Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Sabtu, 26 Maret 2016

MAKALAH LINGKUNGAN EKSTERNAL LEMBAGA PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dengan perkembangan zaman di dunia pendidikan yang terus berubah dengan signifikan sehingga banyak merubah pola pikir pendidik, dari pola pikir yang awam dan kaku menjadi lebih moderat. Hal tersebut sangat berpengaruh dalam kemajuan pendidikan di Indonesia. Menyikapi hal tersebut pakar-pakar pendidikan mengkritisi dengan cara mengungkapkan konsep dan teori pendidikan yang sebenarnya untuk mencapai tujuan pendidikan yang sesungguhnya.
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya supaya memiliki kekuatan spiritual keagamaan, emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Dalam suatu kegiatan usaha yang berskala besar maupun kecil pun, perlu adanya kehati-hatian dan kesiapan dalam menentukan suatu kebijakan sehingga nantinya kendala serta resiko usaha yang timbul akan dapat diantisipasi seminimal mungkin.
Apalagi dalam dunia pendidikan yang memiliki kompleksitas permasalahan yang cukup rumit serta berbagai pengaruh yang besar bagi berlangsungnya kegiatan blajar mengajar dan hasil yang diharapkan. Tentunya di perlukan suatu analisa yang yang jeli serta strategi-strategi yang tepat dalam pengambilan suatu keputusan. Pengambilan suatu keputusan dalam tingkatan manajer maupun top manajeman sangat di pengaruhi oleh berbagai faktor. Baik faktor internal maupun eksternal.
Lingkungan eksternal dan lingkungan internal mempunyai peran yang cukup penting dalam usaha pengambilan keputusan guna mewujudkan visi misi lembaga pendidikan Islam yang diinginkan. Interaksi antar lingkungan internal maupun eksterrnal akan sangat mempengaruhi kemampuan serta strategi-strategi penting bagi para pengambil keputusan.
Oleh Karena itulah perlu adanya pemahaman serta pengetahuan tentang kondisi serta hal-al apa saja yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan khususnya tentang lingkungan eksternal yang nantinya akan dibahas pada makalah kami ini.

 B. Rumusan Masalah
Dari Latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud dengan lingkungan eksternal ?
2.      Apa yang dimaksud dengan lembaga pendidikan Islam?
3.      Bagaimana analisis permasalahan lingkungan eksternal tehadap lingkungan pendidikan islam?

C. Tujuan Masalah
Tujuan dari penulisan makalah ini ioalah:
1.        Untuk menjelaskan lingkungan eksternal
2.        Menjelaskan lembaga pendidikan Islam
3.        Menganalisa permaslahan lingkungan eksternal terhadap lingkungan pendidika islam


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Lingkungan eksternal
Lingkungan (environment) dalam lingkup yang luas memiliki arti sesuatu yang bersifat fisik dan non fisik yang mempengaruhi kehidupan seseorang. Lingkungan ternyata sangat berpengaruh terhadap pengembangan kemampuan sebuah lembaga pendidikan islam.
Lingkungan eksternal merupakan pencermatan dan identifikasi terhadap kondisi lingkungan di luar organisasi ( dalam hal ini lembaga pendidikan islam) yang dapat terdiri dari lingkungan sosial, budaya, ekonomi, teknologi, politik, ekologi dan keamanan, pencermatan ini akan menghasilkan  indikasi menganai peluang (opportunities) dan tantangan (threas) organisasi dalam mewujudkan tujuan dan sasaran organisasi.[1]
Ada beberapa faktor lingkungan eksternal diantaranya ialah faktor demografis (berkaitan dengan populasi penduduk, kepadatan penduduk, lokasi, usia, gender, ras, dan pekerjaan), lingkungan ekonomi (economic environment, lingkungan alam (natural environment), lingkungan teknologi (technology environment) yang bukan lebih menitik beratkan pada kecanggihan teknologinya melainkan pada ketepatan dalam penggunaannya yang dapat mempermudah suatu pekerjaan, lalu ada faktor lingkungan politik (politic environment). Kemudian faktor lingkungan budaya (culture environment) yang dapat meninjau seberapa jauh pendidikan dapat mempengaruhi budaya. Hal tersebut diatas perlu diperhatikan oleh lembaga pendidikan islam agar dapat beradaptasi dengan lingkungan eksternalnya.

B.     Lembaga pendidikan Islam
Lembaga menurut bahasa adalah “badan” atau “organisasi” (tempat berkumpul).[2] Badan (lembaga) pendidikan, menurut Ahmad D. Marimba adalah organisasi atau kelompok manusia yang karena satu dan lain hal memikul tanggung jawab pendidikan kepada peserta didik sesuai dengan badan tersebut.[3]
Lembaga pendidikan Islam ialah suatu bentuk organisasi yang diadakan untuk mengembangkan lembaga-lembaga Islam yang baik, yang permanen, maupun yang berubah-ubah dan mempunyai struktur tersendiri yang dapat mengikat individu yang berad adalam naungannya, sehingga lembaga ini mempunyai kekuatan hokum tersendiri.[4]
Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa lembaga pendidikan Islam adalah tempat atau oganisasi yang menyelenggarakan pendidikan Islam, yang mempunya istruktur yang jelas dan bertanggung jawab atas terlaksananya pendidikan Islam.Oleh karena itu, lembaga pendidikan Islam tersebut harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan terlaksananya pendidikan dengan baik, menurut tugas yang diberikan kepadanya, seperti sekolah (madrasah) yang melaksanakan proses pendidikan Islam.
Secara konsep, lembaga sosial terdiri atas tiga bagian, yaitu (1) asosiasi, misalnya universitas atau persatuan , (2) organisasi khusus misalnya sekolah, rumah sakit, (3) pola tingkah laku yang telah menjadi kebiasaan. Dalam Islam, pola tingkah laku yang telah melembaga pada jiwa setiap individu muslim mempunyai dua bagian, yaitu lembaga yang tidak dapat berubah dan lembaga yang dapat berubah.[5]

C.    Analisis permasahan lingkungan eksternal terhadap lembaga pendidikan islam
Permasalahan eksternal pendidikan di Indonesia dewasa ini sesungguhnya sangat komplek. Hal ini dikarenakan oleh kenyataan kompleksnya dimensi-dimensei eksternal pendidikan itu sendiri. Dimensi-dimensi eksternal pendidikan meliputi dimensi sosial, politik, ekonomi, budaya, dan bahkan juga dimensi global.
1.    Masalah Sosial
Ada sebuah adegium yang menyatakan bahwa di dunia ini tidak ada yang abadi, semuanya berubah; satu-satunya yang abadi adalah perubahan itu sendiri. Itu artinya, perubahan social merupakan peristiwa yang tidak bisa dielakkan, meskipun ada perubahan social yang berjalan lambat dan ada pula yang berjalan cepat.
Bahkan salah satu fungsi pendidikan, sebagaimana dikemukakan dalam pembahasan fungsi pendidikan, adalah melakukan inovasi-inovasi sosial, yang maksudnya tidak lain adalah mendorong perubahan sosial. Fungsi pendidikan sebagai agen perubahan sosial tersebut, dewasa ini ternyata justru melahirkan paradoks.
Kenyataan menunjukkan bahwa, sebagai konsekuansi dari perkembangan ilmu perkembangan dan teknologi yang demikian pesat dewasa ini, perubahan sosial berjalan jauh lebih cepat dibandingkan upaya pembaruan dan laju perubahan pendidikan. Sebagai akibatnya, fungsi pendidikan sebagai konservasi budaya menjadi lebih menonjol, tetapi tidak mampu mengantisipasi perubahan sosial secara akurat.[6]
Dalam kaitan dengan paradoks dalam hubungan timbal balik antar pendidikan dan perubahan sosial seperti dikemukakan di atas, patut kiranya dicatat bahwa negara-negara yang tidak mampu mengikuti revolusi industri mutakhir akan ketinggalan dan berangsur-angsur kehilangan kemampuan untuk mempertahankan kedudukannya sebagai negara merdeka. Dengan kata lain, ketidak mampuan mengelola dan mengikuti dinamika perubahan sosial sama artinya dengan menyiapkan keterbelakangan. Permasalahan perubahan sosial, dengan demikian harus menjadi agenda penting dalam pemikiran dan praksis pendidikan nasional.
2.      Masalah Politik
Hubungan antara politik dan pendidikan tampak demikian erat. Perkembangan kegiatan-kegiatan kependidikan banyak dipengaruhi oleh para penguasa dan para penguasa memerlukan hubungan yang baik dengan institusi-institusi pendidikan untuk membenarkan dan mempertahankan kekuasaan mereka.
Menurut Albernetty dan Combe (1965) dalam Agung Prihantoro (2000), bahwa hubungan timbal balik antara pendidikan dan politik dapat terjadi melalui tiga aspek yaitu: Pembentukan sikap kelompok (group attitude) Aspek pertama yaitu pembentukan sikap kelompok, dalam arti rakyat Indonesia telah menjadi korban imperialisme budaya, sehingga mereka cenderung menginginkan sistem pendidikan secara terpisah, maka dari itu timbul dua sistem yaitu: Sistem keagaman Islam dan Sistem non keagamaan Islam, Maka lahirlah sekolah Islam, sekolah Kristen dan lain-lain.[7]
 Masalah pengangguran (unemployment) Aspek kedua masalah pengangguran, dalam arti dalam dunia politik seseorang itu dipersyaratkan harus mempunyai pendidikan yang cukup tinggi karena hanya publik yang terdidiklah yang diminta turut serta bertanggung jawab dalam pembangunan bangsa.
 Sedangkan bagi mereka yang berpendidikan rendah pengangguranlah baginya Peranan politik kaum cendekiawan (the political role of the intelligentsia). Aspek ketiga peranan politik kaum cendekiawan, dalam arti para cendekiawan mempunyai peranan penting dalam politik, karena merekalah salah satu yang menjalankan roda pemerintahan dan mereka pulalah yang mempengaruhi maju mundurnya politik dalam suatu Negara.
Karena yang dinamakan cendekiawan pasti dia adalah orang yang bersal dari kalangan ilmuan pendidikan yang sangat baik. Sehingga dia bisa berpereb dalam dunia politik, yang mana proses dan lembaga-lembega pendidikan memiliki banyak dimensi dan aspek politik. Sedangkan lembaga-lembaga tersebut mempunyai fungsi penting dalam sistem politik dan terhadap perilaku politik dalam bentuk yang berbeda-beda.
3.      Masalah Ekonomi
 Dalam rangka mencapai prestasi belajar anak sudah barang tentu harus ditunjang oleh berbagai sarana dan media belajar terutama dalam rumah tangga. Namun demikian, pemenuhan kebutuhan belajar anak harus ditunjang oleh kecukupan dan kemantapan ekonomi keluarga. Ekonomi keluarga sangat termasuk salah satu faktor keberhasilan dan kegagalan pendidikan bagi anak.
Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono bahwa “Faktor biaya merupakan faktor faktor yang sangat penting karena belajar dan kelangsungannya sangat memerlukan biaya”. Misalnya untuk membeli alat-alat, uang sekolah dan biaya lainnya. Maka keluarga yang miskin akan merasa berat untuk mengeluarkan biaya yang bermacam-macam itu, karena keuangan dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan anak sehari-hari.[8]
 Lebih-lebih keluarga untuk dengan banyak anak, maka hal ini akan merasa lebih sulit lagi. Keluarga yang miskin juga tidak dapat menyediakan tempat untuk belajar yang memadai, di mana tempat belajar itu merupakan salah satu sarana terlaksananya belajar secara efisien dan efektif. Pembentukan pribadi dan sebagainya.
Upaya apapun yang dilakukan oleh para pengelola sekolah dalam rangka menciptakan proses belajar mengajar yang efektif dan efisien jika tidak ditunjang oleh ekonomi keluarga pihak siswa (orangtua siswa), niscaya upaya itu akan sia-sia.
Misalnya, lengkapnya media belajar dan sarana mengajar yang dimiliki oleh sebuah sekolah, akan tetapi sarana belajar siswa di rumah kurang memadai, maka mungkin hanya proses mengajar saja yang efektif dan efisien, tetapi proses belajar terutama belajar mandiri di rumah tidak seperti apa yang diharapkan. Paradigma ini menunjukkan bahwa masalah ekonomi dapat mempengaruhi proses belajar mengajar siswa baik di sekolah maupun di rumah.
4.      Masalah Budaya
Salah satu budaya yang paling sederhana, dapat dilihat pada permasalahan perasaan malu. Jika dulu perasaan malu dominan dalam kehidupan masyarakat, namun kini perasaan tersebut semakin menipis dan menguap, sehingga melicinkan mereka untuk melakukan hal-hal yang semula di pandang kurang bahkan tidak pantas.
Di antara pengaruh dunia Barat yang tertanam pada bangsa kita, khususnya anak usia sekolah adalah sebagai berikut: [9]
1.      Selebmania Seleb berarti ternama, kesohor atau figur.
Selebritis berarti orang ternama, kesohor atau yang dijadikan figur, selebmania berarti pengagung berat tokoh-tokoh ternama tersebut. Tokoh ternama yang dimaksud adalah artis atau mereka yang terjun di dunia hiburan baik sebagai penyanyi, bintang film, sinetron, foto model, peragawati, atau presenter dunia hiburan. Selebmania, kultusme atau kekaguman yang berlebihan terhadap artis. Sekarang sudah menjadi wabah penyakit baru dikalangan remaja modern, para remaja dengan tanpa melihat moral artis tetap saja tergila-gila dengan sosok artis idolanya. Bahkan tak terbatas sampai di sana, merekapun berlomba meniru artis pujaannya itu.
2.      Premium Call HP memiliki perluang besar untuk berbuat maksiat.
 Dan tak dapat dipungkiri ada juga premium call untuk tujuan positif premium call pada hakekatnya merupakan salah satu kemudahan yang dihasilkan oleh jaringan komunikasi pintar (intellegent network) dilingkungan PT melalui premium call dapat diperoleh berbagai informasi yang mungkin diperlukan masyarakat yaitu informasi umum/layanan masyarakat, hiburan, bisnis/ekonomi dan informasi langsung. Kenyataan di lapangan premium call banyak disalah gunakan kini premium call bukan hanya sebagai alat komunikasi saja.
Tetapi bentuk hand phone kini dianggap sebagai asesoris untuk pelengkap penampilan sebagai penambah gaya, modis dan trendy, mereka merasa malu/tidak gaul kalau tidak mempunyai alat tersebut, dan dan mereka tidak mau ketinggalan zaman sehingga apa pun caranya mereka lakukan untuk bisa membeli alat tersebut.
3.      Diskotik Diskotik atau Pub
Ini sudah dikenal sejak zaman penjajahan. Tempat ini sudah dimafhumi sebagai tempat maksiat. Diskotik bukan saja tempat ajojing tapi juga khalwat, ikhtilat pamer aurat mejeng tak karuan. Bahkan transaksi seks tempat tersebut dikenal pula sebagai tempat mabuk-mabukan dan transaksi narkoba.
4.      Punk Club
Ciri khas dari punk adalah celana jeans sobek-sobek peniti cantel (safety pins) yang dicantelkan atau di kenakan di telinga, pipi, aksesoris lain seperti swastika, kalung anjing, dan model rambut spike-top dan mohican. Model rambut spike-top atau model rambut standar kaum punk sementara model rambut mohican atau biasa disebut dengan mohawk yaitu model rambut yang menggabungkan gaya spike-top dengan cukur di bagian belakang dan samping untuk menghasilkan efek bentuk bulu-bulu yang tinggi, atau sekumpulan krucut.
Kadang-kadang mereka mengecet rambutnya dengan warna-warna cerah seperti hijau menyala, pink, ungu dan orange. Punk adalah kelompok remaja radikal yang menentang berbagai bentuk kemapanan hidup mereka ingin hidup bebas tanpa aturan. Dan danan yang tidak karuan seperti itu bagi mereka sebuah kemajuan.
Para orang tua hendaknya dapat membentengi putra-putrinya dengan pondasi moral yang kokoh agar anak tidak terjerumus dalam kelompok berbahaya ini. Dan sesungguhnya masih amat sangat banyak budaya-budaya di negara kita ini yang membuat pendidikan menjadi terabaikan, dan pemakalah tidak mungkin memaparkan semuanya karena ada keterbatasan dari pemakalah.
5.      Masalah Globalisasi
Globalisasi mengandung arti terintegrasinya kehidupan nasional ke dalam kehidupan global. Dalam bidang ekonomi, misalnya, globalisasi ekonomi berarti terintegrasinya ekonomi nasional ke dalam ekonomi dunia atau global.[10] Bila dikaitkan dalam bidang pendidikan, globalisasi pendidikan berarti terintegrasinya pendidikan nasional ke dalam pendidikan dunia. Sebegitu jauh, globalisasi memang belum merupakan kecenderungan umum dalam bidang pendidikan.
Namun gejala ke arah itu sudah mulai nampak. Sejumlah SMK dan SMA di beberapa kota di Indonesia sudah menerapkan sistem Manajemen Mutu (Quality Management Sistem) yang berlaku secara internasional dalam pengelolaan manajemen sekolah mereka, yaitu SMM ISO 9001:2000; dan banyak diantaranya yang sudah menerima sertifikat ISO. Oleh karena itu, dewasa ini globalisasi sudah mulai menjadi permasalahan aktual pendidikan.
Permasalahan globalisasi dalam bidang pendidikan terutama menyangkut output pendidikan. Seperti diketahui, di era globalisasi dewasa ini telah terjadi pergeseran paradigma tentang keunggulan suatu negara, dari keunggulan komparatif (Comperative adventage) kepada keunggulan kompetitif (competitive advantage). Keunggulam komparatif bertumpu pada kekayaan sumber daya alam, sementara keunggulan kompetitif bertumpu pada pemilikan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.[11]
Dalam konteks pergeseran paradigma keunggulan tersebut, pendidikan nasional akan menghadapi situasi kompetitif yang sangat tinggi, karena harus berhadapan dengan kekuatan pendidikan global. Hal ini berkaitan erat dengan kenyataan bahwa globalisasi justru melahirkan semangat cosmopolitantisme dimana anak-anak bangsa boleh jadi akan memilih sekolah-sekolah di luar negeri sebagai tempat pendidikan mereka, terutama jika kondisi sekolah-sekolah di dalam negeri secara kompetitif under-quality (berkualitas rendah). Kecenderungan ini sudah mulai terlihat pada tingkat perguruan tinggi dan bukan mustahil akan merambah pada tingkat sekolah menengah.
Bila persoalannya hanya sebatas tantangan kompetitif, maka masalahnya tidak menjadi sangat krusial (gawat). Tetapi salah satu ciri globalisasi ialah adanya “regulasi-regulasi”. Dalam bidang pendidikan hal itu tampak pada batasan-batasan atau ketentuan-ketentuan tentang sekolah berstandar internasional.
Pada jajaran SMK regulasi sekolah berstandar internasional tersebut sudah lama disosialisasikan. Bila regulasi berstandar internasional ini kemudian ditetapkan sebagai prasyarat bagi output pendidikan untuk memperolah untuk memperoleh akses ke bursa tenaga kerja global, maka hal ini pasti akan menjadi permasalah serius bagi pendidikan nasional.
Globalisasi memang membuka peluang bagi pendidikan nasional, tetapi pada waktu yang sama ia juga mengahadirkan tantangan dan permasalahan pada pendidikan nasional. Karena pendidikan pada prinsipnya mengemban etika masa depan, maka dunia pendidikan harus mau menerima dan menghadapi dinamika globalisasi sebagai bagian dari permasalahan pendidikan masa kini.


BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Permasalahan pendidikan di Indonesia masa kini sesungguhnya sangat kompleks. Makalah ini dengan segala keterbatasannya, hanya sempat menyoroti beberapa masalah eksternal saja diantaranya dimensi sosial, politik, ekonomi, budaya, dan juga dimensi global. Hal ini tentu saja menyarankan bahwa pemecahan terhadap permasalahan-permasalahan pendidikan tidak bisa dilakukan secara parsial; yang merupakan pendekatan terpadu.
Bagaimanapun, permasalahan-permasalahan di atas yang belum merupakan daftar lengkap, harus kita hadapi dengan penuh tanggung jawab. Sebab, jika kita gagal menemukan solusinya maka kita tidak bisa berharap pendidikan nasional akan mampu bersaing secara terhormat di era globalisasi dewasa ini.

B.       Komentar
Permasalahan yang ada dalam dunia pendidikan saat ini marilah kita jadikan pelajaran untuk meningkatkan kualitas pendidikan di negara Indonesia, sehingga citra pendidikan bangsa ini menjadi contoh bagi negara lain.

 Daftar Pustaka

_ Buku Panduan Depdikbud, tahun 1994, hlm. 851

Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2010

Agung Prihantoro dan Fuad Arief, Politik Pendidikan: Kebudayaan, kekuasaan dan pembebasan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000

Ahmad D. Marimba, Pengantar filsafat pendidikan islam. Yogyakarta: Kota kembang, 1987

Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi pendidikan, Jakarta: Rieneka Cipta, 1991

Bukhori Umar, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Amzah, 2010

Engkoswara dan Aan Komariah, Administrasi Pendidikan, Bandung; Alfabeta, 2010

Fakih, Mansour, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta: Insist Press dan Pustaka Pelajar. 2000

Kuntowijoyo, Budaya dan Masyarakat, Yogyakarta: Tiara wacana, 2001

Muhadjir, Noeng, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Social: Suatu Teori Pendidikan. Yogyakarta: Reka Sarasih, 1987
 . 122

Tidak ada komentar:

Posting Komentar