BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan pada hakikatnya adalah upaya secara sadar dari manusia
untuk meningkatkan kualitas seutuhnya, seimbang antara jasmani dan rohani yang
berbudi pekerti luhur, terampil, cerdas dan bertanggung jawab kepada Islam,
masyarakat dan bangsa.[1]
Dalam
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003, pada Bab II, pasal 3 juga dijelaskan bahwa
“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Berdasarkan pernyataan di atas dapat kita ketahui bahwa pada
dasarnya tujuan dari sebuah pendidikan ada 2, yaitu membantu manusia untuk menjadi cerdas dan
pintar (smart), dan membantu mereka menjadi manusia yang baik (good).
Menjadikan
manusia cerdas dan pintar, bisa jadi mudah melakukannya, tetapi menjadikan
manusia agar menjadi orang yang baik dan bijak, tampaknya jauh lebih sulit atau
bahkan sangat sulit.Dengan demikian, sangat wajar apabila dikatakan bahwa
problem moral merupakan persoalan akut atau penyakit kronis yang mengiringi
kehidupan manusia kapan dan di mana pun.
Sebagaimana
yang kita ketahui, akhir-akhir ini telah terjadi berbagai macam peristiwa
negatif di kalangan anak bangsa yang menunjukkan adanya dekadensi moral. Adanya
kejadian-kejadian seperti pembunuhan, kekerasan, pemerkosaan, penggunaan
obat-obatan terlarang dan sejumlah kejahatan lainnya menunjukkan bahwa bangsa kita sedang mengalami krisis
moral.
Kenyataan
tentang akutnya problem moral inilah yang kemudian menempatkan pentingnya
penyelengaraan pendidikan karakter. Untuk itulah kemudian mulai tahun 2001/2002
pendidikan karakter yang pada waktu itu lebih dikenal dengan sebutan pendidikan
budi pekerti secara formal mulai dilaksanakan di seluruh jalur dan jenjang
pendidikan dengan harapan bahwa proses menjadikan manusia yang tidak hanya
pintar (smart) melainkan juga baik (good) bisa dapat terwujud. Secara informal
pendidikan karakter sebenarnya sudah ditanamkan lebih awal/dini, bahkan sejak
seorang anak baru dilahirkan.Salah satu contoh mengumandangkan adzan ditelinga
kanan dan iqamah ditelinga kiri pada saat bayi baru lahir sudah menunjukkan
adanya penanaman pendidikan karakter. Idealnya penanaman pendidikan karakter
yang dimulai sejak dini ini akan mampu mencetak manusia-manusia yang berbudi
pekerti luhur. Namun pada kenyataannya saat ini kita masih banyak menyaksikan
tindakan-tindakan amoral yang telah dilakukan oleh anak bangsa.
Untuk itulah
kita perlu menyadari bahwa proses pembentukan manusia yang seutuhnya (smart and
good) merupakan hal yang tidak mudah dan tidak bisa didapat secara instan. Hal
ini membutukan partisipasi dan dukungan dari berbagai pihak (baik keluarga,
sekolah dan masyarakat) agar pendidikan karakter bisa terlaksana dengan baik
dan membawa hasil sesuai harapan bersama.
Menurunnya
kualitas moral dalam kehidupan manusia Indonesia dewasa ini, terutama di
kalangan siswa, menuntut sekolah dituntut memainkan peran dan tanggungjawabnya
untuk menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai yang baik dan membantu para
siswa membentuk dan membangun karakter mereka dengan nilai-nilai yang
baik.Pendidikan karakter diarahkan untuk memberikan tekanan pada nilai-nilai
tertentu seperti rasa hormat, tanggungjawab, jujur, peduli, dan adil serta
membantu siswa untuk memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai
tersebut dalam kehidupan mereka sendiri.
Pemahaman
terhadap konsep pendidikan karakter dan model-model penyampaian pendidikan
karakter merupakan dua hal penting untuk dikaji guna dijadikan sebagai dasar
dan referensi dalam membantu keberhasilan terlaksananya pendidikan karakter
bagi anak bangsa.Berdasarkan hal tersebut, penulis bermaksud untuk membahas
tentang Konsep dan Model-Model Pendidikan Karakter.
A.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang permasalah diatas, penulis memaparkan beberapa rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Apa pengertian PendidikanKarakter ?
2. Bagaimana Konsep Pendidikan Karakter
?
3. Apa saja model Pendidikan Karakter
dalam Dunia Pendidikan ?
Adapun tujuan
pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian
Pendidikan Karakter
2. Untuk mendeskripsikan konsep
pendidikan karakter dalam berbagai sudut pandang.
3. Untuk menjelaskan model-model
Pendidikan Karakter dalam lembaga pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
1. Pendidikan
Dalam
dunia pendidikan, terdapat dua istilah yang hampir sama bentuknya, yaitu
paedagogie dan paedagogiek. Paedagogie artinya
pendidikan, sedangkan paedagogiek berarti ilmu pendidikan.Pedagogik
atau ilmu pendidikan ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki, merenungkan
tentang gejala-gejala perbuatan mendidik. Pedagogik berasal dari kata Yunani paedagogia
yang berarti “pergaulan dengan anak-anak”[2]
Dengan
kata lain, pendidikan merupakan suatu aktivitas untuk mengembangkan seluruh
aspek kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan Indonesia, beliau
mengatakan bahwa “Pendidikan adalah upaya untuk memajukan budi pekerti
(kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan jasmani anak didik.”
Lebih
jelasnya, berikut akan dipaparkan mengenai pengertian pendidikan menurut para
ahli:
-
Soegarda
Poerbakawatja dalam “Ensiklopedi Pendidikan” menguraikan pengertian pendidikan
sebagai “semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan
pengetahuannya, pengalamanya, kecakapannya serta keterampilannya kepada
generasi muda, sebagai usaha menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya,
baik jasmaniah maupun rohaniah”.[3]
-
Menurut
Sully, “Pendidikan ialah menyucikan tenaga tabi’at anak-anak, supaya dapat
hidup berbudi luhur, berbadan sehat serta berbahagia”.
-
Herbert
Spencer mengungkapkan bahawa, “pendidikan ialah menyiapkan manusia, supaya
hidup dengan kehidupan yang sempurna”.[4]
Dari
beberapa definisi diatas, maka pendidikan dapat difahami sebagai bentuk
aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan
membina potensi-potensi pribadinya, baik pribadi rohani (pikir, rasa, karsa,
cipta dan budi nurani) maupun jasmaninya (panca indera dan
keterampilan-keterampilan).
Pentingnya
sebuah pendidikan dijelaskan dalam Al-Qur‟an QS Al-Alaq ayat 1-5:
Dari
ayat ini jelas, bahwa agama Islam telah mendorong umatnya senantiasa belajar
dan menjadi umat yang pandai, dimulai dengan belajar baca tulis dan diteruskan
dengan belajar berbagai macam ilmu pengetahuan lainnya.
2.
Karakter
Istilah
karakter, kata karakter berasal dari bahasa latin “kharakter”, “kharassein”,
“kharax”, dalam bahasa Inggris: character dan Indonesia
“karakter”, Yunani character, dari charassein yang
berarti membuat tajam, membuat dalam. Dalam kamus Poerwadaminta, karakter
diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak dan budi pekerti
yang membedakan seseorang dengan orang lain. Sedangkan menurut Kamus Bahasa
Indonesia karakter diartikan sebagai watak, tabiat, pembawaan, kebiasaan.[6]
Sedangkan secara
terminologi, istilah karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya
dimana manusia mempunyai banyak sifat yang tergantung dari faktor kehidupannya
sendiri.Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi
ciri khas seseorang atau sekelompok orang. Definisi dari “The stamp of
individually or group impressed by nature, education or habit. Karakter
merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha
Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud
dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan
norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.[7]
Sedangkan Imam
Ghazali menganggap bahwa karakter lebih dekat dengan akhlak, yaitu spontanitas
manusia dalam bersikap, atau perbuatan yang telah menyatu dalam diri manusia
sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi. Hermawan Kertajaya,
mendefinisikan karakter sebagai “ciri khas” yang dimiliki oleh suatu benda atau
individu.Ciri khas tersebut adalah asli, dalam artian tabiat atau watak asli
yang mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut, dan merupakan
mesin pendorong bagaimana seseorang bertindak, bersikap, berujar, serta
merespon sesuatu.[8]
Berikut merupakan beberapa pengertian karakter :
1. Menurut Kamus Bahasa
Indonesia, karakter memiliki arti “watak, tabiat, pembawaan, kebiasaan.
2. Pengertian karakter
menurut Pusat Bahasa Dekdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi
pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun
berkarakter, adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, dan berwatak.
3. Menurut Ditjen
Mandikdasmen-Kementrian Pendidikan Nasional, karakter adalah cara berpikir dan
berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama,
baik dalam lingkup keluarga,masyarakat, bangsa dan negara.
Individu yang ber arakter baik adalah individu yang
bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari
keputusan yang ia buat.
4. W.B. Saunders, (1977:
126) menjelaskan bahwa karakter adalah sifat nyata dan berbeda yang ditunjukkan
oleh individu, sejumlah atribut yang dapat diamati pada individu.
5. Gulo W, (1982: 29)
menjabarkan bahwa karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik
tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, biasanya
mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap.
6. Kamisa, (1997: 281)
mengungkapkan bahwa karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi
pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Berkarakter artinya
mempunyai watak, mempunyai kepribadian.
7. Wyne mengungkapkan bahwa
kata karakter berasal dari bahasa Yunani “karasso” yang berarti “to mark” yaitu
menandai atau mengukir, yang memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai
kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Oleh sebab itu seseorang yang
berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang
berkarakter jelek, sementara orang yang berprilaku jujur, suka menolong
dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter erat
kaitannya dengan personality(kepribadian) seseorang.
8. Alwisol
menjelaskan pengertian karakter sebagai penggambaran tingkah laku
dengan menonjolkan nilai (benar-salah, baik-buruk) baik secara eksplisit maupun
implisit. Karakter berbeda dengan kepribadian kerena pengertian kepribadian
dibebaskan dari nilai. Meskipun demikian, baik kepribadian (personality) maupun
karakter berwujud tingkah laku yang ditujukan kelingkungan sosial, keduanya
relatif permanen serta menuntun, mengerahkan dan mengorganisasikan aktifitas
individu.[9]
Menurut Lickona,
karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knowing), sikap
moral (moral feeling) dan perilaku moral (moral
behavior).Karakter didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan
untuk berbuat baik dan melakukan perbuatan kebaikan.[10]
Karakter didapatkan dan
dapat dilihat dari refleksi sikap seseorang dalam kehidupannya, jika ia banyak
berbuat kebaikan maka ia dinilai berkarakter baik, dan sebaliknya orang yang
berbuat jahat dinilai berkarakter buruk. Semua penilaian tersebut tak lepas
dari cara pandang orang lain terhadap sikap-sikap yang ditunjukan oleh diri
orang yang bersangkutan.
Dari
beberapa penjelasan diatas dapat difahami, bahwasannya pendidikan karakter ialah
upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai
kepada para siswanya. Dan individu yang berkarakter baik ialah individu yang
berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama,
lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan
mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi,
dan motivasinya (perasaannya).
Dalam
kaitannya dengan hal ini, maka sikap/karakter atau budi pekerti telah mengandung
lima rumusan atau jangkauan atau integritas sebagai berikut:
1.
Sikap dan perilaku dalam hubungannya
dengan Tuhan
2.
Sikap dan perilaku dalam hubungannya
dengan diri sendiri
3.
Sikap dan perilaku dalam hubungannya
dengan keluarga
4.
Sikap dan perilaku dalam hubungannya
dengan masyarakat dan bangsa
5.
Sikap dan perilaku dalam hubungannya
dengan alam sekitar.[11]
B. Konsep
Pendidikan Karakter
1.
Konsep
Pendidikan Karakter Menurut Adat dan Budaya di Indonesia
Konsep
pendidikan karakter selain dipahami secara universal, ternyata juga telah ada
konsep pendidikan karakter yang asli Indonesia.Konsep pendidikan tersebut dapat
digali dari berbagai adat istiadat dan budaya di Indonesi, ajaran berbagai
agama yang ada di Indonesia serta praktik kepemimpinan yang telah lama diterapkan
di Indonesi.
Mengingat
masyarakat Indonesia yang bersifat multi-pluralis tentu sedikit kesulitan jika
seluruh adat dan budaya di Indonesia dibahas disini. Sebagai titik tolak
pembahasan, maka dalam hal ini penulis akan membahas empat bahasa (budaya), diantaranya
Batak, Jawa, Madura dan Bugis.
a.
Adat
Batak Terkait Pendidikan Karakter
Prinsip etika sosial Batak berlandaskan pada Dalihan na Tolu,
artinya tungku berkaki tiga. Masayakat Batak diumpamakan sebuah kuali dan Dalihan
na Tolu adalah tungkunya. Di sini tergambar perlunya keharmonisan dari
ketiga kaki tungku tersebut yakni: hula-hula (para keturunan laki-laki
dari satu leluhur), boru (anak perempuan), dan dongan sabutuha
(semua anggota laki-laki semarga). Dengan adanya tungku itu maka kuali
masayarakat Batak menjadi seimbang, harmonis, dan solidaritas. Akar dari system
nilai Dalihan na Tolu adalah kerendahan hati (humble). Orang Batak harus
hormat kepada hula-hulanya tanpa syarat, tidak peduli hula-hulanya
itu miskin, tidak berpendidikan dan sebagainya.
Dengan Dalihan na Tolu, muncullah demokrasi kekeluargaan
dalam masyarakat Batak. Demokrasi kekeluargaan ini dibina dengan cara
musyawarah mufakat dengan esensi hasil sebagai berikut:
a)
Pembicaraan
perseorangan tidak diterima, pendapat umumlah yang menentukan.
b)
Jangan disimpan
di dalam hati,baiknya dikeluarkan saja.
c)
Mayoritas
bergembira, jika sudah tidak ada minoritas yang mengeluh.
d)
Putusan yang
diharapkan, yaitu putusan yang dapat diterima semua orang.
e)
Rasa
kemanusiaan yang adil dan beradab, sangat bergantung kepada kemasyarakatan. [12]
Pada esensi demokrasi di atas tergambar sifat spontanitas, terbuka,
langsung, tenggang rasa dan consensus (dos ni roha sibaen na saut, musyawarah
untuk mufakat). Hal lain yang dominan terkait karakter suku Batak adalah
falsafah horja. Horja dimaknai oleh masyarakat Batak lebih dari sekedar
kerja, tetapi menjurus pada aktivitas yang melibatkan tanggung jawab secara
lahir dan batin. Itulah sebabnya dalam pekerjaan umumnya masyarakat Batak siap
bekerja keras dan kerja tuntas.
b.
Adat
Jawa Terkait Pendidikan Karakter
Banyak sekali nilai karakter Jawa yang sepatutnya dianut dan
dikembangkan oleh masyarakat Jawa. Menurut Ki Tyasno Sudarto , Ketua Umum Majelis Hukum Taman Siswa (2007) seperti yang
dikutip oleh Prof Dr.Muchlas Samani, bahwa dasar filosofis karakter adalah Tri
Rahayu (tiga kesejahteraan) yang merupakan nilai-nilai luhur (supreme values)
dan merupakan pedoman hidup, diantaranya:
·
Mamayu hayuning
salira (bagaimana hidup untukmeningkatkan
kualitas diri pribadi)
·
Mamayu hayuning
bangsa ( bagaimana berjuang untuk Negara
dan bangsa)
·
Mamayu hayuning
bawana (bagaimana membangun kesejahteraan
dunia)
Sementara itu ajaran dari Ki Ageng Soerjomentaram mengatakan bahwa
dalam menjalani hidup ini sebaiknya manusia tidak melakukan tigal hal, yaitu: ngangsa-angsa
(ambisius), ngaya-aya (terbutu-buru, tidak teliti), dan golek benere
dhewe (mau menang sendiri).
Disamping ajaran para leluhur, karakter yang diinginkan oleh
manusia Jawa sering ditemukan dalam tembang-tembang Jawa. Misalnya dalam
tembang “gundhul-gundhul pacul”yang liriknya sebagai berikut:
Gundhul-gundhul pacul, gembelengan
Nyunggi-nyunggi wakul,gembelengan
Wakul glimpang segane dadi sak rattan
Makna dari lagu tersebut merupakan peringatan agar jika menjadi
pemimpin dalam menerima amanah (Nyunggi wakul) tidak sembrono (gembelengan),
tidak seenaknya sendiri.Akibatnya nanti seluruh tatanan dan aturan masyarakat
dapat menjadi rusak, kondisi Negara tidak terkendali.
Sementara dalam pergaulan sehari-hari, berbeda jelas dengan adat
Batak yang terus terang, orang jawa suka menggunakan perumpamaan atau
simbol-simbol. Perumpamaan yang sering dijumpai dalam masyarakat Jawa yaitu:
a)
Mikul dhuwur, mendhem
jero (menjunjung tinggi-tinggi, memendam dalam-dalam). Sikap hormat
kepada orang tua dimana ketika orang tua sudah tidak ada seluruh kebaikannya
dijunjung tinggi, sedangkan segala kekurangannya dipendam dalam-dalam.
b)
Ngono ya ngono,
ning aja ngono (begitu ya begitu,
tetapi jangan begitu). Suatu peringatan agar dalam bersikap, berbicara,
bertindak tidak berlebihan.
c)
Aja dumeh (Jangan mentang-mentang). Maksudnya jangan sombong, jangan suka
memamerkan diri, jangan meremehkan atau menghina orang lain.
c.
Adat
Madura Terkait Pendidikan Karakter
Konsep pendidikan karakter dalam adat Madura terkandung dalam
lagu-lagu daerah berbahasa Madura.Diantaranya lagu-lagu tersebut adalah Pa’
opa’ Iling yang syairnya sebagai berikut:
Pa’
opa’ iling dang dang asoko randhi,
Reng
towana tar ngaleleng,
Ajhara
ngajhi babana cabbhi,
Le
ollena gheddang bighi.
Lagu ini mengandung makna bahwa masyarakat Madura mewajibkan
anaknya untuk mengaji sejak dini.Ngaji di sini bukan sekedar mengaji al-qur’an,
tetapi juga kegiatan mencari ilmu dunia bagi bekal kehidupan di masa mendatang.
Untuk memberikan jaminan agar anak-anak mereka dapat dan lulus mengaji (mencari
ilmu) para orang tua harus bekerja keras walaupun kadang-kadang hasilnya tidak
seberapa (reng towana tar ngaleleng, le olena geddhang bighi).
d.
Adat
Bugis Terkait Pendidikan Karakter
Kita mendapat banyak pengetahuan tentang adat Bugis karena
petuah-petuah luhur yang dinyatakan dalam tulisan. Sistem dan norma adat
tertulis yang merupakan wujud kebudayaan tersebut disebut dengan pangngaderreng.
Sistem pangngadereng terdiri dari 5 unsur pokok, yaitu:
a)
Ade’, tata tertib yang bersifat normatif
b)
Bicara, aturan formal yang menyangkut peradilan dalam arti luas
c)
Rappang, aturan tak tertulis untuk mengokohkan Negara dengan segenap
undang-undang dan hukumnya
d)
Wari’, ketentuan dari bagian ade’ yang mengatur batas-batas hak dan
kewajiban setiap orang dalam hidup bermasyarakat
e)
Sara’, berasal dari syariat agama Islam
Pangngaderreng membangun
martabat dan harkat insan karena diantara kandungan isinya mengatur manusia
agar apabila hendak berbuat sesuatu:
a)
Lihatlah
kesudahan perbuatan itu, barulah mengerjakannya
b)
Takutlah kepada
orang yang jujur
c)
Jangan
mengingkari janji
d)
Jangan takut
mendengar berita, justru dengarkanlah, berita itu jadilah pertimbangan
e)
Jangan enggan
dinasehati
f)
Janganlah
memulai pekerjaan yang sulit, jangan pula berkata-kata kepada orang tentang hal
yang tidak menyenangkan
g)
Rajinlah
meminta pertimbangan dariorang-orang yang dekat di sekelilingmu
Sedangkan dalam pergaulan hidup harus dilandasi oleh empat macam,
yaitu:
a)
Kasih sayang
dalam keluarga
b)
Saling
memaafkan
c)
Tidak segan
saling menolong dan melakukan pengorbanan demi keluhuran
d)
Saling memberi
nasihat untuk berbuat kebajikan.
Selain hal tersebut di atas ada beberapa pameo yang dapat dijumpai dalam
bahasa Bugis yang menggambarkan karakter orang bugis, yaitu:
a)
Aju maluruemi
riala parewa bola (sifat
pemimpin harus lurus)
b)
Ade’e temmakke
anak temmakke-epo (Adil dan
tidak boleh pilih kasih)
c)
Ajak mapoloi
alona tauwe (tidak
mengambil hak orang lain).
2.
Konsep
Pendidikan Karakter Menurut Ajaran Agama Islam
Konsep dasar
pendidikan karakter identik dengan pendidikan akhlak.Perkataan akhlaq bentuk
jamak dari khuluq yang menurut bahasa diartikan budi pekerti, perangai,
tingkah laku atau tabiat.Rumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang
memungkinkan adanya hubungan baik antara Khaliq dan makhluk serta antara
makhluk dan makhluk.Perkataan ini bersumber dari kalimat yang tercantum dalam
Al-Quran surah al-Qalam ayat 4.
Artinya
:dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.
Dari penjelasan di atas dapat digarisbawahi bahwa pendidikan
karakter dan pendidikan akhlak memiliki kesamaan yaitu untuk menjadikan manusia
lebih baik.Pendidikan karakter bersumber pada nilai-nilai kebaikan universal
(nilai-nilai kehidupan yang baik atau buruknya diakui oleh seluruh umat manusia), dan pada dasarnya
ajaran Islam adalah agama yang mengandung nilai-nilai universal yang dapat
diterima oleh seluruh umat manusia.
Dengan
demikian maka pendidikan akhlak bisa dikatakan sebagai pendidikan
karakter atau pembentukan karakter sesuai dengan nilai-nilai Islam yang
bersumber pada ajaran Islam yang universal (al-Qur’an dan Hadist).
Konsep
pendidikan karakter dalam agama Islam bersumber pada al-qur’an dan hadis.
Berbagai karakter yang harus dimiliki oleh kaum Muslimin baik menurut al-qur’an
maupun hadis antara lain adalah:[13]
a.
Bersilaturahmi,
menyambung komunikasi
Al-Hadis:
Barang siapa ingin dilunaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah ia
bersilaturahmi (HR Bukhari Muslim dari Anas)
b.
Berkomunikasi
dengan baik dan menebar salam
Al-qur’an:
Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan
debatlah (berdiskusilah) kamu dengan mereka menurut cara yang lebih baik.
(Q.S.An Nahl: 125)
c.
Jujur, tidak
curang, menepati janji dan amanah
Al-qur’an:
Celakalah orang-orang yang curang dalam timbangan /takaran. (Q.S Tathfif: 1)
d.
Berbuat adil,
tolong menolong, saling mengasihi, dan saling menyayangi
Al-qur’an:
Sesungguhnya Allah memerintahkan berbuat adil, baik dan member bantuan kepada
kerabat (Q.S An-Nahl: 90)
e.
Sabar dan
optimis
Al-qur’an: Dan
bersabarlah, sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan orang yang berbuat
kebaikan. (Q.S Hud: 115)
f.
Kasih sayang
dan hormat pada orang tua
Al-qur’an: Dan
Kami wasiatkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada orang tuanya. (Q.S
Al-Ankabut: 8)
g.
Berkata benar,
tidak berdusta
Al-qur’an:
Sangat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak
kamu kerjakan (Q.S Al-Shaff: 3)
Al-Hadis:
Berkatalah benar sekalipun dirasa pahit. (HR Ibnu Hibban)
h.
Selalu
bersyukur
Al-qur’an:
Allah tidak akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman. Dan Allah Maha
Mensyukuri, Maha Mengetahui. (Q.S An-Nisa’: 147)
Al-Hadis: Tidak
termasuk bersyukur kepada Allah orang yang tidak bersyukur kepada manusia
(menghargai dan membalas kebaikannya) (HR Turmudzi)
i.
Tidak sombong
dan angkuh
Dan janganlah kamu memalingkan muka (karena sombong) dan janganlah
berjalan di muka bumi dengan angkuh.Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang
yang sombong dan membanggakan diri. (Q.S luqman: 18)
j.
Teguh hati,
tidak berputus asa
Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah
orang-orang kafir (Q.S. Yusuf: 87)
k.
Punya rasa malu
dan iman
Al-Hadis: Malu dan iman selalu berkumpul bersama, maka kalau yang
satu lenyap, lenyap pulalah yang lain (H.R Abu Na’im dari Abu Umar)
l.
Berkata yang
baik atau diam
Al-Hadis: Barang siapa benar-benar beriman kepada Allah dan Hari
Akhir hendaklah ia berkata yang baik atau diam. (H.R. Bukhari dan Muslim)
m.
Konsisten,
istiqomah
Al-qur’an:
Sesungguhnya orang-orang yang berkata Tuhan kami Allah dan beristiqamah
(konsiten), maka tiada ketakutan bagi mereka. (Q.S. Al-Ahqaf: 13)
n.
Bertanggung
jawab
Al-qur’an: Apakah manusia itu akan dibiarkan begitu saja (tanpa
pertanggungjawaban)?
o.
15). Berbuat
jujur, tidak korupsi
Al-qur’an: Janganlah kamu makan harta sesamamu dengan cara yang
tidak benar (Q.S. Al-Baqarah: 188)
Implementasi
Pendidikan karakter dalam Islam tersimpul dalam karakter pribadi Rasulullah
saw. Dalam pribadi Rasul, bersemai nilai-nilai karakter yang mulia dan
agung.Allah berfirman dalam Al-Quran surah al-Ahzab ayat 21 :
3.
Artinya
:“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”.
4.
Konsep Pendidikan
Karakter di Indonesia Saat ini
Konsep pendidikan karakter saat ini seakan-akan menjadi hal
yang baru. Padahal jika kita memahami isi dari Undang-undang Sisdiknas nomor 20
tahun 2003, di sana dijelaskan tentang definisi sebuah pendidikan. Dalam rumusan
definisi tersebut, secara jelas tersurat tentang adanya konsep penanaman
pendidikan karakter.
Dalam UU nomor 20 tahun 2003 disebutkan bahwa Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Jika dipahami lebih jauh, dalam UU ini sudah mencakup
pendidikan karekter. Dalam kalimat terakhir dari defenisi pendidikan dalam UU
tentang Sisdiknas ini, yaitu memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Selain bagian dari defenisi pendidikan di Indonesia, bagian
kalimat tersebut juga menggambarkan tujuan pendidikan yang mencakup tiga
dimensi.Yaitu dimensi ketuhanan, pribadi dan sosial.Artinya, pendidikan bukan
diarahkan pada pendidikan yang sekuler, bukan pada pendidikan individualistik,
dan bukan pula pada pendidikan sosialistik.Tapi dari defenisi pendidikan ini,
pendidikan yang diarahkan di Indonesia itu adalah pendidikan mencari
keseimbangan antara ketuhanan, individu dan sosial.
Selain tergambar jelas dalam Undang-undang Sisdiknas, konsep
pendidikan karakter juga dirumuskan dalam Sarasehan Nasional Pendidikan Budaya
dan Karakter yang dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 14 Januari 2010. Hasil
pertemuan tersebut merumuskan hal-hal sebagai berikut:[14]
a.
Pendidikan
budaya dan karakter bangsa merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dari
pendidikan nasional secara utuh
b.
Pendidikan
budaya dan karakter bangsa harus dikembangkan secara komprehensif sebagai
proses pembudayaan. Oleh karena itu, pendidikan dan kebudayaan secara
kelembagaan perlu diwadahi secara utuh.
c.
Pendidikan
budaya dan karakter bangsa merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah,
masyarakat, sekolah, dan orang tua.
d.
Dalam upaya
merevitalisasi pendidikan budaya dan karakter bangsa diperlukan gerakan
nasional guna menggugah semangat kebersamaan dalam pelaksanaan di lapangan.
Kementrian pendidikan Nasional juga telah menyatakan ada Sembilan
pilar pendidikan karakter. Kesembilan pilar tersebut meliputi:
1)
Cinta Tuhan dan
segenap ciptaan-Nya
2)
Kemandirian dan
tanggung jawab
3)
Kejujuran/amanah
dan diplomatis
4)
Hormat dan
santun
5)
Dermawan, suka
tolong menolong dan gotong royong/kerjasa sama
6)
Percaya diri
dan kerja keras
7)
Kepemimpinan
dan keadilan
8)
Baik dan rendah
hati
9)
Toleransi,
kedamaian, dan kesatuan
Untuk pelaksanaan pendidikan karakter, para ahli pendidikan
Indonesia umumnya sudah bersepakat bahwa pendidikan karakter sebaiknya dimulai
sejak usia anak-anak (golden age), karena usia ini terbukti sangat
menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya. Prof Muchlas Samani
mengatakan bahwa menurut hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50%
variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun.
Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada
pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Oleh karena itu sudah sepatutnya
pendidikan karakter dimulai dalam lingkungan keluarga yang merupakan lingkungan
awal bagi pertumbuhan anak.
C.
Model-ModelPendidikan
Karakter
Menurut Nurul Zuriah ada
empat model pendidikan karakter yang bisa dikembangkan disebuah lembaga
pendidikan, diantaranya: [15]
1.
Model Otonomi
Model
otonomi yang memposisikan pendidikan karakter sebagai sebuah mata pelajaran
tersendiri menghendaki adanya rumusan yang jelas seputar standar isi,
kompetensi dasar, silabus, rencana pembelajaran, bahan ajar, metodologi dan
evaluasi pembelajaran. Jadwal pelajaran dan alokasi waktu merupakan konsekuensi
lain dari model ini. Sebagai sebuah mata pelajaran tersendiri pendidikan
karakter akan lebih terstruktur dan terukur. Guru mempunyai otoritas yang luas
dalam perencanaan dan membuat variasi program karena ada alokasi waktu yang
dikhususkan untuk itu.
Namun
demikian model ini dengan pendekatan formal dan struktural kurikulum
dikhawatirkan lebih banyak menyentuh aspek kognitif siswa,tidak sampai pada
aspek afektif dan perilaku. Model seperti ini biasanya mengasumsikan tanggung
jawab pembentukan karakter hanya ada pada guru bidang studi sehingga
keterlibatan guru lain sangat kecil. Pada akhirnya pendidikan karakter akal
gagal karena hanya mengisi intelektual siswa tentang konsep-konsep kebaikan,
sementara emosional dan spiritualnya tidak terisi.
2.
Model Integrasi
Adapun
model kedua yang mengintegrasikan pendidikan karakter dengan seluruh mata
pelajaran ditempuh dengan paradigma bahwa semua guru adalah pengajar karakter (character
educator).Semua mata pelajaran diasumsikan memiliki misi moral dalam
membentuk karakter positif siswa.Dengan model ini maka pendidikan karakter
menjadi tanggung jawab kolektif seluruh komponen sekolah.Model ini dipandang
lebih efektif dibandingkan dengan model pertama, namun memerlukan kesiapan,
wawasan moral dan keteladanan dari seluruh guru.Satu hal yang lebih sulit dari
pada pembelajaran karakter itu sendiri. Pada sisi lain model ini juga
menuntut kreatifitas dan keberanian para guru dalam menyusun dan mengembangkan
silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
3.
Model Ekstrakurikuler
Model
ketiga yang menawarkan pelaksanaan pendidikan karakter melalui sebuah kegiatan
di luar jam sekolah dapat ditempuh melalui dua cara. Pertama melalui
suatu kegiatan ekstrakurikuler yang dikelola oleh pihak sekolah dengan seorang
penanggung jawab.Kedua, melalui kemitraan dengan lembaga lain yang
memiliki kapabilitas dalam pembinaan karakter.
Model ini
memiliki kelebihan berupa pengalaman kongkret yang dialami para siswa dalam
pembentukan karakter. Ranah afektif dan perilaku siswa akan banyak tersentuh
melalui berbagai kegiatan yang dirancang. Keterlibatan siswa dalam menggali
nilai-nilai kehidupan melalui kegiatan tersebut akan membuat pendidikan
karakter memuaskan dan menyenangkan. Pada tahap ini sekolah menjalin kemitraan
dengan keluarga dan masyarakat sekitar sekolah.Masyarakat dimaksud adalah
keluarga, siswa, organisasi, tetangga, dan kelompok atau individu yang
berpengaruh terhadap kesuksesan siswa di sekolah.
4.
Model Kolaborasi
Model terakhir berupa kolaborasi dari semua model
merupakan upaya untuk mengoptimalkan kelebihan setiap model dan menutupi
kekurangan masing-masing pada sisi lain. Dengan kata lain model ini merupakan
sintesis dari model-model terdahulu. Pada model ini selain diposisikan sebagai
mata pelajaran secara otonom, pendidikan karakter dipahami sebagai tanggung
jawab sekolah bukan guru mata pelajaran semata.Karena merupakan tanggung jawab
sekolah maka setiap aktifitas sekolah memiliki misi pembentukan karakter.Setiap
mata pelajaran harus berkontribusi dalam pembentukan karakter dan penciptaan
pola pikir moral yang progresif.Sekolah dipahami sebagai sebuah miniatur
masyarakat sehingga semua komponen sekolah dan semua kegiatannya merupakan
media-media pendidikan karakter.Berbagai kegiatan diselenggarakan untuk membawa
siswa ke dalam pengalaman nyata penerapan karakter, baik sebagai kegiatan
ekstrakurikuler yang terprogram maupun kegiatan insidentil sesuai dengan
fenomena yang berkembangan di masyarakat.
Keempat model di atas dapat diumpamakan wadah yang
memberikan ruang gerak pada pendidikan karakter.Selanjutnya agar gerak tersebut
efektif dan efisien diperlukan pemilihan metode pembelajaran dalam upaya
pembentukan karakter positif dalam diri siswa.Apa pun metode yang dipilih, hal
yang harus digarisbawahi adalah pelibatan aspek kognitif, afektif dan perilaku
siswa secara simultan.
Dalam implementasinya pendidikan karakter umumnya
dintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Mata pembelajaran
yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu
dikembangkan, dan dikaitkan dengan konteks kegidupan sehari-hari. Dengan
demikian, pembelajaran nila-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif,
tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengalaman nyata dalam kehidupan
peserta didik sehari-hari di masyarakat.
Selanjutnya Ada dua model pembelajaran pendidikan
karakter yang ditawarkan oleh Dharma Kesuma, M.Pd. Kedua model pembelajaran
tersebut yaitu: Model Reflektif dan Model Pembelajaran Pembangunan Nasional. [16]
a. Model
Reflektif
Model reflektif ini berdasarkan asumsi dasar bahwa
setiap manusia memiliki sisi religi/keagamaan yang tidak dapat dipungkiri
kebenarannya. Setiap manusia akan mempertanyakan mengapa dia ada dan untuk apa
dia ada. Pertanyaan tersebut menunjukkan bahwa manusia akan selalu berfikir
mengenai kondisi spiritual/batiniah di balik materi/keduniaan.
Refleksi merupakan proses seseorang untukmemahami
makna dibalik suatu fakta, fenomena, informasi, atau benda. Model reflektif dalam bagian ini
adalah model pembelajaran pendidikan karakter yang diarahkan pada pemahaman
terhadap makna dan nilai yang terkandung di balik teori, fakta, fenomena,
informasi, atau benda yang menjadi bahan ajar dalam suatu mata pelajaran.
Pemahaman seseorang terhadap makna dan nilai yang
terkandung dalam suatu hal memiliki tingkatan. Tingkatan paling rendah
dicirikan oleh kemampuan untuk menjelaskan mengenai apa kaitan materi dengan
makna. Hirarki yang lebih tinggi adalah menyadari adanya kekuasaan di luar
manusia.Level pemahaman yang ketiga adalah seseorang/anak termotivasi untuk
melakukan sesuatu dari hasil pemahamannya terhadap makna/nilai yang
dipelajari.Level keempat adalah seorang anak mau mempraktekkan nilai/makna yang
dia pahami dalam kehidupan kesehariannya.Level kelima adalah anak menjadi
teladan bagi orang-orang di lingkungan terdekatnya.Level keenam adalah anak mau
mengajak orang-orang terdekatnya untuk melakukan makna/nilai yang dia pelajari.
Adapun prinsip-prinsip pembelajaran model reflektif
adalah:
1. Dasar
interaksi pembelajaran antara guru dan peserta didik adalah kasih sayang
2. Sikap
dan perilaku guru harus mencerminkan nilai yang dianut atau diruuk oleh sekolah
(keteladan guru)
3. Pandangan
guru terhadap peserta didik adalah subjek yang sedang tumbuh dan berkembang
yang pertumbuhan dan perkembangannya terkait dengan peran guru.
b. Model
Pembelajaran Pembangunan Rasional (MPR)
Model ini didasarkan pada asumsi bahwa pada
hakikatnya manusia memiliki kelebihan dibandingkan dengan makhluk Tuhan
lainnya, salah satunya karena manusia diberikan akal pikiran. Akal pikiran
merupakan karunia yang patut disyukuri keberadaannya dengan cara digunakan
sebaik-baikya untuk menjalani kehidupan ini menjadi lebih baik, di dunia maupun
di akhirat.
Dengan asumsi tersebut, maka akal pikiran memiliki
tugas yang cukup berat untuk memberikan pertimbangan dalam mengambil keputusan
dari setiap keputusan yang harus dibuat oleh seseorang dalam dalam menjalani
proses kehidupannya. Kelogisan (dapat dipahami)dan kerasionalan (masuk akal)
menjadi ukuran penting untuk menghasilkan keputusan seseorang. Proses inilah
yang kemudian dijadikan kebiasaan dan kekuatan/kelemahan seseorang dalam ukuran
kematangan perilaku. Artinya manusia diberikan kesempatan untuk belajar memilih
dan memilah yang terbaik dari segala kondisi yang dihadapinya.
Fokus utama dalam model ini adalah kompetensi
pembangunan rasional, argumentasi, atau alasan atas pilihan nilai yang dibuat
anak. Dalam hal ini, kita harus mengasumsikan bahwa anak didik adalah anak yang
sedang berkembang proses berpikirnya. Memiliki rasional yang kokoh dan selalu
diuji sepanjang penghidupan seseorang jelas penting untuk keberfungsian akal
dan pikiran manusia.Sistem karakter yang lengkap harus mengikutsertakan aspek
rasional atau kognitif ini, di samping aspek emosi atau perasaan dan perbuatan.
Disamping memiliki keunggulan dalam membangun kesadaran moral seseorang, model
pengembangan rasional ini memiliki kelemahan. Kelemahan utamanya adalah
sehubungan dengan tumpuannya yang terlalu berat pada aspek kognitif atau
rasonalitas manusia. Dalam konteks itu,manusia dapat menjadikan dirinya sebagai
tuhan sebagaimana yang telah dilakukan oleh Fir’aun. Ketika keimanan tipis atau
rusak maka individu dapat mendewakan akal, menuntut segala hal harus masuk
akal.
Pendidikan
karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen sekolah.Manajemen yang
dimaksud di sini adalah bagaiman pendidikan karakter direncanakan,
dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah
secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi nilai-nilai yang
perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan
tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian manajemen
sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di
sekolah.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan karakter
ialah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan
nilai-nilai kepada para siswanya. Dan individu yang berkarakter baik ialah
individu yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME,
dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada
umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya
Konsep pendidikan karakter dapat
dilihat dari berbagai aspek diantaranya:
1. Konsep
pendidikan karakter menurut adat dan budaya di Indonesia
2. Konsep
pendidikan karakter menurut Islam
3. Konsep
pendidikan karakter pada masa sekarang
Untuk mengimplementasikan pendidikan
karakter di sekolah terdapat empat tawaran model penerapan, yaitu:
1.
Model
otonomi dengan menempatkan pendidikan karakter sebagai mata pelajaran
tersendiri,
2.
Model
integrasi dengan menyatukan nilai-nilai dan karakter-karakter yang akan
dibentuk dalam setiap mata pelajaran,
3.
Model
ekstrakurikuler melalui sebuah kegiatan tambahan yang berorintasi pembinaan
karakter siswa, dan
4.
Model
kolaborasi dengan menggabungkan ketiga model tersebut dalam seluruh kegiatan
sekolah.
Daftar
Pustaka
Gunawan,
Heri.Pendidikan Karakter Konsep dan Impementasi.Bandung : Alfabeta,
2012.
Purwanto, Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis.Bandung
: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2007.
Rajasa, Sutan. Kamus Ilmiah
Populer. Surabaya: Karya Utama,2002.
Samani,
Muchlas & Hariyant.Konsep dan Model Pendidikan Karakter.Bandung : PT
Remaja Rosdakarya, 2012
Syam, Yunus Anis.Quranic Quetient. Yogyakarta: Progresif
Books, 2006.
Tobroni.Pendidikan
Karakter Dalam Perspektif Islam.Jakarta: Bumi Aksara, 2010.
Yunus,
Mahmud. Pokok-pokok Pendidikan & Pengajaran.Jakarta : PT Hidakarya
Agung.
Zuhairini.FilsafatPendidikan
Islam.Jakarta : Bumi Aksara, 1995.
Zuriah,
Nurul.Pendidikan Moral & Budi Pekerti dalam perspektif Perubahan.
Jakarta: Bumi Aksara, 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar