BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam pendidikan salah satu hal yang tidak bisa diabaikan
adalah adanya supervisi. Supervisi penting keberadaanya untuk mengawasi setiap
pola dan kinerja seseorang yang bertujuan untuk efektif dan efisiennya kegiatan
di lembaga yang bersangkutan. Pada mulanya supervisi hanya dipakai dalam
lingkungan sekolah yaitu oleh kepala sekolah terhadap guru-guru atau staf yang
berada dibawahnya, seiring berjalannya waktu dan berkembangnya pendidikan yang
sarat dengan berbagai problema yang muncul, maka kemudian supervisi meluas
tidak hanya di lembaga pendidikan saja tetapi berhubungan dengan pemerintahan
yang menaungi pendidikan, semisal Kemendikbud atau Kemenag dengan menjadikan
seseorang sebagai supervisor dalam rangka mengawasi kinerja dan segala bentuk
kegiatan yang ada dalam proses belajar mengajar di sekolah, terutama mengawasi
tugas kepala sekolah.
Di sekolah, peran kepala sekolah sangat berpengaruh terhadap
mutu dan kualitas lembaganya, kepala sekolah juga berperan sebagai supervisor,
hal ini perlu dilakukan untuk mengawasi dan mengevaluasi kinerja guru-guru
dalam rangka perbaikan dan pengembangan pembelajaran. Namun dalam hal ini
kepala sekolah tidak mesti bersikap otoriter terhadap bawahan (para guru),
pengawasan yang diberikan kepala sekolah terhadap guru adalah melalui pembinaan
, pengarahan dan bimbingan yang baik terhadap para guru dengan maksud
meningkatkan profesionalisme guru dan menigkatkan kualitas dan menjamin mutu
pendidikan di lembaga tersebut baik dan berjalan efektif sesuai dengan visi
misi lembaga.
Kepala sekolah memiliki kewajiban untuk membina kemampuan
guru, dengan demikian kepala sekolah hendaknya melaksanakan supervisi secara
efektif. Banyaknya masalah yang muncul dalam pendidikan mengharuskan supervisi
dilaksanakan di lembaga pendidikan yaitu untuk memperbaiki mengajar dan belajar
dan untuk membimbing pertumbuhan kemampuan dan kecakapan profesional guru.
Lebih tegas dinyatakan Fritz Carrie dan Greg Miller, bahwa bila tidak ada unsur
supervisi, sistem pendidikan secara keseluruhan tidak akan berjalan dengan
efektif dalam usaha mencapai tujuan. Dalam PP 19 tahun 2005, pasal 55, Pengawas
sekolah memiliki peran yang sangat signifikan dan strategis dalam proses dan
hasil pendidikan yang bermutu di sekolah, yaitu meliputi pemantauan, supervisi,
evaluasi, pelaporan dan tindak lanjut pengawas yang harus dilakukan secara teratur
dan berkesinambungan.
Kepala sekolah yang bertugas menjadi supervisor, yaitu
bertugas mengatur seluruh aspek kurikulum yang berlaku di sekolah agar dapat
memberikan hasil yang sesuai dengan target yang ditentukan. Maju tidaknya suatu
lembaga pendidikan ditentukan oleh peran kepala sekolah, jika kepala sekolah
dapat menjalankan tugasnya sebagai supervisor dengan baik maka lembaga
pendidikan yang dipimpinnya dapat berjalan baik, supervisi pendidikan
memberikan pengaruh besar terhadap perubahan dan perbaikan pendidikan, baik
dari perbaikan kurikulum, model pembelajaran yang efektif dikelas sehingga
tidak menimbulkan kejenuhan pada peserta didik karena guru yang mengajar dapat
menemukan teori-teori dan cara baru dalam mengembangkan proses belajar mengajar
yang baik.
Kepala sekolah yang mempunyai fungsi sebagai supervisor
harus benar-benar memahami tugas sebagai supervisi, sehingga tidak muncul
kecemburuan sosial dikalangan intern terhadap kepala sekolah. Kepala sekolah
hendaknya bersikap terbuka kepada guru dan melibatkan guru dalam setiap
perencanaan yang hendak dilakukan kepala sekolah dalam mensupervisi bawahan
(para guru), sehingga guru sebagai objek dapat memahami tugasnya dan dapat
melakukan perbaikan-perbaikan demi meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan
yang baik untuk kedepannya. Maka dapat dipastikan jika hal ini yang terjadi
guru tidak perlu merasa risau atau takut karena diawasi, justru hal ini
membantu terhadap perbaikan proses belajar mengajar dan meningkatkan
profesinalisme dan kinerja yang baik.
Dengan demikian, supervisi pendidikan bermaksud meningkatkan
kemampuan profesional dan teknis bagi guru, kepala sekolah dan personel sekolah
lainnya agar proses pendidikan di sekolah lebih berkualitas, terutama supervisi
pendidikan dilakukan atas dasar kerjasama, partisipasi dan kolaborasi, bukan
berdasarkan paksaan dan kepatuhan, pada akhirnya dapat menimbulkan kesadaran,
inisiatif dan kreatif personel sekolah.
B.
Rumusan
Masalah
Oleh karena itu, untuk dapat menjalankan supervisi dengan
efektif dan baik maka seorang supervisor perlu memahami juga beberapa
pendekatan yang bisa dilakukan agar hasil yang hendak dicapai berkualitas dan
bermutu tinggi. Maka penulis merumuskan masalah supervisi dalam makalah ini
antara lain:
1. Bagaimana pengertian supervisi pendidikan?
2. Bagaimana tujuan supervisi
pendidikan?
3. Bagaimana fungsi supervisi
pendidikan?
4. Bagaimana pendekatan-pendekatan
dalam supervisi pendidikan?
C.
Tujuan
Masalah
Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan pada penulisan
makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian
supervisi pendidikan
2. Untuk mengetahui tujuan supervisi
pendidikan
3. Untuk mengetahui fungsi supervisi
pendidikan
4. Untuk mengetahui
pendekatan-pendekatan dalam supervisi pididikan
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Supervisi Pendidikan
Istilah supervisi berasal dari bahasa latin “supervideo”,
artinya mengawasi atau menilai kinerja bawahan. Mulyasa seperti dikutip oleh
Wahyudi menjelaskan bahwa dalam pelaksanaannya sering digunakan secara
bergantian dengan istilah pengawasan, pemeriksaan dan inspeksi. Pengawasan
dapat diartikan sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi
dan management tercapai, juga diartikan suatu kegiatan untuk melakukan
pengamatan agar pekerjaan dilakukan sesuai dengan ketentuan. Pemeriksaan
dimaksudkan untuk melihat suatu kegiatan yang dilaksanakan telah mencapai
tujuan. Sedangkan inspeksi dimaksudkan untuk mengetahui kekurangan-kekurangan
atau kesalahan yang perlu diperbaiki dalam suatu pekerjaan.
Menurut Sutisna dikutip oleh Wahyudi bahwa secara umum
supervision diberi arti sama dengan direction atau pengawasan dan ada
kecenderungan untuk membatasi pemakaian istilah supervisor pada orang-orang
yang berada dalam kedudukan yang lebih bawah dalam hirarki management.
Supervisi terutama sebagai bantuan yang berwujud layanan
profesional yang dilakukan oleh kepala sekolah, penilik sekolah dan pengawas
serta supervisor lainnya untuk meningkatkan proses dan hasil belajar, maka
banyak pakar yang memberikan batasan supervisi sebagai bantuan kepada staff
untuk mengembangkan situasi pembelajaran yang lebih baik.
Supervisi merupakan suatu proses yang dirancang secara
khusus untuk membantu para guru dan supervisor agar dapat menggunakan
pengetahuan dan keterampilannya dalam memberikan layanan kepada orang tua
peserta didik dan sekolah. Supervisi tidak hanya membatu guru dalam
meningkatkan kemampuan mengajar, tapi juga menambah pengetahuan bagi supervisor
secara sinergi menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif.
Jhones dikutip oleh Wahyudi menjelaskan bahwa supervisi
merupakan yang tidak terpisahkan dari seluruh proses administrasi pendidikan
yang ditujukan terutama untuk mengembangkan efektivitas kinerja personalia
sekolah yang berhubungan dengan tugas-tugas utama pendidikan. Supervisi menitik
beratkan pada perbaikan dan pengembangan kinerja guru yang langsung menangani
peserta didik.
Dengan istilah yang berbeda Supandi mengartikan supervisi
pendidikan adalah bantuan yang diberikan kepada personel pendidikan untuk
mengembangkan proses pendidikan yang lebih baik. Personel pedidikan dimaksud
meliputi; kepala sekolah, guru dan petugas sekolah lainnya termasuk staf
administrasi. Dalam menjalankan tugasnya personel sekolah sering menghadapi
masalah-masalah pendidikan, oleh karena itu pengawas sekolah perlu melakukan
bimbingan dan pengarahan dalam bidang administratif maupun akademik khususnya
perbaikan pada aspek pengelolaan pengajaran yang dilakukan guru.
Salah satu amanat ketetapan amanat MPR RI Nomor IV tahun
1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), bahwa meningkatkan
kemampuan akdemik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan
tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal
terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat
mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
supervisi Pendidikan adalah bantuan yang diberikan oleh seorang supervisor,
baik kepada Kepala Sekolah, guru dan tenaga ahli pendidik lainnya melalui
pengawasan untuk mencapai tujuan, pengarahan dan bimbingan dalam rangka
meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan yang tinggi serta perbaikan dalam
proses belajar-mengajar yang lebih efektif dan efisien. Yang menjadi supervisor
dalam lembaga pendidikan adalah kepala sekolah yang berperan dan bertanggung
jawab dalam mengawasi kinerja bawahannya (guru dan Staf administrasi). Hal ini
dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam mengajar.
B.
Tujuan
Supervisi Pendidikan
Seperti telah dijelaskan di atas, kata kunci dari supervisi
ialah memberikan layanan dan bantuan kepada guru-guru, maka tujuan supervisi
adalah memberikan layanan dan bantuan untuk mengembangkan situasi belajar
mengajar yang dilakukan guru di kelas yang pada gilirannya dapat meningkatkan
kualitas belajar siswa.
Secara umum, pembinaan guru atau supervisi pendidikan
bertujuan untuk memberikan bantuan dalam mengembangkan situasi belajar mengajar
yang lebih baik, melalui usaha peningkatan profesional mengajar, menilai
kemampuan guru sebagai pendidik dan pengajar dalam bidang masng-masing guna
membantu mereka melakukan perbaikan dan pembinaan dalam rangka meningkatan
kualitas pendidikan. Dalam rumusan yang lebih rinci, Djajadisastra mengemukakan
tujuan pembinaan guru atau supervisi sebagai berikut :
·
Memperbaiki
tujuan Khusus mengajar guru dan belajar siswa;
·
Memperbaiki
materi (bahan) dan kegiatan belajar mengajar;
·
Memperbaiki
metode, yaitu cara mengorganisasi kegiatan belajar megajar;
·
Memperbaiki
penilaian atas media;
·
Memperbaiki
penilaian proses belajar dan hasilnya;
·
Memperbaiki
pembimbingan siswa atas kesulitan belajarnya;
·
Memperbaiki
sikap guru atas tugasnya
Dalam buku Pedoman Supervisi PGAN sebagai acuan atau
landasan pelaksanaan supervisi Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) menyebutkan
bahwa tujuan supervisi ialah mengembangkan situasi belajar-mengajar yang lebih
baik melalui pembinaan dan peningkatan profesi. Situasi belajar yang lebih baik
dapat dicapai melalui pembinaan/ peningkatan kemampuan guru dalam proses
penyusunan program pengajaran, penyampain bahan pelajaran dengan sistem
tertentu kepada siswa. Hal ini dengan jelas tercantum dalam Undang-undang
tentang pendidikan dan pengajaran No. 12 tahun 1945 Bab XVI pasal 27 yang
berbunyi : “Pengawas pendidikan dan pengajaran berarti memberi pimpinan kepada
para guru untuk mencapai kesempurnaan pekerjaannya.
Menurut Sahertian dan Mataheru tujusn supervisi ialah:
·
Membantu
guru melihat dengan jelas tujuan-tujuan pendidikan;
·
Membantu
guru dalam membimbing pengalaman belajar murid;
·
Membantu
guru dalam menggunakan sumber-sumber pengalaman belajar;
·
Membantuguru
dalam menggunakan metode ataualat pembelajaran;
·
Membantu
guru dalam memenuhi kebutuhan belajar murid;
·
Membantu
guru dalam menilai kemajuan murida dan hasil pekerjaan guru;
·
Membantu
guru dalam membina reaksi mental atau moral kerja guru dalam rangka pertumbuhan
pribadi dan jabatan mereka;
·
Memabantu
guru baru di sekolah sehingga mereka merasa gembira dengan tugas yang
diperoleh;
·
Membantu
guru agar lebih mudah mengadakan penyesuaian terhadap masyarakat dan cara-cara
memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar;
·
Membantu
guru agar waktu dan tenaga tercurahkan sepenuhnya dalam pembinaan sekolahnya.
Dengan demikian tujuan supervisi pendidikan meningkatkan
kemampuan profesional dan teknis bagi guru, Kepala Sekolah dan personel sekolah
lainnya agar proses pendidikan di sekolah berkualitas. Supervisi pendidikan
dilakukan atas dasar kerjasama, partisipasi dan kolaborasi bukan karena
paksaan.
C.
Fungsi
Supervisi Pendidikan
Fungsi diartikan sebagai tugas aktif dari kegiatan supervisi
yang dilakukan oleh orang yang berkedudukan sebagai supervisor. Herabuddin
mengatakan bahwa fungsi dari supervisi pendidikan adalah untuk memotivasi
idealisme para guru dan mengupayakan fasilitas begitu juga sebagai media
pembelajaran yang akomodatif agar proses pembelajaran berjalan lancar dan
sempurna.
Berbeda halnya dengan Sutisna, beberapa Fungsi Supervisi
adalah sebagai berikut:
·
Supervisi
berfungsi sebagai penggerak perubahan, seringkali guru menganggap tugas
mengajar sebagai pekerjaan rutin dari waktu ke waktu, Tidak mengalami perubahan
baik dari materi ataupun metode. Keadaan demikian perlu ada inisiatif dari
kepala sekolah atau supervisor untuk mengarahkan guru agar melakukan
pembaharuan materi belajar sesuai dengan kemajuan IPTEK dan lingkungan;
·
Supervisi
berfungsi sebagai program pelayanan, untuk memajukan pengajaran, dalam situasi
belajar sering terjadi masalah baik oleh guru ataupun oleh siswa. Guru sering
mengalamai kesulitan dalam merencanakan, merencanakan dan mengevalusi
pembelajaran. Maka, dalam hal ini supervisor memberikan arahan dan bimbingan
kepada guru agar dapat mengelola pembelajaran lebih efektif termasuk
menyelsaikan masalah-masalah belajar siswa;
·
Supervisi
berfungsi meningkatkan kemampuan hubungan manusia untuk mencapai tujuan, guru
ataupun Kepala Sekolah tidak melakukan sendiri, peru adanya kerjasama dengan
masyarakat. Kenyataannya tidak semua guru dan kepala sekolah mempu melaksanakan
hubungan kerjasama dengan pihak-pihak terkait. Maka tugas supervisor membantu
guru mengenali diri dan mengenali tugas-tugasnya serta menyelesaikannya. Yang
terpenting adalah membantu guru dan kepala sekolah untuk meningkatkan kerjsama
dengan orang tua siswa, masyarakat atau dengan instansi terkait;
·
Supervisi
sebagai kepemimpinan kooperatif, keberhasilan supervisi tidak hanya ditentukan
oleh kemampuan supervisor dalam menjalankan tugas dan fungsinya akan tetapi
memerlukan dukungan dan partisipasi dari kepala sekolah, guru-guru, konselor
dan orang tua siswa secara bersama-sama ikut memkirkan perkembanan anak didik
ke arah tercapainya tujuan sekolah. Oleh karena itu, tugas supervisor tidak
hanya menilai kinerja guru tetapi turut membantu guru untuk memajukan proses
pembelajaran.
Dari beberapa fungsi yang telah disebutkan di atas, jika hal
ini dilakukan secara terus menerus dan konsisten maka akan tercipta
kondusifitas belajar yang baik dan membantu meningkatkan profesionalisme guru
dan tenaga kependidikan lainnya.
D.
Pendekatan
Supervisi Pendidikan
Ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan oleh seorang
supervisor, hal ini tentu lebih memudahkan supervisor ketika mensupervisi
bawahannya, supervisor dapat memilih pendekatan mana yang akan digunakan sesuai
dengan kondisi lembaga yang bersangkutan, karena setiap pendekatan dalam
supervisi pendidikan memiliki karakteristik yang berbeda. Pemilihan yang tepat
bergantung pada masalah yang dihadapi dan tujuan yang hendak dicapai.
Menurut Piet A. Suhertian, ada beberapa pendekatan yang
dapat digunakan dalam supervisi yaitu pendekatan direktif, pendekatan
non-direktif dan pendekatan kolaboratif, ketiga pendekatan tersebut bertitik
tolak pada teori psikologi belajar, berikut ini penjelasan ketiga pendekatan
tersebut
1. Pendekatan Direktif (langsung).
a.
Pengertian
Pendekatan Direktif (langsung)
Pendekatan ini lahir dari teori psikologi behaviorisme yaitu
segala perbuatan berasal dari rileks, atau respons terhadap
rangsangan/stimulus. Maka dari itu guru yang mempunyai kekurangan perlu
diberikan rangsangan agar ia bisa bereaksi dengan penguatan (reinforcement) atau
hukuman (punishment). Adapun yang dimaksud dengan pendekatan direktif
adalah cara pendekatan terhadap masalah yang bersifat langsung. Supervisor
memberikan arahan langsung, dengan tujuan agar guru yang mengalami problem
perlu diberi rangsangan langsung agar ia bisa bereaksi
Adapun langkah-langkah pendekatan direktif yaitu
: menjelaskan, menyajikan, mengarahkan, memberi contoh, menetapkan tolok ukur,
dan menguatkan. Dan disimpulkan oleh Sri Banun Muslim dengan istilah
prilaku supervisiyaitu: demonstrating (menunjukkan), directing (mengarahkan),
standizing (mempersiapkan) dan reinforcing (memperkuat).
Dengan demikian, Supervisor menjadi central yang menentukan
perbaikan pada guru, supervisor harus aktif, kreatif, dan inovatif dalam
memperbaiki cara mengajar guru, sehingga guru tidak merasa di dikte dalan
mengembangkan kemampuannya dan kreativitasnya.
Pada dasarnya supervisi pendidikan Islam adalah usaha
pembinaan pendidik Islam untuk meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan Islam
serta profesionalismenya. Maka dapat disimpulkan bahwa tujuan supervisi
pendidikan Islam adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan Islam yang hal
itu dilakukan dengan memperbaiki pengajaran. Untuk mencapai tujuan tersebut
secara efektif, Sri Banun mengemukakan, bahwa supervisi bukan hanya menyangkut
penggunaan metode dan teknik supervisi tetapi juga menyangkut pilihan pola yang
tepat yang tergambar dari pendekatan supervisi yang dipergunakan.
Maka dari itu, terdapat pendekatan yang salah satunya adalah
pendekatan direktif. Pendekatan direktif adalah cara pendekatan terhadap
masalah yang bersifat langsung. Pendekatan ini berangkat dari landasan
psikologi behavioristik. Dalam pandangan psikologi ini, belajar dilakukan
dengan kontrol instrumental lingkungan. Dengan demikian, menurut pandangan
psikologi ini, seseorang akan belajar dan berhasil belajarnya, manakala
senantiasa dikondisikan dengan baik dalam lingkungan tertentu. Jadi manusia
diberi stimulus agar dapat memberikan respon.
Pandangan behavioristik supervisi pengajaran sebenarnya juga
dikembangkan dari pandangan behavioristik tentang belajar. Jika tanggung jawab
guru dalam mengembangkan dirinya sendiri sangat rendah, dibutuhkan keterlibatan
yang tinggi dari supervisor. Atau dengan kata lain,, tanggung jawab supervisor
haruslah tinggi. Dengan demikian, guru akan dapat dikondisikan sedemikian,
sehingga mereka dapat mengembangkan dirinya dengan baik.
Dalam statemen lain, pendekatan direktif ini cocok untuk
diterapkan dalam guru yang mempunyai prototipe tidak bermutu. Maksudnya guru
tersebut mempunyai daya abstrak rendah dan komitmen rendah. Apabila guru sudah
dalam keadaan yang demikian ini, dan hal ini hampir mayoritas terjadi pada
guru-guru madrasah yang berada di daerah terpencil, maka supervisi yang
diterapkan adalah supervisi pendidikan Islam dengan pendekatan direktif.
Hal yang membedakan dari supervisi pendidikan Islam dengan
pendekatan direktif adalah supervisi ini tidak mengambil titik tolak dari
psikologi behavioristik akan tetapi dari al-Qur’an dan al-hadits. Supervisi ini
mencontoh perilaku Rasulullah saw dalam mengajari sahabatnya secara langsung.
Misalnya perilaku Rasulullah dalam mengajari sahabatnya masalah shalat, makan,
tata krama, akhlak dan kegiatan sehari-hari. Rasulullah menumbuhkan lingkungan
yang harmonis agar para sahabat tekun beribadah selain dirinya sendiri sebagai
contoh.
Demikian juga dalam supervisi pendidikan Islam, penerapan
pendekatan direktif ini juga diberlakukan dengan membutuhkan keterlibatan
tinggi dari seorang supervisor atau seorang kepala lembaga pendidikan Islam
untuk membina guru agar dapat meningkatkan kualitas kinerjanya.
b.
Perilaku Pokok Supervisi Dengan Pendekatan Direktif
Supervisi dengan pendekatan ini, menuntut supervisor yang
banyak bicara dan berkomentar. Supervisor sedikit sekali memberikan pujian dan
semangat yang mendorong guru. Supervisi dengan pendekatan ini didasarkan asumsi
bahwa mengajar terdiri dari beberapa ketrampilan teknis dengan standar dan
kompetensi yang telah ditetapkan. Menurut Glickman, seperti yang dikutip
Sahertian, adalah sebagai berikut:
1)
Menjelaskan
2)
Menyajikan
3)
Mengarahkan
4)
Memberi contoh
5)
Menetapkan tolok ukur
6)
Menguatkan.
Pada pendekatan ini, supervisor mengarahkan kegiatan untuk
perbaikan pengajaran dan menetapkan standar perbaikan pengajaran dan penggunaan
standar tersebut harus diikuti oleh guru. Tanggung jawab proses sepenuhnya berada
ditangan supervisi, sedangkan tanggung jawab guru rendah. Sehingga biasanya
supervisor mengeluarkan perintah kepada guru untuk lebih meningkatkan
profesionalitasnya dan mendiskusikannya apabila mengalami masalah.
Madhi menyatakan tata cara mengeluarkan perintah ada dua
cara: Pertama, memberikan perintah dengan keyakinan tanpa keraguan yang
berdampak pada kecepatan merespon dan melaksanakan tugas; dan kedua,
menggunakan ungkapan positif (itsbat) lebih efektif daripada ungkapan
negatif (nafy). Tata cara perintah yang pertama memantapkan
langkah para guru untuk melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas, sedangkan tata
cara perintah kedua itu memastikan pekerjaan/tugas yang harus dikerjakan guru
lantaran menggunakan itsbat. Sebaliknya penggunaan ungkapan negatif (nafy)seringkali
mengaburkan pemahaman para guru. Misalnya penggunaan itsbat adalah
lakukan pekerjaan ini dalam waktu satu minggu. Sedangkan penggunaan nafy dapat
dicontohkan, lakukan pekerjaan ini tidak boleh lebih dari satu minggu. Kedua
perintah ini memberi kesan yang berbeda. Contoh perintah pertama mengesankan
suatu keharusan sedang pada contoh perintah kedua masih mengesankan adanya
anjuran.
Perilaku supervisor sebagaimana yang dijelaskan Glikcman dan
diperkuat oleh Madhi tersebut dilakukan secara bertahap. Hal ini sesuai dengan
ajaran Islam, bahwa perubahan itu hendaknya dilakukan dengan bertahap. Proses
pentahapan pembinaan tersebut dalam Islam terjadi ketika seorang pendidik
membimbing anak yang sudah masuk usia shalat. Tahapan pembinaan anak ketika
anak sudah masuk usia tujuh tahun sama dengan pelaksanaan supervisi direktif,
dan dilanjutkan ketika anak berumur 10 tahun, yaitu ketika anak meninggalkan
shalat anak dipukul atau diberi hukuman. Hal tersebut juga sama ketika seorang
guru berhasil meningkatkan profesionalitasnya, maka guru tersebut diberi reward
dan sebaliknya jika guru tetap dalam ketidakmampuannya melakukan inovasi
pembelajaran, guru diberi punishment. Namun, punishment disini
adalah yang mampu mendidik guru untuk lebih giat berusaha meningkatkan
profesionalitasnya.
Hal yang perlu dicatat adalah umat Islam itu mempunyai
banyak bahan, namun miskin teori, karena miskin metodologi atau epistemologi.
Sebenarnya sudah banyak bahan yang tersebar, dan penulis hanya mengqiyaskan
salah satunya supaya menjadi teori supervisi pendidikan Islam.
c. Aplikasi
Supervisi Pendekatan Direktif Dalam Supervisi Klinik
Supervisi klinis disebut juga supervisi kelas adalah “suatu
bentuk bimbingan atau bantuan profesional yang diberikan kepada guru
berdasarkan kebutuhan guru melalui siklus yang sistematis untuk meningkatkan
proses belajar mengajar”. Pelaksanaannya didesain dengan praktis serta
rasional. Baik desainnya maupun pelaksanaannya dilakukan atas dasar analisis
data mengenai kegiatan-kegiatan di kelas.
Dalam pelaksanaan supervisi klinis, terdapat tujuan-tujuan
yang dirumuskan, antara lain:
1)
Membantu
guru meningkatkan kemampuan mengajarnya, terutama kepercayaan atas kemampuannya
serta kemampuan menerapkan ketrampilan dasar mengajar.
2)
Memberi
balikan yang obyektif atas perilaku guru dalam mengajar di kelas.
3)
Membantu
guru menganalisis, mendiagnosis serta mencari alternatif pemecahan masalah yang
dihadapi guru di kelas.
4)
Membantu
guru meningkatkan kemampuan dan sikap positifnya secara terus menerus dan
berkelanjutan.
5)
Sebagai
dasar menilai kemampuan guru dalam rangka promosi jabatan atau pekerjaannya.
Terdapat berbagai faktor yang mendorong dikembangkannya
supervisi klinis, antara lain sebagaimana dikemukakan oleh Mufidah:
1)
Dalam
kenyataan yang dikerjakan supervisi ialah mengadakan evaluasi guru-guru semata.
Di akhir satu semester guru-guru mengisi skala penilaian yang diisi peserta
didik mengenai cara mengajar guru. Hasil penilaian diberikan kepada guru-guru,
tapi tidak dianalisis mengapa sampai guru-guru dalam mengajar hanya mencapai
tingkat penampilan seperti itu. Cara ini menyebabkan ketidakpuasan guru secara
tersembunyi.
2)
Pusat
pelaksanaan supervisi adalah supervisi, bukan berpusat pada apa yang dibutuhkan
guru, baik kebutuhan profesional sehingga guru-guru tidak merasa memperoleh
sesuatu yang berguna bagi pertumbuhan profesinya.
3)
Dengan
menggunakan merit rating (alat penilaian kemampuan guru), maka
aspek-aspek yang diukur terlalu umum. Sukar sekali untuk mendeskripsikan
tingkah laku guru yang paling mendasar seperti yang mereka rasakan, karena
diagnosisnya tidak mendalam, tapi sangat bersifat umum dan abstrak.
4)
Umpan
balik yang diperoleh dari pendekatan sifatnya memberi arahan, petunjuk,
instruksi, tidak menyentuh masalah manusia yang terdalam yang dirasakan guru-guru,
sehingga hanya bersifat di permukaan.
5)
Tidak
diciptakan hubungan identifikasi dan analisis diri, sehingga guru-guru melihat
konsep dirinya.
6)
Melalui
diagnosis dan analisis dirinya sendiri guru menemukan dirinya. Ia akan sadar
kemampuan dirinya dengan menerima dirinya dan timbul motivasi dari dalam
dirinya sendiri untuk memperbaiki dirinya sendiri. Praktek-praktek
supervisi yang tidak manusiawi itu menyebabkan kegagalan dalam pemberian
supervisi klinis.
Prinsip-prinsip supervisi klinis, antara lain:
1)
Supervisi
klinis yang dilaksanakan harus berdasarkan inisiatif dari para guru lebih
dahulu. Perilaku supervisor harus demikian taktis sehingga guru-guru terdorong
untuk berusaha meminta bantuan dari supervisor.
2)
Ciptakan
hubungan manusiawi yang bersifat interaktif dan rasa kesejawatan
3)
Ciptakan
suasana bebas dimana setiap orang bebas mengemukakan apa yang dialaminya.
Supervisor berusaha untuk apa yang diharapkan guru.
4)
Objek
kajian adalah kebutuhan profesional guru yang riil yang mereka sungguh alami.
5)
Perhatian
dipusatkan pada unsur-unsur yang spesifik yang harus diangkat untuk diperbaiki.
Sebenarnya dari sekian banyak model supervisi pendidikan
yang sesuai dan layak diterapkan dalam pendidikan Islam adalah model supervisi
klinis. Hal tersebut karena sebenarnya supervisi model klinis tersebut sudah
ada dalam ajaran Islam yaitu dalam hadits. Dalam masalah menjawab jawaban orang
yang bertanya, dalam satu pertanyaan yang dilontarkan oleh orang yang berbeda,
Nabi menjawabnya dengan berbeda-beda juga. Hal tersebut karena Nabi
memperhatikan keadaan orang yang minta wasiat, dan beliau memberikan sesuatu
yang lebih dibutuhkan oleh orang yang minta wasiat tersebut. Maka keadaannya
sama dengan keadaan dokter dan pasiennya, pasien diberi obat yang
dibutuhkannya. Konsep Islam ini sebenarnya merupakan konsep yang sudah ada
sejak zaman Nabi yang publikasinya sudah lebih dahulu dari konsep supervisi
pendidikan klinis. Namun umat Islam tidak menyadari akan adanya hal tersebut
karena miskin epistemologi.
Sebenarnya konsep supervisi pendidikan Islam dengan
pendekatan direktif akan lebih bagus hasilnya jika diterapkan dengan
menggunakan model klinis, yang sesuai dengan ajaran Islam. Proses penerapan
pendekatan tersebut adalah sebagai berikut:
1) Tahap pre conference, supervisor
menerima aduan dari guru yang bermasalah kemudian mengklarifikasikan dan
membicarakan bersama, dan supervisor memberikan contoh atau gagasan yang
dipresentasikan di depan guru tersebut.
2) Tahap observasi, supervisor
melakukan observasi untuk melihat kerja guru untuk meneliti apakah guru ini
mengadakan perubahan atau peningkatan.
3) Tahap post conference, supervisor
melakukan feetback atas hasil observasi dan mendemonstrasikan jika masih
ada yang kurang, kemudian menetapkan standar dan memberikan insentif atau
menyatakan bahwa guru tersebut telah berhasil apabila hasil observasi sudah
memuaskan dan positif.
Dengan melakukan tahap-tahap di atas, dan dilakukan dengan
penuh kesabaran tanpa adanya amarah dan demi mengharap ridho dan pertolongan
Allah, maka insya Allah supervisi dengan pendekatan direktif dalam lembaga
pendidikan Islam mampu diterapkan dengan baik. Semuanya bergantung pada peran
kepala madrasah atau kepala lembaga yang bertindak sebagai supervisor. Jadi
supervisor harus mempunyai jiwa rekonstruksi dan selalu bertaqwa kepada Allah.
Demikian rekonstruksi konsep pembinaan guru dalam pendidikan
Islam dengan pendekatan direktif yang dapat penulis kemukakan. Apabila
terdapat ketidaksetujuan atau saran, penulis menerimanya dengan hati terbuka.
2. Pendekatan Non-direktif (tidak
Langsung).
a. Pengertian Pendekatan Non-direktif
(tidak Langsung)
Pendekatan ini lahir dari pemahaman psikologi humanistik,
yang sangat menghargai orang yang akan dibantu, dengan mendengar permasalahan.
Dengan demikian pendekatan non-direktif yaitu cara pendekatan terhadap
permasalahan yang bersifat tidak langsung. Supervisor tidak secara langsung
menunjukkan permasalahan, tapi terlebih dahulu mendengarkan secara aktif apa
yang dikemukakan guru. Supervisor memberikan sebanyak mungkin kepada guru untuk
mengemukakan permasalahan yang dialami, oleh karena itu kepribadian guru yang
dibina begitu dihormati. Selain itu menurut Sri Banun Muslim, bahwa guru
harus mampu memecahkan masalahnya sendiri. Peranan supervisor disini adalah
mendorong/membangkitkan kesadaran sendiri dan pengalaman-pengalaman guru
diklasifikasikan. Pendekatan ini dilebih tepat digunakan terhadap guru yang
proesional. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada pendekatan
non-direktif ini guru menjadi central yang menentukan perbaikan pada dirinya
sendiri. Supervisor hanya membantu, mendorong guru agar mampu mengembangkan
kemampuannya dan kreativitasnya.
Adapun langkah-langkah pendekatan
non-direktif yaitu : mendengarkan, memberikan penguatan,
menjelaskan, menyajikan dan memecahkan masalah. Dan disimpulkan oleh Sri
Banun Muslim dengan istilah prilaku supervisi, yaitu meliputi: listenning (mendengarkan),
clarifying (mengklarifikasi), encouriging (mendorong), presenting
(menyajikan), problem solving (memecahkan masalah), negotiating (negosiasi),
demonstrating (menunjukkan), directing (mengarahkan), standadizing
(menyiapkan) dan reinforcing (memperkuat).
Secara etimologi pendekatan memiliki arti usaha mendekati.
Sedangkan supervisi pendidikan secara terminologi didefinisikan sebagai
serangkaian kegiatan untuk membantu personel sekolah dalam meningkatkan
kemampuannya sehingga lebih mampu mempertahankan dan melakukan perubahan
penyelenggaraan sekolah dalam rangka meningkatkan pencapaian tujuan sekolah.
Sedangkan kata non direktif bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia artinya
tidak langsung.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pendekatan supervisi non
direktif adalah cara pendekatan terhadap masalah yang sifatnya tidak langsung..
Pendekatan tidak langsung (non direktif) adalah cara pendekatan terhadap
permasalahan yang sifatnya tidak langsung. Sehingga perilaku supervisor tidak
secara langsung menunjukkan permasalahan, tapi ia terlebih dulu mendengarkan
secara aktif apa yang dikemukakan oleh guru.
Mengacu pada definisi supervisi non direktif diatas, apabila
kita kaitkan dengan konsep Islam, maka sesungguhnya Islam telah mewajibkan
setiap individu untuk mengevaluasi proses pembentukan pribadi dan perbaikannya,
dengan seluruh tindakannya. Islampun telah menetapkan bahwa dialah yang pertama
harus bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri. Rasulullah saw bersabda “Evaluasilah
diri kalian sebelum kalian dimintai pertanggungjawaban (oleh Allah)…”.
|
Adapun prinsip psikologi yang melandasi pendekatan supervisi
non direktif adalah psikologis humanistik, dimana psikologi ini sangat
menghargai orang yang akan dibantu. Oleh karena pribadi guru yang dibina begitu
dihargai, maka supervisor lebih banyak mendengarkan permasalahan yang dihadapi
guru. Dan karena bersifat tidak langsung maka supervisor tidak langsung menunjukkan
permasalahan, tetapi memberikan ruang dan kesempatan yang luas bagi guru untuk
menceritakan keberhasilan, keluhan dan masalah yang mereka alami. Baru kemudian
memberikan stimulus untuk kebaikan ke depannya. Sehingga guru menjadi subjek
yang dominan.
b.
Sasaran Supervisi Non Direktif
Sasaran supervisi non direktif adalah bergantung pada
prototipe guru. Adapun teori yang membahas pembagian prototipe guru adalah
teori yang dikemukakan oleh Glickman. Glickman memilah-milah guru menjadi
empat prototipe dengan mengemukakan bahwa setiap guru memiliki dua kemampuan
dasar yaitu, berfikir abstrak dan komitmen. Dari pembagian guru inilah kemudian
kita akan mengetahui pendekatan apa yang tepat diberikan kepada guru tersebut.
Berikut bagan pembagian prototipe guru menurut Glickman.
Dari bagan Glickman di atas diperoleh informasi bahwa:
1)
Pada
kuadaran I:
Daya Abstaksi (A+) dan Komitmen (K+)
artinya guru tersebut terkategori professional dan berhak mendapatkan supervisi
non direktif.
2)
Pada
kudran II:
Abstaksi (A+) dan Komitmen (K-)
artinya guru tersebut suka mengkritik sehingga layak mendapatkan supervisi
kolaburatif.
3)
Pada
kuadran III:
Abstaksi (A-) dan Komitmen (K+)
artinya guru tersebut guru yang sibuk dan layak mendapatkan supervisi
kolaburatif.
4)
Pada
kuadran IV:
Abstaksi (A-) dan Komitmen (K-)
artinya guru tersebut tidak bermutu dan tepatnya diberi supervisi direktif.
Dari keterangan di atas jelaslah bahwa sasaran
pendekatan supervisi non direktif ini adalah guru pada kuadran I yaitu guru
profesioanal. Berdasarkan prototipe ini maka munculnya kasus guru senior yang
cenderung menganggap supervisi merupakan kegiatan yang tidak perlu karena
menganggap dirinya telah memiliki kemampuan dan pengalaman yang lebih dapat
dihindarkan. Karena semua guru mendapatkan jatah supervisi masing-masing dengan
pendekatan dan teknik supervisi yang berbeda.
c.
Perbedaan Karakteristik Pendekatan Direktif dengan
Non Direktif
No
|
Pendekatan Direktif
|
Pendekatan Non Direktif
|
1
4
5
6
7
|
Dikembangkan berdasarkan teori psikologi behaviorisme
Kegiatan dilakukan dengan keterpaksaan
Keingginan dan tanggapan individu diabaikan
Diterapkan pada guru tidak bermutu
Diberlakukan punishment
Supervisor lebih dominan
Bersifat mengarahkan
|
Dikembangkan berdasarkan teori psikologi humanistik
Kegiatan dilakukan dengan kesadaran sendiri
Keinginan dan tanggapan individu dihargai dan tidak
disalahkan
Diterapkan pada guru professional
Tidak diberlakukan pusnishment
Guru lebih dominan
Bersifat dialog dan mendengarkan
|
d.
Perilaku Supervisor Dalam Supervisi Non Direktif
Pendekatan supervisi non direktif berangkat dari premis
bahwa belajar pada dasarnya adalah pengalaman pribadi, sehingga pada akhirnya
guru harus mampu memecahkan masalahnya sendiri. Bagi seorang guru pemecahan
masalah itu tidak lain adalah upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan
pengalaman belajar murid di kelas. Dalam kondisi yang demikian maka ketika
hendak berkonsultasi pada supervisor, ada beberapa hal yang harus diperhatikan
guru, diantaranya:
1)
Penentuan
kegiatan dalam pembelajaran dan pencapaian prestasi belajar siswa.
2)
Aksi
atau kegiatan khusus, metode, strategi dan proses pengumpulan data yang
berkaitan dengan kegiatan pembelajaran (sebagai refleksi diri dan bahan
konsultasi selanjutnya).
3)
Penentuan
sumber media yang digunakan.
Adapun secara teknis perilaku supervisor dalam pendekatan
non direktif ini adalah:
1)
Mendengarkan
Mendengarkan disini dalam artian
supervisor mendengarkan terlebih dahulu laporan-laporan guru baik berupa
keberhasilan maupun permasalahan yang mereka hadapi. Seorang supervisor harus
serius mendengarkan keluhan yang dihadapi guru hingga mengalami masalah
yang sedang dia hadapi. Rasulullah saw dalam sebuah hadist bersabda: “Di
antara akhlak seorang mukmin adalah berbicara dengan baik, bila mendengarkan
pembicaraan tekun, bila berjumpa orang dia menyambut dengan wajah ceria dan
bila berjanji ditepati.” (HR. Ad-Dailami)
Krajewski seorang pakar supervisi
klinis menemukan bahwa supervisor yang sedikit bicara, lebih banyak memberi
pujian, dan menggunakan gagasan guru, lebih berhasil daripada guru yang tidak
dilatih menggunakan perilaku supervisi yang non direktif. Karena supervisi non
direktif ini objeknya adalah guru professional maka biasanya kaya ide, dan
dengan sentuhan yang sedikit mereka sudah paham apa yang harus dilakukan.
2)
Memberi
penguatan
Setelah mengetahui berbagai keluhan
yang dialami guru maka perilaku supervisor selanjutnya adalah memberi
penguatan. Penguatan ini bisa berupa pujian, atau motivasi. Motivasi yang
positif akan mendorong manusia untuk berbuat positif atau kebaikan juga.
Sehingga dari penguatan yang berupa motivasi positif ini diharapkan mampu
menghilangkan keburukan. Motivasi positif ini seirama dengan firman Allah swt
yang berbunyi: “ Sesungguhnya kebaikan itu akan melenyapkan keburukan”
3)
Menjelaskan
Penjelasan supervisor kepada gurupun
hendaknya disesuaikan dengan kapasitas kemampuan guru. Meskipun supervisi non
direktif ini diberlakukan kepada guru yang professional, supervisor harus tetap
memberikan penjelasan sesuai dengan tingkat pemahaman guru. Dalam hal ini
Rasulullah saw bersabda “ Kamu sekali-kali janganlah memberi penjelasan
kepada suatu kaum, penjelasan yang tidak bisa dijangkau oleh akal mereka,
kecuali ia akan menjadi fitnah bagi sebagian diantara mereka”.
4)
Menyajikan
Menyajikan disini bisa dimaknai
dengan supervisor menyajikan solusi baik berupa petunjuk praktis atau teori.
Dengan petunjuk praktis ini memudahkan guru untuk memahami ilmu yang diberikan
oleh supervisor. Model penjelasan dengan petunjuk praktis ini bila kita merujuk
pada metode pengajaran Rasulullah adalah nampak ketika Rasulullah mengajarkan
Sholat kepada kaumnya.
5)
Memecahkan
masalah
Perilaku berikutnya adalah
supervisor membantu memecahkan masalah yang dihadapi guru. Pemecahan masalah
ini dalam rangka mengubah kondisi-kondisi yang tidak tepat menjadi tepat.
Karena karakteristik supervisi non direktif ini bersifat dialog, maka dalam
proses pemecahan masalah ini supervisor hendaknya dialog atau bermusyawarah
dengan guru untuk mencari solusi bersama. Allah swt berfirman: “… Karena itu
ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan
mereka dalam urusan itu[246]. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad,
Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya”.
e.
Tahapan Pelaksanaan Supervisi Non Direktif
Secara garis besar dalam pelaksanaan supervisi non direktif
memiliki tahapan yang hampir sama dengan supervisi lainnya. Adapun
tahapan-tahapan itu sebagai berikut:
1)
Percakapan
awal (pre –conference)
Supervisor bertemu dengan guru atau
sebaliknya. Mereka membicarakan masalah yang dihadapi guru.
2)
Observasi
Dalam percakapan awal supervisor
berjanji akan mengobservasi kelas atau sebaliknya guru mengundang supervisi
untuk mengadakan observasi di kelas.
3)
Analisis
/ interpretasi
Dalam observasi digunakan alat
pencatatan data. Data dianalisis dan ditafsir.
4)
Percakapan
akhir (past conference)
Setelah data dianalisis lalu dibahas
bersama dalam suatu percakapan.
5)
Analisis
akhir
Hasil percakapan yang dibahas
bersama untuk ditindaklanjuti.
6)
Diskusi
Tahap
akhir diadakan diskusi.
Contoh Penerapan Supervisi Non Direktif
Berikut
adalah usaha supervisi non direktif yang dilakukan kepada sekolah kepada Pak
Andriys guru bahasa Inggris.
Pak
Andriys pada saat istirahat berdiri termenung di dekat pintu ruang guru.
Kepala
Sekolah : Pak Andriys, mengapa anda termenung? Apa
yang anda pikirkan. (Membuka dialog)
Pak
Andriys : Saya
sedang memikirkan Tono siswa kelas II. Hasil belajarnya rata-rata baik
semuanya. Hanya bahasa Inggris yang tidak baik, saya sudah mendekati dia tapi
dia diam saja. (Mengungkap masalah)
Kepala
Sekolah : Pak Andriys, saya pikir ada banyak cara
untuk memahami Tono. Coba dekati dia lagi. (Penguatan, Penjelasan, Menyajikan,
Pemecahan Masalah)
Pak
Andriys : Baik Pak,
saya memerlukan waktu untuk mendekati dia.
Kepala
Sekolah : Saya percaya bahwa Pak Andriys akan
berhasil (Penguatan)
Pak
Andriys mencoba mengajak Tono. Waktu istirahat Pak Andriys berjalan mendekati
Tono, diajak berbincang tentang hobinya di rumah. Tono bercerita tentang
kesibukannya di rumah. Tono mengatakan bahwa dia banyak membantu orang tua di
rumah. Dan tidak ada buku bahasa Inggris di rumah. Pak Andriys meminjamkan beberapa
buku agar Tono membacanya. (Aktivitas Observasi masalah)
Beberapa
waktu kemudian, Pak Andriys menceritakan kepada Sekolah bahwa Tono sekarang
sudah rajin membaca buku bahasa Inggris. Kadang-kadang dia membuat syair dalam
bahasa Inggris. Pak Andriys menyuruh Tono membaca syairnya di kelas. Kepala
Sekolah meminta Tono untuk membaca syairnya kepada anak-anak sekolah.
(Aktifitas pelaporan perkembangan)
Sebulan
kemudian, Pak Andriys menceritakan kepada kepala sekolah bahwa Tono telah
tampil dengan semangat baru bila mengikuti pelajaran bahasa Inggris. Kepala
sekolah sangat gembira, karena Tono telah mengalami perubahan dan sudah senang
dengan bahasa Inggris. Akhir semester Pak Andriys melaporkan bahwa nilai Tono
sangat memuaskan. Kepala sekolah gembira dan menceritakan kepada Pak Andriys.
(Aktifitas pelaporan perkembangan dan penguatan supervisor atas keberhasilan
guru)
Dari
contoh di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam proses pemberian supervisi,
ada beberapa hal yang perlu diingat, yaitu pendekatan, perilaku supervisor dan
teknik pemberian supervisi yang akan diberikan.
f.
Penerimaan Guru Terhadap Pendekatan Supervsi Non
Direktif
Dalam penelitian Blumberg menemukan bukti dan menunjukkan
bahwa guru lebih suka jika supervisor mengunakan pendekatan non directif
dalam wawancara supervisi. Tugas supervisor adalah meminta penjelasan terhadap
hal-hal yang telah diungkapkan guru, terutama hal yang tidak dipahami.
Selanjutnya ia mendorong guru untuk mewujudkan inisiatif yang dipikirkan oleh
guru untuk memecahkan masalah yang dihadapinya atau untuk meningkatkan
pengajarannya.
Blumberg dan Weber menemukan bahwa moral para guru
berhubungan dengan perilaku supervisi. Jika supervisor dianggap perilaku
supervisi direktifnya rendah dan perilaku supervisi non direktifnya tinggi,
maka moral guru tinggi. Sebaliknya jika supervisor dianggap tinggi dalam
perilaku direktifnya dan rendah dalam perilaku non direktifnya maka moral guru
rendah. Dari temuan ini disimpulkan bahwa moral guru berkorelasi dengan
perilaku supervisi.
Sedangkan dalam penelitian Ginkel menyebutkan bahwa
peringakat pendekatan non direktif dari kalangan guru menempati urutan kedua
diantara pendekatan direktif dan kolaburatif. Dari perbedaan ini penulis
menyimpulkan bahwa bagi guru yang sudah professional memang yang tepat di
terapkan supervisi non direktif. Sehingga perbedaan hasil penelitian tersebut
menunjukkan adanya perbedaan objek penelitian (guru yang diteliti).
3. Pendekatan Kolaboratif.
a. Pengertian Pendekatan Kolaboratif
Pendekatan kolaboratif ini lahir dari psikologi kognitif,
yang beranggapan bahwa belajar adalah hasil paduan antara kegiatan individu dan
lingkungan pada gilirannya nanti berpengaruh dalam pembentukan aktivitas
individu. Dengan demikian pendekatan kolaboratif adalah cara pendekatan yang
memadukan cara pendekatan direktif dan non-direktif. Pada pendekatan ini
Supervisor dan guru bersama-sama, bersepakat untuk menetapkan struktur, proses
dan kriteria dalam melaksanakan proses percakapan terhadap masalah yang
dihadapi, pendekatan kolaboratif ini mengunakan kumunikasi dua arah, dari atas
ke bawah dan dari bawah ke atas. Pendekatan ini dilebih tepat digunakan
terhadap guru tukang kritik atau terlalu sibuk. Tugas supervisor adalah
meminta penjelasan kepada guru apabila ada hal-hal yang diungkapkannya kurang
dipahami, kemudian mendorong guru untuk mengaktualisasikannya inisiatif yang
dipikirkannya untuk memecahkan masalah yang dihadapinya atau meningkatkan
pengajarannya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada pendekatan
kolaboratif ini, yang menjadi central adalah supervisor dan guru. Keduanya
saling mengisi untuk menentukan perbaikan dan pengembangan kemampuan
dan kreativitas guru.
Adapun langkah-langkah pendekatan
non-direktif yaitu : menyajikan, menjelaskan, mendengarkan,
memecahkan masalah dan negosiasi. Dan disimpulkan oleh Sri Banun Muslim
dengan istilah prilaku supervisi, yaitu meliputi : presenting (menyajikan), problem
solving (pemecahan masalah), dan negotiating (negosiasi).
Yang dimaksud dengan pendekatan kolaboratif adalah cara
pendekatan yang memadukan cara pendekatan direktif dan non–direktif menjadi
pendekatan baru. Pada pendekatan ini baik supervisor maupun guru bersama-sama,
bersepakat untuk menetapkan struktur, proses dan kriteria dalam melaksanakan
proses percakapan terhadap masalah yang dihadapi guru. Pendekatan ini
didasarkan pada psikologi kognitif. Psikologi kognitif beranggapan bahwa
belajar adalah hasil panduan antara kegiatan individu dengan lingkungan pada
gilirannya nanti berpengaruh dalam pembentukan aktivitas individu. Dengan
demikian pendekatan dalam supervisi berhubungan pada dua arah. Dari atas ke
bawah dan dari bawah ke atas. Perilaku supervisor adalah sebagai berikut:
(1).
Menyajikan
(2).
Menjelaskan
(3).
Mendengarkan
(4).
Memecahkan masalah
(5).
Negosiasi
Ketiga macam pendekatan sudah dikemukakan, yaitu pendekatan
langsung (direktif), pendekatan tidak langsung (non-direktif), dan pendekatan
kolaboratif. Sudah tentu pendekatan itu diterapkan melalui tahap-tahap kegiatan
pemberian supervisi sebagai berikut:
1) Percakapan awal (pre –conference)
Supervisor bertemu dengan guru atau
sebaliknya. Mereka membicarakan masalah yang dihadapi guru
2) Observasi
Dalam
observasi digunakan alat pencatatan data. Dalam percakapan awal supervisor
berjanji akan mengobservasi kelas atau sebaliknya guru mengundang supervisi
untuk mengadakan observasi di kelas.
3) Analisis / interpretasi
Dalam observasi digunakan alat
pencatatan data. Data dianalisis dan ditafsir.
4) Percakapan akhir (past conference)
Setelah data dianalisis lalu dibahas
bersama dalam suatu percakapan.
5) Analisis akhir
Hasil percakapan yang dibahas
bersama untuk ditindaklanjuti.
6) Diskusi
Tahap akhir diadakan diskusi.
Dalam proses pemberian supervisi, ingatlah pendekatan,
perilaku supervisor dan teknik pemberian supervisi yang dikemukakan dapat
diterapkan.
b. Analisis
Supervisi dengan Pendekatan Kolaboratif berdasarkan Sikap dan Peranan
Supervisor dalam Proses Supervisi.
Pendekatan kolaboratif ini diaplikasikan pada guru yang
termasuk kategori guru energik dan guru konseptor dalam proses supervisi.
Guru yang terlalu sibuk/energik , guru ini mempunyai
tanggung jawab dan komitmen yang tinggi , tetapi tingkat abstraksinya rendah .
Guru ini energik punya kemauan keras, dan antusias dalam bekerja. Cita-citanya
tinggi, ingin berprestasi melalui kerja keras dalam membina para siswa belajar,
bermaksud melakukan inovasi dalam pembelajaran agar lulusannya meningkat. Para
siswa sering diberi tugas rumah yang banyak dengan harapan prestasi mereka
meningkat. Tetapi kemauan besar dan niat baik itu terganjal oleh kemampuan umum
guru ini yang kurang bagus, yang mengakibatkan jarang sekali ia dapat
mewujudkan niat baiknya. Terlalu banyak yang ingin digapai tidak sesuai dengan
kemampuannya yang rendah , membuat banyak pekerjaannya terbengkelai.
Guru tukang kritik/konseptor, guru ini pandai membuat
konsep-konsep baru tentang pembelajaran maupun sekolah, tetapi tidak mampu
mewujudkan konsep itu. Hal ini disebabkan rasa tanggung jawab dan komitmennya
rendah, walaupun ia memiliki tingkat abstraksi yang tinggi. Dalam tugas
sehari-hari ia sering mengemukakan ide-ide yang bagus yang sifatnya inovatif.
Ia dapat menjelaskan ide-ide itu dengan rasionalitas yang relative tepat
beserta langkah-langkah mewujudkan program itu. Namun bila ia disuruh untuk
mewujudkan cita-cita itu, memelopori hal-hal yang ia pandang inovatif, ia
selalu menolak. Ia tidak mau berkorban waktu, tenaga maupun pikiran untuk
merealisasi cita-cita itu. Ia tidak punya komitmen untuk melakukan sesuatu.
Kolaborasi adalah kerja sama antara guru dan supervisor .
pendekatan ini berasal dari psikologi kognitif. Kerja sama dilakukan dalam
banyak hal untuk memajukan kedua guru ini.
Bagi guru yang terlalu sibuk/energik kerja sama ini
dilakukan untuk membantu guru dalam melaksanakan ide dan cita-citanya yang
besar. Supervisor mengajak guru ini agar tidak berhenti di tengah jalan
melainkan memberi dorongan dan bantuan agar proyek-proyeknya dapat ia
selesaikan.
Sementara itu bagi guru tukang kritik/konseptor kerja
supervisor memberi dorongan dan fasilitas agar guru ini bersedia menjadi ketua
pelaksana ide yang ia ciptakan agar buah ide itu dapat dinikmati oleh warga
sekolah , terutama para siswa.
Dalam pendekatan kolaboratif ini
dapat dilakukan metode berdasarkan kontrak, yaitu suatu strategi yang dibuat
oleh supervisor untuk memberi semacam paksaan kepada kedua guru ini sebagai
suatu ikatan . Kontrak yang ditandatangani atau hanya kesepakatan lisan ini
secara psikologis akan memberi pengaruh kepada itikad guru untuk mengisi dan
menyelesaikan kontrak itu . Bagi guru energik diharapkan akan dapat memenuhi
kemauan keras dan cita-cita yang tinggi bisa diwujudkan sesuai dengan kontrak
yang telah disepakati . Demikian pula dengan guru konseptor, diharapkan tidak
hanya mampu membuat konsep saja melainkan juga mampu mewujudkan konsep itu
dalam praktek sehari-hari.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari penjelasan panjang lebar di atas, maka dapat
disimpulkan beberapa hal :
1. Supervisi pendidikan adalah
supervisi pendidikan adalah bantuan yang diberikan kepada personel pendidikan
untuk mengembangkan proses pendidikan yang lebih baik. Personel pedidikan
dimaksud meliputi; kepala sekolah, guru dan petugas sekolah lainnya termasuk
staf administrasi. Dalam menjalankan tugasnya personel sekolah sering
menghadapi masalah-masalah pendidikan, oleh karena itu pengawas sekolah perlu
melakukan bimbingan dan pengarahan dalam bidang administratif maupun akademik
khususnya perbaikan pada aspek pengelolaan pengajaran yang dilakukan guru;
2. Tujuan supervisi pendidikan adalah
adalah memberikan layanan dan bantuan untuk mengembangkan situasi belajar
mengajar yang dilakukan guru di kelas yang pada gilirannya dapat meningkatkan
kualitas belajar siswa. Secara umum, pembinaan guru atau supervisi pendidikan
bertujuan untuk memberikan bantuan dalam mengembangkan situasi belajar mengajar
yang lebih baik, melalui usaha peningkatan profesional mengajar, menilai
kemampuan guru sebagai pendidik dan pengajar dalam bidang masng-masing guna
membantu mereka melakukan perbaikan dan pembinaan dalam rangka meningkatan
kualitas pendidikan;
3. Fungsi dari supervisi pendidikan
adalah untuk memotivasi idealisme para guru dan mengupayakan fasilitas begitu
juga sebagai media pembelajaran yang akomodatif agar proses pembelajaran
berjalan lancar dan sempurna;
4. Beberapa pendekatan yang telah
dikemukakan dalam isi makalah diatas dapat menjadi pilihan bagi supervisor
dalam melakukan supervisi sesuai dengan kondisi dan keadaan guru yang
bersangkutan, antara lain yang dikemukakan oleh Wahyudi antara lain adalah
pendekatan kolegial, pendekatan klinis, pendekatan individual atau pendekatan
artistik.
DAFTAR PUSTAKA
Daryanto,
Adminitrasi Pendidikan, PT Rineka Cipta: Jakarta 2005, cet- 3
Suhardan,
Dadang. 2006, Supevisi Bantuan Profesional, Bandung : Mutiara Ilmu
Muhaimin.
2012,Paradigma Pendidikan Islam, bandung: PT Remaja Rosda Karya
Wahyudi.
2012, Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Organisasi Pembelajar (Learning
Organization), Bandung: CV. Alfabeta
GBHN
Tap MPR No. IV/ MPR/ 1999, Bagian Pendidikan, Jakarta : Sinar Grafika, 2002
Pedoman
Pengembangan Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Depag RI, Jakarta, 2003
Herabuddin.
2009, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung : CV. Pusaka Setia
Imran,
Ali. 2012, Supervisi Pembelajaran Tingkat Satuan Pendidikan, jakarta: PT
Bumi Aksara
Sahertian,
Piet A. 2000, Kosep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan ; Dalam
Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Muslim,
Sri Banun. 2010, Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas
Profesionalisme Guru, Jakarta : CV Alfabeta, IKAPI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar