Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Rabu, 09 November 2016

MAKALAH STRATEGI DAN METODE PENDIDIKAN KARAKTER



STRATEGI DAN METODOLOGI PENDIDIKAN KARAKTER

A.  PENDAHULUAN
1.    Latar Belakang
Pembelajaran karakter di Era globalisasi ini memerlukan sebuah terobosan dalam mengenovasi startegi dan metode pembelajaran yang akan dipakai mengingat munculnya berbagai fenomena baru yang sebelumnya tidak ada.
Makanya pemanfaatan teknologi informasi seperti internet,  kecendrungan keluarga yang demokratif, membanjirnya budaya asing, dan lainnya, perlu menjadi bahan pertimbangan  bagi para pendidik karakter ketika akan menanamkan nilai-nilai karakter  terhadap peserta didik. 
Karakter adalah semua sifat-sifat baik yang menunjang pembangunan bangsa dan bukan hanya sopan santun. Ciri-ciri umum bangsa maju yang memiliki karakter baik adalah ramah dan lemah lembut, tidak suka kekerasan, patuh aturan. Ciri spesifik masyarakat maju adalah karakternya cepat bangkit dari keruntuhan seperti Jepang, Korea, Taiwan, Thailand. Karakter bangsa yang maju (beradab) rajin bekerja, jujur, terus terang, tidak pendendam, selalu melihat ke masa depan, tahu cara memperbaiki diri, setiap individu warga bangsanya mencari rizki yang halal. Jadi sikap mental bangsa itu bersih; cendrung kearah perbaikan. Karakter baik dari Rasullullah yang perlu kita teladani mampu merubah dunia antara lain: siddiq, tabliq, amanah, Fatonah. Dengan 4 karakter ini Nabi Muhammad mampu merubah bangsa Arab yang tadinya jahiliah menjadi bangsa yang terkemuka dan terpandang di seluruh dunia. 
Para ahli juga banyak yang setuju bahwa karakter  Nabi Muhammad sangat tepat digunakan untuk membentuk karakter bangsa. Hampir setiap diskusi tentang karakter pasti 4 karakter ini menjadi pokok pembahasan. Karakter Rasul ini telah juga diajarkan pada kita yang beragama Islam sejak pendidikan bangku SD atau tempat pengajian sampai perguruan tinggi. Namun sayang sifat-sifat tersebut belum menjadi karakter bangsa kita. Jika karakter Rasul akan dijadikan acuan dalam membangun pendidikan karakter bangsa Indonesia mayoritas ummat Islam maka yang perlu dikaji adalah bagaimana Rasullulah membangun pendidikan karakter ummatnya pada masa itu. 
2.    Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut dapat dituliskan rumusan masalah sebagai berikut:
a.    Apa pengertian strategi dan metode pendidikan karakter?
b.    Bagaimana Strategi pembentukan pendidikan karakter?
c.    Bagaimana metode penyampaian pendidikan karakter?
3.    Tujuan Pembahasan
Dari rumusan masalah tersebut dapat dituliskan tujuan pembahasan makalah sebagai berikut:
a.    Mengetahui pengertian strategi dan metode pendidikan karakter.
b.    Mengetahui strategi pembentukan pendidikan karakter
c.    Mengetahui metode penyampaian pendidikan karakter.

B.  PEMBAHASAN
1.    Pengertian Strategi dan Metode Pendidikan karakter
Pengertian strategi biasanya berkaitan dengan taktik (terutama banyak dikenal dalam lingkungan militer). Taktik adalah segala cara dan daya untuk menghadapi sasaran tertentu dalam kondisi tertentu agar memperoleh hasil yang diharapkan secara maksimal. Dalam proses pendidikan, taktik tidak lazim digunakan, akan tetapi dipergunakan istilah metode atau tehnik.
Secara umum istilah strategi sering dimaknai sebagi garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha yang telah ditentukan ( Saiful Bahri ). Pada mulanya istilah strategi digunakan dalam militer yang dimaknai sebagai cara penggunaan seluruh kegiatan militer untuk memenangkan suatu pertempuran  (W.Sanjaya ) dari dua pengertian tersebut, maka dapat di fahami bahwa strategi dapat digunakan  untuk memproleh  kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan.[1]
Dalam perkembangan selanjutnya istilah strategi digunakan dalam istilah dunia pendidikan, terutama dalam pelaksanaan pembelajaran. Menurut Djamarah, istilah strategi bila dikaitkan dengan pendidikan,  berarti pola – pola umum kegiatan guru yang bertindak sebagai pendidik dan peserta didik dalam mewujudkan proses  pendidikan  untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan atau di gariskan.
J.R David mengatakan, dalam dunia pendidikan strategi diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang di desain  untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dari perkataan yang dikatakanoleh David  ada dua hal yang perlu di cermati :
a. Strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan )        termasuk penggunaan metode  dan pemanfaatan sumber daya dalam proses       pembelajaran. Hal ini mengandung pengertian bahwa strategi baru sebatas           pada proses penyususnan rencana(Planning) belum sampai pada tindakan.
b.  Strategi disusun untuk mencapai kegiatan tertentu, artinya arah dari semua   keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan.[2]
Sedangkan menurut  Wina Sanjaya, mengatakan bahwa strategi  adalah mengandung makna perencanaan.  Artinya bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan yang akan diambil dalam suatu pembelajaran. Strategi sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode  pembelajaran tertentu. Dengan kata lain Strategi adalah “ a pland of operation acheieving something ” Sedangkan Metode adalah “a way in achieving something “,  Metode diartikan sebagai  cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan guna mencapai suatu yang telah direncanakan.[3]
2.    Strategi pembentukan Pendidikan Karakter.

Pendidikan karakter dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan dan dapat berupa berbagai kegiatan yang dilakukan secara intra kurikuler maupun ekstra kurikuler.Kegiatan intra kurikuler terintegrasi ke dalam mata pelajaran, sedangkan kegiatan ekstra kurikuler dilakukan di luar jam pelajaran.
Strategi dalam pendidikan karakter dapat dilakukan melalui sikap-sikap sebagai berikut.[4]           
·      Keteladanan
·      Penanaman kedisiplinan
·      Pembiasaan
·      Menciptakan suasana yang konduksif
·      Integrasi dan internalisasi
·      Pembinaan. 

a.    Keteladanan
1)   Pentingnya Keteladanan      
Allah swt. Dalam mendidik manusia menggunakan contoh atau teladan sebagai model terbaik agar mudah diserap dan diterapkan para manusia. Contoh atau teladan itu diperankan oleh para Nabi atau Rasul, sebagaimana firman-Nya: Q.S.AI-Mumtahanah/60 : 6. 
·           Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari Kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka
sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha kaya lagi Maha Terpuji.
·           Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
(Al- Ahzab / 33 : 2l)
Begitu pentingnya keteladanan sehingga Tuhan menggunakan pendekatan dalam mendidik umatnya melalui model yang harus dan layak dicontoh.Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa keteladanan merupakan pendekatan pendidikan yang ampuh.Dalam lingkungan keluarga misalnya, orang tua yang diamanahi berupa anak-anak, maka harus menjadi teladan yang baik bagi anak-anak.Orang tua harus bisa menjadi figur yang ideal bagi anak-anak dan harus menjadi panutan yang bisa mereka andalkan dalam mengarungi kehidupan ini. Jadi jika orang tuamenginginkan anak-anaknya rajin beribadah maka orang tua harus rajin beribadah pula, sehigga aktivitas itu akan terlihat oleh anak-anak. Akan sulit untuk melahirkan generasi yang taat pada agama jika kedua orang tuanya sering berbuat maksiat. Tidaklah mudah untuk menjadikan anak-anak yang gemar mencari ilmu, jika kedua orang tuanya lebih suka melihat televisi daripada membaca, dan akan terasa susah untuk membentuk anak yang mempunyai jiwa yang berkarakter.
Di samping itu, tanpa keteladanan, apa yang diajarkan kepada anak-anak akan hanya menjadi teori belaka, mereka seperti gudang ilmu yang berjalan namun tidak pernah merealisasikan dalam kehidupan. Yang lebih utama lagi, metode keteladanan ini dapat dilakukan setiap saat dan sepanjang waktu. Denganketeladanan apa saja yang disampaikan akan membekas dan strategi ini merupakan metode termurah dan tidak memerlukan tempat tertentu.
Keteladanan memiliki kontribusi yang sangat besar dalam mendidik karakter. Keteladanan guru dalam berbagai aktivitasnya akan menjadi cermin siswanya. Oleh karena itu, sosok guru yang bisa diteladani siswa sangat penting. Guru yang suka dan terbiasa membaca dan meneliti, disiplin, ramah, berakhlak misalnya akan menjadi teladan yang baik bagi siswa, demikian juga sebaliknya.
Sebagaimana telah dikemukakan, yang menjadi persoalan adalah bagaimana menjadi sosok guru yang bisa diteladani, karena agar bisa diteladani dibutuhkan berbagai upaya agar seorang guru memenuhi standar kelayakan tertentu sehingga ia memang patut dicontoh siswanya. Memberi contoh atau memberi teladan merupakan suatu tindakan yang mudah dilakukan guru, tetapi
untuk menjadi contoh atau menjadi teladan tidaklah mudah.
Keteladanan lebih mengedepankan aspek perilaku dalam bentuk tindakan nyata daripada sekedar berbicara tanpa aksi.Apalagi didukung oleh suasana yang memungkinkan anak melakukannya ke arah hal itu.Tatkala tiba waktu shalat, maka seluruh anggota keluarga menyiapkan diri untuk shalat.Tak ada satu orang pun yang masih santai dan tidak menghiraukan seruan untuk shalat.Kalau ada anggota keluarga yang tidak bisa memenuhi segera seruan tersebut atau berhalangan, maka hal itu harus dijelaskan kepada anak, sehingga anak memahami sebagai hal yang dimaklumi.
Dalam satu kisah diriwayatkan, suatu ketika Rasulullah saw. diberi minuman sedangkan di sebelah kanan beliau ada seorang anak laki-laki dan di sebelah kiri beliau ada orang-orang yang sudah tua. Rasulullah bertanya kepada anak laki-laki itu: "Apakah kamu izinkan aku untuk memberi mereka (yang tua-tua) terlebih dahulu? "Anak laki-laki itu menjawab: "Tidak, demiAllah, aku tidak akan memberikan hakku darimu kepada siapa pun".
Dalam kisah ini Rasulullah memberikan teladan bagaimana bersikap lemah lembut kepada anak kecil dan tidak meremehkan keberadaan mereka di hadapan orang tua yang berada di sekitarnya.

2)   Bisa Diteladani
Ada sebagian guru yang menemui kesulitan dalam menerapkan strategi keteladanan, karena perilaku guru belum bisa diteladani.Misalnya, guru meminta siswanya untuk rajin membaca, tetapi guru tidak memiliki kebiasaan membaca. Guru meminta murid agar rajin beribadah, tetapi guru tidak terbiasa rajin beribadah. Inilah persoalan utama yang dihadapi guru dalam menerapkan strategi keteladanan, karena modal meneladani siswa adalah guru harus melakukannya lebih dahulu.
Faktor penting dalam mendidik adalah terletak pada "Keteladanannya".Keteladanan yang bersifat multidimensi, yakni keteladanan dalam berbagai aspek kehidupan.Keteladanan bukan hanya sekadar memberikan contoh dalam melakukan sesuatu, tetapi juga menyangkut berbagai hal yang dapat diteladani, termasuk kebiasaan-kebiasaan yang baik merupakan contoh bentukketeladanan.[5] Setidak-tidaknya ada tiga unsur agar seseorang dapat diteladani atau menjadi teladan, yaitu:   
a)    Kesiapan Untuk Dinilai dan Dievaluasi.          
Kesiapan untuk dinilai berarti adanya kesiapan menjadi cermin bagi dirinya maupun orang lain. Kondisi ini akan berdampak pada kehidupan sosial di masyarakat, karena ucapan, sikap, dan perilakunya menjadi sorotan dan teladan.
b) Memiliki Kompetensi Minimal 
Seseorang akan dapat menjadi teladan jika memiliki ucapan, sikap, dan perilaku yang layak untuk diteladani. Oleh karena itu, kompetensi yang dimaksud adalah kondisi minimal ucapan, sikap, dan perilaku yang harus dimiliki seorang guru sehingga dapat dijadikan cermin bagi dirinya maupun orang lain. Demikian juga bagi seorang guru, kompetensi minimal sebagai guru harus dimiliki agar dapat menumbuhkan dan menciptakan keteladanan, terutama bagi peserta didiknya.       
c) Memiliki Integritas Moral
Integritas moral adalah adanya kesamaan antara ucapan dan tindakan atau satunya kata dan perbuatan.lnti dari integritas moral adalah terletak pada kualitas istiqomahnya. Sebagai pengejawantahan istiqomah adalah berupa komitmen dankonsistensi terhadap profesi yang diembannya.

3)   Guru sebagai Cermin
Guru yang dapat diteladani berarti ia dapat juga menjadi cermin orang lain. Cermin secara filosofi memiliki makna sebagai berikut:
a)      Tempat yang tepat untuk introspeksi
Jika kita bercermin, maka kita akan melihat potret diri kita sesuai dengan    keadaan yang ada. Sebagai guru, kita harus siap menjadi tempat mawas       diri, koreksi diri, atau instrospeksi.Untuk itu, kita harus siap menjadi       curahan.
b)      Menerima dan menampakkan apa adanya
Cermin memiliki karakteristik bersedia menerima dan memperlihatkan apa  adanya. Untuk itu, hal ini dapat dimaknai sebagai pribadi yang memiliki    sifat-sifat, seperti sederhana, jujur, objektif, jernih, dan lain-lain
c)      Menerima kapan pun dan dalam keadaan apa pun
                   Cermin memiliki karakteristik bersedia menerima kapan pun dan dalam       keadaan apa pun. Artinya sebagai pendidik harus memiliki sifat-sifat,           seperti jiwa pengabdian, setia, sabar, dan lain-lain.   
 d)Tidak pilih kasih atau tidak deskriminatif        
                   Cermin memiliki sifat tidak pernah pilih-pilih, siapa saja yang mau   bercermin pasti diterima.Artinya cermin memiliki sifat tidak pilih kasih,      tidak membeda-bedakan, atau tidak pernah deskriminatif. OIeh karena itu,  sebagai guru harus memiliki jiwa mendidik kepada siapa pun tanpa  pandang bulu, semua anak (manusia) apa pun kondisinya harus dididik,        tanpa kecuali. Bahkan kita tidak dibenarkan memisah-misahkan atau       memilih-milih kondisi siswa (exclusive), tetapi kita dalam mendidik harus   bersifat inklusif (lnclusive).
e) Pandai menyimpan rahasia        
Cermin tidak pernah memperlihatkan siapa yang telah bercermin      kepadanya, baik yang bercermin itu kondisinya baik atau buruk.Berarti            cermin memiliki sifat pandai menyimpan rahasia. Sebagai guru yang       pandai menyimpan rahasia berarti ia juga memiliki sifat-sifat, seperti            ukhwah atau persaudaraan, peduli, kebersamaan, tidak menjatuhkan, tidak     mempermalukan oranglain, mengorangkan, dan lain-lain.     
b. Penanaman atau Penegakan Kedisiplinan   
Disiplin pada hakikatnya adalah suatu ketaatan yang sungguh-sungguh yang didukung oleh kesadaran untuk menunaikan tugas kewajiban serta berperilaku sebagaimana mestinya menurut aturan-aturan atau tata kelakuan yangseharusnya berlaku di dalam suatu lingkungan tertentu.Realisasinya harus terlihat (menjelma) dalam perbuatan atau tingkah laku yang nyata, yaitu perbuatan tingkah laku yang sesuai dengan aturan-aturan atau tata kelakuan yang semestinya.[6]
Kedisiplinan menjadi alat yang ampuh dalam mendidik karakter.Banyak orang sukses karena menegakkan kedisiplinan.Sebaliknya, banyak upaya membangun sesuatu tidak berhasil karena kurang atau tidak disiplin.Banyak agenda yang telah ditetapkan tidak dapat berjalan karena kurang disiplin.
Kurangnya disiplin dapat berakibat melemahnya motivasi seseorang untuk melakukan sesuatu. Muncul dalam percakapan sehari-hari dengan istilah “Jam karet”(rubber time.).Sebagai contoh, kita sering kali dilengkapai dengan peralatan yang canggih dan modern tetapi penerapannya masih tradisional.Kita selalu memakai arloji digital yang canggih yang mampu mengukur waku sangat teliti tetapi penerapannya masih tradisional.Kita masih sering terlambat karena sering tidak bisa menepati waktu.Oleh karena itu, betapa pentingnya menegakkan disiplin agar sesuatu yang diinginkan dapat tercapai dengan tepat waktu.Dengandemikian, penegakan kedisiplinan merupakan salah satu strategi dalam membangun karakter seseorang. Jika penegakan disiplin dapat dilakukan secara berulang-ulang dan terus menerus, maka lama-kelamaan akan menjadi habit atau kebiasaan yang positif.[7]
Menanamkan prinsip agar peserta didik memiliki pendirian yang kokoh merupakan bagian yang sangat penting dari strategi menegakkan disiplin.Dengan demikian, penegakan disiplin dapat juga diarahkan pada penanaman nasionalisme, cinta taha air, dan lain-lain.
Banyak cara dalam menegakkan kedisiplinan, terutama di sekolah. Misalnya dalam mata pelajaran pendidikan jasmani, guru selalu memanfaatkan pada saat perjalanan dari sekolah menuju lapangan olahraga, murid diminta berbaris secara rapi dan tertib, sehingga tampak kompak dan menarik jika dibandingkan dengan berjalan sendiri-sendiri. Jika hal ini dapat dilakukan, makapengguna jalan akan menghormati dan mempersilahkan bejalan lebih dahulu, bahkan dapat mengurangi resiko keamanan yang tidak diinginkan. Nilai-nilai yang dapat dipetik antara lain kebersamaan, kekompakan, kerapian, ketertiban, dan lain-lain.
Kegiatan upacara yang dilakukan setiap hari tertentu kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan kebersihan dan potong kuku, pengecekan ketertiban sikap dalam mengikuti upacara dapat digunakan sebagai upaya penegakan kedisiplinan.
Guru sebagai teladan harus datang pagi dan tidak terlambat. Begitu tiba di sekolah, guru sudah berdiri di depan pintu dan menyambut anak-anak yang datang dengan menyalaminya.
Penegakan disiplin antara lain dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti peningkatan motivasi, pendidikan dan latihan, kepemimpinan, penerapan reward and punishment, penegakan aturan.           
1) Peningkatan motivasi   
Motivasi merupakan latar belakang yang menggerakkan atau mendorong orang untuk melakukan sesuatu. Dengan kata lain, motivasi merupakan suatu landasan psikologis (kejiwaan) yang sangat penting bagi setiap orang dalam melaksanakan sesuatu aktivitas. Apalagi aktivitas itu berupa tugas yang menuntuttanggung jawab yang tinggi.
Ada dua jenis motivasi, yaitu motivasi ekstrinksik dan motivasi instrinksik.Motivasi ekstrinksik adalah motivasi yang berasal dari luar diri kita, sedangkan motivasi instrinksik adalah mostivasi yang berasal dari dalam diri kita.
Dalam menegakkan disiplin, mungkin berawal berdasarkan motivasi ekstrinksik.Orang melakukan sesuatu karena paksaan, pengaruh orang lain, atau karena keinginan tertentu.Akan tetapi setelah berproses orang tersebut dapat saja berubah ke arah motivasi instrinksik.Setelah merasakan bahwa dengan menerapkan disiplin memiliki dampak positif bagi dirinya kemudian orang tersebut melakukan sesuatu dilandasi dengan kesadaran dari dalam dirinya sendiri.Idealnya menegakkan disiplin itu sebaiknya dilandasi oleh sebuah kesadaran.   
2) Pendidikan dan latihan
Pendidikan dan latihan merupakan salah satu faktor penting dalam membentuk dan menempa disiplin. Dari pendidikan dan latihan akan diperoleh kemahiran atau keterampilan tertentu. Kemahiran atau keterampilan tersebut akan membuat seseorang  menjadi yakin atas kemampuan dirinya, artinya ia akan percaya kepada kekuatan dirinya.
Pendidikan dan latihan merupakan suatu proses yang di dalamnya ada beberapa aturan atau prosedur yang harus diikuti oleh peserta. Misalnya, gerakan-gerakan latihan, yang bagaimana pun juga sifatnya, akan menempa orang untuk mematuhi atau mentaati ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan, mengikuti cara-cara atau teknik, mendidik orang untuk membiasakan hidup dalam kelompok, menumbuhkan rasa setia kawan, kerja sama yang erat, dan sebagainya.
Kepatuhan dan ketaatan, setia kawan, kerja sama dan lain-lain merupakan faktor-fakfor penting dalam suksesnya mencapai tujuan tertentu. Dan dalam kehidupan sehari-hari nilai-nilai karakter tersebut juga sangat penting.
3)Kepemimpinan   
Kualitas kepemimpinan dari seorang pemimpin, guru, atau orang tua terhadap anggota, murid, atau pun anaknya turut menentukan berhasil atau tidaknya dalam pembinaan disiplin.Karena pemimpin merupakan panutan, maka faktor keteladanannya juga sangat berpengaruh dalam pembinaan disiplin
bagi yang dipimpinnya.
Inti dari faktor kepemimpinan adalah terletak pada kepribadian pemimpin itu sendiri yang nyata-nyata tampak dalam kenyataan dalam kehidupan sehari-harinya.          
4)Penegakan Aturan          
Penegakan disiplin biasanya dikaitkan penerapan aturan (rule enfo rcement).Idealnya dalam menegakkan aturan hendaknya diarahkan pada “Takut pada aturan bukan takut pada orang".Orang melakukan sesuatu karena taat pada aturan bukan karena taat pada orang yang memerintah.Jika hal ini tumbuh menjadi suatu kesadaran maka menciptakan kondisi yang nyaman dan aman.
Sebagai contoh, kita pernah memiliki pengalaman yang kurang pas dalam mendidik agar seseorang taat berlalu lintas.Di tepi jalan, dalam jarak tertentu dibangun patung-patung polisi.Patung-patung ini agar diduga sebagai polisi untuk menakut-nakuti para pengguna jalan yang melanggar aturan berlalu lintas (padahal patung).Keberadaan patung-patung ini mengindikasikan bahwakita dididik dalam tertib berlalu lintas karena takut pada polisi, bukan takut pada aturan.
Pada dasarnya penegakan disiplin adalah mendidik agar seseorang taat pada aturan dan tidak melanggar larangan yang dilandasi oleh sebuah kesadaran.
5) Penerapan reward and punishment       
          Reward and punishment atau penghargaan dan hukuman merupakan dua kesatuan yang tidak terpisahkan. Jika penerapannya secara terpisah maka tidak akan berjalan efektif, terutama dalam rangka rnenegakkan disiplin.
Seorang pemimpin, manajer, guru atau orang tua yang hanya menekankan salah satu aspek saja maka akan berdampak pada ketidak-seimbangan atau ketidak-harmonisan dalam lingkungan itu. Kita sering memberikan penghargaan kepada murid tetapi pada saat murid kita melakukan kesalahan guru tidak melakukan teguran atau sanksi apa-apa,maka yang terjadi adalah guru akan kehilangan wibawa. Demikian juga jika guru sering memberikan sanksi tanpa diimbangi dengan penghargaan hanya akanmenghasilkan murid-murid yang penakut atau murid-murid yang benci kepada guru.

c. Pembiasaan      
         
Dorothy Law Nolte dalam Dryden dan Vos menyatakan bahwa anak belajar dari kehidupannya.[8]          
·           Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki
·           Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi
·           Jika anak dibesarkan dengan ketakutan, ia belajar gelisah
·           Jika anak dibesarkan dengan rasa iba, ia belajar menyesali diri
·           Jika anak dibesarkan dengan olok-olok, ia belajar rendah diri
·           Jika anak dibesarkan dengan iri hati, ia belajar kedengkian
·           Jika anak dibesarkan dengan dipermalukan, ia belajar merasa bersalah
·           Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri
·           Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri
·           Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai
·           Jika anak dibesarkan dengan penerimaan, ia belajar mencintai
·           Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri
·           Jika anak dibesarkan dengan pengakuan, ia belajar mengenali tujuan
·           Jika anak dibesarkan dengan rasa berbagi, ia belajar kedermawanan
·           Jika anak dibesarkan dengan kejujuran dan keterbukaan, ia belajar
kebenaran dan keadilan
·           Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan
·           Jika anak dibesarkan dengan persahabatan, ia belajar menemukan cinta
dalam kehidupan
·           Jika anak dibesarkan dengan ketenteraman, ia belajar berdamai dengan
 pikiran

Ungkapan Dorothy Low Nolte tersebut menggambarkan bahwa anak akan tumbuh sebagaimana lingkungan yang mengajarinya dan lingkungan tersebut juga merupakan sesuatu yang menjadi kebiasaan yang dihadapinya setiap hari. Jika seorang anak tumbuh dalam lingkungan yang mengajarinya berbuat baik, maka diharapkan ia akan terbiasa untuk selalu berbuat baik. Sebaliknya jika seorang anak tumbuh dalam lingkungan yang mengajarinya berbuat kejahatan, kekerasan, maka ia akan tumbuh menjadi pelaku kekerasan dan kejahatan yang baru.
Anak memiliki sifat yang paling senang meniru. Orang tuanya merupakan lingkungan terdekat yang selalu mengitarinya dan sekaligus menjadi figur dan idolanya. Bila mereka melihat kebiasaan baik dari ayah maupun ibunya, maka mereka pun akan dengan cepat mencontohnya. Orang tua yang berperilaku buruk akan ditiru perilakunya oleh anak-anak. Anak-anak pun paling mudah mengikuti kata-kata yang keluar dari mulut kita.[9]
Oleh karena itu, tanggung jawab orang tua adalah memberikan lingkungan terbaik bagi pertumbuhan anak-anaknya. Salah satunya dengan memberikan keteladanan yang baik bagi anak-anaknya, karena kenangan utama bagi anak-anak adalah kepribadian ayah-ibunya.
Terbentuknya karakler memerlukan proses yang relatif lama dan terus menerus. Oleh karena itu, sejak dini harus ditanamkan pendidikan karakter pada anak. Demikian juga, bagi calon guru, sejak masuk LPTK mahasiswa harus menjadikan dirinya sebagai calon pendidik sehingga berbagai ucapan dan
perilakunya akan mulai terbiasa sebagai calon pendidik. Pembiasaan ini akan membentuk karakter. Hal ini sesuai dengan kalimat yang berbunyi: “Orang bisa karena biasa”, kalimat lain juga menyatakan: “Pertama-tama kita membentuk kebiasaan, kemudian kebiasaan itu membentuk kita”.
Pendidikan karakter tidak cukup hanya diajarkan melalui mata pelajaran di kelas, tetapi sekolah dapat juga menerapkannya melalui pembiasaan. Kegiatan pembiasaan secara spontan dapat dilakukan misalnya saling menyapa, baik antar teman, antar guru maupun antara guru dengan murid. Sekolah yang telah melakukan pendidikan karakter dipastikan telah melakukan kegiatan pembiasaan.
Pembiasaan diarahkan pada upaya pembudayaan pada aktivitas tertentu sehingga menjadi aktivitas yang terpola atau tersistem.       

d. Menciptakan Suasana yang Konduksif        

       Pada dasarnya tanggung jawab pendidikan karakter ada pada semua pihak yang mengitarinya, mulai dari keluarga, sekolah, masyarakat, maupun pemerintah.
Lingkungan dapat dikatakan merupakan proses pembudayaan anak dipengaruhi oleh kondisi yang setiap saat dihadapi dan dialami anak. Demikian halnya, menciptakan suasana yang konduksif di sekolah merupakan upaya membangun kultur atau budaya yang memungkinkan untuk membangun karakter terutama berkaitan dengan budaya kerja dan belajar di sekolah.
Tentunya bukan hanya budaya akdemik yang dibangun tetapi juga budaya-budaya yang lain, seperti membangun budaya berperilaku yang dilandasi akhlak yang baik.
Sekolah yang membudayakan warganya gemar membaca, tentu akan menumbuhkan suasana konduksif bagi siswa-siswanya untuk gemar membaca. Demikian juga, sekolah yang membudayakan warganya untuk disiplin, aman, dan bersih, tentu juga akan memberikan suasana untuk terciptanya karakter yang demikian.[10]
1)             Peran semua Unsur Sekolah
          Terciptanya suasana yang kondusif akan memberikan iklim yang memungkinkan terbentuknya karakter. Oleh karena itu, berbagai hal yang terkait dengan upaya pembentukan karakter harus dikondisikan, terutama individu-individu yang ada di sekolah.    
Pendidikan karakter harus dilakukan oleh semua unsur di sekolah. Pendidikan karakter bukan hanya tanggung jawab guru agama, guru bimbingan dan konseling (BK), dan/atau guru Kewarganegaraan, tetapi pendidikan karakter menjadi tanggung jawab semua guru, bahkan semua unsur, baik guru maupun karyawan.
Semua guru harus memiliki sikap peduli dalam mendidik karakter anak. Oleh karena itu, semua guru harus memiliki sikap proaktif dalam mendidik karaker siswanya.         
2) Kerja Sama Sekolah dengan Orang Tua           
       Sejak anak mendaftarkan untuk memasuki sekolah orang tua diinformasikan mengenai hal-hal yang menjadi tanggung jawabnya. Perlu ditegaskan lagi bahwa sekolah harus mampu mengkondisikan kepada orang tua untuk melakukan pendampingan atau pembimbingan terhadap berbagai aktivitas anak baik yang bersifat preventif maupun kuratif. Misalnya, sekolah yang mewajibkan siswanya menjalankan shalat, maka orang tua juga ikut mengontrol pelaksanaan shalat di rumah, lebih baik lagi kalau orang tua mampu memberikan teladan di rurnah.
Di sisi lain, persoalan yang dihadapi siswa harus diketahui oleh sekolah dan orang tua sehingga persoalan tersebut menjadi persoalan bersama. Orang tua harus selalu dilibatkan dalam mengatasi persoalan anaknya.
3) Kerja Sama Sekolah dengan Lingkungan         
          Sekolah diharapkan mampu memberikan pengaruh positif terhadap lingkungannya, setidak-tidaknya keberadaan sekolah itu tidak menjadi masalah atau beban masyarakat. Dengan demikian, masyarakat diharapkan juga ikut mendukung keberadaan sekolah itu.                  
Jika kondisi itu tercipta dengan baik maka masyarakat juga ikut menciptakan suasana konduksif dalam menyelenggarakan pendidikan di sekolah, terutama dalam menciptakan pendidikan karakter.  



e.  Integrasi dan Internalisasi.    
Pendidikan karakter membutuhkan proses internalisasi nilai-nilai. Untuk itu diperlukan pembiasaan diri untuk masuk ke dalam hati agar tumbuh dari dalam. Nilai-nilai karakter seperti menghargai orang lain, disiplin, jujur, amanah, sabar, dan lain-lain dapat diintegrasikan dan diinternalisasikan ke dalam seluruh kegiatan sekolah baik dalam kegiatan intrakurikuler maupun kegiatan yang lain.   
       Pentingnya pendidikan atau pembelajaran terintegrasi atau terpadu didasarkan pada beberapa asumsi dan dasar pemikiran sebagai berikut.
Pertama, fenomena yang ada tidak berdiri sendiri.         
Fenomena atau fakta yang ada di dalam kehidupan dan di lingkungan kita selalu terkait dengan fenomena atau aspek yang lain. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa fenomena yang ada selalu berinteraksi dengan aspek-aspek lain. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa adanya saling keterkaitan dan saling mempengaruhi antara fenomena satu dengan yang lain. Oleh
karena itu, fenomena tersebut dapat dipandang sebagai suatu sistem, kesatuan, atau keterpaduan. Implikasi dari kondisi tersebut adalah bahwa dalam memandang dan mengkaji suatu fenomena harus dikaitkan dengan konteks yang ada.
Kedua, memandang objek sebagai keutuhan'. Oleh karena fenomena yang ada tidak berdiri sendiri dan terkait dengan aspek-aspek lain, maka dalam memandang dan mengkaji suatu objek kajian harus secara utuh dan tidak secara parsial. Jika hal ini yang dijadikan pendekatan, maka akan berimplikasi bahwa dalam mengkaji dan mensikapi objek kajian harus bersifat holistik,
artinya berbagai aspek yang terkait dengan objek tersebut juga harus menjadi objek kajian.
Ketiga, tidak dikotomi. Jika objek kajian dipandang sebagai fenomena yang tidak berdiri sendiri dan sekaligus merupakan suatu keutuhan, maka objek kajian tersebut tidak dapat dipisahkan atau di dikotomikan.[11]
Pendekatan pelaksanaan pendidikan karakter sebaiknya dilakukan secara terintegrasi dan terinternalisasi ke dalam seluruh kehidupan sekolah. Terintegrasi, karena pendidikan karakter memang tidak dapat dipisahkan dengan aspek lain dan merupakan landasan dari seluruh aspek termasuk seluruh mata pelajaran. Terinternalisasi, karena pendidikan karakter harus mewarnai seluruh aspek kehidupan.
Yang perlu mendapat perhatian bahwa yang diintegrasikan adalah nilai-nilai atau konsep-konsep pendidikan karakter.
f. Pembinaan. 
Untuk menjadikan seorang anak didik yang memiliki krakter atau akhlak yang baik di perlukan pembinaan yang terus menerus dan berkesinambungan . untuk mewujudkan akhlaq yang luhur pada diri anak didik tidaklah mudah karna menyangkut kebiasaan hidup. Pembinaan akan berhasil hanya dengan usaha yang keras dan kesabaran serta dukungan dari orang tua dan masyarakat.[12]  

3.    Metodologi Penyampaian Pendidikan Karakter
Terkait metodologi yang sesuai untuk pendidikan karakter, Lickona (1991) menyarankan agar pendidikan karakter berlangsung efektif maka guru dapat mengusahakan implementasi berbagai metode seperti bercerita tentang berbagai kisah, cerita atau dogeng yang sesuai, menugasi siswa membaca literatur, melaksanakan studi kasus, bermain peran, diskusi, debat tentang moral dan juga penerapan pembelajaran kooperatif. [13]Pada prinsipnya guru dan seluruh warga sekolah tidak dapat mengelak dan berkewajiban untuk selalu mengajarkan nilai-nilai yang baik yang seharusnya dilakukan, serta nilai-nilai yang buruk yang seharusnya dicegah dan tidak dilakukan pada setiap program sekolah.
Dalamkesempatan ini disinggung serba-sedikit berbagai jenis metode yang disampaikan Lickona di depan.
Hal yang perlu diingat bahwa penggunaan berbagai metode pembelajaran di bawah ini tentu akan lebih leluasa pada mata pelajaran yang mengandung instructionaleffectmaupunnurturanteffectyaitu mata pelajaran Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan. Sedangkan mata pelajaran yang lain yang hanya berdampak nurturant effect penggunaan metode pembelajaran disesuaikan dengan bahan ajar. Sejumlah metode pembelajaran berikut ini berasal dari best practices di negara-negara maju, khususnya di Amerika Serikat, tetapi tentu saja guru secara leluasa boleh menggunakan metode yang lain. Yang penting nilai-nilai karakter yang akan dibelajarkan dapat disampaikan sesuai dengantujuan pembelajaran.
Beberapa metode itu antara lain adalah:
         
a. Metode Bercerita, Mendongeng (Telling Sfory)       
       Metode ini pada hakikatnya sama dengan metode ceramah, tetapi guru lebih leluasa berimprovisasi. Misalnya melalui perubahan mimik, gerak tubuh, mengubah intonasi suara seperti keadaan yang hendak dilukiskan dan sebagainya. Jika perlu menggunakan alat ba
ntu sederhana seperti bel kelinting, beberapa macam boneka, baik boneka manusia maupun boneka binatang, perangkat simulasi tempat duduk kecil-kecil, dan sebagainya. Di tengah-tengah mendongengpara siswa boleh saja berkomentar atau bertanya, tempat duduk pun dapat diatur bebas, bahkan duduk di lantai, karena suasananya memang dibuat santai. HaI yang penting guru harus membuat simpulan bersama siswa (tidak dalam kondisi terlalu formal) karakter apa saja yang diperankan para tokoh protagonis yang dapat ditiru oleh para siswa, dan karakter para tokoh antagonis yang harus dihindari dan tidak ditiru para siswa. Sayangnya bermacam dongeng yang ada di Indonesia tidak terlalu menunjang pendidikan karakter. Dongeng anak-anak Kancil Mencuri ketimun justru memupuk sikap negatif berupa kebiasaan mencuri dan korupsi.Dongeng Malin kundang bicara tentang anak yang durhaka.Dongeng Asal Mula Gunung Tangkuban perahu bercerita tentang kedurhakaan anak yang mencintai ibu kandungnya sendiri. Sementara yang lain umumnya tentang percintaan dua sejoli.[14]
Dengan demikian guru mesti mengambil hikmah dari cerita keberhasilan para tokoh perjuangan, para tokoh ternama, dan para pesohor yang berjuang mati-matian sebelum mencapai keberhasilan.Esensi cerita oleh guru berupa biografi singkat para tokoh atau para pesohor, orang-ormg yang berhasil tersebut.Pada umunnya mereka berangkat dari bawah dengan perjuangan yang penuh semangat, berkarakter tidak kenal putus asa, atau pantang menyerah, gigih dan tangguh, cerdas memaknai kehidupan, tidak berhenti belajar dengan kegairahan yang tinggi, jujur terhadap diri sendiri dan orang lain, serta peduli kepada orang yang menderita dan memerlukan bantuan. Atau dapat juga guru bercerita tentangkasih sayang seorang ibu membuat anak-anak mereka menjadi orang besar. Ibunda mantan presiden soekarno dan ibunda mantan presiden B.J. Habibie Ibunda Wakil presiden Yusuf Kallah,membuktikan hal tersebut. Slogan ini dapat dipakai sebagai esensi cerita:

“ Ibu adalah satu-satunya makhluk didunia yang dapat mengubah anak yang biasa-biasa saja menjadi seseorang yang luar biasa”.
Sebagai variasi boleh saja justru para siswa yang bercerita, secara bergantian. Misalnya mereka bercerita tentang keindahan alam yang mereka jumpai pada saat bertamasya ke luar kota di hari libur sekolah. Kegiatan semacam ini dapat menumbuhkan rasa cinta tanah air dan menghormati alam lingkungan. Dapat juga anak-anak itu bercerita tentang cita-citanya serta alasan mengapamemilih cita-cita itu, berbagai nilai karakter akan muncul dalam kesempatan seperti ini.

b. Metode diskusi dan berbagai variannya.
Kata diskusi berasal dari bahasa Latin discussio, discussum atau discussi yang maknanya memeriksa, memperbincangkan, mempercakapkan, pertukaran pikiran, atau membahas.Bahasa inggrisnya discussion. Diskusi didefinisikan sebagai proses bertukar pikiran antara dua orang atau lebih tentang sesuatu masalah untuk mencapai tujuan tertentu. Atau dapat juga didefinisikan diskusi adalah pertukaran pikiran (sharing of opinion) antara dua orang atau lebih yang bertujuan memperoleh kesamaan pandang tentang sesuatu masalah yang dirasakan bersama.Berdasarkan definisi di atas maka suatu dialog dapat disebut diskusi jika memenuhi kriteria; (i) antara dua orang atau lebih, (ii) adanya suatu masalah yang perlu dipecahkan bersama, dan (iii) adanya suatu tujuan atau kesepakatan bersama untuk menyelesaikan masalah tersebut.      
Dalam pembelajaran umumnya diskusi terdiri dari dua macarn, diskusi kelas (whole group) dan diskusi kelompok.Diskusi kelas umumnya dipimpin oleh guru, bentuk diskusi ini tepat bagi siswa sekolah dasar kelas IV sampai VI. Dalam diskusi kelas itu, karena guru dianggap punya kompetensi dan pengetahuan yang luas serta punya otoritas, maka arah diskusi tetap dapat dikendalikansementara itu, diskusi kelompok berupa kelompok kecil yang anggotanya 2-6 orang, atau kelompok yang lebih besar, anggotanya dapat mencapai 20 orang. Biasanya dilakukan bagi anak-anak SMPdan SMA/SMK.

c. Metode Simulasi (Bermain peran / Playing dan Sosiodrama)         
          Simulasi artinya peniruan terhadap sesuatu, jadi bukan sesuatu yang terjadi sesungguhnya.Dengan demikian orang yang bermain drama atau memerankan sesuatu adalah orang yang sedang menirukan atau membuat simulasi tentang sesuatu.Dalam pembelajaran suatu simulasi dilakukan dengan tujuan agar peserta didik memperoleh keterampilan tertentu, baik yang bersifat profesional maupun yang berguna bagi kehidupan sehari-hari.Dapat pula simulasi ditujukan untuk memperoleh pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip,serta bertujuan untuk memecahkan suatu masalah yang relevan dengan pendidikan karakter.[15]
Langkah-langkah permainan simulasi umumnya terdiri dari,
1)   Penentuan tema dan tujuan permainan simulasi.
2)   Menentukan bentuk simulasi berupa bermain peran, psikodrama
atau sosiodrama.
3)   Guru sebagai “sutradara", memberi gambaran secara garis besar
kepada siswa situasi yang akan disimulasikan.
4)   Kemudian guru menunjuk siapa berperan menjadi apa atau
sebagai siapa.
5)   Guru memberi waktu kepada para pemeran untuk mempersiapkan diri, untuk meminta keterangan kepada guru jika kurang jelas tentang perannya.
6)   Melaksanakan simulasi pada waktu dan tempat yang telah
ditentukan.
7)   Karena ini hanya permainan, guru boleh ikut "nimbrung" memberi saran perbaikan dan nasihat yang berharga bagi siswa selama berlangsung
8)   Penilaian baik dari guru atau kawan sekelas serta pemberian
umpan balik.
9)   Latihan ulang demi kesempurnaan simulasi.    
Beberapa tema yang dapat dijadikan permainan simulasi dalam pendidikan karakter antara lain:
·       melakukan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K)
bagaimana bergotong-royong untuk membangun tempat peribadatan di kampung
·      melakukan pertolongan bagi korban gempa bumi, atau korban
bencana banjir
·      pada anak SD kelas I pada saat pembelajaran tematik dengan tema keluargaku dapat dilakukan simulasi siapa berperan sebagai kakek, nenek,ibu, ayah, diri sendiri, kakak, dan adik atau saudara yang lain. Esensi temanya adalah seorang kakek sedang berupaya menasihati cucunya agar berperilaku baik dan jujur.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1985) menyatakan ada sedikit perbedaan antara metode sosiodrama dan metode bermain peran. Dalam kaitan ini, metode sosiodrama dimaknai sebagai cara mengajar yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatau memainkan peran tertentu seperti yang terdapat dalam kehidupan masyarakat (kehidupan sosial). Beda antara metode sosiodrama dan metode bermain peran.

d.    Metode Live In
          Ada ungkapan yang menyatakan bahwa "pengalaman adalah guru yang terbaik". Ungkapan ini kiranya tepat, terlebih apabila pengalaman ini sungguh menyentuh hati dapat mengubah sikap dan pandangan hidup orang secara mendalam. Pengalaman yang mendalam lebih sulit terlupakan dalam hidup manusia.
          Metode Live In dimaksudkan agar anak mempunyai pengalaman hidupbersama orang lain langsung dalam situasi yang sangat berbeda dari kehidupan sehari-harinya. Dengan pengalaman langsung anak dapat mengenal lingkungan hidup yang berbeda dalam cara berpikir, tantangan, permasalahan, termasuk tentang nilai-nilai hidupnya. Live in tidak harus berhari-hari secara berturut-turut dilaksanakan. Kegiatan ini dapat juga dilaksanakan secara periodik.Misalnya anak diajak berkunjung dan membantu di suatu panti asuhan anak-anak cacat.Anak diajak terlibat untuk melaksanakan tugas-tugas harian yang mungkin dijalankannya, tidak membutuhkan keahlian khusus, dan tidak berbahaya bagi kedua belah pihak. Membantu dan melayani anggota panti asuhan yang tergantung pada orang lain akan memberi pengalaman yang tidak hanya sekadar lewat.[16]
          Dengan cara ini anak diajak untuk mensyukuri hidupnya yang jauh lebih baik dari orang yang dilayani. Lebih baik dari segi fisik maupun kemampuan sehingga tumbuh sikap toleran dan sosial yang lebih tinggi pada kehidupan bersama.Anak perlu mendapat bimbingan untuk merefleksikan pengalaman tersebut, baik secara rasional intelektual maupun dari segi batin rohaninya.Hal ini perlu dijaga jangan sampai anak menanggapi pengalaman ini berlebihan, tetapi haruslah secara wajar dan seimbang.

C.  KESIMPULAN

1.      Pengertian strategi Secara umum istilah strategi sering dimaknai sebagi garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha yang telah ditentukan ( Saiful Bahri ). Pada mulanya istilah strategi digunakan dalam militer yang dimaknai sebagai cara penggunaan seluruh kegiatan militer untuk memenangkan suatu pertempuran  (W.Sanjaya ) dari dua pengertian tersebut, maka dapat di fahami bahwa strategi dapat digunakan  untuk memproleh  kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan. Dalam perkembangan selanjutnya istilah strategi digunakan dalam istilah dunia pendidikan,terutama dalam pelaksanaan pembelajaran. Menurut Djamarah, istilah strategi bila dikaitkan dengan pendidikan,  berarti pola – pola umum kegiatan guru yang bertindak sebagai pendidik dan peserta didik dalam mewujudkan proses  pendidikan  untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan atau di gariskan.
2.      Strategi dalam pendidikan karakter dapat dilakukan melalui sikap-sikap sebagai berikut.   
a.    Keteladanan
b.    Penanaman kedisiplinan
c.    Pembiasaan
d.   Menciptakan suasana yang konduksif
e.    Integrasi dan internalisasi
f.     Pembinaan. 
3.      Metodologi yang sesuai untuk pendidikan karakter, Lickona (1991) menyarankan agar pendidikan karakter berlangsung efektif maka guru dapat mengusahakan implementasi berbagai metode seperti bercerita tentang berbagai kisah, cerita atau dogeng yang sesuai, menugasi siswa membaca literatur, melaksanakan studi kasus, bermain peran, diskusi, debat tentang moral dan juga penerapan pembelajaran kooperatif.
Beberapa metode itu antara lain adalah:        
a.       Metode Bercerita, Mendongeng (Telling Sfory)       
b.      Metode diskusi dan berbagai variannya.
c.       Metode Simulasi (Bermain peran / Playing dan Sosiodrama)
d.      Metode Live In.
         
DAFTAR PUSTAKA

Amiroeddin Sjarif, Disiplin Militer dan Pembinaannya,(Jakarta: Ghalia Indonesia  l983)
Dorothy Law Nolte, Dryden dan Vos, Revolusi Cara Belajar.Terjemahan word      Translation service.(Bandung:Kaifa,2000)
Heri gunawan, Pendidikan Karakter “konsep dan Implementasi” ( Bandung : Cv.  Alfabeta, 2012)
http://uswhajunaid.blogspot.com/2015/01/makalah.diakses 27 september 2016
M. Furqon Hidayatullah, Pendidikan Karakter Membangun Peradaban      Bangsa,(Kadipiro Surakarta,2010)
Muchlas Samani, Hariyanto, Konsep dan model Pendidikan Karakter,(Bandung:    PT Remaja Rosdakarya 2014)
Nurul Zuriah, Pendidikan Moral&& Budi Pekerti, (Jakarta: PT Bumi           Aksara,2007)
Nurul Zuriyah,  Pendidikan moral dan budi pekerti dalam perspektif            perubahan(Jakarta : Bumi Aksara, 2007)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar