BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belaka
Seiring dengan perkembangan zaman yang selalu berubah dan
disertai dengan munculnya berbagai persoalan baru dalam kehidupan manusia, maka
menjadi sebuah keniscayaan untuk memahami agama sesuai dengan zamannya. Oleh
karena itu, berbagai pendekatan dalam memahami agama yang bersumber dari
Alquran dan Hadits memiliki peran yang sangat strategis. Dengan demikian
pemahaman umat Islam dan pemerhati agama akan semakin komprehensif dan akan
bersikap sangat toleran dengan perbedaan pemahaman.
Saat ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat
secara aktif di dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia.
Agama tidak boleh hanya sekedar menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekedar
disampaikan dalam khutbah, melainkan secara konsepsional menunjukkan cara-cara
yang paling efektif dalam memecahkan masalah.
Harapan dan tuntutan terhadap agama yang demikian itu dapat
dijawab manakala pemahaman agama yang selama ini banyak menggunakan pendekatan
teologis normatif dilengkapi dengan pemahaman agama yang menggunakan pendekatan
lain yang secara operasional konseptual dapat memberikan jawaban terhadap
masalah yang timbul.
Studi agama pada akhir-akhir ini telah mengalami
perkembangan cukup pesat, seiring dengan semakin beragamnya objek kajian dan
metode kajiannya. Sebagai objek kajian, agama Islam dapat diposisikan sebagai
doktrin, realitas sosial atau fakta social.
Kajian yang memposisikan agama sebagai doktrin menggunakan
pendekatan teologis (normatif), sedangkan kajian yang memposisikan agama
sebagai realitas sosial lebih tepat menggunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial
seperti sosiologi, antropologi, sejarah, hermeneutika dan lain-lain. Terdapat
beberapa istilah yang mempunyai arti hampir sama dan menunjukkan tujuan yang
sama dengan pendekatan, yakni theoretical framework, conceptual framework,
approach, perspective, point of view dan paradigm. Semua istilh ini dapat
diartikan sebagai cara memandang dan cara menjelaskan sesuatu gejala atau
peristiwa.
Berkenaan dengan pemikiran tersebut di atas, maka pada
kegiatan belajar pertama pembaca akan diajak untuk mengkaji berbagai pendekatan
yang dapat digunakan dalam memahami agama. Hal demikian perlu dilakukan, karena
melalui pendekatan tersebutlah kehadiran agama secara fungsional dapat
dirasakan oleh penganutnya. Sebaliknya tanpa mengetahui berbagai pendekatan
tersebut, maka tidak mustahil agama menjadi sulit dipahami atau bahkan salah
dipahami oleh masyarakat, tidak fungsional dan akhirnya masyarakat mencari
pemecahan masalah kepada selain agama dan hal ini tidak boleh terjadi.
Selanjutnya utuk lebih jelasnya apa dipaparkan dalam bab pembahasan.
B. Rumusan
Masalah
Dari latar belakang di atas maka
rumusan maslah yang saya ambil disini ialah:
1. Apakah
pengertian pendekatan normatif itu ?
2. Bagaimana
pendekatan normatif dalam study islam dengan study al-Qur’an?
3. Bagaimana
pendekatan normatif dalam studi islam dengan study Hadis?
4. Apakah
teologi Islam sebagai pendekatan normatif ?
C. Tujuan
Dengan rumusan masalah di atas maka
tujuan penulisan makalah ini ialah:
1. Menjelaskan
pengertian pendekatan normatiF
2. Menjelaskan
pendekatan normatif dalam study islam dengan study Al-Qur’an
3. Menjelaskan
pendekatan normatif dalam study islam dengan study hadis
4. Menjelaskan
teologi Islam sebagai pendekatan normatif.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Definisi
Pendekatan Normatif
Pendekatan normatif yaitu
suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan yang di dalamnya belum terdapat
penalaran pemikiran
manusia. Dalam pendekatan teologis ini agama dilihat sebagai suatu kebenaran mutlak dari Tuhan, tidak ada
kekurangan sedikit pun dan tampak
bersikap ideal. Dalam kaitan ini agama tampil sangat prima dengan seperangkat cirinya yang khas. Untuk agama Islam
misalnya, secara normative pasti benar, menjunjung nilai-nilai luhur. Untuk bidang social, agama
tampil menawarkan nilai-nilai kemanusiaan, kebersamaan, kesetiakawanan, tolong
menolong, tenggang rasa, persamaan derajat dan sebagainya. Untuk bidang ekonomi agama tampil menawarkan keadilan, kebersamaan, kejujuran, dan saling menguntungkan. Untuk bidang ilmu pengetahuan, agama tampil mendorong
pemeluknya agar memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang setinggi-tingginya, menguasai keterampilan, keahlian
dan sebagainya. Demikian pula untuk
bidang kesehatan, lingkungan hidup, kebudayaan, politik dan sebagainya agama tampil sangat ideal dan yang
dibangun berdasarkan dalildalil yang
terdapat dalam ajaran agama yang bersangkutan.[1]
Sedangkan Khairudin nasution (2010),
menerangkan bahwa pendekatan normatif adalah studi Islam yang memandang masalah
dari sudut legal formal dan atau normatifnya. Maksud legal formal adalah
hubungannya dengan halal-haram, boleh atau tidak,dan sejenisnya. Sementara
normatifnya adalah seluruh ajaran yang terkandung dalam nash. Dengan demikian
pendekatan normatif mempunyai cakupan yang sangat luas. Sebab seluruh
pendekatan yang digunakan oleh ahli usul fiqih (Usuliyah), ahli hukum Islam
(Fuqaha), ahli tafsir (mufassirin) yang berusaha menggali aspek legal formal
dan ajaran Islam dari sumbernya adalah termasuk pendekatan normatif.[2]
Sisi lain
dengan pendekatan normatif adalah bahwa secara umum ada dua teori yang dapat
digunakan dengan pendekatan normatif-teologis. Pertama, ada hal-hal yang untuk
mengetahui kebenarannya dapat dibuktikan secara empirik dan eksperimental.
Kedua, ada hal-hal yang sulit dibuktikan secara empiris dan eksperimental.
Untuk ha-hal yang dapat dibuktikan secara empirik biasanya disebut masalah yang
berhubungan ra’yi (penalaran). Sedangkan masalah-masalah yang tidak berhubungan
dengan empirik (ghaib) biasanya diusahakan pembuktiannya dengan mendahulukan
kepercayaan. Hanya saja cukup sulit untuk menentukan hal-hal apa saja yang
masuk klasifikasi empirik dan mana yang tidak terjadi perbedaan pendapat
dikalangan para ahli. Maka sikap yang perlu dilakukan dengan pendekatan
normatif adalah sikap kritis.
Ada beberapa teori popular yang
dapat digunakan dengan pendelatan normatif, disamping teori-teori yang digunakan
oleh para fuqaha’, usuliyin, muhadditin, dan mufassirin, diantaranya adalah
teori teologis-folosofis, yaitu pendekatan memahami al-Qur’an dengan cara
mengintrepretasikannya secara logis-filosofis,yakni mencari nilai-nilai
objektif dari subjektif al-Qur’an.
2.
Pendekatan
Normatif Dalam Studi Islam dengan Studi Al-Qur’an
Metode
yang dapat diambil dari studi Al-Qur’an yaitu metode penafsiran Al-Qur’an.
Menurut hasil penelitian Quraish Shihab, bermacam-macam metodologi tafsir dan
coraknya telah diperkenalkan dan diterapkan oleh paka-pakar Al-Qur’an.
Metode
penafsiran Al-Qur’an tersebut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua
bagian yaitu:
1.
Tafsir
Bil-Ma’tsur
Tafsir
bil-ma’tsur ialah tafsir yang berdasarkan pada kutipan-kutipan yang shahih
menurut urutan yang telah disebutkan di muka dalam syarat-syarat mufasir. Yaitu
menafsirkan Qur’an dengan Qur’an, dengan sunnah karena ia berfungsi menjelaskan
Kitabullah.[3]
2.
Tafsir Bil-Ra’yu
Tafsir
bil-ra’yu ialah tafsir yang di dalam menjelaskan maknanya para mufasir hanya
berpegang pada pemahaman sendiri dan penyimpulan (istinbat) yang didasarkan
pada ra’yu semata. Ra’yu semata yang tidak disertai bukti-bukti akan
membawa penyimpangan terhadap Kitabullah.[4]
Al-Farmawi membagi metode tafsir yang bercorak
penalaran ini kepada empat macam metode, yaitu :
a. Metode Tahlily
Metode
tahlily yaitu metode tafsir yang mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan
ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan
ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana tercantum di dalam mushaf. Dalam hubungan ini
mufassir mulai dari ayat ke ayat berikutnya, atau dari surat ke surat
berikutnya dengan mengikuti urutan ayat atau surat sesuai dengan yang termaktub
di dalam mushaf. Segala segi yang dianggap perlu oleh seorang mufassir tahlily
diuraikan. Yaitu bermula dari kosa kata, asbabun nuzul, munasabat, dan
lain-lain.
b. Metode Ijmali
Metode
ijmali yaitu metode yang menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan menunjukkan
kandungan makna yang terdapat pada suatu ayat secara global. Dengan metode ini
seorang mufassir cukup dengan menjelaskan kandungan yang terkandung dalam ayat
tersebut secara garis besar saja.
c. Metode Muqarin
Metode
muqarin dilakukan dengan cara membandingkan ayat Al-Qur’an yang satu dengan
yang lainnya. Penafsiran ini dapat dilakukan sebagai berikut :
1) Menginventarisasi ayat-ayat yang
mempunyai kesamaan dan kemiripan redaksi
2) Meneliti kasus yang berkaitan dengan
ayat-ayat tersebut
3) Mengadakan penafsiran
d. Metode Maudlu’iy
Metode ini
berupaya menghimpun ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai surat yang berkaitan
dengan persoalan atau topik yang ditetapkan sebelumnya.
Dengan mengetahui berbagai corak penafsiran al-Qur’an seperti di atas, maka
kita akan mengetahui isi kandungan al-Qur’an, memahami makna-maknanya,
dan mengaplikasikan ajaran al-Qur’an dengan kehidupan sehari-hari.
Adapun tafsir yang harus diikuti dan dipedomani ialah tafsir ma’tsur. Karena ia
adalah jalan pengetahuan yang benar dan merupakan jalan paling aman untuk menjaga
diri dari tergelincir dari kesesatan dalam memahami Kitabullah.
3.
Pendekatan
Normatif Dalam Studi Islam dengan Studi Hadits
A.
Pengertian
Takhrijul Hadits
Takhrij Hadits adalah bentuk masdar dari fiil madhi yang secara bahasa
berarti mengeluarkan sesuatu dari tempat. Sedangkan Takhrij menurut ahli
hadits memliki tiga macam pengertian, yaitu :
1.
Usaha
mencari sanad hadits yang terdapat dalam kitab hadits karya orang lain,
yang tidak sama dengan sanad yang terdapat dalam kitab tersebut.
2.
Suatu
keterangan bahwa hadits yang dinukilkan ke dalam kitab susunannya itu
terdapat dalam kitab lain yang telah disebutkan nama penyusunannya.
3.
Suatu
usaha mencari derajat, sanad, dan rawi hadits yang tidak diterangkan
oleh penyusun atau pengarang suatu kitab.[5]
B. Cara
Pelaksanaan Takhrijul Hadits
Secara
garis besar manakharij hadits (takhrijul hadits) dapat dibagi
menjadi dua cara dengan menggunakan kitab-kitab.
Adapun dua macam takhrijul hadits
yaitu :
1) Manakharij hadits telah diketahui awal matannya, maka
hadits tersebut dapat dicari atau ditellusuri dalam kitab-kitab kamus hadits
dengan dicarikan huruf awal yang sesuai diurutkan abjad.
2) Manakharij hadits dengan berdasarkan topic
permasalahan. Upaya mencari hadits terkadang tidak didasarkan pada lafal matan
(materi) hadits, tetapi didasarkan pada topic masalah. Pencarian matan
dan hadits berdasarkan topic masalah tertentu itu dapat ditempuh dengan cara
membaca berbagai kitab himpunan kutipan hadits. Dengan bantuan kamus hadits
tertentu, pengkajian teks dan konteks hadits menurut riwayat dari
berbagai periwayatan akan mudah dilakukan.
C.
Metode Takhrijul Hadits
Dalam buku
“Cara Praktis Mencari Hadits” dikemukakan bahwa metode takhrijul hadits
yang dijalankan dalam buku ini terbagi dua macam, yakni :
a)
Takhrijul
Hadits Bil-Lafz,
yakni upaya pencarian hadits pada kitab-kitab hadits dengan cara
menelusuri matan hadits yang bersangkutan berdasarkan lafal atau lafal-lafal
dari hadits yang dicarinya itu.
b)
Takhrijul
Hadits Bil-Maudhu’,
yakni upaya pencarian hadits pada kitab-kitab hadits berdasarkan topic
masalah yang dibahas oleh sejumlah matan hadits.[6]
D.
Tujuan dan
Manfaat Takhrijul Hadits
Menurut
Abd al-Mahdi, yang menjadi tujuan dari takhrij adalah menunjukkan sumber hadits
dan menerangkan ditolak atau diterimanya hadits tersebut. Dengan demikian, ada
dua hal yang menjadi tujuan takhrij, yaitu :
a)
Untuk
mengetahui sumber dari suatu hadits
b)
Mengetahui
kualitas dari suatu hadits, apakah dapat diterima (Shahih atau Hasan)
atau ditolak (Dha’if).[7]
Manfaat takhrijul
hadits itu sangat banyak sehingga apabila ada seseorang yang akan
melaksanakan takhrijul hadits, maka dia termasuk salah satu orang yang
sangat teliti pada hadits-hadits Rasulullah.
4.
Teologi
Islam sebagai pendekatan normatif
A. Pengertian
teologi Islam
Secara etimologi, Teologi
berasal dari kata theos yang artinya Tuhan dan logos artinya
ilmu. Jadi, Teologi adalah Ilmu Ketuhanan. Sedangkan Teologi Islam
adalah ilmu yang mempelajari tentang Tuhan dan pertaliannya dengan manusia baik
berdasarkan kebenaran wahyu ataupun penyelidikan akal murni.[8]
Pendekatan teologis memahami agama secara harfiah atau pemahaman yang
menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa
wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar
dibandingkan dengan yang lainnya.[9]
Pendekatan teologis sering disebut juga sebagai perspektif timur, Pendekatan teologis
berarti pendekatan kewahyuan atau pendekatan keyakinan peneliti itu sendiri. Dimana agama tidak lain merupakan hak prerogatif Tuhan sendiri. Realitas sejati dari agama adalah sebagaimana yang dikatakan oleh
masing-masing agama.[10]
pendekatan seperti ini biasanya dilakukan dalam penelitian suatu agama untuk
kepentingan agama yang diyakini peneliti tersebut untuk menambah pembenaran
keyakinan terhadap agama yang dipeluknya itu.
Yang termasuk kedalam penelitian teologis ini adalah penelitian-penelitian
yang dilakukan oleh ulama-ulama, pendeta, rahib terhadap suatu subjek masalah dalam agama yang menjadi tanggung jawab
mereka,baik disebabkan oleh adanya pertanyaan dari jamaah maupun dalam rangka
penguatan dan mencari landasan yang akurat bagi suatu mazhab yang sudah ada.
Amin Abdullah dalam bukunya metodologi
study islam mengatakan, bahwa
teologi, sebagaimana kita ketahui, tidak bisa tidak, pasti mengacu kepada
agama tertentu. Loyalitas terhadap kelompok sendiri, komitmen,
dan dedikasi yang tinggi serta penggunaan
bahasa yang bersifat subjektif, yakni bahasa sebagai pelaku, bukan
sebagai pengamat adalah merupakan ciri yang melekat pada bentuk pemikiran-teologis.
B. Pertumbuhan
dan Perkembangan Kajian Teologi dalam Islam
Teologi
Islam muncul
karena adanya masalah-masalah politik yang terjadi setelah wafatnya Rasulullah.
Mulai dari masalah pergantian khalifah hingga masalah yang terjadi setelah
wafatnya Usman Ibn Affan. Ali bin Abi Thalib dituduh melakukan dosa besar
karena tidak mempersoalkan masalah kematian Usman Ibn Affan yang mati terbunuh.
Dari peristiwa inilah lahir beberapa aliran Teologi, seperti aliran
Khawarij, Murji’ah, Mu’tazilah, Jabariyah, Qadariyah, Asy‘ariah, dan
Maturidiah.[11]
1)
Pendekatan Teologi Islam ( Mu’Tazilah )
Kaum
Mu’tazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih
mendalam dan bersifat filosofis daripada persoalan-persoalan yang dibawa kaum
Khawarij dan Murji’ah. Dalam pembahasan, mereka banyak menggunakan akal
sehingga mereka mendapat nama “kaum rasional Islam”.[12]
Kaum Mu’tazilah membagi sifat-sifat Tuhan ke dalam dua golongan, yaitu :
a)
Sifat-sifat
yang merupakan esensi Tuhan dan disebut sifat zatiah.
b)
Sifat-sifat
yang merupakan perbuatan-perbuatan Tuhan, yang disebut sifat fi’liyah.[13]
Kaum
Mu’tazilah meyakini adanya lima dasar keimanan dan dijadikan sebagai prasyarat
bagi orang yang ingin bergabung dengan mazhab mereka. Lima dasar tersebut
adalah :
a.
At-Tauhid (keesaan Allah)
ATauhid merupakan prinsip utama dan intisari ajaran
Mu’tazilah, bagi Mu’tazilah Tuhan harus disucikan dari segala sesuatu yang
dapat mengurangi arti ke Maha Esaan Allah. Tuhanlah satu-satunya yang Esa yang
tidak ada satu pun menyamainya.
b.
Al-Adl (Keadilan Tuhan)
Ajaran dasar Mu’tazilah yang kedua adalah Al-Adl yang
berarti Tuhan yang Maha Adil. Adil ini merupakan sifat yang menunjukkan
kesempurnaan Tuhan. Ajaran ini bertujuan ingin menempatkan Tuhan benar-benar
adil menurut sudut pandang manusia, karena ala mini diciptakan untuk
kepentingan manusia.
c.
Al-Manzilah
bain al-Manzilatain
Artinya yaitu posisi menengah bagi orang yang berbuat dosa
besar, juga erat hubungannya dengan keadilan Tuhan. Pembuat dosa besar bukanlah
kafir, karena ia masih percaya kepada Tuhan dan Nabi Muhammad SAW tetapi
bukanlah mukmin, karena imannya tidak lagi sempurna. Karena bukan mukmin ia
tidak dapat masuk syurga, dank arena bukan kafir pula ia tidak harus masuk
neraka. Ia seharusnya ditempatkan di luar surga dan di luar neraka.
d.
Perintah
berbuat baik dan larangan berbuat jahat
Menurut mereka hal ini tidak hanya dilakukan dengan seruan
tetapi juga dengan kekerasan.
e.
Tuhan
itu Qadim
Mereka menyatakan bahwa Tuhan itu qadim (terdahulu) maka
sesuatu yang hadits (baru) setelah Tuhan adalah ciptaan Tuhan (makhluk)
sehingga mereka memandang bahwa surga dan neraka itu belum ada karena belum
dipergunakan saat ini.[14]
Adapun tokoh-tokoh Mu’tazilah yaitu:
1) Wasil bin Atha’ al-Ghazzal
2) Abu al-Huzail al-‘Allaf
3) Ibrahim bin Sayyar an-Nazam
4) Mu’ammar bin Abbad as-Sulmay
5) Bisyr bin al-Mu’tamir
2)
Pendekatan
Teologi Islam ( Asy’Ariyah )
Aliran
Teologi ini merupakan aliran yang timbul dari reaksi atas paham-paham golongan
mu’tazilah. Aliran ini dikembangkan oleh Abu al-Hasan ‘Ali Ibn Ismail
al-Asy-‘ari. Al-asy’ari dalam perkembangannya membuat aliran baru yang
kemudian banyak disebut sebagai ahli sunnah wal-jama’ah. Aliran ini timbul atas
respon terhadap paham mu’tazilah, sehingga aliran teologi ini banyak
berpendapat bertentangan dengan paham mu’tazilah. Misalnya dalam
pandangan al-Asy’ari bahwa Tuhan mengetahui dengan sifatnya. Mustahil katanya
bahwa Tuhan mengetahui dengan sifat-Nya karena dengan demikian zat-Nya adalah
pengetahuan dan Tuhan sendiri adalah pengetahuan. Tuhan bukan pengetahuan (‘ilm)
tetapi yang mengetahui (‘Alim). Tuhan mengetahui dengan pengetahuan-Nya
bukanlah dengan zat-Nya. Demikian pula dengan sifat seperti hidup, berkuasa,
mendengar, dan melihat. Begitu juga mengenai al-Qur’an. Al-Asy’ari berpendapat
bahwa al-Qur’an itu Qadim. Mengenai perbuatan, asy’ari berpendapat bahwa perbuatan
manusia bukanlah diciptakan manusia itu sendiri. Asy’ari juga berpendapat bahwa
Tuhan tidak mempunyai tangan, muka, mata dan sebagainya karena Tuhan tidak
mempunyai bentuk dan batasan.[15]
Dalam
aliran ini membedakan antara zat, sifat dan af’al Tuhan. Zat Tuhan itu tunggal
tidak bisa difikir, diteliti dan dipelajari, yang dikaji hanyalah sifatnya
karena Tuhan memiliki sifat wajib, sifat mustahil dan sifat jaiz yang secara
normative wajib dihafal dan difahimi secara konfrehensif makna dan penjelasannya.
Misalnya sifat wajib bagi Tuhan yang 20 tebagi lagi menjadi 4 yakni nafsiah,
salbiyah, ma’ani dan ma’nawiyah. Inilah sedikit gambaran tentang aliran teologi
asy’ariyah (ahlussunnah waljama’ah) yang mana mayoritas penduduk Indonesia
menganut dan menjalankan aliran ini karena diyakini kebenarannya secara nash.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendekatan normatif yaitu
suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan yang di dalamnya belum terdapat
penalaran pemikiran
manusia. Dalam pendekatan teologis ini agama dilihat sebagai suatu kebenaran mutlak dari Tuhan, tidak ada
kekurangan sedikit pun dan tampak
bersikap ideal. Dalam kaitan ini agama tampil sangat prima dengan seperangkat cirinya yang khas. Untuk agama Islam
misalnya, secara normative pasti benar, menjunjung nilai-nilai luhur. Untuk bidang social, agama
tampil menawarkan nilai-nilai kemanusiaan, kebersamaan, kesetiakawanan, tolong
menolong, tenggang rasa, persamaan derajat dan sebagainya. Untuk bidang ekonomi agama tampil menawarkan keadilan, kebersamaan, kejujuran, dan saling menguntungkan. Ada beberapa pendekatan yang pemakalah bias
paparkan yakni.
1.
Pendekatan Normatif Dalam Studi Islam dengan Studi
Al-Qur’an.
2.
Pendekatan Normatif Dalam Studi Islam dengan Studi
Hadis.
3.
Pendekatan teologis.
B.
Komentar
Saya
penulis makalah ini berpesan kepada kita semua agar istikomah kepada apa yang
telah kita terima berupa ilmu dari guru, ustas, kiyai, tuan guru kita karena
apa yang di ajarkan mereka berdasarkan sumber yang nash yakni Al-Qur’an dan
Hadis dan kita sudah merasakan manfaat dari apa yang kita terima berupa hikmah
ilmu. Istiqomahlah dengan keyakinan kita jangan kita terombang ambing dengan
ajaran yang akan menyesatkan kita, jika ada ilmu baru yang bertentangan dengan
keyakinan kita maka kita cerna dulu dengan verifikasi ilmiah dan mencari sumber
dan dalilnya. Namun, jika keyakinan sebelumnya lebih kuat maka istiqomahlah,
akan tetapi jika ilmu baru itu lebih kath’i maka beradaptasilah.
Daftar
Pustaka
Ahmad Hanafi, Pengantar Teologi
Islam Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1991.
H.Abuddin nata,Metodologi study Islam
jakarta: Raja Grafindo, 2008
Harun Nasution, Teologi Islam
Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan Jakarta : UI-Press, 1998
Khoirudin, nasution, pengantar studi islam, yogyakarta : Rosda, 2009
M. Syuhudi Ismail, Cara Praktis
Mencari Hadit Jakarta : Bulan Bintang, 1991
Manna Khalil al-Qattan, Studi
Ilmu-Ilmu Qur’an, Bogor : Litera AntarNusa, 1996
Muhammad Ahmad dan M.Muzakkir, Ulumul
Hadits Bandung : Pustaka Setia, 2004
Nawir Yuslem, Kitab Induk Hadis
Jakarta : Hijri Pustaka Utama, 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar