BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan nasional
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
Berdasarkan fungsi
dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, harus
diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut
berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing,
beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Karakter
merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha
Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud
dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan
norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Pendidikan karakter
adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang
meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME),
diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia
insan kamil.
Sebagai upaya untuk
meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan
Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur,
jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual
dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan
jenjang pendidikan.
Pendidikan karakter
dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi
pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran
perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan
sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya
pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan
nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
Kegiatan ekstra
kurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media
yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta
didik. Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata
pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan,
potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus
diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan
dan berkewenangan di sekolah. Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan
dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan
prestasi peserta didik.
Pendidikan karakter
di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah.
Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan,
dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah
secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang
perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan
tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen
sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di
sekolah.
B. Rumusan
maslah
Adapun rumusan masalah
makalah ini ialah:
1.
Apasaja
teori pendidikan karakter
2.
Bagaimana
pembinaan pendidikan karakter
3.
Bagaimana
pengembangan pendidikan karakter pada peserta didik
C. Tujuan
Tujuan makalah ini ialah
1.
Menjelaskan
beberapa teori pendidikan karakter
2.
Menjelasakan
cara pembinaan pendidikan karakter
3.
Menjelaskan
pengembangan pendidikan karakter pada peserta didik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
TEORI-TEORI
PENDIDIKA KARAKTER MENURUT AHLI
1. Pendidikan karakter
menurut Thomas Lickona
Karakter menurut Lickona[1]
terbagi atas beberapa bagian yang tercakup di dalamnya. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Lickona di bawah ini:
Character so conceived has three interrelated
parts: moral knowing, moral feeling, and moral behavior. Good character
consists of knowing the good, desiring the good, and doing the good, habits of
the mind, habits of the heart, and habits of action. All three are necessary
for leading a moral life, all three make up moral maturity. When we think about
the kind of character we want for our children, it's clear that we want them to
be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do
what they believe to be right, even in the face of pressure from without and
temptation from within. (1991: 51)
Berdasarkan pendapat
Lickona di atas dapat dijelaskan bahwa karakter terdiri atas tiga korelasi
antara lain moral knowing, moral feeling, dan moral behavior. Karakter
itu sendiri terdiri atas, antara lain: mengetahui hal-hal yang baik, memiliki
keinginan untuk berbuat baik, dan melaksanakan yang baik tadi berdasarkan atas
pemikiran, dan perasaan apakah hal tersebut baik untuk dilakukan atau tidak,
kemudian dikerjakan. Ketiga hal tersebut dapat memberikan pengarahan atau
pengalaman moral hidup yang baik, dan memberikan kedewasaan dalam bersikap.
Secara sederhana, pendidikan karakter
dapat didefinisikan sebagai segala usaha yang dapat dilakukan untuk
mempengaruhi karakter siswa. Tetapi untuk mengetahui pengertian yang tepat,
dapat dikemukakan di sini definisi pendidikan karakter yang disampaikan oleh
thomas lickona. Lickona menyatakan bahwa pengertian pendidikan karakter adalah suatu usaha yang
disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan,
dan melakukan nilai-nilai etika yang inti.
2. Pendidikan karakter
menurut suyanto
Suyanto (2009)[2] mendefinisikan
karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri
khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga,
masyarakat, bangsa, maupun negara. Individu
yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuatkeputusan dan siap
mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
3. Pendidikan karakter
menurut kertajaya
Karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda
atau individu. Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar pada kepribadian
benda atau individu tersebut, serta merupakan “mesin” yang mendorong bagaimana
seorang bertindak, bersikap, berucap, dan merespon sesuatu.[3]
(kertajaya, 2010).
4. Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa
Depdiknas
“Bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku,
personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah
berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”.[4]
5. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (2008)
Karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes),
perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills).
Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan
memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau
tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek
lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya
sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.[5]
Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan
tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif,
percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri,
hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela
berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah
hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun,
ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif,
visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu,
pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan
(estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki kesadaran
untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak
sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik adalah realisasi
perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika,
dan perilaku).
Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah
seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME,
dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada
umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan
kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).[6]
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman
nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.
Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all
dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam
pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus
dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi
kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata
pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan
ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja
seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai
sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan
harus berkarakter.
6. Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D.
pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut: “character
education is the deliberate effort to help people understand, care about, and
act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want
for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is
right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be
right, even in the face of pressure from without and temptation from within”.[7]
pendidikan karakter
memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan
akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang
baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia
yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu
masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang
banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu,
hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah
pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya
bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.
B.
PEMBINAAN
PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH
Pada
dasarnya penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah dapat dilakukan secara
terpadu pada setiap kegiatan sekolah. Setiap aktivitas peserta didik di sekolah
dapat digunakan sebagai media untuk menanamkan karakter, mengembangkan konasi,
dan memfasilitasi peserta didik berperilaku
sesuai nilai-nilai yang berlaku.
Setidaknya terdapat dua jalur utama dalam
menyelenggarakan pendidikan karakter di sekolah, yaitu (a) terpadu melalui
kegiatan Pembelajaran, dan (b) terpadu melalui kegiatan Ekstrakurikuler.
Pendidikan karakter secara terpadu di dalam pembelajaran adalah pengenalan
nilai-nilai, fasilitasi diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan
penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari
melalui proses pembelajaran, baik yang berlangsung di dalam maupun di luar
kelas pada semua mata pelajaran.[9]
Pada dasarnya kegiatan pembelajaran, selain
untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan,
juga dirancang untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan
menginternalisasi nilai-nilai dan menjadikannya perilaku. Dalam struktur
kurikulum pendidikan dasar dan menengah, pada dasarnya setiap mata pelajaran
memuat materi-materi yang berkaitan dengan karakter.
Integrasi pendidikan karakter pada mata-mata
pelajaran di sekolah mengarah pada internalisasi nilai-nilai di dalam tingkah
laku sehari-hari melalui proses pembelajaran dari tahapan perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian. Pendidikan karakter melalui kegiatan ekstra
kurikuler dipandang sangat relevan dan efektif. Nilai-nilai karakter seperti
kemandirian, kerjasama, sabar, empati, cermat dan lainya dapat
diinternalisasikan dan direalisasikan dalam setiap kegiatan ekstra kurikuler.
Ekstrakurikuler dapat diartikan sebagai kegiatan pendidikan yang dilakukan di
luar jam pelajaran tatap muka.
Kegiatan tersebut dilaksanakan di dalam
sekolah dan/atau di luar lingkungan sekolah dalam rangka memperluas
pengetahuan, meningkatkan keterampilan, dan menginternalisasi nilai-nilai atau
aturan-aturan agama serta norma-norma sosial baik lokal, nasional, maupun
global untuk membentuk insan yang paripurna. Dengan kata lain, ekstrakurikuler
merupakan kegiatan pendidikan di luar jam pelajaran yang ditujukan untuk
membantu perkembangan peserta didik, sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat,
dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh
pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di
sekolah.
Fungsi Kegiatan Ekstra Kurikuler meliputi[10]:
(a) Pengembangan, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan
kemampuan dan kreativitas peserta didik sesuai dengan potensi, bakat dan minat
mereka; (b) Sosial, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan
kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial peserta didik; (c) Rekreatif, yaitu
fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan suasana rileks,
mengembirakan dan menyenangkan bagi peserta didik yang menunjang proses
perkembangan; (d) Persiapan karir, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk
mengembangkan kesiapan karir peserta didik.
Langkah-langkah implemenrasi pendidikan
karakter di sekolah meliputi[11]:
(a) Perancangan, (b) Implementasi, (c) Monitoring dan Evaluasi, (d) Tindak
Lanjut.
1.
Perancangan
Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam tahap penyusunan rancangan pendidikan
karakter antara lain:
a.
Mengidentifikasi
jenis-jenis kegiatan di sekolah yang dapat merealisasikan pendidikan karakter
yang perlu dikuasai, dan direalisasikan peserta didik dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam hal ini, program pendidikan karakter peserta didik
direalisasikan dalam dua kelompok kegiatan, yaitu (a) terpadu dengan
pembelajaran pada mata pelajaran; dan (b) terpadu melalui kegiatan ekstra
kurikuler.
b.
Mengembangkan
materi pembelajaran untuk setiap jenis kegiatan di sekolah
c.
Mengembangkan
rancangan pelaksanaan setiap kegiatan ekstrakurikuler di sekolah (tujuan,
materi, fasilitas, jadwal, pengajar/fasilitator, pendekatan pelaksanaan,
evaluasi)
d.
Menyiapkan
fasilitas pendukung pelaksanaan program pembentukan karakter di sekolah
Perencanaan kegiatan program pendidikan
karakter di sekolah mengacu pada jenis-jenis kegiatan, yang setidaknya memuat
unsur-unsur: Tujuan, Sasaran kegiatan, Substansi kegiatan, Pelaksana kegiatan
dan pihak-pihak yang terkait, Mekanisme Pelaksanaan, Keorganisasian, Waktu dan
Tempat, serta fasilitas pendukung.
2.
Implementasi
Pendidikan karakter di sekolah
Implementasinya dilaksanakan dalam dua
kelompok kegiatan, yaitu terpadu dengan kegiatan pembelajaran, dan terpadu
dengan kegiatan ekstrakurikuler.
Berbagai hal yang terkait dengan karakter
(nilai-nilai, norma, iman dan ketaqwaan, dll) dirancang dan diimplementasikan
dalam pembelajaran mata pelajaran-mata pelajaran yang terkait, baik dalam
kelompok mata pelajaran normatif, adaptif, dan kejuruan. Hal ini dimulai dengan
pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, akhirnya ke
pengamalan nilai secara nyata oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
Beberapa
kegiatan ekstra kurikuler yang memuat pembentukan karakter antara lain: Olah
raga (sepak bola, bola voli, bulu tangkis, tenis meja, dll), Keagamaan (baca
tulis Al Qur’an, kajian hadis, ibadah, dll), Seni Budaya (menari, menyanyi,
melukis, teater), KIR, Kepramukaan, Latihan Dasar Kepemimpinan Peserta didik
(LDKS), Palang Merah Remaja (PMR), Pasukan Pengibar Bendera Pusaka
(PASKIBRAKA), Pameran, Lokakarya, Kesehatan, dan lain-lainnya.
3.
Monitoring
dan Evaluasi
Monitoring merupakan serangkaian kegiatan
untuk memantau proses pelaksanaan program pembinaan pendidikan karakter. Fokus
kegiatan monitoring adalah pada kesesuaian proses pelaksanaan program
pendidikan karakter berdasarkan tahapan atau prosedur yang telah ditetapkan.
Evaluasi cenderung untuk mengetahui sejauhmana efektivitas program pendidikan
karakter berdasarkan pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Hasil monitoring
digunakan sebagai umpan balik untuk menyempurnakan proses pelaksanaan program
pendidikan karakter.
Monitoring dan Evaluasi secara umum bertujuan
untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas program pembinaan pendidikan
karakter sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Lebih lanjut secara
rinci tujuan monitoring dan evaluasi pembentukan karakter adalah sebagai
berikut:
a.
Melakukan
pengamatan dan pembimbingan secara langsung keterlaksanaan program pendidikan karakter
di sekolah.
b.
Memperoleh
gambaran mutu pendidikan karakter di sekolah secara umum.
c.
Melihat
kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan program dan mengidentifikasi
masalah yang ada, dan selanjutnya mencari solusi yang komprehensif agar program
pendidikan karakter dapat tercapai.
d.
Mengumpulkan
dan menganalisis data yang ditemukan di lapangan untuk menyusun rekomendasi
terkait perbaikan pelaksanaan program pendidikan karakter ke depan.
e.
Memberikan
masukan kepada pihak yang memerlukan untuk bahan pembinaan dan peningkatan
kualitas program pembentukan karakter.
f.
Mengetahui
tingkat keberhasilan implementasi program pembinaan pendidikan karakter di
sekolah.
4.
Tindak
Lanjut Hasil monitoring dan evaluasi dari implementasi program pembinaan
pendidikan karakter digunakan sebagai acuan untuk menyempurnakan program,
mencakup penyempurnaan rancangan, mekanisme pelaksanaan, dukungan fasilitas,
sumber daya manusia, dan manajemen sekolah yang terkait dengan implementasi
program.
C.
PENGEMBANGAN
PENDIDIKAN KARAKTER PADA PESERTA DIDIK
Tujuan pendidikan karakter pada dasarnya adalah
mendorong lahirnya anak-anak yang baik (insan kamil). Tumbuh dan berkembangnya
karakter yang baik akan mendorong peserta didik tumbuh dengan kapasitas dan
komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya
dengan benar serta memiliki tujuan hidup. Masyarakat juga berperan membentuk
karakter anak melalui orang tua dan lingkungannya.[12]
Karakter
dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting),
dan kebiasaan (habit) (Direktorat Pembinaan SMP, 2010). Karakter tidak
terbatas pada pengetahuan saja. Seseorang yang memiliki pengetahuan kebaikan
belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya, jika tidak terlatih
(menjadi kebiasaan) untuk melakukan kebaikan tersebut. Karakter juga menjangkau
wilayah emosi dan kebiasaan diri.
Dengan
demikian diperlukan tiga komponen karakter yang baik (components of good
character) yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral
feeling atau perasaan (penguatan emosi) tentang moral, dan moral action atau perbuatan
bermoral. Hal ini diperlukan agar peserta didik dan atau warga sekolah lain
yang terlibat dalam sistem pendidikan tersebut sekaligus dapat memahami,
merasakan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai kebajikan (moral).
Dimensi-dimensi
yang termasuk dalam moral knowing yang akan mengisi ranah kognitif
adalah kesadaran moral (moral awareness), pengetahuan tentang
nilai-nilai moral (knowing moral values), penentuan sudut pandang (perspective
taking), logika moral (moral reasoning), keberanian mengambil sikap
(decision making), dan pengenalan diri (self knowledge). Moral
feeling merupakan penguatan aspek emosi peserta didik untuk menjadi manusia
berkarakter.
Penguatan
ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh peserta
didik, yaitu kesadaran akan jati diri (conscience), percaya diri (self
esteem), kepekaan terhadap derita orang lain (emphaty), cinta
kebenaran (loving the good), pengendalian diri (self control),
kerendahan hati (humility). Moral action merupakan perbuatan atau
tindakan moral yang merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter
lainnya. [13]
Untuk
memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally)
maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter yaitu kompetensi (competence),
keinginan (will), dan kebiasaan (habit). Pengembangan karakter di
sekolah sementara ini direalisasikan dalam pelajaran agama, pelajaran
kewarganegaraan, atau pelajaran lainnya, yang program utamanya cenderung pada
pengenalan nilai-nilai secara kognitif, dan mendalam sedikit sampai ke
penghayatan nilai secara afektif.
Menurut
Mochtar Buchori (2007)[14],
pengembangan karakter seharusnya membawa anak ke pengenalan nilai secara
kognitif, penghayatan nilai secara afektif, akhirnya ke pengamalan nilai secara
nyata.
Untuk
sampai ke praksis, ada satu peristiwa batin yang amat penting yang harus
terjadi dalam diri anak, yaitu munculnya keinginan yang sangat kuat (tekad)
untuk mengamalkan nilai. Peristiwa ini disebut Conatio, dan langkah
untuk membimbing anak membulatkan tekad ini disebut langkah konatif. Pendidikan
karakter mestinya mengikuti langkah-langkah yang sistematis, dimulai dari
pengenalan nilai secara kognitif, langkah memahami dan menghayati nilai secara
afektif, dan langkah pembentukan tekad secara konatif. Ki Hajar Dewantoro
menterjemahkannya dengan kata-kata cipta, rasa, karsa.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
beberapa teori pengertian pendidikan karakter yang telah dipaparkan pada bbab
pembahasan maka penulis menyimpulkan bahwa Pendidikan karakter adalah suatu
sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi
komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan
nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the
deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character
development”. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku
pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu
sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan
atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas
atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan
ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan.
B.
Komentar
Faktor terpenting dari keberhasilan
pendidikan karakter di sekolah adalah guru dan/atau warga sekolah secara
keseluruhan yang selalu berperilaku sebagai model pribadi yang pantas ditiru
setiap saat. Pendidikan karakter di sekolah hendaknya dimulai dari pimpinan,
guru, karyawan dan komite sekolah. Di samping itu, kesamaan persepsi dan tekad
serta dukungan dari seluruh warga sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan
karakter sangat diperlukan agar dapat mencapai tujuan secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. 2004. How to do character
education.
(http://www.goodcharacter.com/Article_4.html) (Diunduh 20
September 2016)
Direktorat Pembinaan SMP, Panduan Pendidikan Karakter. Depdiknas:
Jakarta, 2010
Edy Supriyadi. 2009. Pengembangan Pendidikan Karakter di SMP (Makalah
sebagai bahan diskusi pengembangan panduan pendidikan karakter Direktorat
Pembinaan SMP Depdiknas).
Hermawan
kertajaya, kalu keunikan ditunjukkan, Bandung: Gramedia,2010.
Mochtar Buchori, 2007. Character building dan pendidikan kita.
(http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0607/26/opini/2836169.htm). (Diunduh 27
September 2016)
Selamat suyanto,
Strategi Pendidikan Anak, Yogyakarta : Hikayat, 2009.
Tadkirotun
Musfidah, Pembinaan karakter si SMP, Jakarta: Direktorat PSMP,2008.
Teuku Ramli Zakaria. 2001. Pendekatan-Pendekatan Pendidikan
Nilai dan Implementasi dalam Pendidikan Budi Pekerti. (http://www.pdk.go.id/balitbang/Publikasi/Jurnal/No_026).
(Diunduh 20 September 2016)
Thomas lickona,
Terjemahan; education of carakter, Bandung: alfabeta,1991. (https://www.scribd.com/07/ringkasan+buku+karakter+lickona/htm
dikunjungi 15 September 2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar