan. Allah berfirman dalam, QS. Al-Baqarah, 2:173:
“Barangsiapa terpaksa, bukan karena membangkang dan sengaja melanggar aturan, tidaklah ia berdosa. Sungguh Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai cerminan akhlak apabila memiliki kriteria sebagai berikut:
a.       Dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi suatu kebiasaan;
b.      Timbul dengan sendirinya (spontan), tanpa dipikir-pikir terlebih dahulu.
2.      Ruang Lingkup Akhlak
Apabila perbuatan-perbuatan manusia (syariah) dikelompokkan menjadi ibadah dan muamalah, maka akhlak pun dapat dikelomokkan menjadi dua, yaitu: akhlak pada Allah, akhlak pada manusia.
a.       Akhlak pada Allah
Akhlak kepada Allah adalah tanda terimakasih kita padaNya. Contoh akhlak kepada Allah: melaksanakan perintah Allah dan menjauhi laranganNya.
b.      Akhlak pada manusia
Akhlak kepada manusia adalah cara kita untuk menemukan kemanfaatan bagi hidup bersama. Contoh akhlak kepada manusia: menghormati orang tua, menolong orang lain, menghormati orangtua terdapat pada firman Allah SWT dalam surat Al-Ahqaaf: 15, yaitu:
“Dan Kami telah perinyahkan manusia untuk berbuat baik kepada ibu-bapaknya. Ibunya telah mengandungnya dengan kepayahan dan melahirkannya dengan kepayahan (pula). Dia mengandungnya sampai masa menyapihnya tiga puluh bulan, sehingga apabila anak itu mencapai dewasa dan mencapai usia empat puluh tahun, dia berkata, “Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk supaya aku mensyukuri nikmatMu yang Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat mengerjakan amal saleh yang Engkau ridlainya, dan berilah kebaikan kepadaku (juga) pada keturunanku. Sesungguhnya aku taubat kepada-Mu dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri (muslim)”.[11]
3.      Kedudukan Akhlak dalam Pokok Ajaran Islam
Kedudukan akhlak dalam ajaran Islam adalah hasil, dampak, atau buah dari perbuatan-perbuatan (syariah) yang dilandasi keyakinan hati tunduk dan patuh secara sukarela pada kehendak Allah (aqidah). Seperti halnya adalah jujur dan patuh secara sukarela pada kehendak Allah (aqidah). Seperti halnya adalah jujur pada diri sendiri yang merupakan bagian dari akhlak adalah dampak perbuatan puasa (syariah) yang dilandasi keyakinan hati (aqidah) bahwa puasa kita dapat berempati terhadap penderitaan orang lain yang menjalani hidupnya serba kekurangan.[12]



PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kerangka dasar ajaran Islam adalah cetak biru ajaran Allah SWT kepada utusan Allah. Dimana di dalam kerangka dasar ajaran terdapat tiga bagian utama yang saling berkaitan, yaitu: Aqidah, Syariah, dan Akhlak. Aqidah merupakan akar (dasar) dari setiap perbuatan manusia. Sedangkan Syariah adalah perbuatan-perbuatan yang merupakan wujud dari aqidah. Dari penetapan aqidah dan perwujudannya berupa Syariah muncullah buah berupa kebermanfaatannya baik bagi diri sendiri maupun orang lain yang disebut dengan akhlak.
                                        
DAFTAR PUSTAKA

Al-Kaisy Marwan Ibrahim. 2007.  Yang Pantas Patut Bagi Seorang Muslim. Jakarta: Raja Grafindo.
Bisri. 2009. Akhlak. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Depag RI.
Fauqi, Hajjaj Muhammad. 2011. Tasawuf Islam & Akhlak. Jakarta: Amzah.
Gunawan,Teddy Surya & Kartiwi,Mira (ed.). 2003. Hadits 40 Imam Nawawi. File pdf.
Hajaroh, Mami. 2008. Akhlak, Etika, dan Moral, dalam Ajat Sudrajat, dkk. Din al-Islam Pendidikan Agama Islam di perguruan Tinggi Umum. Yogyakarta: UNY Press.
Mahjuddin. 1991. Kuliah Akhlak Tasawuf. Jakarta: Kalam Mulia.
Muhsin bin Hamd al 'Abbad al Badr,Abdul. 2012. Fat-hul Qawiyyil Matin fi Syarhil Arba'in wa Tatimmatul Khamsin. disebarkan dalam bentuk ebook oleh www.yufid.com.
Nasirudin. 2009. Pendidikan Tasawuf. Semarang: Rasail Media Group.
Utsman, Mahmud. 1992. Terjemah Al-Qur’anul Karim. Jakarta: Depag RI.
Wahyuddin dkk. 2009. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Grasindo.




[1] Teddy Surya Gunawan & Mira Kartiwi (ed.), Hadits 40 Imam Nawawi, (File pdf, 2003), hlm. 4-6.
[2] Al-Kaisy Marwan Ibrahim,  Yang Pantas Patut Bagi Seorang Muslim, (Jakarta: Raja Grafindo, 2007), hlm. 7
[3]Abdul Muhsin bin Hamd al 'Abbad al Badr,  Fat-hul Qawiyyil Matin fi Syarhil Arba'in wa Tatimmatul Khamsin (disebarkan dalam bentuk ebook oleh www.yufid.com, 2012), hlm. 59
[4] Mahmud Utsman, Terjemah Al-Qur’anul Karim, (Jakarta: Depag RI, 1992).
[5] Mahmud Utsman, Terjemah Al-Qur’anul Karim, (Jakarta: Depag RI, 1992).
[6] Bisri, Akhlak, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Depag RI, 2001), hlm. 12.
[7] Mahmud Utsman,  Terjemah Al-Qur’anul Karim, (Jakarta: Depag RI, 1992).
[8] Wahyuddin dkk,  Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Grasindo, 2009), hlm. 70.
[9] Mahjuddin,  Kuliah Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Kalam Mulia, 1991), hlm. 10.
[10] Nasirudin,  Pendidikan Tasawuf, (Semarang: Rasail Media Group, 2009), hlm. 102.
[11] Mahmud Utsman, Terjemah Al-Qur’anul Karim, (Jakarta: Depag RI, 1992).
[12] Hajjaj Muhammad Fauqi,  Tasawuf Islam & Akhlak, (Jakarta: Amzah, 2011), hlm. 102.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar