STRATEGI DAN METODOLOGI PENDIDIKAN KARAKTER
A.
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Pembelajaran
karakter di Era globalisasi ini memerlukan sebuah terobosan dalam mengenovasi
startegi dan metode pembelajaran yang akan dipakai mengingat munculnya berbagai
fenomena baru yang sebelumnya tidak ada.
Makanya
pemanfaatan teknologi informasi seperti internet, kecendrungan keluarga
yang demokratif, membanjirnya budaya asing, dan lainnya, perlu menjadi bahan
pertimbangan bagi para pendidik karakter ketika akan menanamkan
nilai-nilai karakter terhadap peserta didik.
Karakter adalah semua sifat-sifat baik yang menunjang pembangunan bangsa
dan bukan hanya sopan santun. Ciri-ciri umum bangsa maju yang memiliki karakter
baik adalah ramah dan lemah lembut, tidak suka kekerasan, patuh aturan. Ciri
spesifik masyarakat maju adalah karakternya cepat bangkit dari keruntuhan
seperti Jepang, Korea, Taiwan, Thailand. Karakter bangsa yang maju (beradab)
rajin bekerja, jujur, terus terang, tidak pendendam, selalu melihat ke masa
depan, tahu cara memperbaiki diri, setiap individu warga bangsanya mencari
rizki yang halal. Jadi sikap mental bangsa itu bersih; cendrung kearah
perbaikan. Karakter baik dari Rasullullah yang perlu kita teladani mampu
merubah dunia antara lain: siddiq, tabliq, amanah, Fatonah. Dengan 4 karakter
ini Nabi Muhammad mampu merubah bangsa Arab yang tadinya jahiliah menjadi
bangsa yang terkemuka dan terpandang di seluruh dunia.
Para ahli juga banyak yang setuju bahwa karakter Nabi Muhammad sangat tepat digunakan untuk
membentuk karakter bangsa. Hampir setiap diskusi tentang karakter pasti 4
karakter ini menjadi pokok pembahasan. Karakter Rasul ini telah juga diajarkan
pada kita yang beragama Islam sejak pendidikan bangku SD atau tempat pengajian
sampai perguruan tinggi. Namun sayang sifat-sifat tersebut belum menjadi
karakter bangsa kita. Jika karakter Rasul akan dijadikan acuan dalam membangun pendidikan
karakter bangsa Indonesia mayoritas ummat Islam maka yang perlu dikaji adalah
bagaimana Rasullulah membangun pendidikan karakter ummatnya pada masa
itu.
2.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut dapat dituliskan rumusan masalah
sebagai berikut:
a.
Apa
pengertian strategi dan metode pendidikan karakter?
b.
Bagaimana
Strategi pembentukan pendidikan karakter?
c.
Bagaimana
metode penyampaian pendidikan karakter?
3.
Tujuan
Pembahasan
Dari rumusan masalah tersebut dapat dituliskan tujuan pembahasan
makalah sebagai berikut:
a.
Mengetahui
pengertian strategi dan metode pendidikan karakter.
b.
Mengetahui
strategi pembentukan pendidikan karakter
c.
Mengetahui
metode penyampaian pendidikan karakter.
B. PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Strategi dan Metode Pendidikan karakter
Pengertian strategi
biasanya berkaitan dengan taktik (terutama banyak dikenal dalam lingkungan
militer). Taktik adalah segala cara dan daya untuk menghadapi sasaran tertentu
dalam kondisi tertentu agar memperoleh hasil yang diharapkan secara maksimal.
Dalam proses pendidikan, taktik tidak lazim digunakan, akan tetapi dipergunakan
istilah metode atau tehnik.
Secara umum istilah
strategi sering dimaknai sebagi garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha
yang telah ditentukan ( Saiful Bahri ). Pada mulanya istilah
strategi digunakan dalam militer yang dimaknai sebagai cara penggunaan seluruh kegiatan militer untuk memenangkan
suatu pertempuran (W.Sanjaya ) dari dua pengertian
tersebut, maka dapat di fahami bahwa strategi dapat digunakan untuk
memproleh kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan.[1]
Dalam perkembangan
selanjutnya istilah strategi digunakan dalam istilah dunia pendidikan, terutama
dalam pelaksanaan pembelajaran. Menurut Djamarah, istilah
strategi bila dikaitkan dengan pendidikan, berarti pola – pola umum
kegiatan guru yang bertindak sebagai pendidik dan peserta didik dalam
mewujudkan proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan atau di gariskan.
J.R David mengatakan, dalam dunia pendidikan strategi diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang
rangkaian kegiatan yang di desain untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Dari perkataan yang dikatakanoleh David ada dua hal yang perlu di cermati :
a. Strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan
) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan sumber daya dalam proses pembelajaran. Hal ini mengandung pengertian bahwa strategi baru sebatas pada proses penyususnan rencana(Planning) belum sampai pada
tindakan.
b. Strategi disusun untuk mencapai kegiatan tertentu, artinya arah
dari semua keputusan penyusunan
strategi adalah pencapaian tujuan.[2]
Sedangkan
menurut Wina Sanjaya, mengatakan bahwa strategi
adalah mengandung makna perencanaan. Artinya bahwa strategi pada
dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan yang akan diambil dalam
suatu pembelajaran. Strategi sifatnya masih konseptual dan untuk
mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu.
Dengan kata lain Strategi adalah “ a pland of operation acheieving something ”
Sedangkan Metode adalah “a way in achieving something “, Metode
diartikan sebagai cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan guna mencapai
suatu yang telah direncanakan.[3]
2. Strategi pembentukan Pendidikan Karakter.
Pendidikan karakter dapat dilakukan
dengan berbagai pendekatan dan dapat berupa berbagai kegiatan yang dilakukan
secara intra kurikuler maupun ekstra kurikuler.Kegiatan intra kurikuler
terintegrasi ke dalam mata pelajaran, sedangkan kegiatan ekstra kurikuler
dilakukan di luar jam pelajaran.
Strategi dalam pendidikan karakter
dapat dilakukan melalui sikap-sikap sebagai berikut.[4]
· Keteladanan
· Penanaman kedisiplinan
· Pembiasaan
· Menciptakan suasana yang konduksif
· Integrasi dan internalisasi
· Pembinaan.
a.
Keteladanan
1)
Pentingnya
Keteladanan
Allah
swt. Dalam mendidik manusia menggunakan contoh atau teladan sebagai model
terbaik agar mudah diserap dan diterapkan para manusia. Contoh atau teladan itu
diperankan oleh para Nabi atau Rasul, sebagaimana firman-Nya:
Q.S.AI-Mumtahanah/60 : 6.
·
Sesungguhnya
pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu)
bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari
Kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka
sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha kaya lagi Maha Terpuji.
sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha kaya lagi Maha Terpuji.
·
Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.
(Al-
Ahzab / 33 : 2l)
Begitu pentingnya keteladanan
sehingga Tuhan menggunakan pendekatan dalam mendidik umatnya melalui model yang
harus dan layak dicontoh.Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa keteladanan
merupakan pendekatan pendidikan yang ampuh.Dalam lingkungan keluarga misalnya,
orang tua yang diamanahi berupa anak-anak, maka harus menjadi teladan yang baik
bagi anak-anak.Orang tua harus bisa menjadi figur yang ideal bagi anak-anak dan
harus menjadi panutan yang bisa mereka andalkan dalam mengarungi kehidupan ini.
Jadi jika orang tuamenginginkan anak-anaknya rajin beribadah maka orang tua
harus rajin beribadah pula, sehigga aktivitas itu akan terlihat oleh anak-anak.
Akan sulit untuk melahirkan generasi yang taat pada agama jika kedua orang
tuanya sering berbuat maksiat. Tidaklah mudah untuk menjadikan anak-anak yang
gemar mencari ilmu, jika kedua orang tuanya lebih suka melihat televisi
daripada membaca, dan akan terasa susah untuk membentuk anak yang mempunyai
jiwa yang berkarakter.
Di samping itu, tanpa keteladanan,
apa yang diajarkan kepada anak-anak akan hanya menjadi teori belaka, mereka
seperti gudang ilmu yang berjalan namun tidak pernah merealisasikan dalam
kehidupan. Yang lebih utama lagi, metode keteladanan ini dapat dilakukan setiap
saat dan sepanjang waktu. Denganketeladanan apa saja yang disampaikan akan
membekas dan strategi ini merupakan metode termurah dan tidak memerlukan tempat
tertentu.
Keteladanan memiliki kontribusi yang
sangat besar dalam mendidik karakter. Keteladanan guru dalam berbagai aktivitasnya
akan menjadi cermin siswanya. Oleh karena itu, sosok guru yang bisa diteladani
siswa sangat penting. Guru yang suka dan terbiasa membaca dan meneliti,
disiplin, ramah, berakhlak misalnya akan menjadi teladan yang baik bagi siswa,
demikian juga sebaliknya.
Sebagaimana telah dikemukakan, yang
menjadi persoalan adalah bagaimana menjadi sosok guru yang bisa diteladani,
karena agar bisa diteladani dibutuhkan berbagai upaya agar seorang guru
memenuhi standar kelayakan tertentu sehingga ia memang patut dicontoh siswanya.
Memberi contoh atau memberi teladan merupakan suatu tindakan yang mudah
dilakukan guru, tetapi
untuk menjadi contoh atau menjadi teladan tidaklah mudah.
untuk menjadi contoh atau menjadi teladan tidaklah mudah.
Keteladanan lebih mengedepankan
aspek perilaku dalam bentuk tindakan nyata daripada sekedar
berbicara tanpa aksi.Apalagi didukung oleh suasana yang memungkinkan anak
melakukannya ke arah hal itu.Tatkala tiba waktu shalat, maka seluruh anggota
keluarga menyiapkan diri untuk shalat.Tak ada satu orang pun yang masih santai
dan tidak menghiraukan seruan untuk shalat.Kalau ada anggota keluarga yang
tidak bisa memenuhi segera seruan tersebut atau berhalangan, maka hal itu harus
dijelaskan kepada anak, sehingga anak memahami sebagai hal yang dimaklumi.
Dalam satu kisah diriwayatkan, suatu
ketika Rasulullah saw. diberi minuman sedangkan di sebelah kanan beliau ada
seorang anak laki-laki dan di sebelah kiri beliau ada orang-orang yang sudah
tua. Rasulullah bertanya kepada anak laki-laki itu: "Apakah kamu izinkan
aku untuk memberi mereka (yang tua-tua) terlebih dahulu? "Anak laki-laki
itu menjawab: "Tidak, demiAllah, aku tidak akan memberikan hakku darimu
kepada siapa pun".
Dalam kisah ini Rasulullah
memberikan teladan bagaimana bersikap lemah lembut kepada anak kecil dan tidak
meremehkan keberadaan mereka di hadapan orang tua yang berada di sekitarnya.
2)
Bisa
Diteladani
Ada sebagian guru yang menemui
kesulitan dalam menerapkan strategi keteladanan, karena perilaku guru belum
bisa diteladani.Misalnya, guru meminta siswanya untuk rajin membaca, tetapi
guru tidak memiliki kebiasaan membaca. Guru meminta murid agar rajin beribadah,
tetapi guru tidak terbiasa rajin beribadah. Inilah persoalan utama yang
dihadapi guru dalam menerapkan strategi keteladanan, karena modal meneladani
siswa adalah guru harus melakukannya lebih dahulu.
Faktor penting dalam mendidik adalah
terletak pada "Keteladanannya".Keteladanan yang bersifat
multidimensi, yakni keteladanan dalam berbagai aspek kehidupan.Keteladanan
bukan hanya sekadar memberikan contoh dalam melakukan sesuatu, tetapi juga
menyangkut berbagai hal yang dapat diteladani, termasuk kebiasaan-kebiasaan yang
baik merupakan contoh bentukketeladanan.[5]
Setidak-tidaknya ada tiga unsur agar seseorang dapat diteladani atau menjadi
teladan, yaitu:
a) Kesiapan Untuk Dinilai dan Dievaluasi.
Kesiapan untuk dinilai berarti
adanya kesiapan menjadi cermin bagi dirinya maupun orang lain. Kondisi ini akan
berdampak pada kehidupan sosial di masyarakat, karena ucapan, sikap, dan
perilakunya menjadi sorotan dan teladan.
b) Memiliki Kompetensi Minimal
b) Memiliki Kompetensi Minimal
Seseorang akan dapat menjadi teladan
jika memiliki ucapan, sikap, dan perilaku yang layak untuk diteladani. Oleh
karena itu, kompetensi yang dimaksud adalah kondisi minimal ucapan, sikap, dan
perilaku yang harus dimiliki seorang guru sehingga dapat dijadikan cermin bagi
dirinya maupun orang lain. Demikian juga bagi seorang guru, kompetensi minimal
sebagai guru harus dimiliki agar dapat menumbuhkan dan menciptakan keteladanan,
terutama bagi peserta didiknya.
c) Memiliki Integritas Moral
c) Memiliki Integritas Moral
Integritas moral adalah adanya
kesamaan antara ucapan dan tindakan atau satunya kata dan perbuatan.lnti dari
integritas moral adalah terletak pada kualitas istiqomahnya. Sebagai
pengejawantahan istiqomah adalah berupa komitmen dankonsistensi terhadap
profesi yang diembannya.
3)
Guru
sebagai Cermin
Guru yang dapat
diteladani berarti ia dapat juga menjadi cermin orang lain. Cermin secara
filosofi memiliki makna sebagai berikut:
a)
Tempat
yang tepat untuk introspeksi
Jika kita bercermin, maka kita akan
melihat potret diri kita sesuai dengan keadaan yang ada. Sebagai guru, kita harus siap menjadi tempat
mawas diri,
koreksi diri, atau instrospeksi.Untuk itu, kita harus siap menjadi curahan.
b)
Menerima
dan menampakkan apa adanya
Cermin memiliki karakteristik
bersedia menerima dan memperlihatkan apa adanya. Untuk itu, hal ini dapat dimaknai sebagai pribadi yang
memiliki sifat-sifat,
seperti sederhana, jujur, objektif, jernih, dan lain-lain
c)
Menerima
kapan pun dan dalam keadaan apa pun
Cermin memiliki karakteristik
bersedia menerima kapan pun dan dalam keadaan apa pun. Artinya sebagai pendidik harus memiliki
sifat-sifat, seperti jiwa pengabdian, setia, sabar, dan lain-lain.
d)Tidak pilih kasih atau tidak deskriminatif
d)Tidak pilih kasih atau tidak deskriminatif
Cermin memiliki sifat tidak
pernah pilih-pilih, siapa saja yang mau bercermin pasti diterima.Artinya cermin memiliki sifat tidak pilih
kasih, tidak
membeda-bedakan, atau tidak pernah deskriminatif. OIeh karena itu, sebagai guru harus memiliki jiwa mendidik kepada siapa pun tanpa pandang bulu, semua anak (manusia) apa pun kondisinya harus
dididik, tanpa
kecuali. Bahkan kita tidak dibenarkan memisah-misahkan atau memilih-milih kondisi siswa (exclusive), tetapi kita dalam mendidik
harus bersifat
inklusif (lnclusive).
e) Pandai
menyimpan rahasia
Cermin tidak pernah memperlihatkan
siapa yang telah bercermin kepadanya, baik yang bercermin itu kondisinya baik atau
buruk.Berarti cermin memiliki sifat pandai menyimpan rahasia. Sebagai guru yang pandai menyimpan rahasia berarti ia juga memiliki sifat-sifat, seperti ukhwah atau persaudaraan, peduli, kebersamaan, tidak menjatuhkan,
tidak mempermalukan
oranglain, mengorangkan, dan lain-lain.
b. Penanaman
atau Penegakan Kedisiplinan
Disiplin pada hakikatnya adalah
suatu ketaatan yang sungguh-sungguh yang didukung oleh kesadaran untuk
menunaikan tugas kewajiban serta berperilaku sebagaimana mestinya menurut
aturan-aturan atau tata kelakuan yangseharusnya berlaku di dalam suatu
lingkungan tertentu.Realisasinya harus terlihat (menjelma) dalam perbuatan atau
tingkah laku yang nyata, yaitu perbuatan tingkah laku yang sesuai dengan
aturan-aturan atau tata kelakuan yang semestinya.[6]
Kedisiplinan menjadi alat yang ampuh
dalam mendidik karakter.Banyak orang sukses karena menegakkan
kedisiplinan.Sebaliknya, banyak upaya membangun sesuatu tidak berhasil karena
kurang atau tidak disiplin.Banyak agenda yang telah ditetapkan tidak dapat
berjalan karena kurang disiplin.
Kurangnya disiplin dapat berakibat
melemahnya motivasi seseorang untuk melakukan sesuatu. Muncul dalam percakapan
sehari-hari dengan istilah “Jam karet”(rubber time.).Sebagai contoh,
kita sering kali dilengkapai dengan peralatan yang canggih dan modern tetapi
penerapannya masih tradisional.Kita selalu memakai arloji digital yang canggih
yang mampu mengukur waku sangat teliti tetapi penerapannya masih
tradisional.Kita masih sering terlambat karena sering tidak bisa menepati
waktu.Oleh karena itu, betapa pentingnya menegakkan disiplin agar sesuatu yang
diinginkan dapat tercapai dengan tepat waktu.Dengandemikian, penegakan
kedisiplinan merupakan salah satu strategi dalam membangun karakter seseorang.
Jika penegakan disiplin dapat dilakukan secara berulang-ulang dan terus
menerus, maka lama-kelamaan akan menjadi habit atau kebiasaan yang positif.[7]
Menanamkan prinsip agar peserta
didik memiliki pendirian yang kokoh merupakan bagian yang sangat penting dari
strategi menegakkan disiplin.Dengan demikian, penegakan disiplin dapat juga
diarahkan pada penanaman nasionalisme, cinta taha air, dan lain-lain.
Banyak cara dalam menegakkan
kedisiplinan, terutama di sekolah. Misalnya dalam mata pelajaran pendidikan
jasmani, guru selalu memanfaatkan pada saat perjalanan dari sekolah menuju
lapangan olahraga, murid diminta berbaris secara rapi dan tertib, sehingga
tampak kompak dan menarik jika dibandingkan dengan berjalan sendiri-sendiri.
Jika hal ini dapat dilakukan, makapengguna jalan akan menghormati dan
mempersilahkan bejalan lebih dahulu, bahkan dapat mengurangi resiko keamanan
yang tidak diinginkan. Nilai-nilai yang dapat dipetik antara lain kebersamaan,
kekompakan, kerapian, ketertiban, dan lain-lain.
Kegiatan upacara yang dilakukan
setiap hari tertentu kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan kebersihan dan
potong kuku, pengecekan ketertiban sikap dalam mengikuti upacara dapat
digunakan sebagai upaya penegakan kedisiplinan.
Guru sebagai teladan harus datang
pagi dan tidak terlambat. Begitu tiba di sekolah, guru sudah berdiri di depan
pintu dan menyambut anak-anak yang datang dengan menyalaminya.
Penegakan
disiplin antara lain dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti peningkatan
motivasi, pendidikan dan latihan, kepemimpinan, penerapan reward and
punishment, penegakan aturan.
1) Peningkatan motivasi
1) Peningkatan motivasi
Motivasi merupakan latar belakang
yang menggerakkan atau mendorong orang untuk melakukan sesuatu. Dengan kata
lain, motivasi merupakan suatu landasan psikologis (kejiwaan) yang sangat
penting bagi setiap orang dalam melaksanakan sesuatu aktivitas. Apalagi
aktivitas itu berupa tugas yang menuntuttanggung jawab yang tinggi.
Ada dua jenis motivasi, yaitu
motivasi ekstrinksik dan motivasi instrinksik.Motivasi ekstrinksik adalah
motivasi yang berasal dari luar diri kita, sedangkan motivasi instrinksik
adalah mostivasi yang berasal dari dalam diri kita.
Dalam menegakkan disiplin, mungkin
berawal berdasarkan motivasi ekstrinksik.Orang melakukan sesuatu karena
paksaan, pengaruh orang lain, atau karena keinginan tertentu.Akan tetapi
setelah berproses orang tersebut dapat saja berubah ke arah motivasi
instrinksik.Setelah merasakan bahwa dengan menerapkan disiplin memiliki dampak
positif bagi dirinya kemudian orang tersebut melakukan sesuatu dilandasi dengan
kesadaran dari dalam dirinya sendiri.Idealnya menegakkan disiplin itu sebaiknya
dilandasi oleh sebuah kesadaran.
2) Pendidikan dan latihan
2) Pendidikan dan latihan
Pendidikan dan latihan merupakan
salah satu faktor penting dalam membentuk dan menempa disiplin. Dari pendidikan
dan latihan akan diperoleh kemahiran atau keterampilan tertentu. Kemahiran atau
keterampilan tersebut akan membuat seseorang
menjadi yakin atas kemampuan dirinya, artinya ia akan percaya kepada
kekuatan dirinya.
Pendidikan dan latihan merupakan
suatu proses yang di dalamnya ada beberapa aturan atau prosedur yang harus
diikuti oleh peserta. Misalnya, gerakan-gerakan latihan, yang bagaimana pun
juga sifatnya, akan menempa orang untuk mematuhi atau mentaati
ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan, mengikuti cara-cara atau teknik,
mendidik orang untuk membiasakan hidup dalam kelompok, menumbuhkan rasa setia
kawan, kerja sama yang erat, dan sebagainya.
Kepatuhan dan ketaatan, setia kawan,
kerja sama dan lain-lain merupakan faktor-fakfor penting dalam suksesnya
mencapai tujuan tertentu. Dan dalam kehidupan sehari-hari nilai-nilai karakter
tersebut juga sangat penting.
3)Kepemimpinan
3)Kepemimpinan
Kualitas
kepemimpinan dari seorang pemimpin, guru, atau orang tua terhadap anggota,
murid, atau pun anaknya turut menentukan berhasil atau tidaknya dalam pembinaan
disiplin.Karena pemimpin merupakan panutan, maka faktor keteladanannya juga
sangat berpengaruh dalam pembinaan disiplin
bagi yang dipimpinnya.
bagi yang dipimpinnya.
Inti dari faktor kepemimpinan adalah
terletak pada kepribadian pemimpin itu sendiri yang nyata-nyata tampak dalam
kenyataan dalam kehidupan sehari-harinya.
4)Penegakan Aturan
4)Penegakan Aturan
Penegakan disiplin biasanya
dikaitkan penerapan aturan (rule enfo rcement).Idealnya dalam menegakkan
aturan hendaknya diarahkan pada “Takut pada aturan bukan takut pada
orang".Orang melakukan sesuatu karena taat pada aturan bukan karena taat
pada orang yang memerintah.Jika hal ini tumbuh menjadi suatu kesadaran maka
menciptakan kondisi yang nyaman dan aman.
Sebagai contoh, kita pernah memiliki
pengalaman yang kurang pas dalam mendidik agar seseorang taat berlalu lintas.Di
tepi jalan, dalam jarak tertentu dibangun patung-patung polisi.Patung-patung
ini agar diduga sebagai polisi untuk menakut-nakuti para pengguna jalan yang
melanggar aturan berlalu lintas (padahal patung).Keberadaan patung-patung ini
mengindikasikan bahwakita dididik dalam tertib berlalu lintas karena takut pada
polisi, bukan takut pada aturan.
Pada dasarnya penegakan disiplin
adalah mendidik agar seseorang taat pada aturan dan tidak melanggar larangan
yang dilandasi oleh sebuah kesadaran.
5) Penerapan reward and punishment
Reward and punishment atau penghargaan dan hukuman merupakan dua kesatuan yang tidak terpisahkan. Jika penerapannya secara terpisah maka tidak akan berjalan efektif, terutama dalam rangka rnenegakkan disiplin.
Reward and punishment atau penghargaan dan hukuman merupakan dua kesatuan yang tidak terpisahkan. Jika penerapannya secara terpisah maka tidak akan berjalan efektif, terutama dalam rangka rnenegakkan disiplin.
Seorang pemimpin, manajer, guru atau
orang tua yang hanya menekankan salah satu aspek saja maka akan berdampak pada
ketidak-seimbangan atau ketidak-harmonisan dalam lingkungan itu. Kita sering
memberikan penghargaan kepada murid tetapi pada saat murid kita melakukan
kesalahan guru tidak melakukan teguran atau sanksi apa-apa,maka yang terjadi
adalah guru akan kehilangan wibawa. Demikian juga jika guru sering memberikan
sanksi tanpa diimbangi dengan penghargaan hanya akanmenghasilkan murid-murid
yang penakut atau murid-murid yang benci kepada guru.
c. Pembiasaan
Dorothy Law Nolte dalam Dryden dan Vos menyatakan bahwa anak belajar dari kehidupannya.[8]
Dorothy Law Nolte dalam Dryden dan Vos menyatakan bahwa anak belajar dari kehidupannya.[8]
·
Jika
anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki
·
Jika
anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi
·
Jika
anak dibesarkan dengan ketakutan, ia belajar gelisah
·
Jika
anak dibesarkan dengan rasa iba, ia belajar menyesali diri
·
Jika
anak dibesarkan dengan olok-olok, ia belajar rendah diri
·
Jika
anak dibesarkan dengan iri hati, ia belajar kedengkian
·
Jika
anak dibesarkan dengan dipermalukan, ia belajar merasa bersalah
·
Jika
anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri
·
Jika
anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri
·
Jika
anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai
·
Jika
anak dibesarkan dengan penerimaan, ia belajar mencintai
·
Jika
anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri
·
Jika
anak dibesarkan dengan pengakuan, ia belajar mengenali tujuan
·
Jika
anak dibesarkan dengan rasa berbagi, ia belajar kedermawanan
·
Jika
anak dibesarkan dengan kejujuran dan keterbukaan, ia belajar
kebenaran
dan keadilan
·
Jika
anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan
·
Jika
anak dibesarkan dengan persahabatan, ia belajar menemukan cinta
dalam kehidupan
·
Jika
anak dibesarkan dengan ketenteraman, ia belajar berdamai dengan
Ungkapan Dorothy Low Nolte tersebut menggambarkan bahwa anak akan
tumbuh sebagaimana lingkungan yang mengajarinya dan lingkungan tersebut juga
merupakan sesuatu yang menjadi kebiasaan yang dihadapinya setiap hari. Jika
seorang anak tumbuh dalam lingkungan yang mengajarinya berbuat baik, maka
diharapkan ia akan terbiasa untuk selalu berbuat baik. Sebaliknya jika seorang
anak tumbuh dalam lingkungan yang mengajarinya berbuat kejahatan, kekerasan,
maka ia akan tumbuh menjadi pelaku kekerasan dan kejahatan yang baru.
Anak memiliki sifat yang paling senang meniru. Orang tuanya
merupakan lingkungan terdekat yang selalu mengitarinya dan sekaligus menjadi
figur dan idolanya. Bila mereka melihat kebiasaan baik dari ayah maupun ibunya,
maka mereka pun akan dengan cepat mencontohnya. Orang tua yang berperilaku
buruk akan ditiru perilakunya oleh anak-anak. Anak-anak pun paling mudah
mengikuti kata-kata yang keluar dari mulut kita.[9]
Oleh karena itu, tanggung jawab orang tua adalah memberikan
lingkungan terbaik bagi pertumbuhan anak-anaknya. Salah satunya dengan
memberikan keteladanan yang baik bagi anak-anaknya, karena kenangan utama bagi
anak-anak adalah kepribadian ayah-ibunya.
Terbentuknya karakler memerlukan proses yang relatif lama dan terus
menerus. Oleh karena itu, sejak dini harus ditanamkan pendidikan karakter pada
anak. Demikian juga, bagi calon guru, sejak masuk LPTK mahasiswa harus
menjadikan dirinya sebagai calon pendidik sehingga berbagai ucapan dan
perilakunya akan mulai terbiasa sebagai calon pendidik. Pembiasaan ini akan membentuk karakter. Hal ini sesuai dengan kalimat yang berbunyi: “Orang bisa karena biasa”, kalimat lain juga menyatakan: “Pertama-tama kita membentuk kebiasaan, kemudian kebiasaan itu membentuk kita”.
perilakunya akan mulai terbiasa sebagai calon pendidik. Pembiasaan ini akan membentuk karakter. Hal ini sesuai dengan kalimat yang berbunyi: “Orang bisa karena biasa”, kalimat lain juga menyatakan: “Pertama-tama kita membentuk kebiasaan, kemudian kebiasaan itu membentuk kita”.
Pendidikan karakter tidak cukup hanya diajarkan melalui mata
pelajaran di kelas, tetapi sekolah dapat juga menerapkannya melalui pembiasaan.
Kegiatan pembiasaan secara spontan dapat dilakukan misalnya saling menyapa,
baik antar teman, antar guru maupun antara guru dengan murid. Sekolah yang
telah melakukan pendidikan karakter dipastikan telah melakukan kegiatan pembiasaan.
Pembiasaan diarahkan pada upaya pembudayaan pada aktivitas tertentu
sehingga menjadi aktivitas yang terpola atau tersistem.
d. Menciptakan Suasana yang Konduksif
Pada dasarnya tanggung jawab pendidikan karakter ada pada semua pihak yang mengitarinya, mulai dari keluarga, sekolah, masyarakat, maupun pemerintah.
Lingkungan dapat dikatakan merupakan proses pembudayaan anak
dipengaruhi oleh kondisi yang setiap saat dihadapi dan dialami anak. Demikian
halnya, menciptakan suasana yang konduksif di sekolah merupakan upaya membangun
kultur atau budaya yang memungkinkan untuk membangun karakter terutama berkaitan
dengan budaya kerja dan belajar di sekolah.
Tentunya bukan hanya budaya akdemik yang dibangun tetapi juga budaya-budaya yang lain, seperti membangun budaya berperilaku yang dilandasi akhlak yang baik.
Tentunya bukan hanya budaya akdemik yang dibangun tetapi juga budaya-budaya yang lain, seperti membangun budaya berperilaku yang dilandasi akhlak yang baik.
Sekolah yang membudayakan warganya gemar membaca, tentu akan
menumbuhkan suasana konduksif bagi siswa-siswanya untuk gemar membaca. Demikian
juga, sekolah yang membudayakan warganya untuk disiplin, aman, dan bersih,
tentu juga akan memberikan suasana untuk terciptanya karakter yang demikian.[10]
1)
Peran
semua Unsur Sekolah
Terciptanya suasana yang kondusif akan memberikan iklim yang memungkinkan terbentuknya karakter. Oleh karena itu, berbagai hal yang terkait dengan upaya pembentukan karakter harus dikondisikan, terutama individu-individu yang ada di sekolah.
Terciptanya suasana yang kondusif akan memberikan iklim yang memungkinkan terbentuknya karakter. Oleh karena itu, berbagai hal yang terkait dengan upaya pembentukan karakter harus dikondisikan, terutama individu-individu yang ada di sekolah.
Pendidikan karakter harus dilakukan oleh semua unsur di sekolah.
Pendidikan karakter bukan hanya tanggung jawab guru agama, guru bimbingan dan
konseling (BK), dan/atau guru Kewarganegaraan, tetapi pendidikan karakter
menjadi tanggung jawab semua guru, bahkan semua unsur, baik guru maupun
karyawan.
Semua guru harus memiliki sikap peduli dalam mendidik karakter
anak. Oleh karena itu, semua guru harus memiliki sikap proaktif dalam mendidik
karaker siswanya.
2) Kerja Sama Sekolah dengan Orang Tua
Sejak anak mendaftarkan untuk memasuki sekolah orang tua diinformasikan mengenai hal-hal yang menjadi tanggung jawabnya. Perlu ditegaskan lagi bahwa sekolah harus mampu mengkondisikan kepada orang tua untuk melakukan pendampingan atau pembimbingan terhadap berbagai aktivitas anak baik yang bersifat preventif maupun kuratif. Misalnya, sekolah yang mewajibkan siswanya menjalankan shalat, maka orang tua juga ikut mengontrol pelaksanaan shalat di rumah, lebih baik lagi kalau orang tua mampu memberikan teladan di rurnah.
2) Kerja Sama Sekolah dengan Orang Tua
Sejak anak mendaftarkan untuk memasuki sekolah orang tua diinformasikan mengenai hal-hal yang menjadi tanggung jawabnya. Perlu ditegaskan lagi bahwa sekolah harus mampu mengkondisikan kepada orang tua untuk melakukan pendampingan atau pembimbingan terhadap berbagai aktivitas anak baik yang bersifat preventif maupun kuratif. Misalnya, sekolah yang mewajibkan siswanya menjalankan shalat, maka orang tua juga ikut mengontrol pelaksanaan shalat di rumah, lebih baik lagi kalau orang tua mampu memberikan teladan di rurnah.
Di sisi lain, persoalan yang dihadapi siswa harus diketahui oleh
sekolah dan orang tua sehingga persoalan tersebut menjadi persoalan bersama.
Orang tua harus selalu dilibatkan dalam mengatasi persoalan anaknya.
3) Kerja Sama Sekolah dengan Lingkungan
Sekolah diharapkan mampu memberikan pengaruh positif terhadap lingkungannya, setidak-tidaknya keberadaan sekolah itu tidak menjadi masalah atau beban masyarakat. Dengan demikian, masyarakat diharapkan juga ikut mendukung keberadaan sekolah itu.
Sekolah diharapkan mampu memberikan pengaruh positif terhadap lingkungannya, setidak-tidaknya keberadaan sekolah itu tidak menjadi masalah atau beban masyarakat. Dengan demikian, masyarakat diharapkan juga ikut mendukung keberadaan sekolah itu.
Jika kondisi itu tercipta dengan baik maka masyarakat juga ikut
menciptakan suasana konduksif dalam menyelenggarakan pendidikan di sekolah,
terutama dalam menciptakan pendidikan karakter.
e. Integrasi dan
Internalisasi.
Pendidikan karakter membutuhkan proses internalisasi nilai-nilai.
Untuk itu diperlukan pembiasaan diri untuk masuk ke dalam hati agar tumbuh dari
dalam. Nilai-nilai karakter seperti menghargai orang lain, disiplin, jujur,
amanah, sabar, dan lain-lain dapat diintegrasikan dan diinternalisasikan ke
dalam seluruh kegiatan sekolah baik dalam kegiatan intrakurikuler maupun
kegiatan yang lain.
Pentingnya pendidikan atau pembelajaran terintegrasi atau terpadu didasarkan pada beberapa asumsi dan dasar pemikiran sebagai berikut.
Pentingnya pendidikan atau pembelajaran terintegrasi atau terpadu didasarkan pada beberapa asumsi dan dasar pemikiran sebagai berikut.
Pertama, fenomena yang ada tidak berdiri sendiri.
Fenomena atau fakta yang ada di dalam kehidupan dan di lingkungan kita selalu terkait dengan fenomena atau aspek yang lain. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa fenomena yang ada selalu berinteraksi dengan aspek-aspek lain. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa adanya saling keterkaitan dan saling mempengaruhi antara fenomena satu dengan yang lain. Oleh
karena itu, fenomena tersebut dapat dipandang sebagai suatu sistem, kesatuan, atau keterpaduan. Implikasi dari kondisi tersebut adalah bahwa dalam memandang dan mengkaji suatu fenomena harus dikaitkan dengan konteks yang ada.
Fenomena atau fakta yang ada di dalam kehidupan dan di lingkungan kita selalu terkait dengan fenomena atau aspek yang lain. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa fenomena yang ada selalu berinteraksi dengan aspek-aspek lain. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa adanya saling keterkaitan dan saling mempengaruhi antara fenomena satu dengan yang lain. Oleh
karena itu, fenomena tersebut dapat dipandang sebagai suatu sistem, kesatuan, atau keterpaduan. Implikasi dari kondisi tersebut adalah bahwa dalam memandang dan mengkaji suatu fenomena harus dikaitkan dengan konteks yang ada.
Kedua, memandang objek sebagai keutuhan'. Oleh karena
fenomena yang ada tidak berdiri sendiri dan terkait dengan aspek-aspek lain,
maka dalam memandang dan mengkaji suatu objek kajian harus secara utuh dan
tidak secara parsial. Jika hal ini yang dijadikan pendekatan, maka akan
berimplikasi bahwa dalam mengkaji dan mensikapi objek kajian harus bersifat
holistik,
artinya berbagai aspek yang terkait dengan objek tersebut juga harus menjadi objek kajian.
artinya berbagai aspek yang terkait dengan objek tersebut juga harus menjadi objek kajian.
Ketiga, tidak dikotomi. Jika objek kajian dipandang sebagai
fenomena yang tidak berdiri sendiri dan sekaligus merupakan suatu keutuhan,
maka objek kajian tersebut tidak dapat dipisahkan atau di dikotomikan.[11]
Pendekatan pelaksanaan pendidikan karakter sebaiknya dilakukan
secara terintegrasi dan terinternalisasi ke dalam seluruh kehidupan sekolah.
Terintegrasi, karena pendidikan karakter memang tidak dapat dipisahkan dengan
aspek lain dan merupakan landasan dari seluruh aspek termasuk seluruh mata
pelajaran. Terinternalisasi, karena pendidikan karakter harus mewarnai seluruh
aspek kehidupan.
Yang perlu mendapat perhatian bahwa yang diintegrasikan adalah
nilai-nilai atau konsep-konsep pendidikan karakter.
f. Pembinaan.
Untuk
menjadikan seorang anak didik yang memiliki krakter atau akhlak yang baik di
perlukan pembinaan yang terus menerus dan berkesinambungan . untuk mewujudkan
akhlaq yang luhur pada diri anak didik tidaklah mudah karna menyangkut
kebiasaan hidup. Pembinaan akan berhasil hanya dengan usaha yang keras dan kesabaran serta
dukungan dari orang tua dan masyarakat.[12]
3.
Metodologi
Penyampaian Pendidikan Karakter
Terkait metodologi yang sesuai untuk
pendidikan karakter, Lickona (1991) menyarankan agar pendidikan karakter
berlangsung efektif maka guru dapat mengusahakan implementasi berbagai metode
seperti bercerita tentang berbagai kisah, cerita atau dogeng yang sesuai,
menugasi siswa membaca literatur, melaksanakan studi kasus, bermain peran,
diskusi, debat tentang moral dan juga penerapan pembelajaran kooperatif. [13]Pada
prinsipnya guru dan seluruh warga sekolah tidak dapat mengelak dan berkewajiban
untuk selalu mengajarkan nilai-nilai yang baik yang seharusnya
dilakukan, serta nilai-nilai yang buruk yang seharusnya dicegah dan tidak
dilakukan pada setiap program sekolah.
Dalamkesempatan ini disinggung
serba-sedikit berbagai jenis metode yang disampaikan Lickona di depan.
Hal yang perlu diingat bahwa
penggunaan berbagai metode pembelajaran di bawah ini tentu akan lebih leluasa
pada mata pelajaran yang mengandung instructionaleffectmaupunnurturanteffectyaitu mata pelajaran Pendidikan Agama dan Pendidikan
Kewarganegaraan. Sedangkan mata pelajaran yang lain yang hanya berdampak nurturant
effect penggunaan metode pembelajaran disesuaikan dengan bahan ajar.
Sejumlah metode pembelajaran berikut ini berasal dari best practices di
negara-negara maju, khususnya di Amerika Serikat, tetapi tentu saja guru secara
leluasa boleh menggunakan metode yang lain. Yang penting nilai-nilai karakter
yang akan dibelajarkan dapat disampaikan
sesuai dengantujuan pembelajaran.
Beberapa metode itu antara lain
adalah:
a. Metode Bercerita, Mendongeng (Telling Sfory)
Metode ini pada hakikatnya sama dengan metode ceramah, tetapi guru lebih leluasa berimprovisasi. Misalnya melalui perubahan mimik, gerak tubuh, mengubah intonasi suara seperti keadaan yang hendak dilukiskan dan sebagainya. Jika perlu menggunakan alat bantu sederhana seperti bel kelinting, beberapa macam boneka, baik boneka manusia maupun boneka binatang, perangkat simulasi tempat duduk kecil-kecil, dan sebagainya. Di tengah-tengah mendongengpara siswa boleh saja berkomentar atau bertanya, tempat duduk pun dapat diatur bebas, bahkan duduk di lantai, karena suasananya memang dibuat santai. HaI yang penting guru harus membuat simpulan bersama siswa (tidak dalam kondisi terlalu formal) karakter apa saja yang diperankan para tokoh protagonis yang dapat ditiru oleh para siswa, dan karakter para tokoh antagonis yang harus dihindari dan tidak ditiru para siswa. Sayangnya bermacam dongeng yang ada di Indonesia tidak terlalu menunjang pendidikan karakter. Dongeng anak-anak Kancil Mencuri ketimun justru memupuk sikap negatif berupa kebiasaan mencuri dan korupsi.Dongeng Malin kundang bicara tentang anak yang durhaka.Dongeng Asal Mula Gunung Tangkuban perahu bercerita tentang kedurhakaan anak yang mencintai ibu kandungnya sendiri. Sementara yang lain umumnya tentang percintaan dua sejoli.[14]
Dengan demikian guru mesti mengambil
hikmah dari cerita keberhasilan para tokoh perjuangan, para tokoh ternama, dan
para pesohor yang berjuang mati-matian sebelum mencapai keberhasilan.Esensi
cerita oleh guru berupa biografi singkat para tokoh atau para pesohor, orang-ormg
yang berhasil tersebut.Pada umunnya mereka berangkat dari bawah dengan perjuangan yang
penuh semangat, berkarakter tidak kenal putus asa, atau pantang menyerah, gigih
dan tangguh, cerdas memaknai kehidupan, tidak berhenti belajar dengan
kegairahan yang tinggi, jujur terhadap diri sendiri dan orang lain, serta
peduli kepada orang yang menderita dan memerlukan bantuan. Atau dapat juga guru
bercerita tentangkasih sayang seorang ibu membuat anak-anak mereka menjadi
orang besar. Ibunda mantan presiden soekarno dan ibunda mantan presiden B.J.
Habibie Ibunda Wakil presiden Yusuf Kallah,membuktikan hal tersebut. Slogan ini
dapat dipakai sebagai esensi cerita:
“ Ibu adalah satu-satunya makhluk didunia yang dapat mengubah anak yang biasa-biasa saja menjadi seseorang yang luar biasa”.
Sebagai variasi
boleh saja justru para siswa yang bercerita, secara bergantian. Misalnya mereka
bercerita tentang keindahan alam yang mereka jumpai pada saat bertamasya ke
luar kota di hari libur sekolah. Kegiatan semacam ini dapat menumbuhkan rasa
cinta tanah air dan menghormati alam lingkungan. Dapat juga anak-anak itu
bercerita tentang cita-citanya serta alasan mengapamemilih cita-cita itu,
berbagai nilai karakter akan muncul dalam kesempatan seperti ini.
b. Metode diskusi dan berbagai variannya.
Kata diskusi berasal dari bahasa
Latin discussio, discussum atau discussi yang maknanya
memeriksa, memperbincangkan, mempercakapkan, pertukaran pikiran, atau
membahas.Bahasa inggrisnya discussion. Diskusi didefinisikan sebagai
proses bertukar pikiran antara dua orang atau lebih tentang sesuatu masalah
untuk mencapai tujuan tertentu. Atau dapat juga didefinisikan diskusi adalah
pertukaran pikiran (sharing of opinion) antara dua orang atau lebih yang
bertujuan memperoleh kesamaan pandang tentang sesuatu masalah yang dirasakan
bersama.Berdasarkan definisi di atas maka suatu dialog dapat disebut diskusi
jika memenuhi kriteria; (i) antara dua orang atau lebih, (ii) adanya suatu
masalah yang perlu dipecahkan bersama, dan (iii) adanya suatu tujuan atau
kesepakatan bersama untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Dalam pembelajaran umumnya diskusi
terdiri dari dua macarn, diskusi kelas (whole group) dan diskusi
kelompok.Diskusi kelas umumnya dipimpin oleh guru, bentuk diskusi ini tepat
bagi siswa sekolah dasar kelas IV sampai VI. Dalam diskusi kelas itu, karena
guru dianggap punya kompetensi dan pengetahuan yang luas serta punya otoritas,
maka arah diskusi tetap dapat dikendalikansementara itu, diskusi kelompok
berupa kelompok kecil yang anggotanya 2-6 orang, atau kelompok yang lebih
besar, anggotanya dapat mencapai 20 orang. Biasanya dilakukan bagi anak-anak
SMPdan SMA/SMK.
c. Metode Simulasi (Bermain peran /
Playing dan Sosiodrama)
Simulasi artinya peniruan terhadap sesuatu, jadi bukan sesuatu yang terjadi sesungguhnya.Dengan demikian orang yang bermain drama atau memerankan sesuatu adalah orang yang sedang menirukan atau membuat simulasi tentang sesuatu.Dalam pembelajaran suatu simulasi dilakukan dengan tujuan agar peserta didik memperoleh keterampilan tertentu, baik yang bersifat profesional maupun yang berguna bagi kehidupan sehari-hari.Dapat pula simulasi ditujukan untuk memperoleh pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip,serta bertujuan untuk memecahkan suatu masalah yang relevan dengan pendidikan karakter.[15]
Simulasi artinya peniruan terhadap sesuatu, jadi bukan sesuatu yang terjadi sesungguhnya.Dengan demikian orang yang bermain drama atau memerankan sesuatu adalah orang yang sedang menirukan atau membuat simulasi tentang sesuatu.Dalam pembelajaran suatu simulasi dilakukan dengan tujuan agar peserta didik memperoleh keterampilan tertentu, baik yang bersifat profesional maupun yang berguna bagi kehidupan sehari-hari.Dapat pula simulasi ditujukan untuk memperoleh pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip,serta bertujuan untuk memecahkan suatu masalah yang relevan dengan pendidikan karakter.[15]
Langkah-langkah
permainan simulasi umumnya terdiri dari,
1)
Penentuan
tema dan tujuan permainan simulasi.
2)
Menentukan
bentuk simulasi berupa bermain peran, psikodrama
atau sosiodrama.
atau sosiodrama.
3)
Guru
sebagai “sutradara", memberi gambaran secara garis besar
kepada siswa situasi yang akan disimulasikan.
kepada siswa situasi yang akan disimulasikan.
4)
Kemudian
guru menunjuk siapa berperan menjadi apa atau
sebagai siapa.
sebagai siapa.
5)
Guru
memberi waktu kepada para pemeran untuk mempersiapkan diri, untuk meminta
keterangan kepada guru jika kurang jelas tentang perannya.
6)
Melaksanakan
simulasi pada waktu dan tempat yang telah
ditentukan.
ditentukan.
7)
Karena
ini hanya permainan, guru boleh ikut "nimbrung" memberi saran
perbaikan dan nasihat yang berharga bagi siswa selama berlangsung
8)
Penilaian
baik dari guru atau kawan sekelas serta pemberian
umpan balik.
umpan balik.
9)
Latihan
ulang demi kesempurnaan simulasi.
Beberapa tema yang dapat dijadikan
permainan simulasi dalam pendidikan karakter antara lain:
· melakukan pertolongan
pertama pada kecelakaan (P3K)
bagaimana bergotong-royong untuk membangun tempat peribadatan di kampung
bagaimana bergotong-royong untuk membangun tempat peribadatan di kampung
· melakukan pertolongan bagi korban gempa bumi, atau korban
bencana banjir
bencana banjir
· pada anak SD kelas I pada saat pembelajaran tematik dengan tema
keluargaku dapat dilakukan simulasi siapa berperan sebagai kakek, nenek,ibu,
ayah, diri sendiri, kakak, dan adik atau saudara yang lain. Esensi temanya
adalah seorang kakek sedang berupaya menasihati cucunya agar berperilaku baik
dan jujur.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1985) menyatakan ada sedikit perbedaan
antara metode sosiodrama dan metode bermain peran. Dalam kaitan ini, metode
sosiodrama dimaknai sebagai cara mengajar yang memberikan kesempatan kepada
siswa untuk melakukan kegiatau memainkan peran tertentu seperti yang terdapat
dalam kehidupan masyarakat (kehidupan sosial). Beda antara metode sosiodrama
dan metode bermain peran.
d.
Metode
Live In
Ada ungkapan yang
menyatakan bahwa "pengalaman adalah guru yang terbaik".
Ungkapan ini kiranya tepat, terlebih apabila pengalaman ini sungguh menyentuh
hati dapat mengubah sikap dan pandangan hidup orang secara mendalam. Pengalaman
yang mendalam lebih sulit terlupakan dalam hidup manusia.
Metode Live In dimaksudkan agar anak mempunyai pengalaman
hidupbersama orang lain langsung dalam situasi yang sangat berbeda dari
kehidupan sehari-harinya. Dengan pengalaman langsung anak dapat mengenal
lingkungan hidup yang berbeda dalam cara berpikir, tantangan, permasalahan,
termasuk tentang nilai-nilai hidupnya. Live in tidak harus berhari-hari
secara berturut-turut dilaksanakan. Kegiatan ini dapat juga dilaksanakan secara
periodik.Misalnya anak diajak berkunjung dan membantu di suatu panti asuhan
anak-anak cacat.Anak diajak terlibat untuk melaksanakan tugas-tugas harian yang
mungkin dijalankannya, tidak membutuhkan keahlian khusus, dan tidak berbahaya
bagi kedua belah pihak. Membantu dan melayani anggota panti asuhan yang
tergantung pada orang lain akan memberi pengalaman yang tidak hanya sekadar
lewat.[16]
Dengan
cara ini anak diajak untuk mensyukuri hidupnya yang jauh lebih baik dari orang
yang dilayani. Lebih baik dari segi fisik maupun kemampuan sehingga tumbuh
sikap toleran dan sosial yang lebih tinggi pada kehidupan bersama.Anak perlu
mendapat bimbingan untuk merefleksikan pengalaman tersebut, baik secara
rasional intelektual maupun dari segi batin rohaninya.Hal ini perlu dijaga
jangan sampai anak menanggapi pengalaman ini berlebihan,
tetapi haruslah secara wajar dan seimbang.
C.
KESIMPULAN
1. Pengertian strategi Secara umum istilah strategi sering dimaknai sebagi
garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha yang telah ditentukan (
Saiful Bahri ). Pada mulanya istilah strategi digunakan dalam militer yang
dimaknai sebagai cara penggunaan seluruh kegiatan militer untuk memenangkan
suatu pertempuran (W.Sanjaya ) dari dua pengertian
tersebut, maka dapat di fahami bahwa strategi dapat digunakan untuk
memproleh kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan. Dalam
perkembangan selanjutnya istilah strategi digunakan dalam istilah dunia
pendidikan,terutama dalam pelaksanaan pembelajaran. Menurut Djamarah, istilah
strategi bila dikaitkan dengan pendidikan, berarti pola – pola umum
kegiatan guru yang bertindak sebagai pendidik dan peserta didik dalam
mewujudkan proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan atau di gariskan.
2. Strategi dalam pendidikan karakter dapat dilakukan melalui
sikap-sikap sebagai berikut.
a.
Keteladanan
b.
Penanaman
kedisiplinan
c.
Pembiasaan
d.
Menciptakan
suasana yang konduksif
e.
Integrasi
dan internalisasi
f.
Pembinaan.
3. Metodologi yang sesuai untuk pendidikan karakter, Lickona (1991)
menyarankan agar pendidikan karakter berlangsung efektif maka guru dapat
mengusahakan implementasi berbagai metode seperti bercerita tentang berbagai
kisah, cerita atau dogeng yang sesuai, menugasi siswa membaca literatur,
melaksanakan studi kasus, bermain peran, diskusi, debat tentang moral dan juga
penerapan pembelajaran kooperatif.
Beberapa
metode itu antara lain adalah:
a.
Metode
Bercerita, Mendongeng (Telling Sfory)
b.
Metode
diskusi dan berbagai variannya.
c.
Metode
Simulasi (Bermain peran / Playing dan Sosiodrama)
d.
Metode
Live In.
DAFTAR PUSTAKA
Amiroeddin Sjarif, Disiplin Militer dan Pembinaannya,(Jakarta:
Ghalia Indonesia l983)
Dorothy Law Nolte, Dryden dan Vos, Revolusi Cara Belajar.Terjemahan
word Translation
service.(Bandung:Kaifa,2000)
Heri gunawan, Pendidikan Karakter “konsep dan Implementasi” (
Bandung : Cv. Alfabeta, 2012)
http://uswhajunaid.blogspot.com/2015/01/makalah.diakses
27 september 2016
M. Furqon Hidayatullah, Pendidikan Karakter Membangun Peradaban Bangsa,(Kadipiro Surakarta,2010)
Muchlas Samani, Hariyanto, Konsep dan model Pendidikan Karakter,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya 2014)
Nurul Zuriah, Pendidikan Moral&& Budi Pekerti,
(Jakarta: PT Bumi Aksara,2007)
Nurul Zuriyah, Pendidikan moral dan budi pekerti dalam
perspektif perubahan(Jakarta : Bumi Aksara, 2007)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar